Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 156212 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Surya Santosa
"Kurangnya aktivitas fisik dan meningkatnya gaya hidup sedenter meningkatkan risiko obesitas akibat kelebihan simpanan jaringan lemak. Gaya hidup sedenter salah satunya adalah akibat pekerjaan misalnya pada pekerja kantoran. Kebugaran kardiorespirasi yang rendah adalah prediktor yang kuat dan independen dari kesehatan metabolisme pada orang dewasa. melakukan aktivitas fisik secara teratur dapat meningkatkan kebugaran kardiorespirasi sehingga menurunkan akumulasi simpanan jaringan lemak. persentase lemak tubuh dapat menggambarkan tingkat kebugaran kardiorespirasi seseorang. Penelitian ini untuk mengetahui hubungan persentase massa lemak dengan kebugaran kardiorespirasi serta faktor-faktor yang mempengaruhi. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang, subyek pada penelitian ini adalah pekerja kantoran laki-laki dan perempuan dengan usia 19-59 tahun. Persentase lemak tubuh dinilai menggunakan BIA dan kebugaran kardiorespirasi menggunakan YMCA step test. Jumlah subyek yang mengikuti penelitian 94 orang dengan nilai persentase lemak tubuh pada laki-laki dengan rerata 24,02 dan 39,45 pada subyek perempuan. Tingkat kebugaran kardiorespirasi yang paling banyak adalah tingkat kebugaran kardiorespirasi rata-rata yaitu sebesar 69,1% pada laki-laki dan tingkat kebugaran kardiorespirasi baik sebesar 84,6% pada perempuan. Korelasi persentase lemak tubuh dengan kebugaran kardiorespirasi didapatkan nilai r -0,44 (p<0,001). Terdapat multikolinearitas pada faktor IMT, lingkar pinggang dan lemak visceral. Setelah dilakukan analisis multivariat faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebugaran kardiorespirasi adalah jenis kelamin dan aktivitas fisik.

Lack of physical activity and an increasingly sedentary lifestyle increase the risk of obesity due to excess fat tissue stores. One of them is a sedentary lifestyle due to work, for example in office workers. Low cardiorespiratory fitness is a strong and independent predictor of metabolic health in adults. doing regular physical activity can improve cardiorespiratory fitness thereby reducing the accumulation of fat tissue stores. Body fat percentage can describe a person's cardiorespiratory fitness level. This study was to determine the relationship between fat mass percentage and cardiorespiratory fitness and the influencing factors. This study used a cross-sectional design, the subjects in this study were male and female office workers aged 19-59 years. Body fat percentage was assessed using BIA and cardiorespiratory fitness using the YMCA step test. The number of subjects participating in the study was 94 people with a body fat percentage value in men with an average of 24.02 and 39.45 in female subjects. The highest level of cardiorespiratory fitness was the average level of cardiorespiratory fitness, which was 69.1% for men and the level of good cardiorespiratory fitness was 84.6% for women. The correlation between body fat percentage and cardiorespiratory fitness was obtained with a value of -0.44 (p<0.001). There is multicollinearity in BMI, waist circumference and visceral fat. After multivariate analysis, other factors that influence cardiorespiratory fitness are gender and physical activity."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Faiz Amirullah Nurhadi
"Obesitas di Indonesia merupakan beban ganda dari malnutrisi. Obesitas yang sebanding dengan peningkatan persentase lemak tubuh akan berdampak pada kesehatan fisik, sosial, emosional anak pada umumnya. Persentase lemak yang tinggi menyebabkan VO2 puncak yang rendah relatif terhadap massa tubuh. Hal ini menunjukkan bahwa persentase lemak tubuh yang tinggi dapat menurunkan kebugaran kardiorespirasi. Persentase lemak dan kebugaran kardiorespirasi merupakan parameter yang berkaitan erat satu sama lain. Obesitas dan kebugaran kardiorespirasi telah terbukti menjadi prediktor untuk hasil kesehatan di masa depan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh persentase lemak tubuh terhadap kebugaran kardiorespirasi pada anak usia sekolah di Provinsi DKI Jakarta sebagai ibu kota negara Indonesia. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain cross-sectional dengan data sekunder diperoleh dari South-East Asian Nutrition Survey 2.0 (SEANUTS 2.0). Subjek dalam penelitian ini adalah 102 anak usia 6-12 tahun yang terdiri dari 62 anak perempuan dan 40 anak laki-laki. Analisis bivariat menunjukkan bahwa persentase lemak tubuh memang memiliki hubungan yang signifikan dengan kebugaran kardiorespirasi (p=0,000) sedangkan variabel lain yaitu usia (p=0,000), aktivitas fisik (p=0,006), dan indeks massa tubuh (p=0,00) memiliki hubungan yang signifikan dengan kebugaran kardiorespirasi (p=0,003). hubungan yang signifikan juga. Variabel lain seperti jenis kelamin (p=0,043) juga memiliki hubungan yang signifikan. Hasil analisis regresi linier berganda menyimpulkan bahwa variabel yang paling berpengaruh terhadap nilai prediksi kebugaran kardiorespirasi adalah umur (p=0,000), indeks massa tubuh (p=0,01) dan aktivitas fisik (p=0,018) sedangkan persentase lemak tubuh (p= 0,986) tidak memiliki hubungan yang signifikan. Kesimpulannya, persentase lemak tubuh mempengaruhi nilai prediksi kebugaran kardiorespirasi khususnya pada anak Provinsi DKI Jakarta. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menyimpulkan faktor-faktor lain yang mendasari yang mempengaruhi nilai prediksi kebugaran kardiorespirasi pada anak-anak khususnya di DKI Jakarta.

