Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 126284 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tri Wahyuni
"Safewards merupakan suatu pendekatan untuk memberikan layanan kesehatan mental rawat inap dengan tujuan meminimalkan jumlah konflik yang muncul antara perawat dan klien pada penggunaan intervensi pembatasan dan atau penahanan. Peneltian ini bertujuan untuk menilai karakteristik perawat meliputi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, pengalaman kerja, pelatihan safewards yang pernah diikuti dan mengidentifikasi kesiapan perawat yang meliputi sikap, pengetahuan yang dipersepsikan serta keterampilan. Penelitian dilakukan menggunakan desain deskriptif dengan sampel berjumlah 124 orang perawat. Sampel dipilih dengan menggunakan metode total sampling. Hasil peneltian didapatkan bahwa 77,42 % responden memiliki sikap positif terhadap safewards, 62,90 % memiliki pengetahuan yang baik serta 54% memilki keterampilan yang tinggi. Hasil penelitian ini merekomendasikan perlunya ada pelatihan mengenai safewads di semua level perawat untuk meningkatkan kesiapan perawat dalam mengimplementasikan pendekatan safewards.

Safewards is an approach to providing inpatient mental health services with the aim of minimizing the number of conflicts that arise between nurses and clients on the use of restriction and or containment interventions. This study aims to assess the characteristics of nurses including gender, age, education level, work experience, safewards training that has been attended and identify nurse preparation which includes attitudes, perceived knowledge and skills. The research was conducted using a descriptive design with a sample of 124 nurses. The sample was selected using the total sampling method. The research results found that 77.42% of respondents had a positive attitude towards safewards, 62.90% had good knowledge and 54% had high skills. The results of this study recommend that there is a need for training on safewads at all levels of nurses to increase nurse readiness in implementing the safewards approach.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Wahyuni
"Safewards merupakan suatu pendekatan untuk memberikan layanan kesehatan mental rawat inap dengan tujuan meminimalkan jumlah konflik yang muncul antara perawat dan klien pada penggunaan intervensi pembatasan dan atau penahanan. Peneltian ini bertujuan untuk menilai karakteristik perawat meliputi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, pengalaman kerja, pelatihan safewards yang pernah diikuti dan mengidentifikasi kesiapan perawat yang meliputi sikap, pengetahuan yang dipersepsikan serta keterampilan. Penelitian dilakukan menggunakan desain deskriptif dengan sampel berjumlah 124 orang perawat. Sampel dipilih dengan menggunakan metode total sampling. Hasil peneltian didapatkan bahwa 77,42 % responden memiliki sikap positif terhadap safewards, 62,90 % memiliki pengetahuan yang baik serta 54% memilki keterampilan yang tinggi. Hasil penelitian ini merekomendasikan perlunya ada pelatihan mengenai safewads di semua level perawat untuk meningkatkan kesiapan perawat dalam mengimplementasikan pendekatan safewards.

Safewards is an approach to providing inpatient mental health services with the aim of minimizing the number of conflicts that arise between nurses and clients on the use of restriction and or containment interventions. This study aims to assess the characteristics of nurses including gender, age, education level, work experience, safewards training that has been attended and identify nurse preparation which includes attitudes, perceived knowledge and skills. The research was conducted using a descriptive design with a sample of 124 nurses. The sample was selected using the total sampling method. The research results found that 77.42% of respondents had a positive attitude towards safewards, 62.90% had good knowledge and 54% had high skills. The results of this study recommend that there is a need for training on safewads at all levels of nurses to increase nurse readiness in implementing the safewards approach."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stefany Valentia
"Latar belakang: Skrining dan intervensi masalah kesehatan mental remaja di Indonesia merupakan hal yang menantang, dikarenakan terbatasnya sumber daya, seperti tenaga kesehatan mental profesional, uang, dan waktu. Kuesioner self-report dapat menjadi salah satu upaya preventif masalah kesehatan mental. Strength and Difficulties Questionnaire (SDQ) subskala emotional problem merupakan alat skrining yang seringkali digunakan untuk mendeteksi masalah kesehatan mental di remaja. Alat skrining yang akurat dapat membantu praktisi klinis melakukan asesmen dan mengambil keputusan terkait penanganan lebih lanjut. Oleh karena itu, uji akurasi terhadap SDQ subskala emotional problem versi Indonesia perlu dilakukan. Metode: Uji akurasi dilakukan dengan membandingkan hasil SDQ dengan wawancara diagnostik sebagai gold standard. Structured Clinical Interview for DSM-IV (SCID) dan DSM-5 digunakan sebagai acuan dalam pembuatan gold standard. Proses penelitian menggunakan teknik double-blind. Wawancara dilakukan kepada 40 orang remaja siswa SMA di wilayah DKI Jakarta, mengacu pada hasil skrining. Hasil dianalisis dengan menggunakan crosstabs dan Receiver Operating Characteristic (ROC). Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa SDQ subskala emotional problem memiliki nilai sensitivitas 94.4% dan nilai spesifisitas sebesar 86.4%. Lebih lanjut, kurva ROC menunjukkan bahwa skor cut-off 6 yang digunakan dalam penelitian ini sudah ideal dalam mengidentifikasi individu dengan emotional problem pada populasi remaja. Kesimpulan: Dapat disimpulkan bahwa alat ukur skrining SDQ subskala emotional problem versi Indonesia, merupakan instrumen yang akurat untuk melakukan skrining emotional problem pada remaja

