Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 140019 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dewi Rosariah Ayu
"Latar belakang: Perdarahan sendi berulang merupakan morbiditas utama pada pasien hemofilia karena dapat menimbulkan artropati hemofilik yang menyebabkan keterbatasan gerak dan disabilitas sehingga menurunkan kualitas hidup. Penelitian bertujuan mengetahui korelasi pemeriksaan klinis sendi, penilaian aktivitas fungsional dan kualitas hidup pada anak hemofilia.
Metode: Penelitian dengan desain potong lintang di RSCM pada Agustus−November 2022 pada anak 4−16 tahun, hemofilia A atau B derajat sedang atau berat yang mengalami perdarahan sendi berulang. Penelitian dilakukan dengan menilai HJHS, PedHALshort serta Haemo-QoL dan mencari korelasi skor HJHS dengan skor PedHALshort dan Haemo-QoL.
Hasil: Sebanyak 95 subyek hemofilia, dengan hemofilia A (77,3%) dan 70,1% hemofilia berat. Skor HJHS median 4 (1−9), skor PedHALshort median 74,5 (62,73-89,09), skor Haemo-QoL mean (SD) 74,51 (15,58). Skor HJHS berkorelasi negatif sedang dengan PedHALshort (r= -0,462, p< 0,0001), skor HJHS berkorelasi sedang dengan Haemo-QoL (r= 0,469, p< 0,001).
Simpulan: Semakin tinggi skor HJHS menunjukkan adanya kerusakan pada sendi maka semakin rendah skor PedHALshort dan semakin tinggi skor Haemo-QoL yang menunjukkan semakin terganggu aktivitas fungsional serta kualitas hidupnya.

Background: Recurrent joint bleeding is the major morbidity in patient with hemophilia that can cause hemophilic arthropathy causes limitation of daily activities, disability, and reducing quality of life. Research objective are to determine the relationship between the clinical evaluation of joints, the assessment of functional activity determined and assessment of the quality of life with HJHS, so we can diagnose arthropathy, prevent disability and better management.
Methods: Study with cross-sectional design at RSCM on August-November 2022, children aged 4-16, with moderate or severe hemophilia A and B with recurrent joint bleeding. The study was conducted by assessing HJHS, PedHALshort and Haemo-QoL, determine the relationship between HJHS with PedHALshort and Haemo-QoL score.
Result: A total of 95 hemophilia subjects, with hemophilia A (77.3%) and 70.1% severe hemophilia. HJHS median score 4 (1-9), PedHALshort median score 74.5 (62.73-89.09), Haemo-QoL mean (SD) 74.51 (15.58). The HJHS score had a moderate negative correlation with PedHALshort (r= -0.462, p<0.0001), the HJHS score had a moderate correlation with Haemo-QoL (r= 0.469, p<0.001).
Conclusion: The higher of HJHS score indicates a joint disorder, the lower of PedHALshort and the higher of Haemo-QoL indicates the more impaired functional activity and poorer quality of life.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Moniqa
"ABSTRAK
Latar belakang dan tujuan : Artropati hemofilia merupakan salah satu komplikasi yang terjadi pada penyandang hemofilia dengan predileksi pada sendi siku, lutut dan pergelangan kaki. Deteksi dini artropati hemofilia dapat memperbaiki evaluasi dan tatalaksana. Ultrasonografi metode HEAD-US merupakan metode yang dapat digunakan untuk mendeteksi dini kelainan sendi penyandang hemofilia menggunakan sistem skoring yang cepat dan relatif mudah. Evaluasi sendi secara klinis pada artropati hemofilia dilakukan dengan pemeriksaan skor HJHS. Ultrasonografi metode HEAD-US dapat menjadi penunjang evaluasi artropati hemofilia .Metode : Uji korelatif dengan pendekatan potong lintang pada skor ultrasonografi metode HEAD-US dengan skor HJHS. Kedua pemeriksaan dilakukan pada 120 sendi penyandang hemofilia yaitu siku, lutut dan pergelangan kaki. Pemeriksaan HEAD-US dan HJHS dilakukan pada hari yang sama. Hasil : Rerata umur subyek penelitian adalah 9,3 tahun sebaran 5-14 tahun . Pemeriksaan HEAD-US memiliki median 8 dengan sebaran 1-28 dan mayoritas kelainan pada pergelangan kaki. Pemeriksaan HJHS memiliki sebaran skor 0-35 dengan median 3, mayoritas kelainan pada lutut.Kesimpulan : Terdapat korelasi positif kuat antara pemeriksaan ultrasonografi metode HEAD-US dengan pemeriksaan HJHS. p = 0,002, r= 0,65 . Didapatkan formula regresi linear yaitu : skor HJHS = = ndash; 3,74 0,86 x skor HEAD-US. Untuk memperkirakan skor HJHS setelah diketahui skor HEAD-US.