Obesity in Indonesia is a double-burden of malnutrition alongside. Obesity is proportional to the increase in body fat percentage will have an impact on the physical, social, emotional health of children in general. A high fat percentage cause a low peak VO2 relative to body mass. This indicates that a high percentage of body fat may reduce cardiorespiratory fitness. Fat percentage and cardiorespiratory fitness are parameters that closely related to each other. Both obesity and cardiorespiratory fitness have been shown to be predictor for future health outcomes. This study aims to determine the effect of body fat percentage to caradiorespiratory fitness in school-aged children in DKI Jakarta Province, as the capital city of Indonesia. The design utilized in this study was a cross-secitonal design with secondary data obtained from the South-East Asian Nutrition Survey 2.0 (SEANUTS 2.0). The subjects in this study were 102 children aged 6--12 years old, consisting of 62 girls and 40 boys. Bivariate analysis showed that body fat percentage do have a significant relationship with cardiorespiratory fitness (p=0.000) while other variables which is age (p=0.000), physical activity (p=0.006), and body mass index (p=0.00) have significant relationship too. Other variabels such as gender (p=0.043) do have significant relationship too. Results of multiple linear regression analysis conclude that variable with the most influence for prediction value of cardiorespiratory fitness are age (p=0.000), body mass index (p=0.01) and physical activity (p=0.018) while body fat percentage (p=0.986) do not have significant relationship. In conclusion, body fat percentage affect prediction value of cardiorespiratory fitness especially in DKI Jakarta Province’s children. More research is needed to conclude other underlying factors that affect prediction value of cardiorespiratory fitness in children especially in DKI Jakarta."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mustakim
"Kelompok lanjut usia mengalami perkembangan yang pesat di masa mendatang. Kebugaran menjadi salah satu prediktor dalam menentukan kesakitan dan kematian pada kelompok lansia. Penelitian ini membahas karakteristik, komposisi tubuh, gaya hidup dan asupan gizi dengan kebugaran yang diukur melalui serangkaian tes kebugaran pada wanita pralansia di Kecamatan Pancoran Mas kota Depok. Penelitian menggunakan desain studi cross-sectional dan dilakukan pada 134 orang wanita pralansia di Kecamatan Pancoran Mas kota Depok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 72.4 persen wanita pralansia berada pada kondisi tidak bugar. Variabel paling berhubungan dengan kebugaran adalah aktivitas fisik setelah dikontrol dengan IMT, persen lemak tubuh, status merokok dan asupan vitamin B12.

