Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 180954 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Niken Anthea Sugiharto
"Latar belakang: F-HR-PVC merupakan KVP yang kemunculannya berbanding lurus dengan peningkatan laju nadi. Mekanisme yang mendasarinya adalah adanya variasi sirkadian sistem saraf autonom dan kadar katekolamin darah. Adanya variasi sirkadian tersebut membuka peluang untuk intervensi KVP secara kronoterapi.
Tujuan: Meneliti efektivitas kronoterapi bisoprolol pada pasien KVP idiopatik terhadap beban KVP dan variabilitas beban KVP selama 24 jam.
Metode: Penelitian ini merupakan uji klinik crossover acak tersamar ganda dengan total subjek 23 pasien dengan tipe F-HR-PVC (beban KVP 24 jam ≥5% dan variabilitas beban KVP >35%). Subjek penelitian dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok sekuens 1 diberikan bisoprolol pagi hari (1 minggu pertama), dilakukan crossover, dilanjutkan pemberian bisoprolol malam hari (1 minggu kedua) sedangkan kelompok sekuens 2 menerima perlakuan sebaliknya. Evaluasi Holter 24 jam dilakukan pada akhir minggu pertama dan kedua dan dianalisis untuk membandingkan efektivitas pemberian bisoprolol sesuai kronoterapi terhadap beban KVP dan variabilitas beban KVP selama 24 jam.
Hasil: Pemberian bisoprolol baik pagi hari (p=0,018) maupun malam hari (p=0,014) dapat menurunkan beban KVP secara signifikan. Namun hanya pemberian bisoprolol pagi hari yang dapat meningkatkan variabilitas beban KVP selama 24 jam (p=0,028). Tidak ada perbedaan penurunan beban KVP antara pemberian bisoprolol pagi hari atau malam hari (treatment effect -0,06 [-4,12 – 4,00]; IK 95%, p = 0,976). Selain itu, variabilitas beban KVP juga tidak berbeda antara kedua kelompok perlakuan (treatment effect 6,34 [-10,41 – 23,08]; IK 95%, p = 0,439).
Kesimpulan: Tidak ada perbedaan efektivitas pemberian bisoprolol pada pagi hari dibanding malam hari terhadap beban KVP maupun variabilitas beban KVP selama 24 jam

Background: F-HR-PVC is one of PVC circadian variation which occurrence increases linearly with baseline heart rate. The mechanism involved is considered related to the circadian mechanism which includes autonomic nerve system and catecholamine levels. The presence of circadian variation in PVC raise the potential of chronotherapeutic approach in treating PVC.
Methods: This is a double-blind randomized crossover trial with a total subject of 23 patients who have F-HR-PVC with 24-hr PVC burden ≥5% and PVC burden variability >35%. Subjects were divided into two sequences. Those in sequence 1 were given bisoprolol in the morning in the first week, crossed over then followed by the administration of evening bisoprolol in the second week. Meanwhile, those in sequence 2 received alternate treatment. 24-hour holter evaluation was done and analyzed to compare the efficacy of bisoprolol administration with chronotherapeutic approach toward PVC burden and its variability in 24-hr.
Results: Either morning or evening administration of bisoprolol significantly reduced the PVC burden (morning vs. evening; p=0,018 vs. p=0,014). However, only morning administration which increases the PVC burden variability in 24-hr (p=0,028). There is no significant difference between morning and evening administration of bisoprolol on both PVC burden (treatment effect -0,06 [-4,12 – 4,00]; CI 95%, p = 0,976) and PVC burden variability (treatment effect 6,34 [-10,41 – 23,08]; CI 95%, p = 0,439) for 24 hours.
Conclusion: There was no difference in the efficacy of giving bisoprolol in the morning compared to the evening dosing on the PVC burden and the variability of PVC burden for 24 hours.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Pangeran Akbar Syah
"Latar belakang: Beberapa studi telah melaporkan terdapat disfungsi sistolik ventrikel kiri yang diukur oleh global longitudinal strain (GLS) pada pasien dengan stenosis mitral. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan fungsi sistolik intrinsik ventrikel kiri menggunakan penilaian global longitudinal strain (GLS) segera sesudah tindakan balloon mitral valvuloplasty (BMV) dan pada observasi jangka panjang
Metode: Dilakukan pemeriksaan ekokardiogafi dasar dan GLS pada pasien stenosis mitral yang akan BMV, lalu dievaluasi segera sesudah BMV yang berhasil (48 jam sampai 1 minggu), dan jangka panjang (6 bulan sampai 1 tahun).