ABSTRACT
Background and objective Hemophilic artropathy is one of complication of hemophilia. The elbows, knees and ankles are the most affected joints. Detection of early blood induced joint changes may improve monitoring of treatment. HEAD US scanning protocol is a quick and simple method that can be used to detect hemophilic arthropathy. Clinically, hemophilic arthropathy was assessed using HJHS. The aim of this study was to explore the value HEAD US scanning protocol on evaluating hemophilic arthropathy. Methods Cross sectional correlation study between HEAD US and HJHS. Both were done on 120 hemophilic elbow, knee and ankle joints . HEAD US and HJHS were done on the same day. Results Mean age was 9,3 years range 5 14 years . Median score of HEAD US was 8 range 1 28 , mostly on ankles. Median score of HJHS was 3 range 0 35 , mostly on knees. . Conclusion There is strong correlation between HEAD US with HJHS. p 0,002, r 0,65 . Linear regression formula was HJHS score ndash 3,74 0,86 x HEAD US score. This formula can be used to predict HJHS score. "
2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Febrini Agasani
"Latar belakang: Hemofilia merupakan salah satu penyakit kronik yang dapat memengaruhi kualitas hidup. Penilaian kualitas hidup merupakan indikator keberhasilan terapi, dasar pengembangan strategi pengobatan dan penilaian pelayanan kesehatan. Belum ada data mengenai kualitas hidup anak dengan hemofilia di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo RSCM.
Tujuan: Mengetahui prevalens, gangguan kualitas hidup, kesesuaian kualitas hidup berdasarkan laporan anak dan laporan orangtua serta pengaruh faktor sosiodemografis dan faktor medis terhadap kualitas hidup anak hemofilia di RSCM.
Metode: Penelitian potong lintang dilakukan pada pasien hemofilia usia 5-18 tahun di Poliklinik Hematologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM selama bulan September-Desember 2016. Pengisian kuesioner PedsQLTM 4.0 modul generik dilakukan dengan metode wawancara. Faktor-faktor risiko yang dianggap berpengaruh dianalisis secara multivariat.
Hasil: Gangguan kualitas hidup 52,9 rerata 64,37 11,75 menurut laporan anak dan 60,8 rerata 64,37 13,87 menurut laporan orangtua dari total 102 anak hemofilia. Dimensi yang paling terganggu adalah dimensi fisik menurut kelompok 5-7 tahun, sedangkan menurut kelompok 8-18 tahun adalah dimensi fisik dan sekolah. Terdapat ketidaksesuaian antara laporan kualitas hidup anak dan orangtua pada kelompok usia 5-7 tahun. Kekakuan sendi merupakan faktor risiko terjadinya gangguan kualitas hidup menurut laporan anak p=0,005, RP 4,335, IK 95 1,550-12,126 dan orangtua p=0,04, RP 2,902, IK 95 1,052-8,007.
Simpulan: Terdapat 52,9 laporan anak dan 60,8 laporan orangtua anak hemofilia yang kualitas hidupnya terganggu. Kekakuan sendi merupakan faktor yang paling memengaruhi kualitas hidup anak dengan hemofilia. Untuk menilai kualitas hidup anak usia 5-7 tahun diperlukan laporan anak dan orangtuanya, sedangkan untuk anak usia 8-18 tahun cukup laporan anak atau orangtua saja.

Background Hemophilia is a chronic disease that can affect quality of life QoL . Assessment of QoL is an indicator of therapeutic success, base for development of the treatment strategy, and assessment of health services. There are no data for QoL of children with hemophilia in Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital CMH.
Aim To evaluate the prevalence, QoL, congruence of QoL based on self report and parents proxy report as well as the influence of sociodemographic and medical factors on the QoL of children with hemophilia in CMH. Method A cross sectional study was conducted in patients with hemophilia aged 5 18 years old who visited the outpatient clinic of Pediatric Hematology Division of CMH from September to December 2016. Data questionnaire PedsQLTM 4.0 generic scale were collected by interviewing children and their parents. Risk factors were analyzed with multivariate analysis.
Result From a total of 102 children with hemophilia, there were 52.9 self report and 60.8 parent proxy report of children with impairment of QoL with mean score 64.37 11.75 and 64.37 13.87, respectively. The most impaired dimension were the physical dimension for age group 5 7 years whereas for age group 8 18 years, there was impairment on the physical and school dimensions. There is a discrepancy report the QoL of children and parents in the age group 5 7 years. Joint stiffness is a risk factor for impaired QoL according to the self report p 0.005, PR 4.335, 95 CI 1.550 to 12.126 and parent proxy report p 0.04, PR 2.902, 95 CI 1.052 to 8.007.