The elderly experiencing fairly rapid growth in the future. Physical fitness had been found as predictor to morbidity and mortality to elderly group. This study focused on the physical fitness of middle aged women in Pancoran Mas District, Depok. The purpose of this study was to determine the relations between characteristic, lifetsyle, body composition and nutrititional intake to physical fitness. This study was a cross-sectional design and the data were collected from 134 middle aged women. Physical Fitness was measured by fitness test using hand grip test, sit and reach test, and czuka chair sit and stand test. The result showed that 72.4 percentage of respondent belonged to unfit condition. The most influential variable were physical activity intake after adjusted by BMI, percentage of body fat, smoking status and vitamin B12 intake."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ira Andriani
"Kebugaran dengan fleksibilitas rendah dapat berkontribusi pada timbulnya cedera akut. Posisi yang dimodifikasi and-reach test, yang merupakan tes yang paling banyak digunakan untuk mengukur hamstring dan backflexibility yang lebih rendah, dilakukan untuk mengukur kelenturan kebugaran dari para penari mahasiswa tingkat tinggi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan hubungan antara BMI, persentase lemak tubuh, aktivitas fisik, aktivitas peregangan, asupan kualitas tidur, energi dan makronutrien dengan kebugaran fleksibel Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan total sampel 160. Kebugaran fleksibilitas rata-rata dengan metode tes duduk dan jangkauan yang dimodifikasi dalam penelitian ini adalah 31,70 ± 6,70 cm. Hasil analisis bivariat menunjukkan hubungan yang signifikan antara aktivitas peregangan dengan kebugaran fleksibel (nilai p 0,001). Selain itu, aktivitas fisik, aktivitas peregangan, kualitas tidur, dan asupan protein memiliki hubungan positif dengan kebugaran fleksibilitas. Sementara itu, BMI, persentase lemak tubuh, asupan energi, asupan karbohidrat, dan asupan lemak memiliki hubungan negatif dengan kebugaran fleksibilitas.

Fitness with low flexibility can contribute to acute injury. Modified position and-reach test, which is the most widely used test to measure hamstring and lower backflexibility, was carried out to measure the flexibility of fitness of high-level student dancers. The purpose of this study was to determine the relationship between BMI, body fat percentage, activity physical activity, stretching activity, intake of sleep quality, energy and macronutrients with flexible fitness This study used a cross sectional design with a total sample of 160. Fitness average flexibility with the sitting test method and the modified range in this study was 31.70 ± 6.70 The results of the bivariate analysis showed a significant relationship between stretching activity and flexible fitness (p value 0.001). In addition, physical activity, stretching activity, sleep quality, and protein intake have a positive relationship with fitness flexibility. Meanwhile, BMI, body fat percentage, energy intake, carbohydrate intake, and fat intake have a negative relationship with fitness flexibility.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stefanus Satria Sumali
"ABSTRAK
Indeks massa tubuh (IMT) merupakan parameter seorang anak kurus, normal, gemuk ataupun obese. Kegiatan anak mempengaruhi kadar lemak tubuh karena konsumsi karbohidrat yang berlebihan tanpa disertai aktivitas yang seimbang menyebabkan penumpukan lemak sebaliknya bila energi tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan maka lemak akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan tersebut yang mengakibatkan berkurangnya kadar lemak tubuh. Demikian juga dengan distribusi tekanan plantar karena anak obese dengan aktivitas rendah, tekanan plantar lebih tinggi dibandingkan anak obese dengan aktifitas tinggi sehingga aktifitas subyek penelitian harus dihomogenisasi untuk memperoleh hasil yang akurat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan IMT (kurus, normal, gemuk dan obese) dengan lemak tubuh dan distribusi tekanan plantar saat berdiri dan berjalan pada anak usia 8-10 tahun. Metode : desain penelitian adalah observasional cross sectional / potong lintang dengan jumlah 33 anak sebagai subyek penelitian dengan lifestyle sedentary karena aktifitas mempengaruhi kadar lemak tubuh dan distribusi tekanan plantar. Penelitian dilakukan dengan mengukur kadar lemak tubuh menggunakan timbangan Tanita dan puncak tekanan (peak pressure) dengan menggunakan alat Matscan. Tekanan plantar diukur saat berdiri dan berjalan. Hasil :. Anak dengan IMT gemuk mempunyai korelasi yang kuat dengan lemak tubuh (r=0,6333) dan anak dengan IMT obese mempunyai korelasi yang sangat kuat terhadap lemak tubuh (r=0,8) sedangkan anak dengan IMT kurus juga mempunyai korelasi terhadap lemak tubuh tetapi korelasinya lemah (r=0,2582). IMT juga berhubungan dengan distribusi tekanan plantar saat berdiri dan berjalan terutama daerah midfoot sedangkan untuk anak kurus ditemukan adanya peningkatan tekanan pada daerah hindfoot sewaktu heelstrike. Kesimpulan : IMT berhubungan dengan kadar lemak tubuh dan distribusi tekanan plantar terutama pada anak dengan IMT gemuk dan obese