Hasil: Dari 36 pasien yang diuji, rerata usia adalah 43.41±10.04 tahun, mayoritas perempuan (72%), mayoritas mempunyai irama fibrilasi atrial (56%), dengan median mitral valve area (MVA) sebelum BMV adalah 0.6 (0.2-1.3) cm2dan rerata mitral valve gradient (MVG) sebelum BMV adalah 12.95 ± 5.29 mmHg. Terdapat perbaikan singifikan fungsi sistolik intrinsik ventrikel kiri yang diukur dengan GLS antara sebelum BMV, segera sesudah dan pada observasi jangka panjang sesudah BMV (-14.34± 3.05%, -15.84 ±3.11%, dan -17.29 ± 2.80% p<0.05).
Kesimpulan: Terdapat perbaikan yang signifikan pada GLS sesudah BMV dan semakin membaik pada pengamatan jangka panjang yaitu 6 bulan - 1 tahun sesudah BMV.

Background: Severeal studies have reported left ventricular systolic dysfunction as measured by the global longitudinal strain in patient with mitral stenosis. This study aims to determine changes in left ventricular systolic function using global longitudinal strain immediately after) balloon mitral valvuloplasty (BMV) and on long term observation.
Methods: Baseline echocardiography data and GLS will be taken before BMV, and will be followed up immediately after (48 hours to 7 days), and on long term (6 months to 1 year) after BMV
Result: Among 36 patients, the mean age was 43.41±10.04 y.o, female dominant (72%), majority have atrial fibrillation (56%), with median of mitral valve area (MVA)before BMV was 0.6 (0.2-1.3) cm2and mean of mitral valve gradient before BMV was 12.95 ± 5.29 mmHg. There is an significant improvement in instrinsic left ventricular systolic function as measured by GLS between before BMV and immediately after BMV (-14.34 ± 3.05%, -15.84 ±3.11% , and -17.29± 2.80% p<0.05).
Conclusions: There is a significant improvement in GLS before BMV compared to immediately after BMV. GLS immediately after BMV is still significantly improved in the long term evaluation (6 months until 1 year) after BMV
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sulistiowati
"ABSTRAK
Latar Belakang. Jaringan parut fibrosis pasca infark berpotensi menyebabkan aritmia fatal, iskemia berulang, gagal jantung, dan kematian jantung mendadak. Deteksi jaringan parut akan menentukan strategi tatalaksana selanjutnya yang menguntungkan setiap pasien. Resonansi magnetik jantung (RMJ) merupakan alat diagnostik baku emas yang tidak dapat diterapkan pada semua pasien. EKG 12 sadapan dapat menjadi pilihan alternatif. Rasio initial dan terminal ventricular activation velocity (vi/vt) pada EKG membandingkan kecepatan impuls listrik pada awal (vi) dan akhir (vt) kompleks QRS. Jaringan parut akan mempunyai vi/vt yang berbeda dari jaringan normal karena kondisi iskemia mengubah aktivitas elektrik dan penjalaran impuls listrik akibat remodeling kanal ion dan proses transport ion.
Metode. Penelitian ini merupakan studi potong lintang, mengikutsertakan subyek yang menjalani RMJ di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita selama Januari 2013-Agustus 2014 yang diambil secara konsekutif. Penilaian jaringan parut miokardium pada RMJ dilakukan dengan teknik late gadolinium enhancement yang dinilai secara kualitatif. Vi/vt diukur secara manual pada EKG 12 sadapan kemudian diambil reratanya pada tiap sadapan bersuaian.
Hasil. Sebanyak 113 subyek laki-laki dengan rerata umur 55.7±9.7 tahun diikutsertakan dalam analisis. Mayoritas subyek mempunyai jaringan parut ≥1 teritori dan melibatkan teritori yang diperdarahi arteri left anterior descending (LAD). Analisis vi/vt secara umum di tiap sadapan menunjukkan nilai vi/vt yang lebih kecil secara signifikan terhadap keberadaan jaringan parut miokardium dengan nilai p<0.001 untuk sadapan V1-V5, p=0.006 untuk sadapan I, aVL, V6 dan p=0.004 untuk sadapan II, III, aVF. Analisis secara spesifik nilai vi/vt sadapan V1-V5 bermakna terhadap teritori LAD yang isolated maupun mixed, sedangkan sadapan I, aVL, V6 dan sadapan II, III, aVF hanya bermakna terhadap jaringan parut yang mixed. Dari analisis ROC didapatkan nilai ambang batas vi/vt ≤1.35 mV di sadapan V1-V5 dengan sensitivitas 71.4% dan spesifisitas 75%. Nilai ambang batas vi/vt di sadapan II, III, aVF adalah ≤1.20 mV dengan sensitivitas 69.4% dan spesifisitas 66.7%.