Conclusion There were 52.9 self report and 60.8 parent proxy report of children with hemophilia who had impaired QoL. Joint stiffness is a factor that mostly affect the QoL of children with hemophilia. Assessment of QoL for children aged 5 7 years required reports from both children and parents, while for aged 8 18 years required either child report or the parents report alone."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yuniasti Evitasari
"Latar belakang: Hemofilia merupakan gangguan perdarahan yang bersifat herediter yang disebabkan oleh kekurangan faktor VIII. Pada kadar faktor koagulasi yang sama dapat menunjukkan karakteristik klinis yang berbeda.
Tujuan: Mengidentifikasi karakteristik klinis, penggunaan faktor VIII, dan komplikasi pada anak hemofilia A.
Metode: Penelitian kohort retrospektif pada anak le;18 tahun. Data diambil dari rekam medis Januari 2014 ndash; Juni 2016 meliputi data usia awitan perdarahan sendi, usia saat didiagnosis, kekerapan perdarahan, lokasi perdarahan, penggunaan faktor VIII, dan komplikasi yang dialami.
Hasil: Terdapat 109 subjek anak lelaki terdiri dari 2,8 subjek hemofilia A ringan, 27,5 hemofilia A sedang, dan 69,7 hemofilia A berat. Perdarahan paling sering ditemukan pada sendi 60,6 terutama pada lutut 37,2 . Anak hemofilia A berat menunjukkan usia awitan perdarahan sendi yang lebih dini median 12,5 4 - 120 bulan , kekerapan perdarahan sendi yang lebih sering median 8 1-44 kali/tahun , menggunakan konsentrat faktor VIII yang lebih banyak median 712 131 - 1913 IU/kg/tahun . Komplikasi yang ditemukan adalah hemofilik artropati dan sinovitis 46,8 , terbentuknya inhibitor faktor VIII 7,3 , anemia akibat perdarahan 2,6 , pseudotumor 0,9 , dan fraktur 0,9 . Terdapat 15,5 subjek hemofilia A berat yang menunjukkan karakteristik klinis yang lebih ringan.
Simpulan: Usia awitan perdarahan sendi berhubungan dengan kekerapan perdarahan sendi, kebutuhan faktor VIII, dan artropati. Artropati dan sinovitis merupakan komplikasi yang paling banyak ditemukan.

Background: Hemophilia A is a congenital bleeding disorder caused by deficiency of factor VIII. Phenotypic differences between patients with hemophilia is well known from clinical practice.
Aim: To identify clinical characteristics, factor VIII usage for on demand therapy, and complications of children with hemophilia A.
Method: A retrospective cohort study on children aged le 18 years. Data was obtained from medical record January 2014 ndash June 2016 including age of diagnosis, age of first joint bleed, number of bleeding, site of bleeding, treatment requirement, and complications.
Result: We found a total of 109 boys with hemophilia A consisted of 2.8 mild, 27.5 moderate, and 69.7 severe hemophilia. The most common bleeding was hemarthrosis 60.6 of the knee 37.2 . Severe hemophilia children showed earlier age of first joint bleed median 12,5 4 to 120 months , higher number of joint bleeds median 8 1 44 times year , and higher consumptions of clotting factor median 712 131 to 1913 IU kg year compared to mild and moderate hemophilia. Complications commonly found in severe hemophilia were haemophilic arthropathy and sinovitis 46.8 , followed by factor VIII inhibitors 7.3 , anaemia due to bleeding 2.6 , pseudotumour 0.9 , and fracture 0.9 . This study showed that 15.5 of patients with severe hemophilia A have mild clinical characteristics.
Conclusion: The onset of joint bleeding is related with number of joint bleeds, treatment requirement, and arthropathy and may serve as an indicator of clinical phenotype.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T55602
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ferry Damardjati
"Pemeriksaan trombosit dan waktu protrombin dikatakan merupakan prediktor terjadinya fibrosis hati, akan tetapi hal ini masih diperdebatkan. Ultrasonografi (USG) merupakan alat yang dapat memberikan gambaran permukaan hati. Colli dick melaporkan, bila dijumpai ekogenisitas yang tidak homogen pada permukaan hati, kemungkinan besar telah terjadi fibrosis atau sirosis hati.
RUMUSAN MASALAH
1. Sampai saat ini belum banyak studi yang melaporkan bagaimana perjalanan klinis infeksi VHC pada anak. Masih sedikit penelitian yang melaporkan perjalanan penyakit infeksi VHC pada anak yang menderita hemofilia. Belum pemah dilakukan penelitian infeksi VHC kronik pada pasien hemofilia di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM.