ABSTRACT
Body Mass Index (BMI) is a parametric to know wheather a child is underweight, normal, overweight or obese. Children activity affects fat body percentage because consumption excessive carbohydrate with less activity will increase fat deposit. In other words if the energy cannot provide children activity then fat will be used as energy and this will decrease the fat deposit. And so with the plantar pressure distribution because obese children with lower activity , their plantar pressure are higher than obese children with high activity and therefore research subjects had to be homogenized to get an accurate result. This research aims are to know the relation between BMI (underweight, normal, overweight or obese) and plantar pressure distribution during standing and walking in children with age 8-10 years old. Methode: Design of this research is cross sectional with 33 children as research subjects with lifestyle sedentary. The research was done with Tanita’s weigher to measure fat body percentage and Matscan to meassure the peak pressure during standing and walking. Result : overweight children has a stong correlation with fat body (r=0.6333) and obese chidren has a very strong correlation with fat body (r=0.8). Underweight children also has a correlation with fat body but it’s a weak correlation (r=0.2582). BMI also has correlation with plantar pressure distribution during standing and walking expecially midfoot while underweight children has an increase peak pressure at the hindfoot while Conclussion : BMI influence both fat body and plantar pressure distribution expecially in overweight and obese children"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sendhi Leonita
"Sebuah metode estimasi persentase dan distribusi lemak tubuh pada anak-anak diperlukan untuk menjadi dasar dalam penentuan program penentuan asupan makan dan aktivitas fisik dalam mengatasi masalah obesitas demi meningkatkan produktivitas dan pencapaian keterampilan pada anak-anak. Analisis regresi berganda dilakukan untuk merancang model matematika persentase lemak tubuh berbasis antropometri. Penelitian cross-sectional yang dilakukan pada 155 anak laki-laki Indonesia berusia 7-12 tahun ini menghasilkan model regresi, yang dapat digunakan untuk mengestimasi persentase lemak tubuh serta memprediksi distribusi dominan pada anak laki-laki Indonesia.

A method of estimating percentage and distribution of body fat at boys is required to become a basic in designing dietary and physical activity program in order to overcome obesity problem which can increase children’s productivity and skill attainment. Multiple regression analysis was conducted to design mathematical model of body fat percentage based on anthropometry. This cross-sectional study which has a total of 155 boys aged 7 to 12 years old obtained regression model, that can be used to estimate body fat percentage and predict dominant distribution of body fat at Indonesian boys.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S46540
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Gusti Ayu Diah Tuntian
"ABSTRAK
Latar belakang. Tingkat aktivitas fisik ringan adalah salah satu penyebab status tidak bugar yang akan berdampak terhadap kinerja dan produktivitas kerja. Perusahaan A merupakan industri vaksin dengan tingkat aktivitas fisik yang beragam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat aktivitas fisik dengan status kebugaran jasmani pada pekerja bagian pengemasan.
Metode. Disain penelitian potong lintang dengan analisis regresi logistik. Subyek berasal dari bagian pengemasan. Tingkat aktivitas fisik dinilai dengan Global Physical Activity Questionairre. Sedangkan tingkat kebugaran jasmani diukur dengan menggunakan metode YMCA-3 minute step test.
Hasil. Subyek penelitian adalah 126 pekerja laki-laki bagian pengemasan dengan jenis pekerjaan yang berbeda-beda yang berumur antara 18 ? 40 tahun. Sebanyak 46,8% subyek mempunyai status tidak bugar. Faktor risiko yang berhubungan dengan status tidak bugar adalah umur (p=0,04). Faktor pendidikan, masa kerja, jenis pekerjaan, kebiasaan merokok, kadar lipid dan tingkat aktivitas fisik tidak terbukti mempertinggi risiko status tidak bugar. Sedangkan faktor status gizi dan kadar haemoglobin terbukti mempertinggi risiko status tidak bugar. Subyek yang berumur 31 ? 40 tahun mempunyai risiko 3,16 kali terhadap status tidak bugar dibandingkan dengan umur 18 ? 30 tahun (adjusted Prevalence Ratio=3,16; (CI)95%=1,04 ? 9,60).
Kesimpulan. Status kebugaran tidak berhubungan dengan tingkat aktivitas fisik.

