Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 192518 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Namira Metasyah
"Latar belakang: Penyakit ginjal kronik menyebabkan beberapa perubahan fungsi tubuh dalam memetabolisme nutrisi. Hal ini menyebabkan ditemukannya kasus malnutrisi pada pasien PGK khususnya pada stadium akhir yang menjalani hemodialisis. Ini tentu perlu menjadi perhatian karena nutrisi sangat penting bagi pertumbuhan anak. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mencari pengaruh hemodialisis dan faktor yang berpengaruh lainnya terhadap status gizi anak. Metode: Penelitian dilakukan dengan desain potong lintang dengan mengambil data sekunder berupa stadium penyakit, durasi penyakit, faktor etiologi primer, komorbiditas dari rekam medis. Data status gizi anak diperoleh dengan mengukur berat badan serta tinggi, lingkar lengan atas lalu dimasukan ke aplikasi WHO Anthro. Data demografi, seperti tingkat pendidikan ayah & ibu, status ekonomi keluarga, usia, dan jenis kelamin diperoleh dengan pengisian Case Report Form (CRF). Terdapat sebanyak 20 responden yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dari penelitian ini. Hasil: Rerata penilaian status gizi dilihat dari indeks massa tubuh menurut umur menunjukkan hasil -2 SD < x < 1 SD dengan interpretasi gizi baik dan x <-2 SD (perawakan pendek) dilihat dari tinggi badan menurut umur. Berdasarkan analisis bivariat, tidak ditemukan adanya pengaruh signifikan antara durasi hemodialisis, frekuensi hemodialisis, etiologi, usia, jenis kelamin, dan komorbiditas (p>0.05) pada anak dengan gagal ginjal kronik yang sedang menjalani hemodialisis terhadap status gizinya. Kesimpulan: Status gizi pada anak PGK yang menjalani hemodialisis dinilai berdasarkan indeks massa tubuh dan tinggi badan menurut usia ditemukan hasil rata-rata gizi baik namun berperawakan pendek. Tidak ditemukan pengaruh durasi, frekuensi, etiologi, usia, jenis kelamin, dan komorbiditas pada anak dengan gagal ginjal kronik yang sedang menjalani hemodialisis terhadap status gizinya.

Introduction: Chronic kidney disease causes several changes in the body's function in metabolizing nutrients. This has led to the discovery of cases of malnutrition in CKD patients, especially in ESRD patients undergoing hemodialysis. This certainly needs to be a concern because nutrition is very important for children's growth. Therefore, this study was conducted to find out the effect of hemodialysis and other influencing factors on the nutritional status of children. Method: The study was conducted with a cross-sectional design by taking secondary data in the form of disease stage, duration of disease, primary etiologic factors, and comorbidities from medical records. Data on the nutritional status of children was obtained by measuring weight and height,
and upper arm circumference and then entered into the WHO Anthro application. Demographic data, such as the education level of the father & mother, family economic status, age, and gender were obtained by filling out the Case Report Form (CRF). 20 respondents met the inclusion and exclusion criteria of this study. Result: The average nutritional status assessment seen from the body mass index according to age showed results of -2 SD < x < 1 SD with good nutrition interpretation and x <-2 SD (short stature) in terms of height according to age. Based on bivariate analysis, there was no significant effect between duration of hemodialysis, frequency of hemodialysis, etiology, age, sex, and comorbidities (p>0.05) in children with chronic kidney failure who were undergoing hemodialysis on their nutritional status. Conclusion: The nutritional status of CKD children undergoing hemodialysis was assessed based on body mass index and height according to age. The average results were good nutrition but short stature. There was no effect of duration, frequency, etiology, age, gender, and comorbidities in children with chronic renal failure undergoing hemodialysis on their nutritional status.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suci Ika Dewi
"Gizi kurang menjadi salah permasalahan yang terjadi pada usia anak, salah satunya yaitu anak usia sekolah. Kurangnya variasi makan, porsi yang kurang tepat, atau makanan yang tidak sesuai dengan gizi seimbang dapat menyebabkan anak mengalami gizi kurang. Anak dengan masalah gizi kurang berisiko mengalami terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan. Salah satu upaya untuk mengurangi masalah gizi kurang yaitu dengan melakukan intervensi penyusunan menu makan. Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan asuhan keperawatan keluarga kepada anak sekolah yang memiliki masalah gizi kurang dengan pemberian intervensi penyusunan menu makan berdasarkan isi piringku. Setelah diberikan intervensi terdapat perubahan pada keluarga yaitu variasi makan pada anak lebih bervariasi dan porsi makan yang dihabiskan sesuai dengan kebutuhan tubuh.  Penelitian ini merekomendasikan kepada pelayanan kesehatan dan juga kader untuk melibatkan keluarga dalam penanganan untuk mengatasi masalah gizi kurang.