2. Beberapa penelitian melaporkan pemeriksaan non invasif, mudah, mudah dan cukup balk dalam menilai derajat beratnya penyakit hati secara tidak langsung pada pasien dengan infeksi VHC. Pemeriksaan ini terdiri dari ALT, rasio AST/ ALT, jumlah trombosit. Sampai saat ini belum pernah dilakukan penelitian gambaran ALT, rasio AST/ALT, jumlah trombosit pasien hemofilia yang terinfeksi VHC di Departemen Iimu Kesehatan Anak FKUI/RSCM.
TUJUAN PENELITIAN
Umum
Mengetahui gambaran klinis infeksi VHC pada pasien hemofilia di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM.
Khusus
1. Mengetahui proporsi pasien hemofilia yang menderita infeksi VHC kronik.
2. Mendapatkan gambaran manifestasi klinis infeksi VI-IC pada pasien hemofilia.
3. Mendapatkan gambaran :
- Jumlah trombosit
- Peningkatan ALT
- Rasio AST/ ALT"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T58473
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diana Gunadi
"ABSTRAK
Artritis gout umumnya disertai hiperurikemia, walaupun pada keadaan akut kadar asam urat dapat normal. Hiperurikemia dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh sehingga mengakibatkan penyulit, cacat dan kematian, juga selain itu dianggap sebagai salah satu faktor risiko penyakit jantung koroner (PJK). Terjadinya PJK pada hiperurikemia dianggap antara lain karena degenerasi endotel pembuluh darah sebagai akibat langsung asam urat. Hiperurikemia sering disertai hiperlipidemia dan peningkatan agregasi trombosit yang dikaitkan dengan PJK maupun kelainan pembuluh darah.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan prevalensi dan fenotipe hiperlipidemia serta membuktikan hubungan antara hiperurikemia dengan hiperlipidemia dan peningkatan agregasi trombosit pada penderita artritis gout primer.
Telah diteliti 30 orang laki-laki penderita hiperurikemia artritis gout primer dan sebagai kontrol 30 laki-laki artritis non gout yang berobat jalan ke poliklinik Reumatologi RSCM yang memenuhi kriteria.
Pemeriksaan meliputi kadar asam urat serum, standing serum kolesterol total, trigliserida, kolesterol-HDL, kolesterol-LDL, elektroforesis lipoprotein dan agregasi trombosit.
Pada kelompok penderita didapatkan kadar asam urat serum rata-rata 9,94 mg/dL (7,1 - 14,4 mg/dL), sedangkan pada kelompok kontrol 5,5 mg/dL (4,1 - 6,7 mg/dL). Pada kelompok penderita didapatkan 21 orang (70%) dengan obesitas, sedangkan pada kelompok kontrol didapatkan hanya 2 orang (6,7%) dengan obesitas. Pada kelompok penderita, 24 orang (80%) menunjukkan kadar trigliserida di atas batas normal, dengan hiperlipoproteinemia tipe IV. Sedangkan pada kelompok kontrol didapatkan hanya 8 orang (26,4%) dengan hiperlipoproteinemia tipe IV, 1 orang (3,3%) tipe lib dan sisanya normal. Terdapat perbedaan bermakna (p < 0,05) kadar trigliserida kedua kelompok. Didapatkan korelasi yang baik antara kadar asam urat dengan kadar-trigliserida (r = 0,7641). Pada kelompok penderita, 7 orang (23,3%) dengan kadar kolesterol total di atas nilai normal, sedang pada kelompok kontrol hanya 1 orang (3,3%). Perbedaan ini bermakna (p <0,05), tetapi didapatkan korelasi yang kurang balk antara kadar asam urat dengan kadar kolesterol total (r = 0,2307). Radar kolesterol-HDL pada kelompok penderita didapatkan 16 orang {52,8%) lebih rendah dari nilai normal. Sedangkan pada kelompok kontrol hanya 5 orang {16,6%.). Perbedaan ini bermakna (p{0,05) dan didapatkan korelasi yang terbalik antara kadar asam urat dengan kadar kolesterol-HDL (r = - 0,1782). Pada kelompok penderita, 8 orang (26,4%) dengan kadar kolesterol-LDL yang lebih tinggi dari normal, sedangkan pada kelompok kontrol hanya 1 orang (3,3%), perbedaan ini bermakna (p<0,05). Tidak didapatkan korelasi antara kadar asam urat dengan kadar kolesterol-LDL (r = 0,0356). Pada penelitian ini tidak didapatkan adanya perbedaan agregasi trombosit kelompok penderita dan kontrol. Demikian pula tidak didapatkan korelasi antara kadar asam urat dengan agregasi trombosit, kecuali bila kolesterol total > 250 mg/dL dan LDL > 160 mg/dL (r = 0,74 dan r = 0,63).