ABSTRACT
Backround. Low level physical activity can caused unphysical fitness which caused to work and productivity. A company is a vaccine industry with high physical activity in difference. The objective of this study is to determine the related between physical activity level with physical fitness to the workers in packaging division.
Method. Cross sectional study with logistic regression analysis. A subject is from packaging division. Physical activity level is marked by Global Physical Activity Questionairre. While physical fitness activity is measured by using YMCA-3 minute step test method.
Result. The subject of the study is 126 men workers of packaging division with different types of work. The workers age is between 18 ? 40 years old. 46,8% subjects has unphysical fitness. Risk factors that related to low physical fitness was age (p=0,04). Education level, working period, type of work, smoking, lipid level and physical activity were not likely correlated to unphysical fitness. While the factors of nutritional status and hemoglobin levels increase the risk proved unphysical fitness. Subjects were aged 31- 40 years have 3,16 times the risk of unphysical fitness compared with age 18-30 years (adjusted Prevalence Ratio=3,16; (CI)95%=1,04 ? 9,60).
Conclusion. Physical fitness is not related to physical activity level.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maggie Nathania
"Latar Belakang: Pegawai kantor dengan obesitas memiliki risiko tinggi mengalami diabetes melitus (DM) tipe 2. Pemeriksaan sensitivitas insulin jarang dilakukan karena kendala teknis dan biaya. Berbagai studi sebelumnya menunjukkan adanya hubungan negatif antara massa lemak tubuh dengan HOMA-IR, namun hasil penelitian di Indonesia menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Indeks TyG disebut sebagai penanda resistensi insulin yang lebih akurat jika dibandingkan dengan HOMA-IR pada populasi Asia. Belum ada penelitian yang menilai hubungan massa lemak tubuh dengan Indeks TyG di Indonesia.
Metode: Studi potong lintang dilakukan pada 89 pekerja kantor dengan obesitas (IMT ≥25 kg/m2) tanpa riwayat DM di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, pada bulan Agustus hingga Oktober tahun 2022. Dilakukan pengambilan data demografis (usia, jenis kelamin, riwayat DM, kebiasaan merokok), antropometri, analisis asupan menggunakan 24-hour food recall 3x24 jam, serta penilaian tingkat aktivitas fisik berdasarkan Global Physical Activity Questionnaire Score. Pengukuran persentase lemak tubuh total dan massa lemak viseral menggunakan multi-frequency bioelectrical impedance analysis (BIA) SECA mBCA-525. Sensitivitas insulin dinilai menggunakan kadar HOMA-IR dan Indeks TyG serum. Analisis korelasi menggunakan uji Spearman dan dilakukan analisis multivariat untuk menilai faktor-faktor yang paling berhubungan dengan sensitivitas insulin.
Hasil: Didapatkan sebanyak 89 subjek dengan proporsi perempuan:laki-laki sekitar 2:1, median usia 40 (21-59) tahun, dan mayoritas memiliki tingkat aktivitas sedang, tidak memiliki riwayat DM pada keluarga, tidak merokok, serta memiliki persentase kecukupan asupan melebihi kebutuhan energi individual dengan persentase makronutrien masih masuk dalam rentang normal. Korelasi persentase lemak tubuh total dengan HOMA-IR menunjukkan korelasi positif lemah yang bermakna (r=0,262, p=0,013). Korelasi massa lemak viseral dengan Indeks TyG menunjukkan korelasi positif lemah yang bermakna (r=0,234, p=0,027). Hasil korelasi persentase lemak tubuh total dengan indeks TyG dan korelasi massa lemak viseral dengan HOMA-IR menunjukkan hasil yang tidak signifikan secara statistik. Persentase lemak tubuh total tidak berhubungan signifikan dengan HOMA-IR setelah disesuaikan dengan variabel jenis kelamin, tingkat aktivitas fisik, indeks massa tubuh, lemak viseral, trigliserida, HDL, lingkar pinggang, dan persentase asupan karbohidrat. Massa lemak viseral tidak berhubungan signifikan dengan Indeks TyG setelah disesuaikan dengan variabel usia, jenis kelamin, lemak viseral, persentase asupan protein, dan HDL.
Kesimpulan: Didapatkan korelasi positif lemah antara persentase lemak tubuh total dengan HOMA-IR dan korelasi positif lemah antara massa lemak viseral dengan Indeks TyG pada pegawai kantor obesitas di RSUPN Cipto Mangkunsumo.

