Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 221367 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sulistyowati Tuminah
"Latar belakang: Hipertensi, DM, dan stres psikologis masih menjadi masalah kesehatan yang belum sepenuhnya dapat dikendalikan. Tujuan: menilai kejadian hipertensi dan besaran risiko akibat efek gabungan antara DM dan stres psikologis pada orang dewasa. Metode: Analisis menggunakan data sekunder Studi Kohor Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular (FRPTM). Disain studi yaitu studi kohor retrospektif. Populasi: Data penduduk berusia 25 tahun ke atas (saat baseline) yang menjadi responden Studi Kohor FRPTM di Kota Bogor, Jawa Barat. Inklusi: Data yang lengkap pada wawancara/pengukuran/ pemeriksaan. Eksklusi: Data subyek yang hipertensi saat baseline. Sampel: Data penduduk berusia 25 tahun ke atas (saat baseline) yang menjadi responden Studi Kohor FRPTM di Kota Bogor, Jawa Barat. Sebanyak 3165 data subyek dianalisis dengan regresi Cox. Hasil: Hipertensi yang ditemukan sebanyak 207 orang (6,6%). Relative risk (RR) untuk terjadinya hipertensi akibat adanya efek gabungan antara DM dan stres psikologis sebesar 2,20 dengan 95% CI (1,030—4,711) setelah dikontrol oleh jenis kelamin dan obesitas. Interaksi yang didapatkan bersifat sinergis (positif). Kejadian hipertensi yang disebabkan karena interaksi sebesar 30%. Kesimpulan: Kelompok subyek dengan DM dan stres psikologis berisiko untuk terjadinya hipertensi sebesar 2,20 kali lebih tinggi dibandingkan kelompok subyek tanpa DM dan tanpa stres psikologis dengan hubungan yang bermakna secara statistik. Kata kunci: Diabetes, stres psikologis, hipertensi

Background: Hypertension, DM, and psychological distress are still health problems that cannot be fully controlled. Purpose: to assess the proportion of hypertension and the magnitude of the risk due to the combined effect of DM and psychological distress in adults. Methods: Analysis using secondary data of Cohort Study on Non-Communicable Disease Risk Factors (NCDRF). The study design was a retrospective cohort study. Population/sample: Data of respondents of the NCDRF Cohort Study in Bogor City, West Java aged 25 years and over (at baseline). Inclusions: Complete data on interviews/ measurements/examinations. Exclusion: Data of hypertensive subjects at baseline. A total of 3165 subject data were analyzed with Cox regression. Results: Hypertension was found in 207 people (6.6%). The relative risk (RR) for the occurrence of hypertension due to the combined effect of DM and psychological distress is 2.20 with a 95% CI (1.030-4.711) after controlling for gender and obesity. The interactions obtained are synergistic (positive). The incidence of hypertension caused by interactions is 30%. Conclusion: The group of subjects with DM and experiencing psychological stress has a risk of developing hypertension by 2.20-fold higher rather than the group of subjects without DM and without psychological distress with a statistically significant association.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfiana Hadiyanti
"Analisis resep merupakan kegiatan pengkajian resep yang diterima oleh instalasi farmasi untuk di cek secara administratif, farmasetis, dan pertimbangan klinis, serta di lakukan pengkajian masalah terkait obat (DRP) dan cara pengatasannya. Tujuan analisis resep penyakit diabetes ini yaitu untuk mengetahui pengobatan diabetes yang sering diresepkan dalam dunia pekerjaan, serta mengetahui adanya komplikasi dengan penyakit lainnya atau tidak. Melakukan pengkajian/analisis resep pengobatan diabetes agar tercapai terapiyang aman, rasional, dan efektif. Metode yang digunakan Studi literatur obat-obatan yang digunakan pada penyakit diabetes. Mengumpulkan resep yang mengandung obat-obat antidiabetes di Apotek Roxy Depok. Skrining dan analisa obat-obat dalam resep serta ketersediaan obat di apotek. Berdasarkan resep-resep yang ditemui umumnya pengobatan diabetes sudah sesuai dengan lini pengobatan yang ada dan pada umumnya pasien diabetes mengalami komplikasi dengan penyakit lainnya. Berdasarkan pengkajian skrining dan analisis resep/copy resep, secara administratif masih terdapat beberapa informasi yang kurang lengkap. Untuk aspek kesesuaian farmasetis dan pertimbangan klinis (analisis DRP) secara umum dapat diakatakan sesuai, aman, rasional, dan efektif.