Delapan puluh persen penderita hiperurikemia artritis gout primer dengan hiperlipoproteinemia tipe IV. Yang menunjukkan hipertrigliseridemia saja dan hipertrigliseridemia dengan hiperkolesterolemia masing- masing 56,7% dan 23,37. Kadar K-HDL penderita yang lebih rendah dari normal lebih banyak daripada kontrol secara bermakna (p < 0,05). Kadar asam urat berkorelasi baik dengan kadar trigliserida (r = 0,7641), sedangkan dengan kadar kolesterol total korelasinya tidak baik (r = 0,2307) dan tidak didapatkan korelasi dengan agregasi trombosit.
Disarankan agar dilakukan pemantauan kelainan kadar lipid pada penderita hiperurikemia artritis gout primer. Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih banyak terutama dengan kolesterol total > 250 mg/dl dan kolesterol LDL > 160 mg/dL juga hubungan radikal bebas dengan hipertrigliseridemia. "
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nisrina Siti Zahra
"Latar belakang: Hemofilia merupakan penyakit kronis yang dapat memengaruhi aspek psikososial penderitanya. Gangguan psikososial yang mungkin dialami adalah gangguan tidur serta gangguan emosi dan perilaku. Penelitian ini bertujuan untuk menilai gangguan tidur, gangguan emosi dan perilaku, dan hubungan keduanya pada pasien anak dengan Hemofilia.
Metode: Penelitian potong lintang dilakukan pada pasien anak dengan hemofilia di poli hematologi anak RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dari November 2022-Januari 2023. Penilaian gangguan tidur dilakukan melalui kuesioner the Sleep Disturbance Scale for Children (SDSC) berbahasa Indonesia. sedangkan gangguan emosi dan perilaku dinilai berdasarkan kuesioner Pediatric Symptom Checklist-17 (PSC-17) berbahasa Indonesia, Analisis hubungan antara keduanya dinilai melalui uji Fisher.
Hasil: Terdapat 43 pasien anak laki-laki dengan hemofilia dalam periode penelitian. Gangguan tidur terdapat pada 19/43 (44,2%). Gangguan emosi dan perilaku terdapat 5/43 (11,6%). Hubungan gangguan tidur dengan gangguan emosi perilaku menunjukkan nilai p sebesar 0,387 (Hasil uji Fisher).
Kesimpulan: Hubungan gangguan tidur dengan gangguan emosi dan perilaku pada pasien anak dengan hemofilia tidak dapat disimpulkan.

Introduction: Hemophilia is a chronic disease that can affect the psychosocial aspects of sufferers. Psychosocial disorders that may be experienced are sleep disturbances and so emotional and behavioral disorders. This study aims to assess sleep disturbances, emotional and behavioral disorders, and the relationship between the two in pediatric patients with Hemophilia.
Method: This cross-sectional study involved pediatric patients with hemophilia at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Assessment of sleep disturbances was carried out through the Sleep Disturbance Scale for Children (SDSC) questionnaire, while emotional and behavioral disorders were assessed using the Pediatric Symptom Checklist-17 questionnaire (PSC-17). Those questionnaires had already validated in Indonesian. The analysis of the relationship between the two was assessed through Fisher's test.
Result: There were 43 male pediatric patients with hemophilia in this study. It showed that 19/43 (44.2%) of pediatric patients with hemophilia experienced sleep disturbances. In addition, there were 5/43 (11.6%) of patients who had emotional and behavioral disorders. Fisher's test results showed p value=0.387.
Conclusion: Thus, the relationship between sleep disturbances and emotional and behavioral disturbances in pediatric patients with hemophilia can not be concluded.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yeti Hariyati
"[ABSTRAK
Latar Belakang:Artritis Reumatoid (AR) merupakan penyakit inflamasi sendi autoimun yang multi-sistemik persisten, eksaserbatif dan progresif. Anti-mutated citrullinated vimentin antibodies (Anti MCV) adalah autoantibodi golongan anti citrullinated protein antibody (ACPA) yang memiliki sensitifitas sama namun lebih spesifik dibandingkan dengan anti cyclic citrullinated protein (Anti CCP). Anti MCV berkaitan erat dengan gen HLA DRB1*04 yang berperan penting dalam patogenesis AR. Studi korelasi anti MCV dengan destruksi sendi dan aktifitas penyakit masih kontroversial dan karakteristik pasien AR di Indonesia yang berbeda, menjadi alasan penting dilakukannya penelitian ini.