Malnutrition is one of the problems that occur in children which is school-age. Lack of variety in eating, less food portions, or foods that are not in accordance with balanced nutrition can cause malnutrition in children. Children with malnutrition are at risk for stunted growth and development. One of the efforts to reduce the problem of malnutrition is to give intervention in the preparation of food menu. This research was conducted through a family nursing care approach to school age who have malnutrition problems by providing an intervention for preparing a meal menu based on the contents ‘isi piringku’. After given the intervention, there has been a changes in the family. Existing changes namely the variety of eating in children was more varied and the portion of food spent according to the needs of the body. This study recommends health services and ‘ibu kader’ to involve families to handle the problem of malnutrition."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fathiyyatul Khaira
"

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan titik potong lingkar lengan atas pada posisi berbaring. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional. Data diambil dari rekam medis pasien poliklinik radioterapi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (n=207) dan dilakukan pengukuran antropometri pada pasien. Titik potong lingkar lengan atas diperoleh dari kurva ROC dan indeks Youden tertinggi. Dari penelitian ini didapatkan perbedaan rata-rata antara lingkar lengan atas pada posisi berdiri dan terlentang adalah 0,13 ± 0,33 cm (p<0,001). Lingkar lengan atas dari keseluruhan subjek memiliki korelasi yang kuat dan signifikan dengan indeks massa tubuh (r=0,932; p<0,001). Nilai AUC lingkar lengan atas untuk mendeteksi malnutrisi adalah 0,97 (95% CI 0,947-0,992; p<0,001). Lingkar lengan atas <23,4 cm menunjukkan sensitivitas 94,7% dan spesifisitas 95,6% untuk pria, dan sensitivitas 95% dan spesifisitas 89% untuk wanita. Sebagai kesimpulan, lingkar lengan atas <23,4 cm dapat digunakan sebagai salah satu alternatif pengukuran untuk mendeteksi malnutrisi, terutama bila indeks massa tubuh tidak dapat diukur.


This study aims to establish a cut-off point for mid-upper arm circumference in the supine position. This is a cross-sectional study. Data were taken from patients at the radiotherapy clinic of Dr. Cipto Mangunkusumo General Hospital (n=207) by medical records, and anthropometric measurements were performed. The cut-off point of the mid-upper arm circumference was obtained from the ROC curve and the highest Youden’s index. This study found that the mean difference between mid-upper arm circumference in the standing and supine positions is 0.13±0.33 cm (p<0.001). The mid-upper arm circumference from all subjects strongly and significantly correlates to body mass index (r=0.932; p<0.001). The area under the curve of the mid-upper arm circumference for detecting malnutrition was 0.97 (95% CI 0.947–0.992; p<0.001). The mid-upper arm circumference of <23.4 cm presents a sensitivity of 94.7% and a specificity of 95.6% for men, and a sensitivity of 95% and a specificity of 89% for women. In conclusion, the mid-upper arm circumference of <23.4 cm can be used as an alternative measurement to detect malnutrition, particularly when body mass index cannot be measured.