Kesimpulan. Vi/vt pada EKG 12 sadapan memiliki hubungan dengan lokasi dan keberadaan jaringan parut miokardium. Nilai vi/vt 1.20-1.35 mV berhubungan dengan keberadaan jaringan parut miokardium di teritori LAD dan RCA dengan sensitivitas 69.4-71.4% dan spesifisitas 66.7-75%.

ABSTRACT
Background. Fibrotic scar tissue post infarction may potentially lead to fatal arrhythmias, recurrent ischaemia, heart failure, and sudden cardiac death (SCD). Detecting myocardial scar will guide further treatment which has the most advantages for each patient. Cardiac magnetic resonance (CMR) is still a gold standard which cannot be applied to every patient. A 12-leads ECG might be an alternative. Initial and terminal ventricular activation velocity ratio on surface ECG is comparing elecrical conduction at the beginning (vi) and at the end (vt) of the QRS complex. Myocardial scar tissue will have a different vi/vt than a normal tissue because ischaemia change cellular electrical activity and impulse propagation due to remodelling of intracellular ion channels and transport processes.
Methods. This is a cross-sectional study. A consecutive subjects who underwent CMR in National Cardiac Centre Harapan Kita during January 2013 and August 2014 were included. Myocardial scar were analyzed visually using late gadolinium enhancement CMR. Vi/vt on 12-leads ECG were measured manually on each lead and mean of each contiguous leads were included into analysis.
Results. A total of 113 male subjects with average age of 55.7±9.7 years old were enrolled. Myocardial scar were located in 1 territory or more in most of subjects and left anterior descending (LAD) territory as the most common territory. General analysis of vi/vt in each contiguous leads shows significantly smaller vi/vt value in myocardial scar presence with p value <0.001 in V1-V5 leads, p=0.006 in I, aVL, V6 leads, and p=0.004 in II, III, aVF leads. Specific analysis of vi/vt in V1-V5 leads show significant difference of vi/vt in isolated and mixed scar in LAD territory, meanwhile vi/vt in I, aVL, V6 and II, III, aVF leads show significant difference of vi/vt only in mixed scar in each territory according to contiguous leads. A cut-off value ≤1.35 mV of vi/vt in V1-V5 leads with 71.4% sensitivity and 75% specificity and a cut-off value ≤1.20 mV of vi/vt in II, III, aVF leads with 69.4% sensitivity and 66.7% specificity were obtained by ROC analysis.
Conclusion. Vi/vt on 12-leads ECG associated with myocardial scar presence and location. A value of vi/vt 1.20-1.35 mV associated with myocardial scar presence in LAD territory and RCA territory with 69.4-71.4% sensitivity and 66.7-75% specificity.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Reno Indrisia
"Latar Belakang : Hubungan antara KVP dengan fungsi ventrikel kanan belum banyak diketahui. Disfungsi ventrikel kiri akibat KVP dikenal sebagai kardiomiopati akibat KVP( KM-KVP) dan dengan menghilangkan substrat KVP akan memperbaiki fungsi ventrikel kiri. Efek ablasi pada perubahan fungsi ventrikel kanan pada pasien dengan disfungsi veentrikel kanan yang subklinis belum diketahui.
Tujuan : Mengetahui perubahan parameter fungsi ventrikel kanan pasca ablasi pada kelompok yang mengalami disfungsi ventrikel kanan pre ablasi ataupun kelompok dengan fungsi ventrikel kanan yang normal pre ablasi.
Metode : Dilakukan pemeriksaan ekokardiografi dasar dan speckle tracking pada 42 pasien dengan KVP idiopatik aksis inferior sebelum dan setelah 1 bulan pasca keberhasilan ablasi.
Hasil : Beban dan durasi kompleks QRS pada KVP secara signifikan lebih tinggi pada kelompok disfungsi ventrikel dibandingkan dengan kelompok dengan fungsi ventrikel kanan yang normal (p = 0,012 dan p = 0,09) . Terdapat perubahan parameter fungsi ventrikel kanan pada kelompok tidak disfungsi yakni FWLS 3,8 ± 2,1% (p< 0,001) dan GLS 2,3 ± 1,7% ( p< 0,001). Terdapat peubahan yang signifikan pada pasien dengan disfungsi yakni FWLS 9,7 ± 4,0 (p <0,001) dan GLS 7,5 ± 4,2 ( p <0,001). Analisis multivariat menunjukkan nilai FWLS dan GLS yang lebih rendah pre ablasi berkorelasi dengan perubahan fungsi ventrikel kanan yang lebih baik.