Tujuan: Mengetahui hubungan antara kadar anti MCV dengan destruksi sendi dan aktifitas penyakit pada pasien artritis reumatoid
Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang pada 37 pasien AR berdasarkan kriteria EULAR/ACR 2010 yang berobat di poliklinik Reumatologi RSCM periode September-Nopember 2014 dengan metode consecutive sampling. Anti MCV diukur dengan metode ELISA. Penilaian destruksi sendi menggunakan skor Sharp yang dimodifikasi Van der Heijde (SSvH) sedangkan aktifitas penyakit dinilai dengan disease activity score (DAS) 28 meliputi DAS 28-CRP dan DAS 28-LED. Korelasi anti MCV dengan destruksi sendi dan aktifitas penyakit dinilai dengan uji korelasi Spearman serta p untuk kemaknaan. Data penyerta lain adalah data demografis, jenis dan dosis terapi, status gizi, faktor reumatoid (FR), CRP, LED, dan darah tepi.
Hasil: Sebanyak 37 subjek diikutsertakan pada penelitian ini, dengan 34 (91,9%) adalah perempuan. Anti MCV positif ditemukan 26 subjek (70,3%), sedangkan FR positif ditemukan 21 (56.%). Median anti MCV didapatkan 26 IU/ml (minimal 10 IU/ml, maksimal 151 IU/ml) termasuk titer rendah. Median SSvH yaitu 31 (2-107), dengan nilai median erosi 5(0-49) dan joint space narrowing (JSN) 26 (0-64). Rerata nilai DAS 28-CRP 2,69 (SB 1,34) dan median DAS 28-LED 4,08 (2,10-5,97) yang masing-masing termasuk dalam kelompok aktivitas penyakit rendah dan sedang.Pada analisis bivariat didapatkan korelasi positif yang lemah antara anti MCV dengan SSvH sebesar r = 0,393 (p=0,016) dan korelasi positif yang lemah antara anti MCV dengan skor DAS 28-CRP (r=0,365, p=0,013) namun tidak ada korelasi antara anti MCV dengan skor DAS 28-LED.
Simpulan: Terdapat korelasi positif lemah yang bermakna antara titer anti MCV dengan destruksi sendi dan skor aktivitas penyakit DAS 28-CRP, korelasi antara titer anti MCV dengan skor DAS 28-LED tidak ada.;

ABSTRACT
Background:Rheumatoid Arthritis is a multi-systemic, persistent, exasperated and progressive auto immune joint inflamation disease. Anti-mutated citrullinated vimentin antibodies (Anti MCV) is an auto antibody in the category of anti citrullinated protein antibody (ACPA) that has same sensitivity but more specific compared with anti cyclic citrullinated protein (anti CCP). Anti MCV is closely related to gen HLA DRB1*04 which has important role in pathogenesis of rheumatoid arthritis. Study on correlation between anti MCV and joint destruction and disease activity is still controversial and the different characteristics of AR patients in Indonesia become a strong reason for this study.
Objective:The aim of this study was to described the correlation between anti-mutated citrullinated vimentin (anti MCV) with joint destruction and disease activity of in rheumatoid arthritis patients.
Methods:This is a cross-sectional study on 37 RA patients based on criteria of EULAR/ACR 2010 who came to Rheumatology outpatient clinic Cipto Mangunkusumo Hospital, period of September ? November 2014 with the method of consecutive sampling. Anti MCV is measured with ELISA method, while joint destruction is scored with Sharp score modified with Van der Heijde ( SSvH ). disease activity score (DAS) 28 is used in disease activity covering DAS 28-CRP and DAS 28-LED. Correlation between anti MCV and joint destruction as well as disease activity is measured with Spearman correlation test with p for significance. Other supporting data include demography, type and dose of therapy, nutrition status, rheumathoid factor, CRP, LED, and peripheral blood.
Results:37 subjects were taken into this study, with 34 (91,9%) are women. Positive anti MCV was found in 26 subjects (70,3%) while positive FR was found in 21 subjects (56%). Median of anti MCV was obtained 26 IU/ml (minimal 10 IU/ml, maximal 151 IU/ml )which is including in low titer. Median of SSvH was 31 (2 ?107) with erosion median score of 5 (0-49) and joint space narrowing (JSN) of 26 (0-64). Average score of DAS 28-CRP was 2,69 (SD1,34) and median score of DAS 28-LED was 4,08 (2,10-5,97), each of which is included in low and medium disease activity. In bivariate analysis it?s found that there is a weak significant positive correlation between anti MCV and SSvH of r = 0,393 (p=0,016) and between anti MCV and score of DAS 28-CRP (r= 0,365 , p=0,013) but there is no correlation between anti MCV and score of DAS 28-LED.
Conclusion:There is a weak significant positive correlation between anti MCV and joint destruction and level of disease activity score DAS 28-CRP. Apart from that, there is no correlation between anti MCV and DAS 28-LED., Background:Rheumatoid Arthritis is a multi-systemic, persistent, exasperated and progressive auto immune joint inflamation disease. Anti-mutated citrullinated vimentin antibodies (Anti MCV) is an auto antibody in the category of anti citrullinated protein antibody (ACPA) that has same sensitivity but more specific compared with anti cyclic citrullinated protein (anti CCP). Anti MCV is closely related to gen HLA DRB1*04 which has important role in pathogenesis of rheumatoid arthritis. Study on correlation between anti MCV and joint destruction and disease activity is still controversial and the different characteristics of AR patients in Indonesia become a strong reason for this study.
