Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 165388 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Abi Fajar
"Hutan mangrove atau yang biasa disebut bakau merupakan hutan yang mempunyai khasnya tersendiri karena jenis tumbuhan yang hanya bisa hidup di kawasan hutan yang merupakan daerah perbatasan antara daratan dan lautan. Pada sepanjang pesisir Indonesia terdapat berbagai tipe dari vegetasi seperti bakau atau mangrove. Dilansir dari media antara news, kondisi Mangrove di pesisir utara pulau jawa mengalami kerusakan diakibatkan oleh cuaca dan banjir rob. Pada tahun 2015 kawasan hutan mangrove di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah yang dilansir oleh medcom.id mengalami kerusakan yang cukup parah akibat abrasi dan ulah manusia. Kerusakan hutan terjadi hampir merata di lima kecamatan yang ada di wilayah pantai utara (Pantura) barat. Untuk mengetahui perubahan luasan tutupan lahan mangrove di Pesisir Utara Kabupaten Brebes selama periode 1990 – 2020 yang diketahui melalui citra satelit Landsat dan mengidentifikasi penyebab dari pada perubahan luasan tutupan lahan mangrove di Pesisir Utara Kabupaten Brebes. Hasil dari penelitian perubahan dari luasan mangrove sangat fluktuatif perubahannya, Pada tahun 1990 luas keseluruhan tutupan lahan mangrove seluas 1763,42 ha, sedangkan penurunan signifikan terjadi pada tahun 2000 yang mana luas dari mangrove hanya 1125,73 ha. Pada dekade selanjutnya Kembali mengalami penurunan di tahun 2010 hanya seluas 1028,32 ha. Perubahan berbeda terjadi di tahun 2020 karena luas dari tutupan lahan mangrove naik signifikan dari tahun 2010, yaitu naik seluas 1466,57 ha.

Mangrove forests or commonly called mangroves are forests that have their own characteristics because of the types of plants that can only live in forest areas which are border areas between land and sea. Along the Indonesian coast there are various types of vegetation such as mangroves or mangroves. Reporting from the media, Antara News, the condition of mangroves on the north coast of Java Island was damaged due to weather and tidal flooding. In 2015, the mangrove forest area in Brebes Regency, Central Java, which was reported by medcom.id, suffered quite severe damage due to abrasion and human activities. Forest damage occurs almost evenly in five sub-districts in the western north coast (Pantura) region. To determine changes in the area of mangrove land cover on the North Coast of Brebes Regency during the period 1990 - 2020 which is known through Landsat satellite imagery and identify the causes of changes in the area of mangrove land cover on the North Coast of Brebes Regency. The results of research on changes in the area of mangroves were very volatile. In 1990 the total area of mangrove land cover was 1763,42 ha, while a significant decrease occurred in 2000 where the area of mangroves was only 1125,73 ha. In the following decades, Return experienced a decline in 2010, only covering an area of 1028,32 ha. Different changes occurred in 2020 because the area of mangrove land cover increased significantly from 2010, which was an increase of 1466,57 ha."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lauranthasa Aprilia Irawadi
"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik hutan mangrove dan pola distribusinya di wilayah pesisir Brebes pada tahun 2013-2022. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah indeks vegetasi dan Random Forest. Hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya perubahan luas yang signifikan selama periode penelitian dan hutan mangrove di wilayah pesisir Brebes memiliki persebaran yang luas, serta tingkat kerapatan yang cukup tinggi. Meskipun telah mengalami kerusakan yang diakibatkan oleh bencana banjir Rob di tahun 2014 dan dampak dari aktivitas manusia, seperti pengalih fungsi lahan serta penebangan ilegal, hutan mangrove di lokasi penelitian terus berkembang karena adanya program rehabilitasi mangrove yang dilakukan oleh komunitas setempat dalam menjaga keasrian hutan mangrove di wilayah pesisir Brebes.