Prescription analysis is an activity of reviewing prescriptions that are accepted by pharmaceutical installations for administrative, pharmaceutical, and clinical considerations, as well as an assessment of drug-related problems (DRP) and how to overcome them. The purpose of this diabetes prescription analysis is to determine the diabetes treatment that is often prescribed in the world of work, as well as to find out whether there are complications with other diseases or not. Conducting assessment/analysis of diabetes medication prescriptions in order to achieve safe, rational, and effective therapy. Methods used Literature study of drugs used in diabetes. Collecting prescriptions containing antidiabetic drugs at Apotek Roxy Depok. Screening and analysis of prescription drugs and drug availability in pharmacies. Based on the prescriptions found, generally diabetes treatment is in accordance with existing treatment lines and in general diabetes patients experience complications with other diseases. Based on screening studies and analysis of prescriptions/copies of prescriptions, administratively there are some incomplete information. For aspects of pharmaceutical suitability and clinical considerations (DRP analysis) in general, it can be said that it is appropriate, safe, rational, and effective."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Made Dewi Susilawati
"Kriteria utama obesitas menurut WHO adalah IMT namun obesitas sentral lebih berhubungan dengan risiko kesehatan dibanding obesitas umum Tujuan penelitian untuk mendapatkan cut off point dari ketiga indikator dalam mendeteksi terjadinya DMT2. Juga untuk mengetahui hubungan obesitas dengan indikator IMT, LP dan rasio LP-TB dengan terjadinya DMT2 dan menentukan indikator mana yang lebih baik dari ketiganya. Desain Cross Sectional. menggunakan data sekunder. Analisis menggunakan regresi logistic dan metode ROC.
Hasil : prevalensi DMT2 9,1% dan prevalensi obesitas berkisar 38,37 % - 41,98 % Nilai cut off obesitas umum IMT ≥ 25,72 kg/m2, LP laki-laki ≥ 80,65 cm perempuan ≥ 80,85 cm dan LP-TB laki-laki ≥ 0,51 perempuan ≥ 0,55.
Kesimpulan : orang dengan obesitas meningkatkan risiko terjadinya DMT2 setelah dikontrol faktor umur. Karena hasil ketiga indikator tidak jauh berbeda, maka penggunaanya tergantung keputusan praktisi kesehatan itu sendiri.

The WHO's major obesity criteria is BMI but central obesity is more associated to health risks than general obesity. The objective of the research is to define the cut off points of the three measurements in detecting the occurrence of T2DM. It is also aimed to examine the relationship of obesity indicators (BMI, WC, and WHtR) with T2DM and determine the best indicator of them. Design of Cross Sectional employs secondary data. Analysis apply logistic model and ROC method.
The result: prevalence of type 2 DM is about 9.1%, and obesity prevalence is about 38.37 % to 41.98 %. The cut off values of BMI general obesity, male WC, female WC, male WHtR, and female WHtR are ≥ 25.72 kg/m2, ≥ 80.65 cm, ≥ 80.85 cm, ≥ 0.5, and ≥ 0,55 respectively.
Conclusion: adjusted by age, obesity increases the risk of type 2 DM occurrence. Since there is no significantly different result, the use of obesity indicators depends on the health practitioner decisions.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T35028
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pradita Rani Nurharianti
"ABSTRAK
Prediabetes merupakan golden period dalam menunda terjadinya diabetes melitus tipe 2
karena pada periode ini perjalanan penyakit masih bisa dihentikan.Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui dampak stres pada konversi prediabetes menjadi diabetes
melitus tipe 2 pada orang dewasa. Penelitian ini menggunakan desain kohort
retrospektif. Data yang digunakan adalah data sekunder dari Studi Kohort Faktor Risiko
untuk Penyakit Tidak Menular di Bogor, Indonesia. Pengumpulan data pada penelitian
ini dilakukan sejak 2011 hingga 2015 dengan total populasi 5.890. Berdasarkan kriteria
eksklusi dan inklusi, total subjek penelitian adalah 1059. Selama 5 tahun pengamatan, di
antara subjek usia dewasa prediabetik ada 169 subjek yang dikategorikan sebagai
T2DM dan 219 subjek dikategorikan sebagai stres. Analisis bivariat menunjukkan
bahwa stres dan usia pada awal merupakan faktor risiko pada konversi pradiabetes
menjadi T2DM (p <0,05). Model akhir pada analisis multivariat, menunjukkan hazard
rasio stres sebesar 1,815 (95% CI: 1,307 - 2,520) dengan p <0,05. Temuan ini,
diharapkan dapat digunakan sebagai informasi dan motivasi dalam upaya melakukan
pencegahan dan pengendalian T2DM. Terutama pada individu dengan prediabetes yang
menderita stres karena memiliki pengaruh terhadap konversi prediabetes menjadi
T2DM.