Background: Screening and intervention of emotional problems in Indonesia can be quite challenging given the large gap between available resources in terms of professional mental health practitioners, money, and time, within Indonesia's population. Strength and Difficulties Questionnaire (SDQ) emotional problem subscale is a simple screening tool often used to detect mental health issues in adolescents. An accurate screening tool may assist a clinician in conducting assessments and making decisions regarding further treatment. Hence, a study to examine the accuracy of the SDQ emotional problem subscale Indonesian version is required. Methods: Accuracy has been examined by comparing the SDQ with diagnostic interviews as a gold standard. Structured Clinical Interview for DSM-IV (SCID) and DSM-5 has been used as a guideline to construct the gold standard. A double-blind study has been utilized with the assistance of the research team. Interviews have been conducted with 40 adolescents acquired from high schools located in Jakarta. Data has been analyzed with crosstabs and Receiver Operating Characteristic (ROC). Results: The results of the present study show that the SDQ emotional problem subscale has a sensitivity of 94.4% and specificity of 86.4%. ROC plot shows that the cut-off score of 6 is ideal to identify adolescents with emotional problems. Conclusion: The Indonesian version of the SDQ emotional problem subscale showed high diagnostic accuracy for emotional problem screening based on the DSM-5, therefore it is an accurate tool to screen for emotional problems in adolescents."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alifia Maharani Putri
"Latar belakang: Preeklamsia dengan gejala berat adalah gangguan kehamilan yang dapat berdampak buruk pada kondisi ibu dan janin. Sindrom kehamilan tersebut dapat menganggu proses pertumbuhan janin sehingga dapat meningkatan mortalitas dan morbiditas bayi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan preeklamsia dengan gejala berat (PEB) dan Intrauterine Growth Restriction (IUGR) disertai luaran neonatus pada kehamilan preeklamsia dengan gejala berat dan tanpa preeklamsia dengan gejala berat.
Metode: Studi cross-sectional ini dilaksanakan di RSCM dengan menggunakan data dari laporan jaga tindakan persalinan dan rekam medis elektronik Departemen Obstetri-Ginekologi FKUI-RSCM tahun 2019. Data diagnosis PEB pada ibu hamil dan IUGR pada bayi dianalisis dengan Uji Chi Square. Sedangkan, data luaran neonatus dari kehamilan PEB dan tanpa PEB dianalisis dengan Uji Chi Square dan uji Fischer.
Hasil: Dari keseluruhan 76 sampel, didapatkan 38 sampel ibu hamil dengan PEB dan 38 sampel ibu hamil tanpa PEB. Sebanyak 44,7% ibu hamil dengan PEB melahirkan bayi dengan IUGR dan 7,9% ibu hamil tanpa PEB melahirkan bayi IUGR. Berdasarkan analisis uji statistik, diperoleh hubungan yang signifikan antara preeklamsia dengan gejala berat dan kejadian IUGR (p=<0,001; IK 95%: 2,470-36.116; OR=9,444). Hasil penelitian juga menunjukkan adanya perbedaan luaran neonatus yang meliputi jenis kelamin (p=0,645), kelahiran bayi sesuai usia gestasi (p=<0,001), berat badan lahir (p=<0,001), dan panjang badan (p=0,001), dan skor APGAR menit ke-1 (p=0,025) pada ibu hamil dengan PEB dan ibu hamil tanpa PEB. Tipe IUGR dari kehamilan PEB adalah IUGR simetris, sementara dari kehamilan tanpa PEB adalah IUGR asimetris.
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara PEB dan kejadian IUGR di RSCM. Ditemukan juga perbedaan yang signifikan antara luaran neonatus yang lahir dari ibu dengan PEB dan ibu tanpa PEB. Luaran neonatus IUGR yang lahir dari ibu dengan PEB adalah tipe simetris, sedangkan luaran neonatus IUGR dari ibu tanpa PEB adalah tipe asimetris.