 

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Robby Syaputra
"Isu malnutrisi menjadi isu penting kesehatan di banyak negara, terutama negara
berkembang. Di antara beberapa kasus malnutrisi, stunting menjadi kasus dengan
prevalensi tertinggi untuk kelompok kasus kurang gizi. Stunting berdampak
terhadap banyak hal, salah satunya pendidikan, baik di jangka pendek maupun
jangka panjang. Studi ini membahas dampak balita stunting tahun 2000 terhadap
durasi lama sekolah pada pendidikan dasar di Indonesia. Menggunakan data cross
section dengan sumber data IFLS tahun 2000 hingga 2014, analisis ini dilakukan
dengan metode Regresi Linear Multivariable. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
stunting tidak signifikan mempengaruhi durasi lama sekolah. Variabel lain seperti
jumlah saudara kandung dan status bekerja berpengaruh positif dan signifikan serta
pendidikan ayah dan tempat tinggal berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
durasi lama sekolah.

Malnutrition issues is an important health issue in many countries, especially in
developing countries. Among the few malnutrition cases, stunting becomes the case
with the highest prevalence for undernutrition case groups. Stunting affects many
things, one of them is education, both in the short and long term. This study analyses
the impact of stunting children in 2000 on the duration of schooling of basic
education in Indonesia. Using cross-section data with IFLS data sources from 2000
to 2014, this analysis was conducted with a Multivariable Linear regression
method. The results showed that stunting did not significantly affect the duration of
schooling of basic education. Other variables such as the number of siblings and
working status have positive and significant effects. Also, father's education and
residence have negative and significant impact on the duration of schooling.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Meilana
"Pasien kanker serviks berisiko tinggi mengalami malnutrisi. Asupan makanan yang tidak adekuat, peningkatan kebutuhan, penurunan aktivitas fisik dan hiperkatabolisme, mendorong terjadinya malnutrisi. Kondisi ini dapat terjadi selama sakit maupun pada saat pengobatan, yang dapat memengaruhi status gizi pasien. Prevalensi malnutrisi pada pasien kanker serviks sebesar 48−66% dan meningkat hingga 82% setelah mendapat terapi. Pasien kanker serviks, 25% mengalami cachexia dan 33−69% mengalami sarkopenia. Penurunan massa otot yang merupakan penyusun utama massa bebas lemak (MBL), secara negatif memengaruhi efektivitas terapi dan kelangsungan hidup pasien. Bioelectrical impedance analysis (BIA) adalah alat tervalidasi untuk mengukur MBL sebagai bagian dari diagnosis malnutrisi, namun tidak selalu tersedia di fasilitas kesehatan. Penelitian menunjukkan bahwa kekuatan genggam tangan (KGT) dapat dijadikan sebagai prediktor MBL. Pengukuran KGT dengan handheld dynamometers (HHD) yang relatif murah, valid, dan andal, masih jarang digunakan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara KGT dan MBL pada pasien kanker serviks yang menjalani radioterapi di Poliklinik Radioterapi RSCM. Penelitian menggunakan desain potong lintang pada subjek usia 18−60 tahun. KGT dinilai menggunakan Jamar digital HHD. MBL dinilai menggunakan BIA single frequency Omron® HBF−375. Terdapat 54 subjek dengan median usia 49 tahun, mayoritas stadium III, tidak terdapat metastasis dan komorbid, dan mendapat radioterapi saja. Mayoritas subjek tergolong BB lebih, dengan rerata asupan energi 20,79 ± 6,70 kkal/kgBB/hari, median asupan protein 0,68 (0,05−1,87) g/kgBB/hari, dan rerata asupan lemak 31,22 ± 8,81% dari energi total. Mayoritas asupan energi, protein dan lemak tergolong kurang dibandingkan dengan rekomendasi ESPEN. Rerata KGT 23,54 ± 5,16 kg dan rerata MBL 36,40 ± 6,03 kg. Dilakukan uji korelasi antara KGT dan MBL. Terdapat korelasi positif yang cukup antara KGT dan MBL pada pasien kanker serviks yang menjalani radioterapi (r = 0,346, p = 0,010). KGT berkorelasi positif kuat dengan MBL (r = 0,601, p = 0,001) pada pasien kanker serviks yang hanya menjalani radioterapi (n=28). Pemeriksaan KGT kemungkinan dapat memprediksi MBL, sehingga dapat membantu diagnosis malnutrisi lebih dini dan mencegah luaran buruk pada pasien kanker serviks yang menjalani radioterapi, terutama di fasilitas kesehatan yang tidak tersedia BIA. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mendapatkan formulasi dalam memprediksi MBL dari KGT.