Kesimpulan : Pasien KVP simptomatik yang mengalami disfunfgsi ventrikel kanan mendapatkan keuntungan dari efek ablasi.

Background The relationship between premature ventricular contractions (PVC) and right ventricular (RV) function is not widely known. Left ventricular dysfunction due to PVC is known as PVC-Induced cardiomyopathy (PIC) and suppressing the PVC substrate would improve left ventricular function. The effect of PVC ablation on changes in right ventricular (RV) function in patients with subtle subclinical RV dysfunction remains unknown.
Objective Understanding the alterations in RV function parameters after PVC ablation.
Method :Basic and speckle-tracking echocardiography has been performed on 42 individuals with symptomatic idiopathic inferior axis PVC before and one month after a successful ablation.
Result The burden and QRS duration of premature ventricular contractions (PVC) were notably higher in the group with right ventricular (RV) dysfunction compared to those with normal RV function (p=0.012 and p=0.009, respectively). In both groups, measurements of RV function before and after ablation, specifically global longitudinal strain (GLS) and free wall longitudinal strain (FWLS), demonstrated significant changes. These improvements were more pronounced in the group with RV dysfunction (FWLS 9.7 ± 4.0, p< 0.001; GLS 7.5 ± 4.2, p< 0.001). Lower initial FWLS and GLS before ablation emerged as significant parameters in the multivariate analysis for the improvement of RV function post-ablation.
Conclusion :Patients with RV dysfunction had higher PVC burden and wider QRS duration. Patients with idiopathic PVC and impaired RV function may experience improvements in RV function after successful PVC ablation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Agita Maryalda Zahidin
"Latar Belakang: Kompleks prematur ventrikel (KVP) dikaitkan dengan risiko penurunan fungsi ventrikel dan gagal jantung, dan meningkatkan mortalitas jangka panjang. Variasi sirkadian yang rendah merupakan salah satu prediktor terjadinya kardiomiopati yang diinduksi oleh KVP. KVP idiopatik tipe independen merupakan salah satu bentuk dari KVP dengan gambaran distribusi variasi sirkadian yang rendah. Namun tidak semua KVP independen memiliki variasi sirkadian yang rendah. Belum ada studi yang menilai perbedaan fungsi sistolik intrinsik VKi menggunakan global longitudinal strain (GLS) pada KVP idiopatik independen dengan KVP idiopatik non-independen.
Tujuan: Mengetahui hubungan antara kompleks ventrikel prematur idiopatik tipe independen dengan GLS ventrikel kiri melalui ekokardiografi speckle tracking pada pasien tanpa penyakit jantung struktural.
Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang dengan menggunakan data pasien aritmia ventrikel idiopatik yang dikumpulkan di RSPJD Harapan Kita Jakarta pada bulan Februari 2021- Mei 2021. Evaluasi KVP idiopatik dilakukan dengan EKG 12 sandapan, pemeriksaan Holter monitoring 24 jam. Data dasar ekokardiografi diambil dan penilaian fungsi sistolik intrinsik ventrikel kiri (Vki) dilakukan menggunakan ekokardiografi speckle tracking dengan global longitudinal study (GLS).
Hasil: Dari 67 pasien KVP idiopatik yang disertakan dalam penelitian, didapatkan sebesar 27 pasien (40,2%) dengan KVP tipe independen dan 40 pasien (59,8%) dengan KVP non-independen. Sebanyak 31 (46,3%) pasien memiliki disfungsi sistolik ventrikel kiri pada pemeriksaan GLS (kurang dari -18). KVP tipe independen (OR 5,3; IK 95% 1,10-33,29; p = 0,038), beban KVP 9% (OR 16; IK 95% 1,58-163,61; p = 0,019), jenis kelamin laki-laki (OR 6,58; IK 95% 0,80-0,99; p = 0,029), dan episode TV non-sustained (OR 13,88; IK 95% 1,77-108,53; p = 0,012) berhubungan secara signifikan dengan penurunan fungsi sistolik intrinsik Vki.
Kesimpulan: Kompleks ventrikel prematur idiopatik tipe independen berhubungan dengan penurunan sistolik intrinsik ventrikel kiri melalui ekokardiografi speckle tracking. Evaluasi tipe KVP idiopatik perlu dilakukan karena berhubungan dengan prognosis pasien dalam praktik klinis.