The purpose of this study was to determine the characteristics of mangrove forests and their distribution pattern at the Coast of Brebes in 2013-2022. The method used in this study are the Vegetation Index and Random Forest. The results indicate that there were significant changes in area during the study period and the mangrove forests in the coastal area of Brebes have a wide distribution, and a fairly high level of density. Despite the damage caused by the 2014 tidal flood disaster and the impact of human activities, such as land conversion and illegal logging, the mangrove forests in the study area continue to grow due to the mangrove rehabilitation program carried out by the local community in maintaining the beauty of the mangrove forests in Brebes coastal area."
Depok: Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Suwanto
"Beberapa daerah pesisir telah terlihat adanya kerusakan hutan mangrove yang parah akibat penebangan ataupun karena telah dirombak untuk dijadikan lahan pertanian, industri, pelabuhan, pemukiman dan pertambakan Masalah dalam penelitian ini adalah apakah perubahan luasan dan keanekaragaman mangrove berpengaruh terhadap pendapatan dari hasil tangkapan nelayan atau tidak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi hubungan antara perubahan luasan mangrove dan keanekaragaman mangrove dengan hasil tangkapan dan pendapatan nelayan. Metode yang digunakan terdiri atas penginderaan jauh, survey, wawancara dan analisis SWOT. Perubahan luasan kawasan mangrove pada tiap lokasi bervariasi dan menunjukkan fluktuasi. Indeks keanekaragaman masuk pada keanekaragaman mangrove sedang. Pendapatan dan hasil tangkapan di tiga kecamatan bervariasi dan menunjukkan hubungan linear. Perubahan luasan mangrove secara signifikan diperkirakan memengaruhi hasil tangkapan dan pendapatan nelayan. Namun nilai indeks keanekaragaman tidak menunjukkan adanya hubungan dengan hasil tangkapan dan pendapatan nelayan. Dengan demikian pengelolaan mangrove secara berkelanjutan sangat diperlukan di masa mendatang.

Some coastal areas have been seen experiencing severe damage to mangrove forests due to logging or because they have been remodeled to be used as agricultural land, industry, ports, settlements and aquaculture. The problem in this study is whether changes and diversity of mangrove in the area affect the catch and income of fishermen or not. The purpose of this study was to evaluate the relationship between area changes and diversity of mangrove on catch and income of fishermen. The method used consists of remote sensing, survey, interview and SWOT analysis. Changes in the mangrove area at each location varied and showed fluctuations. The diversity index is included in the moderate mangrove diversity. Incomes and catches in the three districts vary and show a linear relationship. Significant changes in mangrove area are expected to affect the catch and income of fishermen. However, the diversity index value does not show a relationship with the catch and income of fishermen. Thus, sustainable management of mangroves is very much needed in the future."
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Marzuki
"Hutan mangrove merupalan ekosistem hutan yang khas terutama karena posisinya sebagai peralihan antara ekosistem darat dan ekosistem taut. Kondisi lingkungan fisiknya yang sangat khusus menyebabkan ekosistem mangrove memiliki keanekaragaman hayati yang terbatas dan ekosistem ini sangat rentan terhadap adanya pengaruh luar terutama karena species biota pada hutan mangrove memiliki toleransi yang sempit terhadap adanya perubahan dari luar.
Hutan mangrove di Indonesia saat ini tinggal 3,24 juta hektar (Yayasan Mangrove, 1993). Sulawesi Tengah salah satu propinsi yang memiliki luas hutan mangrove hanya 28.000 ha, namun ancaman untuk eksploitasi menjadi tambak dan kegiatan Iainnya cukup tinggi.
Hutan mangrove di Banawa Selatan yang luasnya 1167 hektar pada tahun 1973 dan pada tahun 1998 tersisa 167 hektar. Penurunan jumlah tersebut disebabkan beberapa faktor yakni :
  1. Konversi hutan mangrove
    Kawasan pesisir Banawa Selatan yang ditumbuhi oleh hutan mangrove telah di dikonversi menjadi tambak udang dan ikan bandeng.
  2. Areal Permukiman
    Bertambahnya jumlah penduduk baik karena pertumbuhan alamiah maupun karena migrasi telah mendorong meningkatnya permintaan akan areal permukiman.
  3. Sistem Pertanian
    Sistem pertanian yang dikembangkan di Banawa Selatan sangat variatif mulai dari perladangan berpindah, pertanian menetap, maupun pertanian tambak telah mendorong meningkatnya tekanan terhadap hutan mangrove.