Objective:The aim of this study was to described the correlation between anti-mutated citrullinated vimentin (anti MCV) with joint destruction and disease activity of in rheumatoid arthritis patients.
Methods:This is a cross-sectional study on 37 RA patients based on criteria of EULAR/ACR 2010 who came to Rheumatology outpatient clinic Cipto Mangunkusumo Hospital, period of September – November 2014 with the method of consecutive sampling. Anti MCV is measured with ELISA method, while joint destruction is scored with Sharp score modified with Van der Heijde ( SSvH ). disease activity score (DAS) 28 is used in disease activity covering DAS 28-CRP and DAS 28-LED. Correlation between anti MCV and joint destruction as well as disease activity is measured with Spearman correlation test with p for significance. Other supporting data include demography, type and dose of therapy, nutrition status, rheumathoid factor, CRP, LED, and peripheral blood.
Results:37 subjects were taken into this study, with 34 (91,9%) are women. Positive anti MCV was found in 26 subjects (70,3%) while positive FR was found in 21 subjects (56%). Median of anti MCV was obtained 26 IU/ml (minimal 10 IU/ml, maximal 151 IU/ml )which is including in low titer. Median of SSvH was 31 (2 –107) with erosion median score of 5 (0-49) and joint space narrowing (JSN) of 26 (0-64). Average score of DAS 28-CRP was 2,69 (SD1,34) and median score of DAS 28-LED was 4,08 (2,10-5,97), each of which is included in low and medium disease activity. In bivariate analysis it’s found that there is a weak significant positive correlation between anti MCV and SSvH of r = 0,393 (p=0,016) and between anti MCV and score of DAS 28-CRP (r= 0,365 , p=0,013) but there is no correlation between anti MCV and score of DAS 28-LED.
Conclusion:There is a weak significant positive correlation between anti MCV and joint destruction and level of disease activity score DAS 28-CRP. Apart from that, there is no correlation between anti MCV and DAS 28-LED.]"
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Yuliharni
"Nyeri sendi merupakan salah satu gangguan pada sistem muskuloskeletal yang mengalami perubahan akibat proses penuaan. 66 % lansia yang tinggal di komunitas mengalami nyeri sendi. Nyeri kronis memiliki implikasi besar bagi kesehatan, fungsi, dan kualitas hidup lansia. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh latihan yoga ringan terhadap nyeri sendi dan status kesehatan lansia di Kota Depok. Desain penelitian ini menggunakan quasi experimental dengan pendekatan pre and post with control group. Intervensi yang diberikan berupa latihan yoga ringan. Pengambilan sampel dengan cara multistage random sampling dengan jumlah sampel 74 lansia. Instrumen penelitian yang digunakan adalah indeks WOMAC nyeri dan survey kesehatan Short Form-12 (SF-12). Analisis bivariat menunjukkan latihan yoga ringan berpengaruh terhadap tingkat nyeri (p=0,000) dan status kesehatan (p=0,0000). Latihan yoga ringan layak dijadikan sebagai salah satu intervensi keperawatan untuk menurunkan nyeri sendi dan meningkatkan status kesehatan lansia.

Joint pain is one of the problems in musculoskeletal system associated with aging process. Approximately 66% older person in the community experiencing joint pain. Chronic pain has a big impact on older person health, function, and quality of live. The aim of this study was to identify the effect of gentle yoga exercise on joint pain and health status of elderlies at Depok's City. The design of this study was quasi experimental with pre and post with control group. Gentle yoga exercise was used as the intervention of this study. A total number of 74 older person was taken using multistage random sampling. The instruments used were WOMAC pain and health survey Short Form-12 (SF-12). Bivariate analysis showed pointing out gentle yoga exercises affected the level of pain (p = 0.000) and health status (p = 0.0000). Gentle yoga exercises could be one of the nursing intervention to decrease joint pain and improve health status in older person.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2015
T45621
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R.M. Suryo Anggoro K. Wibowo
"Latar Belakang. Hemofilia selama ini diketahui menimbulkan komplikasi muskuloskeletal dan penurunan densitas tulang adalah salah satunya. Faktor risiko penurunan densitas tulang pada hemofilia belum diketahui secara pasti. Profil pasien hemofilia dengan penurunan densitas tulang di Indonesia juga belum diketahui.
Tujuan. Mengetahui proporsi penurunan densitas tulang pada hemofilia dan karakteristik pasien hemofilia dengan penurunan densitas tulang.