Background: Premature ventricular complexes (PVC) was associated with a risk of decreased ventricular function and heart failure, and increased long-term mortality. Low circadian variation is one of the predictors of PVC-induced cardiomyopathy. Independent-type-PVC (I-PVC) is a form of PVC with a low distribution of circadian variation. However, not all I-PVC show low circadian variation. No studies have been performed to examine differences in intrinsic systolic function of left ventricle (LV) using global longitudinal strain (GLS) in independent versus non-independent idiopathic PVC.
Objective: To determine the relationship between I-PVC and intrinsic systolic function of LV using speckle tracking echocardiography in patients without structural heart disease.
Methods: A cross-sectional study was conducted using data from patients with idiopathic ventricular arrhythmias collected at RSPJD Harapan Kita Jakarta in February 2021-May 2021. Evaluation of idiopathic PVC was carried out using a 12-lead ECG, 24-hour Holter monitoring. Basic echocardiography was performed then LV intrinsic systolic function was assessed using speckle tracking echocardiography with global longitudinal study (GLS).
Results: Of the 67 patients with idiopathic PVC included in the study, 27 (40.2%) patients included in independent PVC group and 40 (59.8%) patients in non-independent PVC group. A total of 31 (46.3%) patients had LV systolic dysfunction on GLS examination (less than -18). Independent-type-PVC (OR 5.3; 95% CI 1.10-33.29; p = 0.038), PVC burden of 9% (OR 16; 95% CI 1.58-163.61; p = 0.019), male gender (OR 6.58; 95% CI 0.80-0.99; p = 0.029), and non-sustained VT episodes (OR 13.88; 95% CI 1.77-108.53; p = 0.012) was significantly associated with a decrease in LV intrinsic systolic function.
Conclusion: Independent-type-PVC was associated with decreased in LV intrinsic systolic function assessed by speckle tracking echocardiography. Evaluation of the type of idiopathic PVC needs to be considered since it is related with patient's prognosis in clinical practice.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rizky Felani
"Latar Belakang: Studi sebelumnya telah menyebutkan bahwa kontraksi ventrikel prematur (KVP) beban tinggi dapat menjadi faktor resiko terhadap kejadian disfungsi ventrikel kanan, sebagaimana kejadian disfungsi ventrikel kiri atau kardiomiopati terkait KVP (KM-KVP) pada umumnya. Sampai saat ini masih belum terdapat penelitian khusus sebelumnya yang menganalisa antara besar persentase beban KVP idiopatik aksis inferior terhadap penurunan fungsi ventrikel kanan.
Tujuan: Mengetahui hubungan antara besar persentase beban KVP idiopatik aksis inferior terhadap disfungsi ventrikel kanan menggunakan ekokardiografi speckle tracking.
Metode: Studi observasional potong lintang pada 24 pasien dengan KVP idiopatik aksis inferior beban tinggi yang didiagnosis di Poliklinik Aritmia dan dilakukan pemeriksaan ekokardiografi speckle tracking (global longitudinal strain / GLS dan free wall longitudinal strain / FWLS) di Poliklinik Ekokardiografi di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah (RSJPD) Harapan Kita sejak 1 Januari - 31 Maret 2023. Analisis statistik dilakukan untuk mengetahui hubungan antara besar persentase beban KVP terhadap disfungsi ventrikel kanan menggunakan ekokardiografi GLS dan FWLS ventrikel kanan.
Hasil: Dari 24 subjek penelitian, proporsi jenis kelamin perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki (17 orang berbanding 7 orang), dengan mayoritas morfologi KVP adalah blok berkas cabang kiri (BBCKi) aksis inferior sebanyak 83.3%. Rerata besar beban persentase KVP pada populasi penelitian ini adalah 18.6 ± 9.6%. Besar persentase beban KVP secara bivariat ditemukan berhubungan dengan disfungsi ventrikel kanan melalui parameter GLS ventrikel kanan (p = 0.031), namun dari analisis multivariat tidak didapatkan hubungan secara independen terhadap disfungsi ventrikel kanan (p = 0.063, OR 1.18, 95% CI 0.99 - 1,41). Besar persentase beban KVP tidak berhubungan terhadap disfungsi ventrikel kanan melalui parameter FWLS ventrikel kanan dari analisis bivariat dan multivariat.
Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan antara persentase beban KVP terhadap disfungsi ventrikel kanan pada populasi pasien KVP idiopatik aksis inferior beban tinggi di RSJPD Harapan Kita.