ABSTRACT
Prediabetes is a golden period in delaying the occurrence of type 2 diabetes mellitus
because in this period the course of the disease can still be stopped. The study aim was
to knowing the impact of stress on the conversion of prediabetes to type 2 diabetes
mellitus in adults. This study used retrospective cohort design. The data used are
secondary data from the Cohort Study of Risk Factors for Non-Communicable Diseases
in Bogor, Indonesia. Data collection in this study was carried out since 2011 until 2015
with a total population of 5890. Based on the exclusion and inclusion criteria, the total
of study participants were 1059. During 5 years of follow-up, among prediabetic adults
there were 169 subjects categorized as T2DM and 219 subjects categorized as stressed.
Bivariate analysis shows that stress and age at baseline is a risk factor on the conversion
of prediabetes to T2DM (p < 0,05). Final model on multivariate analysis, shows the
hazard ratio of stress was 1.815 (95% CI: 1.307 - 2.520) with p < 0.05. This findings,
expected to be used as information and motivation in an effort to make prevention and
control of T2DM. Especially in individuals with prediabetes who suffer from stress
because it has an impact with conversion of prediabetes to T2DM."
2019
T51926
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Donny Kristanto Mulyantoro
"Kekurangan gizi pada awal kehidupan (1000 hari pertama) terutama masa prenatal akan memberikan multiple effect yang bersifat irreversible yaitu hambatan pertumbuhan linier yang direpresentasikan oleh pendek, pertumbuhan dan perkembangan organ termasuk pancreas yang direpresentasikan oleh diabetes mellitus dan tumbuh kembang otak yang direpresentasikan oleh kemampuan kognitif. Tingginya pendek pada populasi dewasa dan tingginya penyakit diabates mellitus di perkotaan berdasarkan survei Riskesdas 2007 mengindikasikan bahwa gangguan pertumbuhan linier dan perkembangan organ terjadi secara parallel.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai apakah pendek usia dewasa mewakili stunting awal kehidupan dalam menjelaskan risiko penyakit diabetes mellitus usia dewasa.
Penelitian ini memanfaatkan data Riset Kesehatan Dasar 2007 dengan disain cross sectional yang mewakili daerah perkotaan di 33 propinsi di Indonesia. Subyek penelitian adalah 12.639 laki-laki dan perempuan berumur 20 - 49 tahun. Penyakit diabetes mellitus ditegakkan berdasarkan kadar gula darah puasa 2 jam post prandial sedangkan hambatan pertumbuhan linier awal kehidupan diukur dengan pencapaian tinggi badan (pendek) di usia dewasa.
Analisis dilakukan 2 level yaitu : (1) melakukan uji bivariat, stratifikasi, multivariat pada kondisi saat ini (subyek dewasa). (2) Melakukan analisis risiko kekurangan gizi awal kehidupan terhadap penyakit diabetes mellitus menggunakan teori dan bukti ilmiah hasil penelitian sebelumnya. Data yang digunakan dalam analisis penelitian ini cukup memadai yang ditunjukkan dengan konsistensi antar variabel dan konsisten dengan hasil penelitian lain.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi diabetes mellitus sebesar 3,8% dan proporsi pendek sebesar 37,7%. Pendek usia dewasa pada IMT<23 merupakan faktor risiko penyakit diabetes mellitus OR adjusted 1,52 (CI 95% : 1.08-2.12). Bertambahnya umur meningkatkan risiko terkena penyakit diabetes mellitus dengan OR 3,05 (CI 95% : 1,82-5,09) pada umur 30-39 tahun dan OR 7,58 (CI 95% : 4,69-12,27) pada umur 40-49 tahun. Keluarga kaya mempunyai risiko lebih tinggi untuk menderita diabetes mellitus dengan OR 1.90 (CI 95% : 1.36-2.66). Minum minuman berkafein ≥1 x/hr dapat mencegah penyakit diabetes mellitus dengan OR 0,48 (CI 95% : 0,33-0,71).