  4. Pengelolaan tataguna lahan
    Pengelolaan tataguna lahan yang tidak memperhitungkan daya dukung dan kesesuaiannya, telah menyebabkan zona lindung pun telah berubah fungsi menjadi areal permukiman dan pertanian.
  5. Perubahan struktur mata pencaharian
    Perubahan struktur mata pencaharian dialami oleh etnik Kaili Da'a dan Kaili Unde sebagai peladang dan nelayan tradisional menjadi petani tambak, menyebabkan degradasi hutan mangrove terus meningkat.
Kelima faktor tersebut menjadi dasar pertimbangan penulis melakukan penelitian dengan judul Perubahan Pofa Adaptasi Etnik Kaili Dalam Pengelolaan Mangrove, Studi kasus etnik Kalil Data dan Kaili Unde di Banawa Selatan, Kabupaten Donggala, Propinsi Sulawesi Tengah.
Maksud dilaksanakannya penelitian ini untuk menyusun tesis sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar Magister Sain (M.Si) Ilmu Lingkungan pada Program Pascasarjana Universitas Indonesia. Tujuan utama yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah urrtuk memperoleh gambaran kaitan antara perubahan pola adaptasi dan degradasi hutan mangrove, serta menghasilkan suatu konsep pengelolaan hutan mangrove yang berkelanjutan di Banawa Selalan.
Gambaran hubungan perubahan pola adaptasi etnik Kaili dalam pengelolaan hutan mangrove di Banawa Selatan dan pola pengelolaan hutan mangrove yang berkelanjutan sebagai berikut :
  1. Hubungan perubahan pola adaptasi dengan eksploitasi hutan mangrove. Eksploitasi hutan mangrove terjadi pada akhir tahun 1970-an dan mencapai puncaknya pada awal 1990-an, ini terjadi karena masuknya kaum migran Bugis, Toraja dan Mandar yang mulai memanfaatkan hutan mangrove sebagai kawasan pemukiman dan areal tambak. Sementara bagi etnik Kaili hutan mangrove adalah kawasan yang terlarang untuk kegiatan pertanian dan permukiman, sebab ada nilai magis yang dikandungnya. Namun akibat proses interaksi dengan kaum migrant, lambat laun etnik Kaili mulai terlibat memanfaatkan hutan mangrove untuk pemukiman dan kegiatan pertanian tambak.
  2. Penabahan pola adaptasi terhadap perubahan fungsi hutan menjadi lahan permukiman.
    Konsepsi etnik Kaili Da'a dan Kaili Uncle yang memagiskan kawasan hutan mangrove untuk kegiatan permukiman berubah, bersamaan dengan masuknya kaum migran Bugis, Toraja dan Mandar yang telah memanfaatkan hutan mangrove untuk perrnukiman tetapi tidak mengalami gangguan apa pun seperti wabah penyakit.
  3. Perubahan pola adaptasi terhadap sistem pertanian. Erik Kaili Da'a dan Kaili Linde adalah peladang dan nelayan tradisional yang cenderung menjauhi hutan mangrove sebagai csmber mata pencaharian.
    Perubahan terjadi saat ini peladang menjadi petani tambak, maka yang terjadi adalah sistem perladangan tebang-bakar ditransformasikan dalam kegiatan pertanian tambak.
  4. Perubahan pola adaptasi dengan pendapatan dan kesejahteraan.
    Berubahnya mata pencaharian dari peladang dan nelayan tradisional menyebabkan meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan etnik Kalil Da'a dan Kaili Uncle pada sisi yang lain menjadi faktor penekan yang potensial terhadap eksploitasi hutan mangrove karena meningkatnya pendapatan akan meningkat pula akses modal terhadap hutan mangrove.
  5. Sistem Empang Parit sebagai bentuk pengelolaan hutan mangrove yang berkelanjutan.
    Berangkat dari empat fenomena yang tergambar di atas, maka penerapan sistem empang parit, yakni suatu model empang/tambak yang tetap mempertahankan ekosistem mangrove antara 30 -- 70 % peneliti yakin dapat mempertahankan ekosistem mangrove yang ada, serta dapat mempertahankan fungsi daya dukung dari hutan mangrove baik dari sudut fisik ekologis maupun dari fungsi sosial ekonominya.