Metode. Studi ini merupakan studi deskriptif potong lintang yang dilakukan pada bulan Juni-November 2012. Subyek penelitian adalah pasien hemofilia dewasa berusia 19-50 tahun yang berobat ke Poliklinik Hematologi Onkologi Medik RS Cipto Mangunkusumo atau yang terdaftar di Tim Hemofilia Terpadu berdomisili di area Jabodetabek. Variabel yang dinilai adalah densitas massa tulang, usia, indeks massa tubuh, aktivitas fisik, artropati, penggunaan terapi substitusi, infeksi HIV dan HCV. Densitas tulang diukur dengan Lunar GE Scan. Penurunan densitas tulang didefinisikan sebagai Z-score -2 atau kurang. Aktivitas fisik dinilai dengan kuesioner Hemophilia Activities List. Artropati secara klinis dinilai dengan Hemophilia Joint Health Score. Artropati secara radiologis dinilai pada sendi lutut menggunakan Skor Arnold-Hilgartner. Data numerik dinyatakan dalam mean + SD atau median. Data kategorik dinyatakan dalam n dan persentase.
Hasil. Sejumlah 63 subyek hemofilia dewasa berusia 19-46 tahun mengikuti studi ini dengan median usia 26 tahun. Proporsi penurunan densitas tulang pada hemofilia didapatkan sebesar 6,3%. Fraktur terjadi pada 14,3% subyek. Subyek dengan densitas tulang menurun memiliki usia lebih muda (19 tahun vs 26 tahun). Subyek dengan densitas tulang menurun memiliki IMT lebih rendah (18,6 + 2,8 kg/m2 vs 21,5 + 3,8 kg/m2). Subyek dengan densitas tulang menurun menggunakan terapi substitusi lebih banyak daripada subyek dengan densitas tulang normal (4047 IU/bulan vs 2000 IU/bulan). Infeksi HCV terjadi pada 25% subyek dengan densitas tulang menurun sedangkan pada densitas tulang normal sebesar 55,9%. Infeksi HIV hanya terjadi pada 1,6% subyek. Skor aktivitas ditemukan sama antara subyek dengan densitas tulang normal dan menurun. Skor artropati klinis ditemukan lebih baik pada subyek dengan densitas tulang menurun (18,7 + 4,4 vs 23,1 + 11,8).
Simpulan. Penurunan densitas tulang pada subyek hemofilia ditemukan sebesar 6,3%. Subyek dengan densitas tulang menurun berusia lebih muda, memiliki IMT lebih rendah, skor sendi lebih baik, lebih sedikit mengalami infeksi transfusi, dan mengalami perdarahan lebih banyak dibandingkan subyek dengan densitas tulang normal.

Background. Haemophilia can result in musculoskeletal complications and reduced bone density is one of the recently known musculoskeletal complications in haemophilia patients. Risk factors of reduced bone density in haemophilia have not been completely known yet. Moreover, profile of hemophilia patient with reduced bone density in Indonesia have not been studied.
Objectives. To know the proportion of reduced bone density and characteristics of hemophilia patient with reduced bone density.
Methods. A cross-sectional study on haemophilia patients aged 19-50 years old was conducted ini Haematology-Medical Oncology Clinic, Cipto Mangunkusumo Hospital from June-November 2012. Bone density, age, body mass index, physical activity, arthropathy, amount of replacement therapy, HIV and HCV infection are analyzed variables. Bone density was measured with GE Lunar Scan. Reduced bone density was defined as Z-score -2 or less. Physical activity was measured with Haemophilia Activities List questionnaire. Joint involvement was measured clinically with Haemophilia Joint Health Score. Joint involvement of the knee was measured radiologically with plain X-ray and graded according to Arnold-Hilgartner Score. Numerical data will be presented in mean + SD or median. Categorical data will be presented as n and percentage.
Results. Sixty three haemophilia subjects aged 19-46 years old joined the study with median age 26 years old. Reduced bone density was found in 6,3% of the subjects. History of fractures was found in 14,3% patient. Subjects with reduced bone density have younger age (19 vs 26 years). Subjects with reduced bone density have lower BMI (18,6 + 2,8 kg/m2 vs 21,5 + 3,8 kg/m2). Subjects with reduced bone density used replacement therapy more than their normal counterparts (4047 IU/month vs 2000 IU/month). HCV infection happened in 25% of subjects with reduced bone density while only found in 55% of normal bone density subjects. HIV infection was only found in 1,6% patient. Activity score between normal and reduced bone density was about the same. Clinical arthropathy score was better in reduced bone density subjects (18,7 + 4,4 vs 23,1 + 11,8).
Conclusion. Reduced bone density was found in 6,3% subjects. Subjects with reduced bone density have younger age, lower BMI, better joint score, less infection, and experienced more bleeding than subjects with normal bone density."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T32983
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>