Kesimpulan penelitian ini adalah pendek usia dewasa pada kelompok IMT < 23 merupakan faktor risiko penyakit diabetes mellitus.

Malnutrition in early life (1000 first day), especially during pregnancy would cause multiple effect which were irreversible, such as obstruction in linear growth were represented by short stature, growth and development of organs, including the pancreas represented by diabetes mellitus, and brain growth is represented by deficiency in cognitive abilities. The high prevalence of short stature in adult and the high prevalence of diabetes mellitus disease in urban population based on Riskesdas 2007 survey data indicated that disruption of linear growth and organ development occured in parallel.
The purpose of this study was to assess whether short stature in adulthood represent stunting in their early life, in order to explain the risk of diabetes mellitus in adult. This study was utilized data from Indonesian Basic Health Research 2007 with a cross-sectional design representing urban areas in 33 provinces in Indonesia. Subjects were 12,639 men and women aged 20-49 years. Diabetes mellitus was diagnosed based on fasting blood glucose levels, 2 hours post prandial, while linear growth retardation in early life is measured by the attainment of height (short stature) in adulthood. Analysis was done in 2 levels:
(1) Worked on bivariate, stratified, multivariate testing on current conditions (adult subjects). (2) Performed a risk analysis of malnutrition in early life towards diabetes mellitus disease using theories and scientific evidence based on previous researches. The data used in this analysis were sufficient, indicated by consistency between variables and consistency with the results of other related studies.
Results of this study showed that the proportion of diabetes mellitus was 3.8% and the proportion of short stature was 37.7%. Short stature in adults with BMI <23 was a risk factor for diabetes mellitus with adjusted OR of 1.52 (CI 95%: 1:08-2:12). Increasing age increased the risk of diabetes mellitus with 3.05 OR (95% CI: 1.82 to 5.09) at the age 30-39 years and 7.58 OR (95% CI: 4.69 to 12.27) at the age of 40-49 years. Wealthier families have a higher risk of developing diabetes mellitus with OR 1.90 (95% CI: 1.36-.66). Drinking caffeinated beverages ≥1 x / day could prevent diabetes mellitus with OR 0.48 (95% CI: 0.33 to 0.71).
Conclusion of this study was short stature in adult with BMI <23 was a risk factor for diabetes mellitus."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
D1444
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nindya Rahmanida
"Pada tahun 2021 dari 25 Puskesmas di Kota Bogor hanya sekitar 12 puskesmas yang mencapai target keberhasilan SPM 100%. Penderita diabetes melitus yang mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar sebanyak 17.431 sekitar (88,5%) saja. Pendekatan kolaborasi interprofesional dalam pelayanan DM di puskesmas menjadi sangat penting untuk keterpaduan lintas program, sehingga meningkatkan kualitas pelayanan dan hasil kesehatan pasien DM. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis praktik kolaborasi interprofesional pada petugas kesehatan pemberi pelayanan diabetes melitus di Puskesmas Kota Bogor. Metode penelitian ini deskriptif analitik menggunakan desain mixed method sequential explanatory, populasi seluruh petugas kesehatan pelayanan DM, sampel dengan total sampling. Data kuantitatif didapatkan menggunakan kuesioner Collaborative Practice Assessment Tool (CPAT) dan data kualitatif didapatkan dengan wawancara mendalam. Didapatkan 144 petugas kesehatan pemberi pelayanan DM yang berprofesi dokter PTM, perawat PTM, petugas obat atau apoteker, petugas laboratorium medis, dan ahli kesehatan masyarakat (ahli gizi, kesehatan lingkungan, promosi kesehatan). Analisis data menggunakan analisis univariat, bivariat dengan uji statistik chi-square, dan analisis multivariat menggunakan uji regresi logistik ganda. Hasil persepsi kolaborasi interprofesional pada petugas kesehatan pemberi pelayanan diabetes melitus di Puskesmas Kota Bogor cukup baik dengan nilai rerata 75,65. Terdapat 3 variabel yang berhubungan dengan praktik kolaborasi interprofesional, yaitu niat berbagi ilmu, iklim tim dan konflik tim. Iklim tim merupakan variabel yang dominan berhubugan dengan praktik kolaborasi interprofesional. Petugas dengan persepsi iklim tim yang positif berpeluang 3,48 kali untuk melakukan praktik kolaborasi interprofesional yang baik dibandingkan responden dengan iklim tim yang negatif (aOR=3,28 95% CI 1,345-9,018). Kesimpulan salah satu strategi meningkatkan capaian target SPM pelayanan DM dengan mengembangkan praktik kolaborasi interprofesional pada petugas kesehatan pelayanan DM di Puskesmas Kota Bogor melalui penguatan program IPE (Interprofessional Education), mengadakan capacity building, dan meningkatkan apresiasi atau penghargaan pada setiap pencapaian anggota tim sehingga termotivasi untuk memberikan pelayanan kesehatan DM yang sesuai standar.