Berdasarkan temuan tersebut maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
  1. Ekosistem hutan mangrove yang ada di lokasi penelitian telah mengalami penurunan luasan dari 1167 hektar pada tahun 1973, tersisa 167 hektar pada tahun 1998.
  2. Perubahan lingkungan hutan mangrove menjadi areal budidaya tambak udang dan bandeng oleh para migran merupakan salah satu faktor perubahan pola adaptasi etnik Kaili Da'a dan Kaili Unde. Perubahan pola adaptasi tersebut dalam hal memanfaatkan hutan tidak hanya sebagai sumber bahan ramuan rumah tinggal, namun diolah menjadi areal tambak.
  3. Cara pandang dan persepsi tentang kawasan hutan mangrove yang tidak lagi magis, salah satu faktor perubahan pola adaptasi etnik Kaili Da'a dan Kaili Unde dari menjauhi kawasan hutan mangrove menjadi memanfaatkan kawasan hutan mangrove untuk pemukiman.
  4. Perubahan pola adaptasi etnik Kaili Da'a dan Kalil Unde juga terjadi pada sistem budidaya perladangan yang berpindah-pindah menjadi petani menetap baik pada sistem budidaya teresterial maupun pada sistem budidaya aquatik.
  5. Peningkatan pendapatan dan kesejahteraan menjadi faktor daya tarik bagi etnik lokal untuk memanfaatkan hutan mangrove yang berasal dari pembagian hak ulayat seluas 2 (dua) hektar, sebagai sumber pendapatan dan ekonomi keluarga.
  6. Untuk mencegah berlanjutnya konversi hutan mangrove menjadi areal pertambakan yang tidak ramah lingkungan, maka penerapan sistem pengelolaan tambak yang ramah Iingkungan mendesak untuk dilaksanakan.
Berdasarkan kesimpulan tersebut disarankan untuk :
  1. Pemerintah Daerah Kabupaten Donggala perlu segera mendata kembali luas kawasan yang tersisa, selanjutnya mengeluarkan peraturan daerah tentang penetapan kawasan lindung pada kawasan yang tersisa tersebut.
  2. Segera menerapkan sistern budidaya empang parit (silvofishery) pada kawasan yang telah berubah menjadi areal tambak.
  3. Meningkatkan peran lembaga adat bagi masyarakat lokal setempat.
  4. Perlu dilakukan suatu studi antropologis yang Iebih komprehensif, terutama menyangkut nilai dan tradisi masyarakat setempat.

Change in Adaptation Patterns in Mangrove Management.Mangrove forest is a special forest ecosystem due to, mainly, its position as a transition zone between terresterial ecosystem and a marine ecosystem. Its special physical environmental conditions have caused the mangrove ecosystem to possess limited biodiversity. This ecosystem is very susceptible to the presence of external influences, especially since the biota species in the mangrove forest have limited tolerant changes from outside.
Mangrove forests in Indonesia currently cover 3,24 million hectares (Yayasan Mangove, 1993). Central Sulawesi is one of the provinces that has mangrove forests, about 28.000 hectares, but exploitation by conversion to fishponds and other activities is quite high.
South Banawa had 1167 hectares of mangrove, but when this research was conducted only 167 hectares remained. This decrease is due to some factors as follows :
  1. Conversion.
    The coastal area of South Banawa planted to mangrove forest has been changed into areas of milk fish and shrimp ponds.
  2. Settlement Area.
    Increasing population both naturally and by migration has led to an expansion of settlement area.
  3. Agriculture System.
    The agriculture system in South Banawa including shifting cultivation, permanent cultivation and fish pond culture, has led to increased pressure on the mangrove forest.
  4. Land Use Management.
    Land use management without concern for its carrying capacity has caused the alteration of protected areas into settlement and agriculture areas.
  5. The alteration of livelihood source structure.
    The conversion of the Kaili Da'a and Kalil Unde peoples from field farmer and traditional fishers to fish pond farmers has degraded the mangrove forest significantly.