Introduction: Preeclampsia with severe features is a pregnancy disorder that negatively impact maternal and fetal condition. This type of pregnancy syndrome can disrupt the process of fetal growth that will increase infant mortality and morbidity as consequences. Therefore, this research aims to determine the association between preeclampsia with severe features (PESF) and incidence of Intrauterine Growth Restriction (IUGR). Beside that, this study analyse neonatal outcomes from PESF and non-PESF pregnancy.
Method: This cross-sectional study was conducted at RSCM using medical records from delivery report and electronic health record of the Obsterics-Gynecology Departement FKUI-RSCM in 2019. Data on the diagnosis of PESF in pregnant women and IUGR in infants were analyzed by Chi Square Test. For neonatal outcome data from pregnant women with or without preeclampsia with severe features, data were analyzed by Chi Square and Fischer’s Test.
Result: From total of 76 samples, 38 samples of pregnant women with PSF and 38 samples of pregnant women without PESF were obtained. A total of 44,7% pregnant women with PESF gave birth to babies with IUGR and 7,9% of pregnant women without PESF gave birth to babies with IUGR. Based on statistical analysis, there was a significant relationship between preeclampsia and severe features with incidence of IUGR (p=<0.001; 95% CI: 2,470-36,116; OR=9,444). The results also showed that there we’re significance difference in neonatal outcomes which include gender (p=0.645), baby birth according to gestational age (p=<0.001), birth weight (p=<0.001), and body length (p=0.001), and 1 minute-APGAR score (p=0.025) in pregnant women with PESF and pregnant women without PESF. Type of neonates with IUGR on PESF is symmetrical, meanwhile type of neonates with IUGR on pregnant woman without PESF is asymmetrical.
Conclusion: There is a relationship between preeclampsia with severe features and incidence of intrauterine growth restriction. A significant difference was also found between the outcomes of neonates born to mothers with PESF and mothers without PESF. IUGR neonates that born to mothers with PESF had symmetrical type, while IUGR neonates that born to mothers without PESF had assymetrical type
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frida Oktavia
"Latar belakang: Kehamilan merupakan suatu proses fisiologis (normal) yang memengaruhi seorang wanita secara fisik dan emosional dalam jangka waktu tertentu. Perubahan tubuh yang spesifik selama kehamilan mengakibatkan ibu mengalami ketidaknyamanan, salah satunya adalah kontraksi braxton hicks. Penulisan karya ilmiah ini bertujuan untuk melaporkan asuhan keperawatan maternitas pada ibu yang mengalami kontraksi braxton hicks beserta dengan pengaruh relaksasi napas dalam untuk meningkatkan status kenyamanan ibu hamil. Pembahasan: Ibu hamil 29 tahun, G2P1A0, hamil 30 minggu. Ibu mengeluh tidak nyaman di di daerah abdomen (skala 9/10) selama satu bulan belakangan. Ibu mengatakan adanya penurunan status ketidaknyamanan (skala 3-4) setelah dilakukan latihan relaksasi napas dalam selama 7 hari berturut-turut dengan waktu latihan 2x15 menit setiap harinya. Kesimpulan: Kontraksi braxton hicks merupakan suatu ketidaknyamanan yang umum dirasakan oleh ibu hamil trimester III. Kontraksi akan menghambat aliran darah ke janin dan mengakibatkan terjadinya respon psikologis negatif pada ibu. Relaksasi napas dalam terbukti mampu menurunkan tingkat ketidaknyamanan ibu hamil trimester III yang mengalami kontraksi braxton hicks.