Only 12 of the 25 at Bogor City public health center can achieve 100% success by 2021. Approximately 17,431 people with diabetes mellitus (88.5%) receive standard health services. The interprofessional collaborative approach in diabetes services at community health centers is critical for cross-program integration, which improves service quality and health outcomes for diabetes patients. The objective of this study was to examine the practice of interprofessional collaboration among health workers at the Bogor City Public Health Center that provide diabetes mellitus services. The research method was descriptive analytic with a mixed method sequential explanatory design, the population was all DM health service officers, and the sample was obtained from a random sample. The Collaborative Practice Assessment Tool (CPAT) questionnaire was used to collect quantitative data, and in-depth interviews were used to collect qualitative data. There were 144 doctors, nurses, drug officers or pharmacists, medical laboratory staff, and public health experts (nutritionists, environmental health, and health promotion) providing DM services. Univariate analysis was used to analyze the data, bivariate analysis was used with the chi-square statistical test, and multivariate analysis was used with multiple logistic regression tests. The results with an average score of 75.65, the perception of interprofessional collaboration among health workers who provide diabetes mellitus services at the Bogor City Public Health Center was quite good. The intention to share knowledge, team climate, and team conflict were three variables related to the practice of interprofessional collaboration. The dominant variable in interprofessional collaboration practices was team climate. Officers who perceived a positive team climate were 3.48 times more likely to engage in good interprofessional collaboration than those who perceive a negative team climate (aOR=3.28 95% CI 1.345-9.018). Conclusion one strategy for increasing DM service target achievement was to strengthen the IPE (Interprofessional Education) program, held capacity building, and increased appreciation for each achievement of team members so that they were motivated to provide DM health services in accordance with standards."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atie Umnia Najikh
"Prevalensi Diabetes melitus meningkat pesat dalam satu decade terakhir, pekerja kebersihan menjadi salah satu agregat yang berisiko diabetes melitus karena kondisi pekerjaan, kehidupan, sosial ekonomi, dan gaya hidup. penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan faktor determinan kesehatan pekerja kebersihan dengan risiko diabetes melitus. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif non eksperimental cross sectional melalui pendekatan deskriptif korelatif dengan sampel sebanyak 291 orang. Hasil penelitian menunjukan responden Rata-rata berusia 33 tahun (95% CI), laki-laki (76.6%), suku Betawi (49.5%), menikah (72.5%), lulus SMA ( 95%), ≥UMR (100%), memiliki rumah sendiri ( 50.9 %) dan tidak memiliki pekerjaan sampingan (94%), memiliki kebiasaan merokok ( 55%), dan tidak mengonsumsi alkohol ( 98.3 %). lama kerja 7 tahun (95% CI) , waktu jam kerja 11 jam (95% Cl), tingkat stres sedang, dan dukungan sosial baik. Rata-rata aktivitas fisik 3840 METs/minggu (95%CI), pola diet baik, lama waktu tidur 7 jam (95%CI), risiko diabetes melitus sangat rendah (3) (95% CI). Terdapat hubungan usia (p=0.003), jenis kelamin (p=0.000), dan kebiasaan merokok (p=0.000) dengan risiko diabetes melitus pada pekerja kebersihan. Pekerja kebersihan hendaknya mempertahankan dan meningkatkan pola hidup sehat untuk mencegah risiko diabetes melitus.