This research was aimed at descriptively obtaining the relationship between change of adaptation patterns and mangrove forest degradation and to produce a concept of sustainable mangrove forest management for South Banawa. Changes in the adaptation patterns of the Kaili people in mangrove management can be described as follows :
  1. The relationship between changes of adaptation pattern with mangrove forest exploitation :
    The exploitation of mangrove forests has occurred since the end of the 1970's and reached its peak in the early of 1990's. This Is caused by the coming of Bug is, Toraja and Mandar people to South Banawa where they converted mangrove Forest into settlements and fish pond. For the Kalil people the mangrove forest was considered forbidden for any activity including agriculture and settlement However, through the interaction process between them and the newcomer groups they slowly have become involved in converting mangrove forests into settlement and fishpond areas.
  2. Change of adaptation pattern in the change of forest function into settlement area :
    The concept of Kalil Da'a and Kalil Untie people, who originally considered the mangrove forest as a forbidden zone, has changed simultaneously with the coming of Bugis, Toraja and Mandar ethnic groups to South Banawa. These newcomer groups have converted mangrove forests into settlement areas without ever experiencing any problems such as disease epidemics.
  3. Change of adaptation pattern in agriculture systems :
    Kaili Da'a and Kalil Untie people were farmers and traditional fishermen who tended to avoid the mangrove forests as their livelihood source but since they have been influenced by other ethnic groups, from they have converted cut-andbum farming to fishpond culture.
  4. Change of adaptation patterns with income and prosperity.
    Change of livelihood source from farming and traditional fishing has increased their income and prosperity but on the other hand this is a potential pressure factor on the existing mangrove forest.
  5. The application of the ditch-embankment (sllvofishery) system as one type of sustainable mangrove forest management.
    The application of the ditch-embankment system (a model of embankment that maintains 30-70 % of the original mangrove ecosystem) can preserve the existing mangrove ecosystem and its carrying capacity both ecologically or economically.
Based on the research result, it can be concluded that :
  1. Mangrove forest in the research field has decreased its width from 1167 hectares in 1973 into 167 hectares in 1998.
  2. Change of physic environment has caused Kalil Da'a and Kaili Untie people after their adaptation pattern from exploiting mangrove forest as housing materials to becoming fish farmers that converting mangrove forest into open fishpond areas.
  3. The new perspective and perception of Kaili Da'a and Kaili Untie people about the mangrove forest zone, i.e. that the mangrove forest has no magic value, again hs pushed them to convert mangrove forest to settlement areas.
  4. Their relationship with Bugis, Toraja, Mandar and Javanese people since 20 years ago has stimulated the conversions of their cultivation system into fish pond farming in the mangrove forest.
  5. The increase of income and prosperity of Kaili Da'a and Kaili Untie people has raised pressure to exploit the existing natural resource including mangrove forests.
  6. To prevent the exploitation of mangrove forest continuously both by migrants and by local peoples, sustainable mangrove forest management with a ditch-embankment should be applied.
Therefore some suggestions are :
  1. The local government (Donggala Regency) must resurvey existing areas of mangrove forest and then make a regional regulation about protecting this area.