Cervical cancer patients are at high risk for malnutrition. Inadequate food intake, increased energy and protein requirements, decreased physical activity and hypercatabolism in cancer patients lead to malnutrition. This condition can occur during illness or during treatment, which can affect the nutritional status of the patient. The prevalence of malnutrition in cervical cancer patients was 48−66% and increased to 82% in patients receiving therapy. Patients with cervical cancer, 25% were cachectic and 33%–69% were sarcopenic. Loss of muscle mass, which are the main constituents of fat free mass (FFM), negatively impact therapeutic efficacy and survival in cervical cancer patients. Bioelectrical impedance analysis (BIA) is a validated tool for measuring FFM, as part of malnutrition, but it is not always available in health facilities. Research shows that hand grip strength (HGS) can be used as a predictor of FFM. HGS measurement with handheld dynamometers (HHD) which is relatively cheap, valid, and reliable, is still rarely used. This study aims to examine the relationship between HGS and FFM in cervical cancer patients undergoing radiotherapy at the Radiotherapy Outpatients Clinic of Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital. The study used a cross-sectional design on subjects aged 18−60 years. HGS was assessed using a Jamar digital hand dynamometer. FFM was assessed using the BIA single frequency Omron® HBF−375. A total of 54 study subjects with a median age of 49 years, the majority were in stage III, had no metastases, received radiation therapy only, and had no comorbidities. Most of the subjects were classified as overweight and obes, with a mean of energy intake 20.79 ± 6.70 kcal/kgBW/day, a median of protein intake 0.68 (0.05−1.87) g/kgBW/day, and an average of fat intake 31.22 ± 8.81% of the total energy. The majority of the energy, protein and fat intakes were less than the ESPEN recommendations. The mean HGS in the subjects was 23.54 ± 5.16 kg and the mean FFM was 36.40 ± 6.03 kg. Correlation test was conducted between HGS and FFM. There was a moderately positive correlation between HGS and KGT in cervical cancer patients undergoing radiotherapy (r = 0.346, p = 0.010). HGS was strongly positive correlation with FFM (r = 0.601, p = 0.001) in cervical cancer patients undergoing radiotherapy only (n=28). HGS maybe able to predict FFM for early diagnose of malnutrition and prevent poor outcomes in cervical cancer patients undergoing radiotherapy, especially in health facilities where BIA isn’t available. Further research is needed to get a formulation in predicting FFM from HGS."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Krisna Yunda
"Malnutrisi dan Tuberkulosis (TB) memiliki hubungan bidireksional, dimana saling berinteraksi satu sama lain. Pada kondisi infeksi kronis, terjadi ketidakseimbangan antara pemecahan protein dan sintesis protein yang ditandai dengan menurunnya massa bebas lemak. Malnutrisi juga menyebabkan atrofi timus sehingga terjadi penurunan proliferasi limfosit. Kondisi malnutrisi pada pasien TB akan menurunkan kualitas hidup. Kualitas hidup yang baik akan meningkatkan keberhasilan pengobatan, menurunkan mortalitas dan morbiditas. Short Form-36 (SF-36) merupakan kuesioner untuk menilai kualitas hidup yang dapat menilai 2 komponen yaitu komponen fisik (PCS) dan mental (MCS).  Penelitian potong lintang ini bertujuan untuk menilai hubungan asupan protein, massa bebas lemak dan hitung limfosit total dengan kualitas hidup pada pasien TB paru fase intensif di 12 puskesmas yang dipilih secara random di Kota Pekanbaru, Riau. Pengambilan sampel dilakukan secara consecutive sampling, dan didapatkan 72 subjek yang memenuhi kriteria penelitian. Hasil penelitian didapatkan nilai tengah usia adalah 33 tahun dengan usia terendah 18 tahun dan tertinggi 59 tahun. Sebanyak 56,9% subjek adalah laki-laki, sebagian besar berpendidikan menengah dengan pendapatan kurang, perokok aktif dan dengan status gizi kurang (underweight). Sebanyak 59,7% subjek memiliki asupan protein yang kurang, 86,1% dengan massa bebas lemak yang rendah, dan 88,9% subjek memiliki hitung limfosit yang normal. Sebagian besar subjek memiliki kualitas hidup PCS dan MCS yang baik. Hasil penelitian menunjukkan terdapat korelasi dengan kekuatan lemah yang bermakna secara statistik antara massa bebas lemak dengan PCS (r = 0,239, p = 0,044), sedangkan asupan protein dan hitung limfosit total tidak ditemukan adanya korelasi baik terhadap PCS maupun MCS.