Background: Previous studies have proved that high burden premature ventricular contractions (PVC) can be a risk factor for right ventricular dysfunction as similar to left ventricular dysfunction or PVC-induced cardiomyopathy (PIC) in general. There has been no previous specific study that analyzed how large percentage of idiopathic inferior axis PVC burden that could lead to right ventricular dysfunction.
Aim: To evaluate the association between idiopathic inferior axis PVC burden percentage and right ventricular dysfunction using speckle tracking echocardiography examination.
Methods: A cross-sectional observational study on 24 patients with high burden of idiopathic inferior axis PVC underwent right ventricular global longitudinal strain (GLS) and free wall longitudinal strain (FWLS) using speckle tracking echocardiography in outpatient clinic of National Cardiovascular Center Harapan Kita (NCCHK) from January 1st - March 31st, 2023. Statistical analysis performed to find out the association between the percentage of idiopathic inferior axis PVC burden and right ventricular dysfunction using right ventricular GLS and FWLS.
Results: From the 24 study subjects, the proportion of female sex was higher than male (17 people compared to 7 people), with the majority of PVC morphology was inferior axis and left bundle branch block (LBBB) pattern as much as 83.3%. The average of the percentage of PVC burden in this study population is 18.6 ± 9.6%. The percentage of PVC burden was found to be associated bivariately with right ventricular dysfunction through the right ventricular GLS parameter (p = 0.031), but there is no independent association with right ventricular dysfunction from multivariate analysis (p = 0.063, OR 1.18, 95% CI 0.99 – 1.41). The percentage of PVC burden had no association to right ventricular dysfunction through right ventricular FWLS parameters from both bivariate and multivariate analysis.
Conclusion: There is no independent association between the percentage of PVC burden and right ventricular dysfunction in patients with high burden of idiopathic inferior axis PVC
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bimo Bintoro
"Latar Belakang. Pemacuan ventrikel kanan merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari tatalaksana bradikardi simptomatik, bradiaritmia, dan kelainan konduksi lainnya. Sayangnya terdapat efek buruk pemacuan ventrikel kanan terhadap disinkroni dan penurunan fungsi ventrikel kiri. Penelitian ini mencoba melihat secara potong lintang hubungan pemacuan ventrikel kanan terhadap kejadian disinkroni dan penurunan fungsi ventrikel kiri.
Metode. Seratus delapan belas pasien dengan disfungsi nodal AV diambil secara konsekutif untuk studi potong lintang, mulai bulan Maret hingga Mei 2013 didapat dari registri divisi Aritmia Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, Jakarta. Pasien menjalani pemeriksaan disinkroni dan fungsi ventrikel kiri dengan ekokardiografi. Dilakukan penilaian terhadap interval elektromekanikal dengan doppler jaringan, kemudian dinilai variabel nilai awal yang didapat dari rekam medis pasien.
Hasil. Dalam studi kami, 70 dari 118 (59.3%) pasien mengalami disinkroni dalam rerata durasi pemacuan 4.7 tahun. Terdapat perbedaan signifikan terhadap durasi waktu di kelompok pasien yang mengalami disinkroni intraventrikel dengan yang tidak mengalami disinkroni intraventrikel (5.29 vs 3.27 tahun). Setelah pemacuan ventrikel kanan 6.1 tahun, pasien paska pacu-jantung berisiko untuk mengalami disinkroni intraventrikel dengan OR 4.07 kali. Tidak didapatkan perbedaan bermakna antara pemacuan di apeks RV ataupun RVOT terhadap kejadian disinkroni. Terdapat kecenderungan kejadian disinkroni intraventrikel, disinkroni interventrikel, dan penurunan fraksi ejeksi ventrikel kiri pada pasien-pasien yang mendapatkan pemacuan apeks RV.
Kesimpulan. Semakin lama durasi pemacuan ventrikel kanan, semakin tinggi risiko kejadian disinkroni intraventrikel pada pasien pacu-jantung permanen dengan OR di atas 6.1 tahun adalah 4.07 kali.

Background. Right ventricular pacing is an established therapy from the management of symptomatic bradycardia, brady-arrhytmias, and other conduction disturbances. Unfortunately there are deleterious effects of right ventricular pacing on cardiac synchrony and left ventricular function. This study tried to look cross sectionaly the variable of pacing duration, lead locations to the occurrence of dyssynchrony and decrease left ventricular ejection fraction.