  2. The ditch-embankment system should be applied immediately within fish pond areas.
  3. Increase the role of custom any institutions in the area.
  4. Conduct a comprehensive anthropology study, focused on the culture system, a specially on local environmental knowledge and practices.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T4570
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Senyawa lipid tak tersabunkan (non-saponifiable lipid/NSL) dari daun dan akar dua spesies mangrove sekresi, yaitu Aegiceras corniculatum (L.) Blanco dan Avicennia alba Bl, dua spesies mangrove non-sekresi, yaitu Acrostichum aureum L. dan Excoecaria agallocha L dianalisis dengan penekanan khusus pada triterpenoid dan fitosterol. Identifikasi triterpenoid dan fitosterol dikonfirmasi dengan perbandingan waktu retensi pada kolom GC dengan standar otentik dan interpretasi spectrum GC-MS. Triterpenoid dan fitosterol merupakan proporsi utama NSL. Triterpenoid dan fitosterol masing-masing terdiri dari 7 dan 4 senyawa. Triterpenoid merupakan konstituen terbesar dari spesies Ac. aureum dan Ae. corniculatum di jaringan daun dan akar, dan di akar spesies E. agallocha. Berbeda dengan spesies tersebut yang kaya kandungan triterpenoid, senyawa fitosterol relatif dominan dalam akar Av. alba. Spesies Av. alba dan E. agallocha di daun dibedakan dari spesies yang lain bahwa kedua spesies tersebut mengandung jumlah yang lebih besar dari senyawa fitol. Spesies Ae. corniculatum mengandung sejumlah besar konten betulin dan α-amyrin di akar, serta lupeol di akar spesies Av. alba. Keragaman dalam komposisi NSL tercatat dengan jenis mangrove untuk kedua jaringan daun dan akar, studi ini menyarankan bahwa komposisi NSL pada daun dan akar tumbuhan mangrove dapat digunakan sebagai karakter kemotaksonomi untuk membedakan spesies.

Non-saponifiable lipid (NSL) of the fresh leaves and roots from two salt-secretor mangrove species, namely Aegiceras corniculatum (L.) Blanco and Avicennia alba Bl. and two non-secretor mangroves, i.e. Acrostichum aureum L. and Excoecaria agallocha L. was analyzed with special emphasize to triterpenoids and phytosterols. Identification of the triterpenoids and phytosterols was confirmed by comparison of their retention time on the GC column with those of authentic standards and on the interpretation of GC-MS spectra. Triterpenoids and phytosterols comprised the major proportion of NSL. The triterpenoids and phytosterols mainly consisted of 7 and 4 compounds. Triterpenoids were the largest constituent of Ac. aureum and Ae. corniculatum leaves and roots, and E. agallocha roots. In contrast to these triterpenoids-rich species, phytosterols were relatively dominant in the roots of Av. alba. The species of Av. alba and E.agallocha in the leaves were distinguished from the others in that both species contained a larger quantity of phytol. Ae. corniculatum contained a large amount of betulin and α-amyrin in the roots, as well as lupeol in the roots of Av. alba. The diversity in the NSL composition noted with mangrove species in both the leaves and roots suggested that NSL of mangrove leaves and roots can be used as chemot axonomical character to differentiate species. "
Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Atikoh
"Sejak sepuluh tahun terakhir hutan mangrove di Karawang telah menjadi percontohan bagi pengelolaan mangrove di Jawa Barat. Namun beberapa wilayah mengalami kerusakan dan penurunan luas. Skripsi ini membahas perubahan luasan mangrove serta kaitannya dengan sosial ekonomi di pesisir Kabupaten Karawang tahun 2009 dan 2019 menggunakan citra landsat. Variabel sosial ekonomi yang digunakan antara lain mata pencaharian utama (mp), lokasi lahan usaha (llu), pemanfaatan lahan (pl), persepsi terhadap hutan mangrove (phm). Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif. Metode penelitian yang digunakan antara lain supervised classification untuk klasifikasi tutupan mangrove, overlay untuk analisis perubahan lahan, dan uji chi square untuk analisis hubungan sosial ekonomi dengan perubahan tutupan mangrove. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan tutupan mangrove tahun 2014-2019 bertambah sebanyak 448,75 ha. Sedangkan perubahan tutupan mangrove tahun 2009-2019 bertambah sebesar 565,11 ha. Secara umum, wilayah tutupan mangrove bertambah, namun ada beberapa wilayah yang luasan tutupan mangrovenya berkurang atau menghilang. Ada hubungan antara karakteristik sosial ekonomi dengan perubahan tutupan mangrove yang berkurang dengan hubungan kuat. Namun, tidak ada hubungan antara karakteristik sosial ekonomi dengan perubahan tutupan mangrove yang bertambah. Hal ini dikarenakan area tutupan mangrove yang bertambah terjadi karena adanya pelestarian hutan mangrove oleh pemerintah, POKMAS, dan perusahaan setempat dan tidak ada hubungannya dengan sosial ekonomi masyarakat.