Introduction: Malnutrition and Tuberculosis (TB) have bidirectional relationship, which interact between each other. In chronic infection, there is an imbalance between protein degradation and protein synthesis which marked with the loss of fat free mass (FFM). Malnutrition can cause the atrophy of thymus gland resulted in the reduction of lymphocyte production. Malnutrition in TB patients will reduce quality of life. On the other hand, a good quality of life will increase treatment success rate and decrease the risk of morbidity and mortality. Short Form-36 (SF-36) is a questionnaire used to assess quality of life consists of two different components, physical component score (PCS) and mental component score (MCS).
Methods: This cross-sectional study aimed to assess correlation between protein intake, fat free mass, and total lymphocyte count with quality of life among intensive phase lung tuberculosis patients. Data collected from May to July 2019 in 12 primary health centers chosen randomly in Pekanbaru, Riau Province. Samples selected using consecutive sampling method and 72 subjects fulfilled all research criteria. Interview was used to collect basic characteristic data, dietary intake data, and quality of life score. Anthropometric measurement (body weight, body height, and fat free mass) and laboratory examination (total lymphocyte count) were done. Spearman, Pearson, Mann-Whitney, and Kruskall Wallis test were used in this study.
Results: Research showed median age subjects was 33 years old (18-59 years old). Most of the subjects were male (56.9%), had middle level of education, had low income, were active smoker with underweight nutritional status. Around 59.7% subjects had low protein intake, 86.1% subjects had low fat free mass, and 88.9% subjects had normal lymphocyte count. Most of the subjects had good physical and mental component score of quality of life assessment.
Conclusion: There was a statistically significant weak correlation between fat free mass with PCS (r = 0.239, p = 0.044). However, there was no correlation found between protein intake or total lymphocyte count with PCS or MCS.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T59201
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Nur Ridwan
"Pasien gagal ginjal terminal memiliki kualitas hidup cenderung rendah. Diperlukan kepatuhan terhadap rekomendasi diet serta mampu meredakan emosi negatif sebagai tanda penerimaan terhadap penyakit pada pasien gagal ginjal terminal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kepatuhan diet dan penerimaan penyakit dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal terminal yang menjalani hemodialisis. Penelitian ini menggunakan pendekatan potong lintang, melibatkan 114 pasien gagal ginjal terminal yang dipilih dengan teknik non-random consecutive sampling. Data kepatuhan diet diperoleh menggunakan Renal Adherence Behaviour Questionnaire, data penerimaan penyakit diperoleh menggunakan kuesioner Acceptance of Illness dan WHOQoL-BREF untuk mendapatkan data kualitas hidup. Analisa data menggunakan Pearson Correlation menunjukkan terdapat hubungan berpola positif dengan kekuatan sedang antara kepatuhan diet dengan kualitas hidup p value.