Background: Pregnancy is a physiological (normal) process that affects a woman physically and emotionally in a certain period time. Many body changes during pregnancy caused any discomforts to pregnant women, the one is braxton-hicks contractions. This paper aim to report nursing care for pregnant woman who experienced Braxton Hicks contractions with giving a deep breathing relaxation intervention to improve the comfort status of pregnant women. Discussion: Mrs. J., 29 years, G2P1A0 30 weeks pregnancy. She felt many discomfots all over her body, especially in the stomach area (skala 9/10) for a month lately. Mrs. J had been doing deep breath relaxation exercise for 7 days, 2x15 minutes each day. The result of that exercise is Mrs. J feels more comfortable with skala 3-4. Conclusion: Braxton Hicks contractions is common discomforts in third trimester pregnancy. Any contractions will block blood flow to the fetus and make a pregnant woman feels discomfort. Deep breathing relaxation can reduce the discomfort on a pregnant woman who has braxton hicks contractions."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Cindy Natalia Wijaya
"Anak sulung seringkali dipandang sebagai individu yang stabil, tidak emosional, dan selalu berperforma baik dalam segala hal. Kondisi ini tentu berperan terhadap intensinya untuk mencari bantuan profesional ketika mengalami masalah mental. Terlebih apabila pengalamannya bersama orang tua membentuk tipe adult attachment yang turut berperan terhadap intensinya mencari bantuan profesional. Penelitian ini ingin menguji ada/tidaknya perbedaan intensi yang signifikan pada diri anak sulung dalam mencari bantuan kesehatan mental profesional, berdasarkan tipe attachment yang dimiliki. Intensi diukur menggunakan alat ukur Mental Help Seeking Intention Scale (MHSIS) dan attachment individu dewasa diukur menggunakan Experiences in Close Relationship Scale – Short Form. Sebanyak 247 anak sulung laki-laki dan perempuan berusia 18-25 tahun menjadi partisipan dalam penelitian ini. Menggunakan metode analisis ANOVA, dapat dibuktikan bahwa terdapat perbedaan intensi mencari bantuan kesehatan mental profesional yang signifikan, dengan tipe attachment fearful yang memiliki intensi paling tinggi.

The oldest child is often seen as a stable individual, unfeeling, and always performs well in everything. This condition certainly plays a role in his intention to seek professional help when experiencing mental problems. This is especially true if his experiences with parents form a type of adult attachment which contributes to his intention to seek professional help. The study wanted to test whether or not there were significant differences in the eldest son's intentions in seeking professional mental health assistance, based on the type of attachment he had. The intention was measured using the Mental Help Seeking Intention Scale (MHSIS) and adult individual attachment was measured using the Experiences in Close Relationship Scale - Short Form. A total of 247 firstborn boys and girls aged 18-25 years participated in this study. Using the ANOVA analysis method, it can be proven that there are significant differences in the intention to seek professional mental health assistance, with the fearful attachment type having the highest intention."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ellya Fadllah
"Klien gangguan jiwa merupakan salah satu dari kelompok rentan terdampak pandemi COVID-19. Kasus terkonfirmasi yang semakin banyak berdampak terhadap peningkatan jumlah klien gangguan jiwa dengan COVID-19, khususnya yang menjalani perawatan di rumah sakit jiwa rujukan. Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan pemahaman mendalam tentang makna merawat klien gangguan jiwa dengan COVID- 19. Penelitian ini menggunakan desain kualitatif dengan pendekatan fenomenologi deskriptif. Partisipan penelitian adalah perawat kesehatan jiwa sebanyak 15 orang, yang didapatkan dengan teknik purposive sampling. Metode pengumpulan data dengan wawancara mendalam menggunakan pertanyaan semi terstruktur. Hasil wawancara dalam bentuk transkrip dianalisis dengan menggunakan teknik Colaizzi. Hasil penelitian menghasilkan lima tema yaitu pengalaman positif selama merawat klien gangguan jiwa dengan COVID-19, tantangan pemberian asuhan keperawatan klien gangguan jiwa dengan COVID-19, pengalaman fisik dan psikologis yang tidak menyenangkan, kesulitan fasilitas pendukung untuk stabilisasi masalah fisik, dan harapan perawat kesehatan jiwa dalam merawat klien gangguan jiwa dengan COVID-19. Penelitian ini merekomendasikan agar perawat kesehatan jiwa mempersiapkan diri secara fisik dan psikologis sebelum bertugas, meningkatkan kompetensinya terutama dalam perawatan masalah fisik klien gangguan jiwa dengan COVID-19.