Since the last ten years, mangrove forests in Karawang have become a model for mangrove management in West Java. But some areas experienced extensive damage and decline. This thesis discusses the changes in the extent of mangroves and their relation to the socio-economy on the coast of Karawang Regency in 2009 and 2019 using Landsat imagery. Socioeconomic variables used include main livelihood, location of business land, land use, perception of mangrove forests. This is quantitative research with a descriptive design. The research methods used include supervised classification for the classification of mangrove cover, overlays for land change analysis, and cross tables for analysis of changes in mangrove cover with social economy. The results showed that changes in 2014-2019 increased by 448,75 ha. While changes in mangrove cover in 2009-2019 increased by 565,11 ha. In general, mangrove cover areas have increased, but there are some areas where mangrove cover areas have decreased or disappeared. Socioeconomic characteristics affect the change in mangrove cover that is reduced. As for changes in mangrove cover that increases, there is no effect of socioeconomic characteristics on changes in mangrove cover that increases. This is due to the increased area of mangrove cover that occurs due to the preservation of mangrove forests by the government, POKMAS, and local companies."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haryogi Maulani Bangkit
"Mangrove merupakan salah satu sumber daya alam yang mengalami kerusakan dengan tingkat degradasi yang tinggi. Dalam rangka menimimalisasi tingginya tingkat kerusakan yang terjadi pada mangrove, perlu diupayakan pengelolaan mangrove yang berkelanjutan. Skripsi ini hendak meneliti tentang bagaimana pengelolaan mangrove berkelanjutan di Indonesia dengan beberapa negara lain. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder dan studi perbandingan. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah bahwa pengelolaan mangrove berkelanjutan telah diupayakan oleh Indonesia meskipun masih mengalami beberapa kendala. Demikian pula dengan pengelolaan mangrove berkelanjutan di beberapa negara lain yang masih menemui beberapa kendala, kekurangan, dan kelebihan.

Mangrove is one of natural resources that suffered damage with high degradation rate. In order to minimize the high level of damage that occurs in mangroves, sustainable mangrove management should be sought. This thesis will study how mangrove management is sustainable in Indonesia and some other countries. The research method used in this thesis is normative juridical research using secondary data and comparative study. The results obtained in this study is that sustainable mangrove management has been pursued by Indonesia although still experiencing some obstacles. Similarly, sustainable mangrove management in several other countries still encounters some obstacles, shortcomings, and strengths."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ella Whidayanti
"Pesisir Barat Kabupaten Pandeglang yang menghadap Selat Sunda merupakan daerah yang rawan terhadap terjadinya bencana alam. Tinggi gelombang dan pasang surut air laut, termasuk tsunami merupakan bencana yang sering melanda pesisir tersebut. Eksosistem mangrove yang merupakan bagian dari ekosistem pesisir memiliki peranan penting dalam mengurangi bencana alam akibat gelombang air laut. Di samping dapat mengurangi terjadinya abrasi, sistem perakaran mangrove dapat menahan laju sedimentasi. Sehingga akan memperluas garis pantai atau akresi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ekosistem mangrove terhadap perubahan garis pantai yang berupa abrasi dan akresi dalam kurun waktu 10 tahun dari tahun 2010 hingga 2020. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan memanfaatkan Remote Sensing dan teknologi GIS. Pengumpulan data menggunakan citra satelit Landsat 7 ETM+ Tahun 2010, Landsat 8 OLI/TRS Tahun 2015 dan 2020. Pengolahan data spasial menggunakan google earth engine, software ArcGIS 10.6 dan ENVI 5.3. Data perubahan ekosistem mangrove diperoleh dengan menggunakan metode NDVI. Teknis GIS digunakan untuk analisis data laju perubahan garis pantai secara spasial. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari tahun 2010 hingga 2020, ekosistem mangrove selalu mengalami perubahan setiap periodenya. Ekosistem mangrove di sepanjang pesisir Kabupaten Pandeglang mengalami penambahan dari tahun 2010 hingga 2015, namun kembali berkurang pada tahun 2020 akibat bencana tsunami Banten tahun 2018. Perubahan ini tentunya juga mempengaruhi terjadinya perubahan garis pantai. Berdasarkan hasil analisis statistik, penurunan luas mangrove mempunyai pengaruh sebesar 48,63% terhadap luas abrasi dan penambahan luas mangrove mempunyai pengaruh sebesar 51,7% terhadap luas akresi. Secara spasial penelitian ini menunjukkan penurunan dan penambahan luas mangrove berbanding lurus dengan perubahan luas abrasi dan akresi.