Patients with end stage renal disease have a low quality of life. Required adherence to dietary recommendation and able to alleviate negative emotions as a sign acceptance of illness in patients with end stage renal disease. This study aims to determine the relationship between dietary adherence and acceptance of illness with quality of life of end stage renal failure patients undergoing hemodialysis. This study used cross sectional approach involving 114 ESRD patients selected using non random consecutive sampling technique. Dietary compliance data were obtained using Renal Adherence Behavior Questionnaire RABQ , acceptance of disease was obtained using the Acceptance of Illness Questionnaire AoI , and the WHO Quality of Life BREF to get quality of life data. The data were analyzed using Pearson correlation and showed significant moderate association between diet adherence and quality of life p value.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Napsan Junaidi
"Gagal Ginjal Terminal GGT adalah penyakit yang tidak bisa disembuhkan dan memerlukan penatalaksanaan berupa terapi pengganti ginjal seperti hemodialisis HD untuk mempertahankan kondisi kesehatan. Berbagai permasalahan dan komplikasi bisa timbul pada pasien yang menjalani HD, sehingga pasien harus melakukan manajemen yang berhubungan dengan GGT. Salah satu manajemen yang harus dilakukan adalah self-care. Self-care masih menjadi masalah yang dihadapi pasien GGT yang menjalani HD saat ini, sehingga dengan kondisi tersebut penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan self-care pada pasien GGT.
Metode penelitian yang digunakan adalah analisis komparatif kategorik dengan pendekatan cross sectional. Responden penelitian adalah pasien GGT di rumah sakit Muhammad Yunus Bengkulu.
Dari analisis univariat didapat kurang dari separuh dari responden dengan Self-care baik, hasil analisis bivariat didapat tak ada hubungan antara self-care dengan usia, tingkat Pendidikan, lama HD, Pendapatan keluarga, penyakit komorbid, tingkat pengetahuan, depresi dan akses pelayanan kesehatan, akan tetapi tererdapat hubungan yang signifikan antara self-care dengan efikasi diri dan jenis kelamin. Analisis multivariat didapat faktor yang paling dominan pengaruhnya terhadap self-care adalah efikasi.
Disimpulkan Efikasi diri adalah faktor yang paling dominan mempengaruhi self-care. Sangat penting bagi perawat untuk meningkatkan efikasi diri pasien GGT dengan cara memberikan edukasi tentang GGT dan hemodialisis.

End stage renal disease ERSD are uncurable condition and the patient was need treatment to maintain optimal health status. Hemodialysis must be attend by patient to to survive. Many problems can rise and must managing on by them. Purpose The aim of this study was to examine factors related to self care on ERSD patients.
Methods this study design was comparative categorical analysis by cross sectional approach, recruited 92 hemodialysis patients and was conducted at hemodialysis unit of Dr. Muhamad Yunus Hospital Bengkulu.
Results showed that there were 44 respondent had good self care level. Bivariate analysis by Chi Square test found there was no correlation between age, sex, education level, HD duration, family income, and depression with self care, on the other hand there was significant correlation between self efficacy and sex with self care. Multivariate analysis found that self efficacy was the influencing factor on self care.
Conclusion self efficacy is the most dominant influencing factor to self care, it is important to increase the self efficacy among these patients by providing education program about ERSD and hemodialysis.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
T49081
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widina Mathilda
"ABSTRAK
Pasien hemodialisis terjadi peningkatan setiap tahunnya di Indonesia. Manajemen hemodialisis salah satunya diet menjadi hal yang sulit untuk dipatuhi oleh pasien hemodialisis. Sulitnya mempertahankan kepatuhan terhadap rekomendasi diet membuat risiko malnutrisi meningkat juga pada pasien hemodialisis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kepatuhan kepatuhan diet dengan status gizi pada pasien yang menjalani hemodialisis. Desain penelitian in merupakan cross sectional dengan jumlah sampel 121 responden yang dipilih menggunakan teknik purposive sampling. Untuk analisis statistik, hasil penelitian ini menggunakan uji korelasi spearman. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini, yaitu Renal Adherence Behavior Questionnaire untuk mengukur kepatuhan diet dialisis dan Subjevtive Global Assessment untuk mengukur status gizi. Hasil menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara kepatuhan diet dengan status gizi pada pasien yang menjalani hemodialisis p=0,127 . Kesimpulan penelitian ini adalah kepatuhan diet tidak memiliki hubungan dengan status gizi pada pasien yang menjalani hemodialisis. Meskipun demikian, pengkajian terhadap kepatuhan diet dan status gizi penting untuk dilakukan oleh perawat untuk mencegah terjadinya malnutrisi pada pasien yang menjalani hemodialisis.