Method. One hundred and eighteen patients with AV nodal dysfunction (SND with AVN dysfunction, AF slow response, Total AV-Block, and AF post AVJ ablation) taken consecutively for this cross-sectional study, from March to May 2013 obtained from the registry division of the National Cardiac Arrhythmia Center Harapan Kita, Jakarta. Patients then undergone echocardiography assessment for cardiac dyssynchrony and left ventricular function. After we assessed of the electromechanical interval with tissue Doppler, we then assessed the value of the basic variables that was obtained from patient medical records.
Results. In our study, 70 of 118 (59.3%) patients had dyssynchrony at a mean duration of pacing disinkroni in 4.7 years. There are significant differences in the duration of time under pacing in the group of patients who experienced intraventricular dyssynchrony (5.29 vs. 3.27 years). In post-cardiac pacemaker patients, there were increased risk by year with peak after 6.1 years of OR 4.07 times. There were no significant differences between pacing lead at the RV apex or RVOT. There is a downward trend in intraventricular and interventricular dyssynchrony, also with poor left ventricular ejection fraction in patients receiving RV apical pacing.
Conclusion. The longer the duration of right ventricular pacing, the higher the risk of intraventricular dyssynchrony in patients with permanent cardiac pacemaker (OR for patients with RV pacing more than 6.1 years is 4.07x).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Brilliant
"Latar belakang: DSV (Defek Septum Ventrikel) adalah satu dari banyak kasus penyakit jantung bawaan dengan angka 2,6 per 1000 kelahiran di Dunia. Salah satu komplikasi DSV yang sering ditemukan adalah DSV dengan hipertensi pulmonal. Diagnosis intervensi terhadap hipertensi arteri pulmonal menjadi perhatian pada 2-10% kasus DSV, sehingga pasien DSV yang bermanifestasi hipertensi pulmonal dilakukan pemeriksaan kateterisasi. Pasien usia 6 bulan menjadi pedoman batas usia untuk dilakukan kateterisasi di RSPJDNHK (Rumahsakit Pusat Jantung dan Pembuluh darah Nasional Harapan Kita). Sehingga antrean operasi menjadi lebih lama. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh usia terhadap nilai PARi pascates oksigen dan mencari kelompok usia yang tidak memiliki hasil nonreaktif terhadap tes oksigen.
Metode: Dilakukan studi Observasional retrospektif pada pasien DSV usia di bawah 5 tahun di RSPJDNHK tahun 2015 - 2020. Pengumpulan data melalui rekam medis pasien di divisi bedah jantung pediatrik RSPJDNHK. Pengambilan sampel dilakukan secara acak dengan perhitungan besar sampel mengikuti perhitungan besar sampel untuk uji komparatif numerik lebih dari dua kelompok dengan satu kali pengukuran. Analisis deskriptif dan analisis bivariat dilakukan dengan bantuan SPSS v 20.0.
Hasil: Terdapat 178 sampel penelitian pada penelitian ini. Dari hasil penelitian diketahui bahwa usia berpengaruh atau berhubungan dengan nilai PARi pascates oksigen (p<0,05) pada pasien DSV usia di bawah 5 tahun.
Simpulan: Terdapat hubungan usia dengan nilai PARi pascates oksigen dan usia ≤2 tahun memiliki nilai mutlak reaktif terhadap tes oksigen.

Background: Ventricular Septal Defect (VSD) is one of the many cases of congenital heart disease with a rate of 2.6 per 1000 births in the world. One of the complications of VSD is pulmonary hypertension, with the prevalence of interventional diagnosis of pulmonary hypertension is about 2 – 10 % of VSD. Those who manifest pulmonary hypertension are undergone right heart catheterization. Patients aged six months are the limit for catheterization in National Cardiovascular Center Harapan Kita Hospital leads to a long waiting list. The study aimed to determine the effect on the PARi value of oxygen delivery and find age groups that have reactive results on oxygen tests.
Methods: A retrospective crossectional study was carried out in the pediatric cardiac surgery division of the National Cardiovascular Center Harapan Kita Hospital. Data were taken from the medical record, enrolling those treated from January 2015 to December 2020 with subjects under five years old with VSD pulmonary hypertension who underwent cardiac catheterization. Samples were taken randomly by calculating the sample size following the sample size calculation for the comparative numerical test of more than two groups with one measurement. Descriptive analysis and bivariate analysis were carried out using SPSS v 20.0.
Results: There were 178 subjects enrolled in this study. The age correlated to the post-oxygen test PARi value (p<0.05) on VSD patients under five years of age.