Clients with mental disorders are one of the vulnerable groups affected by the COVID- 19 pandemic. The increasing number of confirmed cases has an impact on the increase in the number of clients with mental disorders with COVID-19, especially those undergoing treatment at a referral mental hospital. The purpose of this study was to gain an in-depth understanding of the meaning of caring for clients with mental disorders with COVID-19. This study uses a qualitative design with a descriptive phenomenological approach. The research participants were 15 mental health nurses, which were obtained by purposive sampling technique. Methods of collecting data with in-depth interviews using semi-structured questions. The results of the interviews in the form of transcripts were analyzed using the Colaizzi technique. The results of the study produced five themes, namely positive experiences while caring for clients with mental disorders with COVID-19, challenges in providing nursing care for clients with mental disorders with COVID-19, unpleasant physical and psychological experiences, difficulties with supporting facilities for stabilizing physical problems, and expectations of mental health nurses in treating clients with mental disorders with COVID-19. This study recommends that mental health nurses to prepare physically and psychologically before serving, increase their competence, especially in treating physical problems for clients with mental disorders and COVID-19."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Kharisma Zatalini Giyani
"

Preeklampsia adalah salah satu komplikasi kehamilan yang banyak menyebabkan mortalitas serta morbiditas ibu dan janin. Preeklampsia ditandai dengan timbulnya hipertensi baru pada wanita hamil yang sebelumnya normotensif dan disertai dengan proteinuria. Penyebab pasti dari preeklampsia belum diketahui; Namun, studi terbaru menunjukkan bahwa kegagalan penurunan kadar Hypoxia Inducible Factor 1 Alpha (HIF-1α) setelah 9-10 minggu kehamilan menyebabkan invasi trofoblas yang dangkal dan transformasi arteri spiralis yang tidak memadai pada awal kehamilan. Kadar HIF-1α dalam jaringan plasenta wanita dengan preeklamsia kehamilan lebih dari 36 minggu masih belum memiliki hasil yang konklusif. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengamati dan mengukur kadar HIF-1α dalam plasenta preeklampsia kehamilan lebih dari 36 minggu dibandingkan dengan plasenta kehamilan normal. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan prosedur uji ELISA dengan kit HIF-1α. Hasil kadar HIF-1α dalam jaringan plasenta preeklampsia lebih dari 36 minggu kehamilan berkisar dari 0,008-0,116 pg / mg protein dengan mean value 0,026(0,008-0,116). Pada protein plasenta yang digunakan sebagai parameter pengukuran tingkat HIF-1α, ditemukan bahwa kadarnya lebih rendah pada jaringan plasenta preeklampsia kehamilan lebih dari 36 minggu. Perbedaan kadar protein yang signifikan terlihat dari uji statistik T-Test dengan nilai p=0,006. Dari analisis data, hasilnya menunjukkan kadar HIF-1α yang jauh lebih tinggi pada jaringan plasenta preeklampsia kehamilan lebih dari 36 minggu dibandingkan dengan plasenta kehamilan normal (p = 0,008). Kesimpulan kemudian dibuat bahwa penelitian ini menunjukkan tingkat HIF-1α lebih tinggi secara signifikan pada plasenta preeklampsia, yang dimana temuan ini mendukung teori bahwa kadar HIF-1α yang tinggi secara berkelanjutan selama kehamilan, ikut berperan dalam proses terjadinya preeklampsia.


Preeclampsia is one of the leading maternal and fetal mortality and morbidity pregnancy related complication. It is marked by new onset of hypertension on a previously normotensive pregnant woman along with proteinuria. Exact cause of preeclampsia is yet to be known; however, recent studies suggest that failure of Hypoxia Inducible Factor 1 Alpha (HIF-1α) downregulation after 9-10th weeks of gestation causes shallow trophoblast invasion and inadequate arteries remodeling earlier in pregnancy. Exact level of HIF-1α in placental tissue of women with preeclampsia more than 36 weeks pregnancy still has no conclusive result. Therefore, this study aims to observe and measure level of HIF-1α in placenta of preeclampsia more than 36 weeks pregnancy in comparison with placenta of normal pregnancy. Measurement is done using assay procedure (ELISA) with HIF-1α kit. Result shows HIF-1α level in placental tissue of preeclampsia more than 36 weeks of pregnancy sample ranges from 0,008-0,116 pg/mg protein with mean value of 0,026(0,008-0,116). Placental protein used as measuring parameter of HIF-1α level, was found to be lower in placental tissue of preeclampsia more than 36 weeks pregnancy, which is proven to be statistically significant using T-Test (p=0,006). From data analysis, it results shows significantly higher level of HIF-1α in placental tissue of preeclampsia more than 36 weeks pregnancy compared to normal pregnancy placenta (p=0,008). A conclusion was then made that this study demonstrates significantly higher HIF-1α level in preeclampsia placenta. This finding support theory of sustained high level of HIF-1α in development of preeclampsia.  

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
UNICEF
New Delhi: UNICEF, T.t.
613 UNI h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>