Background: Obese office workers have a high risk of developing type 2 diabetes mellitus (DM). Insulin sensitivity tests are rarely performed due to technical and cost constraints. Previous studies have shown a negative relationship between body fat mass and HOMA-IR. However, the results of research in Indonesia have shown inconsistent results. No study has assessed the relationship between body fat mass and the TyG index in Indonesia. In contrast, some research showed that The TyG index is a more accurate marker of insulin resistance in Asian populations.
Methods: A cross-sectional study was conducted on 89 office workers with obesity (BMI ≥25 kg/m2) without a history of DM at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, on August-October 2022. Demographic data were collected (age, gender, history of DM, smoking habits), anthropometry, analysis of energy intake and macronutrients using a 3- days 24-hour food recall, as well as an assessment of the level of physical activity based on the Global Physical Activity Questionnaire Score. The total body fat percentage and visceral fat mass were measured using a multi-frequency bioelectrical impedance analysis (BIA) SECA mBCA-525. Insulin sensitivity was assessed using HOMA-IR levels and serum TyG Index. Correlation analysis used the Spearman test, and multivariate analysis was performed to assess the factors most related to insulin sensitivity.
Results: There were 89 subjects with a proportion of women: men around 2:1, the median age was 40 (21-59) years, and the majority had moderate activity levels, had no family history of DM, did not smoke, and had intakes exceeding individual energy needs with the percentage of macronutrients within normal range. The total body fat percentage correlation with HOMA-IR showed a significant positive correlation with weak strength (r=0.262, p=0.013). The correlation of visceral fat mass with the TyG index showed a significant positive correlation with weak strength (r=0.234, p=0.027). The results of the correlation of total body fat percentage with the TyG index and the correlation of visceral fat mass with HOMA-IR showed results that were not statistically significant. The total body fat percentage was not significantly related to HOMA-IR after adjusting for variables such as gender, level of physical activity, body mass index, visceral fat, triglycerides, HDL, waist circumference, and percentage of carbohydrate intake. Visceral fat mass did not have a significant relationship with the TyG index after adjusting for age, sex, visceral fat, percentage of protein intake, and HDL.
Conclusion: A weak positive correlation was found between the percentage of total body fat and HOMA-IR and a weak positive correlation between visceral fat mass and the TyG index in obese office workers at Cipto Mangkunsumo General Hospital.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Lisa Emilda
"

Tesis ini disusun untuk menilai hubungan antara kebugaran kardiorespirasi terhadap kualitas hidup pada pasien hemodialisis, dan faktor terkait lainnya. Penelitian menggunakan desain uji potong lintang. Subjek penelitian merupakan pasien hemodialisis kronik yang berusia diatas 18 tahun. Kebugaran kardiorespirasi dinilai dengan konversi ambilan oksigen puncak (VO2peak) dari hasil uji jalan enam menit dan kualitas hidup dinilai dengan menggunakan kuesioner Short Form-36 (SF-36). Hasil keluaran penelitian ini berupa nilai konversi VO2peak, skor total dan setiap domain dari SF-36 sebagai penilaian kualitas hidup. Hasil penelitian menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kebugaran kardiorespirasi dengan kualitas hidup pada pasien hemodialisis. Rerata jarak tempuh adalah 375,49±79 meter dengan nilai konversi VO2peak adalah 15,24±2,37 ml/kg/menit. Skor total SF-36 adalah 63,8 ± 20,8. VO2peak berkorelasi positif terhadap skor total SF-36 (r=0,611), domain fungsi fisik (r=0,725), kesehatan umum (r=0,532) dan nyeri (r=0,362). Kualitas hidup juga berkorelasi positif terhadap kecukupan dialisis atau Kt/V (r=0,32). Usia, jenis kelamin dan komorbiditas juga secara signifikan mempengaruhi kualitas hidup, namun tidak didapatkan hubungan pada tingkat pendidikan, pekerjaan, heamoglobin dan durasi dialisis. Rerata VO2peak dan kualitas hidup pasien hemodialisis lebih rendah daripada populasi umum. Peningkatan VO2peak diikuti dengan kualitas hidup yang lebih baik.