The coastal area of Pandeglang Regency , which faces the Sunda Strait, is prone to natural disaters. As the high wave tides, and in same periode including tsunami, are the named type of disasters that frequently hit the area. Mangrove ecosystem that are the part of coastal ecosystems have an importance role in reducing natural disasters caused by seawater waves. In addition to preventing abrasion, the mangrove root system can hold sediment. So that it will expand the coastline or accretion. This study aims to determine the effect of existence of mangrove ecosystems on coastline change in the form of abrasion and accretion within ten years during 2010 to 2020. The research method uses remote sensing and GIS Technology. The remote sensing data collection uses is separate into Landsat 7 ETM+ for 2010 and Landsat 8 OLI/TRS for 2015 and 2020. Spatial data processing using google earth engine, ArcGIS 10.6 and ENVI 5.3 software. Mangrove ecosystem change data is obtained using NDVI method. GIS technology is used for spatial analysis of coastline change rate data. As a result of this study show that during 2010 to 2020, mangrove ecosystems always change every period. Mangrove ecosystems along the coastal area of Pandeglang Regency increased during 2010 to 2020, but decreased in 2020 caused by Banten Tsunami disaster in 2018. This change certainly also affects the change of coastline. Based on the results of statistical analysis, the decrease in mangrove area has an influence of 48.68% on the area of abrasion, and the addition of mangrove area has an influence of 51.7% on the area of accretion. Spatially revealed that the decrease and the addition of mangrove area is proportional to the area changes abrasion and accretion."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Study on mangrove forest in the coastal zone of Lampung bay,Province of lampung was carried out on March 12-30,2007 . The data was collected from 8 stationsm(Pidada bay,Limbungan,Puhawang Kecil Island,kalangan,Klagian Island,Kapuran,Ringgung and Hurun Bay) based on the transect method...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Litter production is one of the major nutrient enrichments in a mangrove forest. Investigation on nutrient components in litter will lead to evaluation of nutrient accumulation. Therefore, this research aimed to 1) evaluate litter production in tropical mangrove forest at Klong Khone, Samut Songkhram province, Thailand; 2) investigate carbon, nitrogen and phosphorus contents in litter; and, 3) observe sediment quality and existing mangrove condition in the study area. Litter and sediment were collected at Klong Khone, Samut Songkhram province in September-October 2015. Litter samples were analyzed for biomass production, and composition of carbon, nitrogen and phosphorus. Sediment samples were analyzed for pH, salinity, water content, grain size composition, organic carbon, total nitrogen and total phosphorus. Results showed that leaf, branch, and fruit litter production were 65.02, 47.94 and 19.03 g DW/m2/month, respectively. Carbon, nitrogen, and phosphorus content in the litter were 20.36, 0.37 and 4.47 mg/g DW leaf litter, respectively. The value of pH, salinity and water content of sediment ranged from 6.66-7.50, 3.30-9.28 ppt and 52.24-69.65%, respectively. Sediment was composed of fine sand (0.125-1 mm) 7.68%, silt (0.06-0.125 mm) 6.13%, and clay (smaller than 0.06 mm) 86.19%. By using statistical analysis (t-test), results showed no difference of all parameters between months. However, during the research, it was found that organic carbon decreased 2.37 mg C/g DW sediment; meanwhile nitrogen and phosphorus increased 0.44 mg N and 0.12 mg P /g DW sediment, respectively. Finally, carbon, nitrogen and phosphorus accumulation by litterfall were found to be 1877, 34 and 734 mg/m2/month, respectively. These results will help in clarifying nutrient dynamic pathway by mangrove trees which play an important role in coastal and estuarine ecosystem restoration."
[Place of publication not identified]: Bansomdejchaopraya Rajabhat University. Faculty of Science and Technology, 2017
500 TIJST 22:1 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>