The prevalence of diabetes mellitus has increased rapidly in the past decade. Sanitation workers are considered a high-risk group for diabetes mellitus due to their occupational conditions, lifestyle, socioeconomic factors, and living conditions. This study aims to investigate the relationship between determinants of health among sanitation workers and the risk of diabetes mellitus. A cross-sectional method was employed, with a sample size of 291 individuals. The research findings indicate that the average age of respondents was 33 years (95% CI), predominantly male (76.6%), of Betawi ethnicity (49.5%), married (72.5%), high school graduates (95%), earning at least the minimum wage (100%), owning their own homes (50.9%), having no secondary jobs (94%), being smokers (55%), and abstaining from alcohol consumption (98.3%). The average duration of work was 7 years (95% CI), with an average working time of 11 hours (95% CI). Moderate levels of stress and good social support were reported. The average physical activity level was 3840 METs/week (95% CI), with a healthy dietary pattern and 7 hours of sleep per night (95% CI). The risk of diabetes mellitus was found to be very low (3) (95% CI). There was a significant association between age (p=0.003), gender (p=0.000), smoking habits (p=0.000), and the risk of diabetes mellitus among sanitation workers. It is recommended that sanitation workers maintain and improve their healthy lifestyle practices to prevent the risk of diabetes mellitus."
Depok: 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abu Rachman
"Obat antidiabetes yang paling banyak diresepkan di Puskesmas Indonesia adalah metformin atau kombinasi metformin dan sulfonilurea. Studi tentang metformin telah menunjukkan berbagai dampak penurunan kognitif pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 2, sedangkan sulfonilurea telah terbukti mengurangi dampak ini. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan dampak metformin dan metformin-sulfonilurea pada fungsi kognitif dan menentukan faktor apa yang mempengaruhinya. Studi potong lintang ini dilakukan di Puskesmas Pasar Minggu dengan melibatkan 142 pasien diabetes melitus tipe 2 yang mengonsumsi metformin atau metformin-sulfonilurea selama >6 bulan dan usia >36 tahun. Fungsi kognitif dinilai menggunakan kuesioner Montreal Cognitive Assessment versi bahasa Indonesia. Efek dari metformin dan metformin-sulfonylurea pada penurunan kognitif tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan, bahkan setelah mengontrol kovariat (aOR = 1,096; 95% CI =  13.008px;">0,523–2,297; nilai-p = 0,808). Analisis multivariat menunjukkan usia (OR = 4,131; 95% CI = 1,271–13,428; nilai-p = 0,018) dan pendidikan (OR = 2,746; 95% CI = 1.196–6.305; nilai-p = 0,017) mempengaruhi fungsi kognitif. Pendidikan yang lebih rendah dan usia yang lebih tua cenderung menyebabkan penurunan kognitif, tenaga kesehatan didorong untuk bekerja sama dengan ahli kesehatan masyarakat untuk mengatasi faktor risiko fungsi kognitif ini.

The most prescribed antidiabetic drugs in Indonesian primary health care are metformin or a combination of metformin and sulfonylurea. Studies on metformin have shown various impacts on cognitive decline in patients with type 2 diabetes mellitus, whereas sulfonylurea has been shown to reduce this impact. This study aimed to compare the impacts of metformin and metformin-sulfonylurea on cognitive function and determine what factors affected it. This crosssectional study was conducted at Pasar Minggu Primary Health Care involving 142 type 2 diabetes mellitus patients taking metformin or metformin-sulfonylurea for >6 months and aged >36 years. Cognitive function was assessed using the validated Montreal Cognitive Assessment Indonesian version. The effects of metformin and metformin-sulfonylurea on cognitive decline showed no significant difference, even after controlling for covariates (aOR = 1.096; 95% CI = 0.523–2.297; p-value = 0.808). Multivariate analysis showed age (OR = 4.131; 95% CI = 1.271–13.428; p-value = 0.018) and education (OR = 2.746; 95% CI = 1.196–6.305; p-value = 0.017) affected cognitive function. Since a lower education and older age are likely to cause cognitive decline, health professionals are encouraged to work with public health experts to address these risk factors for cognitive function."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salsabila Bin Syeh Abubakar
"Diabetes Melitus Gestasional (DMG) merupakan salah satu tipe DM yang hanya muncul saat kehamilan. DMG dapat membahayakan kesehatan ibu dan bayi yang sedang dikandung sehingga perlu diatasi dan dicegah. Terdapat beberapa faktor risiko dari DMG, yang dibagi menjadi faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan tidak dapat dimodifikasi. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti mengenai hubungan status gizi (IMT) yang merupakan salah satu faktor risiko yang dapat dimodifikasi dengan kejadian DMG di Kota Tidore Kepulauan. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang menggunakan pendekatan case control pada ibu hamil di Kota Tidore Kepulauan tahun 2019 hingga 2021. Studi ini menggunakan data yang diambil dari rekam medis Puskesmas di Kota Tidore Kepualuan dengan metode consecutive sampling. Analisis bivariat yang digunakan adalah uji Chi- square dengan nilai kemaknaan p<0,05. Terdapat 90 ibu hamil yang diinklusi pada penelitian ini, yang sebagian besar berusia 20-35 tahun. Uji bivariat menunjukkan hubungan bermakna antara Status Gizi (IMT) dengan kejadian DMG. Semakin tinggi IMT seseorang, risiko mengalami DMG akan semakin tinggi, dengan odds ratio yang didapat sebagai berikut: IMT ≥ 25 kg/m2 (OR 3,368; 95%CI 1,404-8,08), IMT 25-29.9 kg/m2 (OR 2,8; 95%CI 1,095-7,163), IMT ≥ 30 kg/m2 (OR 5,5; 95%CI 1,463-20,670). Terdapat hubungan antara status gizi (IMT) dengan kejadian DMG pada ibu hamil di Kota Tidore Kepulauan.