 


This thesis was aim to determine the relationship between cardiorespiratory fitness and quality of life in hemodialysis patients, and other related factors. The design was cross-sectional study. The subjects were chronic hemodialysis patients aged over 18 years old. Cardiorespiratory fitness was assessed by conversion of peak oxygen uptake (VO2peak) from the distance of the six minute walk test  and quality of life was assessed using the Short Form-36 questionnaire (SF-36). The results of the study stated that cardiorespiratory fitness was related to quality of life in hemodialysis patients. The mean diatance in 6MWT was 375.49±79 meters with VO2peak conversion value was 15.24±2.37 ml/kg/minute. The total score of SF-36 was 63.8±20.8. VO2peak were positively correlated to the total SF-36 score (r=0.611), the domain of physical function (r = 0.725), general health (r = 0.532) and pain (r = 0.362. Quality of life also has a positive correlation with adequacy of dialysis (r = 0.32). Age, sex and comorbidity also significantly related to quality of life. The VO2peak value and quality of life is lower in hemodialysis patients than the general population. The increase in VO2peak was followed by a better quality of life.

"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Octaviany Hidemi Malamassam
"ABSTRAK
Latar belakang: Pengukuran kebugaran kardiorespirasi individu dilakukan dengan menggunakan uji latih. Uji naik turun bangku enam menit UNTB6M adalah uji latih yang mudah dilakukan, tidak membutuhkan peralatan yang rumit dan tidak membutuhkan ruang yang besar. Tujuan penelitian adalah melihat korelasi antara UNTB6M dengan UJ6M metode Nury yang telah divalidasi pada orang Indonesia. Metode: Desain observasional potong lintang. Subjek melakukan kedua uji latih. Variabel yang dinilai adalah jarak tempuh UJ6M dan jumlah langkah UNTB6M. Parameter fisiologis yaitu denyut nadi dan skala Borg Usaha, Sesak, Kaki Lelah dinilai sebelum dan sesudah kedua uji dilakukan. Hasil: Subjek penelitian adalah 36 orang laki-laki 42,4 dan 49 orang perempuan 57,6 , dengan rerata usia 29,1 5,53 tahun. Rerata jarak tempuh UJ6M 517 55,1 meter dan jumlah langkah UNTB6M 164,3 22,1 langkah. Jarak tempuh UJ6M berkorelasi dengan jumlah langkah UJNTB6M r = 0,526; p < 0,001 . Pada usia 18 ndash; 25 tahun dan usia 26 -35 tahun, korelasi jarak tempuh UJ6M dan jumlah langkah UJNTB6M adalah r = 0,70 and r = 0,53. Parameter denyut nadi dan skala Borg UNTB6M secara statitik signifikan lebih tinggi dibandingkan UJ6M. Simpulan : Terdapat korelasi kuat pada usia 18 ndash; 25 tahun dan korelasi sedang pada usia 26 ndash; 35 tahun antara jarak tempuh UJ6M metode Nury dan jumlah langkah UJNTB6M

ABSTRACT
Background Assessment of cardiorespiratory fitness using the exercise testing. Six minute step test 6MST is one of exercise testing that is easy to do, does not require complex equipment and large space. The purpose of study is to determine the correlation between 6MST and Nury rsquo s method 6MWT that has been validated on Indonesian people. Methods A cross sectional observational. Each subject did both of exercise testing. Variables assessed were distance on 6MWT and number of steps on 6MST. Physiological parameters such as heart rate and Borg scale Effort, Dyspnea, Leg Fatigue were assessed before and after the test. Results The subjects were 36 men 42.4 and 49 women 57.6 , with a mean age of 29.1 5.53 years. The mean of distance on 6MWT 517 55.1 metres and number of steps on 6MST 164.3 22.1 steps. Distance on 6MWT have correlation with number of test on 6MST r 0.526 p "
2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>