Conclusions: This study showed that age correlated to the PARi value after oxygen test, and age ≤2 years old has absolute reactive value to oxygen test.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ganda S
"Komplikasi pada jantung adalah penyebab utama kematian pada penderita penderita penyakit Takayasu. Telah dilaporkan bahwa penderita yang meninggal dunia oleh karena aritmia ventrikuler termyata juga menderita regurgitasi aorta. Untuk meneliti kekerapan aritmia ventrikuler pada penderita penyakit Takayasu dengan komplikasi regurgitasi aorta, 39 penderita penyakit Takayasu dengan usia bervariasi antara 27 sampai 72 tahun (usia rata rata 47±12 tahun) diteliti dengan menggunakan perekaman Holter elektrokardiografi 24 jam. Kekerapan dan keparahan aritnia ventrikuler pada penderita penderita dengan regurgitasi aorta yang penderita bermakna kemudian dibandingkan penderita tanpa regurgitasi aorta. Aritmia ventrikuler yang kompleks lebih sering dijmpai pada penderita penderita dengan regurgitasi aorta yang bermakna bila dibandingkan penderita penderita tanpa regurgitasi aorta (11 dari 16 penderita dibanding 5 dari 23 penderita; p<0,01).
Pada penderita penderita dengan regurgitasi aorta yang bermakna, dijumpai perbedaan yang tidak bermakna dalam kekerapan aritmia ventrikuler yang kompleks antara penderita penderita dengan thallium-201 miokardial skintigrafi yang abnormal dibandingkan penderita penderita dengan thallium-201 miokardial skintigrafi yang normal. Pada penderita dengan thallium-201 miokardial skintigrafi yang normal, aritmia ventrikuler yang kompleks ternyata lebih sering dijumpai pada penderita dengan regurgitasi aorta yang bermakna bila dibandingkan dengan penderita tanpa regurgitasi aorta (4 dari 6 penderita dibandingkan 0 dari 12 penderita ; p<0.05). Namun demikian, dijumpai perbedaan yang tidak bermakna dalam kekerapan aritmia ventrikuler yang kompleks pada penderita penderita dengan thalium-201 miokardial skintigrafi yang abnormal (7 dari 10 penderita dibanding 5 dari 11 penderita). Dijumpai massa bilik kiri jantung lebih besar pada penderita dengan aritmia ventrikuler yang kompleks dibanding penderita dengan aritmia ventrikuler yang simpel."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T57292
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdullah Saleh
"Dijumpainya late potential (LP) pada penderita-penderita pasca Infark Miokard Aleut (IMA) sangat berhubungan dengan meningkatnya risiko takikardia ventrikel (Ventricular tachycardia=VT) dan kematian jantung mendadak. Trombolisis telah terbukti menurunkan kematian. Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai pengaruh terapi trombolisis terhadap kejadian LP. Dilakukan penelitian prospektif observasional terhadap 60 penderita IMA pertama, secara konsekutif di RS Jantung Harapan Kita dan RS Pusat Pertamina pada periode 20 Oktober 1995 sampai dengan 20 April 1996. Sebanyak tiga puluh penderita (semua laki-laki, rata-rata umur 49,1 ± 5,6 tahun) mendapat streptokinase intra vena (kelompok trombolisis) dan sebanyak 30 penderita lainnya (semua laki-laki, rata-rata umur 50,7 ± 5,7 tahun) mendapat pengobatan konservatif saja (kelompok non trombolisis). Pemeriksaan kateterisasi koroner dilakukan terhadap 26 (70 %) penderita dari kelompok trombolisis dan 15 (50 %) penderita kelompok non trombolisis. LP diperiksa menurut metode Simson (time domain analysis), menggunakan mesin Marquette Electronic type 15.

The presence of late potential (LP) in patients after Myocardial Aleut Infarction (IMA) is strongly associated with an increased risk of ventricular tachycardia (Ventricular tachycardia = VT) and sudden cardiac death. Thrombolysis has been shown to lower mortality. The purpose of this study is to assess the effect of thrombolysis therapy on the incidence of LP. An observational prospective study was conducted on the first 60 IMA patients, consequentially at Harapan Kita Heart Hospital and Pertamina Central Hospital in period from October 20, 1995 to April 20, 1996. A total of thirty patients (all males, average age 49.1 ± 5.6 years) received intravenous streptokinase (thrombolysis group) and as many as 30 other patients (all men, average age 50.7 ± 5.7 years) received conservative treatment only (non-thrombolysis group). Coronary catheterization examination was carried out on 26 (70%) patients from the thrombolysis group and 15 (50%) patients from the non-thrombolysis group. LP was examined according to the Samson method (time domain analysis), using a Marquette Electronic type 15 machine."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1997
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>