<ABSTRACT
The increasing number of patients undergoing hemodialysis each year in Indonesia and the difficulty of maintaining adherence to dietary recommendations as one of dialysis management for patients undergoing hemodialysis make the risk of malnutrition increase in hemodialysis patients. This study aimed to determine the relationship between dietary adherence and nutritional status in patients undergoing hemodialysis. This research design was cross sectional with 121 respondents selected using purposive sampling technique. For statistical analysis, the results of this study used spearman correlation test. Instruments used in this study, namely Renal Adherence Behavior Questionnaire to measure dietary adherence in hemodialysis patients and Subjevtive Global Assessment to measure nutritional status. The results showed that there was no relationship between dietary adherence and nutritional status in patients undergoing hemodialysis p 0.127 . The conclusion of this study is dietary adherence has no relationship with nutritional status in patients undergoing hemodialysis. However, assessment of dietary adherence and nutritional status is important for nurses to prevent malnutrition in patients undergoing hemodialysis. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gusti Ayu Ary Antari
"Pasien gagal ginjal terminal dengan hemodialisis seringkali melaporkan mengalami pemanjangan waktu pemulihan pascahemodialisis yang berdampak pada rendahnya kualitas hidup pasien. Tujuan penelitian adalah mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan waktu pemulihan pascahemodialisis. Rancangan yang digunakan adalah deskriptif korelasi dengan pendekatan cross-sectional. Sampel penelitian yaitu 185 pasien hemodialisis di RSUP Sanglah Denpasar yang dipilih dengan teknik consecutive sampling.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata lama waktu pemulihan pascahemodialisis adalah 578,41 402,27 menit. Jadwal hemodialisis p=0,029 , penyakit penyerta p = 0,046 , jumlah komplikasi akut p = 0,0001 dan depresi p = 0,004 ditemukan berhubungan signifikan dengan waktu pemulihan pascahemodialisis. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa jumlah komplikasi akut selama hemodialisis merupakan faktor yang paling dominan berhubungan dengan waktu pemulihan pascahemodialisis =0,747.
Kesimpulannya adalah jenis kelamin, lingkar lengan atas, jadwal hemodialisis, kadar sodium dialisat, intradialytic weight loss, penyakit penyerta dan jumlah komplikasi akut secara bersama-sama memiliki hubungan bermakna dengan waktu pemulihan pascahemodialisis.

End stage renal disease undergoing hemodialysis patient often reported a prolonged post hemodialysis recovery time which related to the patient rsquo s low quality of life. This study aimed to identify the factors related to post hemodialysis recovery time. This study used descriptive correlation design with cross sectional method. The samples of the study were 185 hemodialysis patients at Sanglah Central Hospital, Denpasar, recruited by consecutive sampling technique.
The result of the study showed that the mean of recovery time was 578.41 402.27 minute. Hemodialysis schedule p 0.029 , comorbid diseases p 0.046, the number of acute complication p 0.0001 and depression p 0.004 were significantly related to post hemodialysis recovery time. The result of multivariate analysis showed that the number of acute complication during hemodialysis was the most dominant factor related to recovery time 0.747.
As the conclusion, gender, upper arm circumference, hemodialysis schedule, sodium dialysate concentration, intradialytic weight loss, comorbid diseases, and the number of acute complication altogether shared significant correlation with post hemodialysis recovery time.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>