Gestational Diabetes Mellitus (GDM) is a type of DM that only appears during pregnancy. GDM can endanger the health of the mother and the babies so it need to be overcomed and prevented. There are several risk factors for GDM, which is divided into modifiable and non-modifiable risk. Therefore, this study aims to determine the association between nutritional status (BMI), which is one of the modifiable risk with the incidence of GDM in Tidore Kepulauan. This study is a quantitative research with case control approach to pregnant women in Tidore Kepulauan from 2019 to 2021. This study using data from medical records of the Public Health Center in Tidore Kepulauan that were collected consecutively. The association between nutritional status and the incidence of GDM was analyzed using Chi-square test with a significance value p<0,05. There are 90 pregnant women included in this study, which most of them aged 20-35 years old. The Chi-square test showed a significant association between nutritional status (BMI) and the incidence of GDM. People with morbid obese has a higher risk to develop GDM, which is shown in the odds ratios are as followed: BMI ≥ 25 kg/m2 (OR 3,368; 95%CI 1,404-8,08), BMI 25-29.9 kg/m2 (OR 2,8; 95%CI 1,095-7,163), BMI ≥ 30 kg/m2 (OR 5,5; 95%CI 1,463-20,670). There is a significant association between nutritional status (BMI) and the incidence of GDM in pregnant women in Tidore Kepulauan."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nizmawardini Yaman
"Sambiloto (Andrographis paniculata Nees.) secara empiris telah digunakan sebagai obat alternatif untuk berbagai penyakit termasuk diabetes mellitus. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis efek hipoglikemik kapsul sambiloto sebagai terapi tambahan pada penyandang diabetes melitus tipe 2. Double-blind randomized controlled trial cross-over desain pada 34 subyek dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama sambiloto mendapat 2 kali 2 kapsul sehari selama 14 hari, dan kelompok kedua mendapat plasebo selama 14 hari. Kedua kelompok tetap menggunakan metformin sebagai terapi standar kemudian dievaluasi kadar glukosa darah pasca terapi 14 hari. Pada pemberian kapsul sambiloto selama 14 hari tampak penurunan kadar glukosa darah puasa lebih besar dibandingkan plasebo, tetapi tidak bermakna. Kapsul sambiloto bermakna menurunkan kadar glukosa darah 2 jam setelah makan. Kesimpulan: Kapsul sambiloto dapat menurunkan kadar glukosa darah namun bermakna secara statistik hanya 2 jam setelah makan.

Sambiloto (Andrographis paniculata Nees.) is empirically used as an alternative medicine for various diseases including diabetes mellitus, but the scientific evident for treatment in humans is still limited. This study analyze the effects of hypoglycemic sambiloto capsules as additional therapy in patients with type 2 diabetes mellitus. Double-blind randomized controlled trial, cross-over design in 34 subjects who were divided into two groups. The first groups sambiloto received 2 capsules 2 times daily for 14 days, and the second groups received placebo for 14 days. Both groups kept taking metformin as standard therapy with an the evaluation of blood glucose levels on day 14. The results showed that administration of sambiloto capsules for 14 days, the blood glucose levels is greater compared to placebo but not significantly. Sambiloto capsules significantly reduced blood glucose 2 hours after eating. Conclusions: sambiloto capsules shown to reduced blood glucose levels, but statistically significant only in 2 hours after eating."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2012
T31426
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>