Ditemukan 151412 dokumen yang sesuai dengan query
Ines Krisantia Jayaputri
"Penitipan uang ke Pengadilan Negeri (konsinyasi) adalah salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengakhiri suatu penyelesaian perkara di Pengadilan. Konsinyasi merupakan salah satu proses yang dapat dilakukan untuk mempercepat penyelesaian suatu perkara di pengadilan dengan cara “memaksa” salah satu pihak yang berperkara untuk menyetujui suatu putusan. Berdasar pada hal tersebut, konsinyasi merupakan salah satu implementasi dari salah satu asas hukum acara perdata, yakni asas cepat. Adapun paksaan kepada salah satu pihak ini dilakukan karena adanya kepentingan yang lebih memiliki urgensi tinggi dan harus didahulukan. Oleh karena itu, demi tetap mencapai keadilan dan kepastian bagi para pihak, terutama bagi pihak yang dipaksa untuk menyetujui suatu putusan, perlu adanya proses beracara yang diatur dalam hukum. Peraturan perundang-undangan di Indonesia saat ini telah mengatur proses konsinyasi untuk perkara pengadaan tanah untuk kepentingan umum dan perkara perikatan. Namun, belum ada peraturan perundang-undangan khusus yang mengatur proses konsinyasi untuk perkara lainnya. Berangkat dari hal tersebut, dalam kesempatan kali ini, akan melakukan penelitian terkait proses yang dilakukan dalam penggunaan konsinyasi pada perkara lainnya secara yuridis-normatif.
One of the methods to finish a dispute settlement at the District Court is to deposit money there (by way of consignment). Consignment is a procedure that can be used to hasten the resolution of a court case by "forcing" one of the parties to agree to a decision. In light of this, consignment implements the principle of speed as one of the civil procedural law's tenets. Because certain interests are more urgent and must take precedence, one of the parties is coerced. Therefore, it is essential to have a legal process that is governed by law in order to continue achieving justice and predictability for the parties, particularly for those who are forced to agree to a decision. The consignment process for land acquisition cases in the public interest and engagement cases has been governed by Indonesia's current laws and regulations. However, the consignment procedure is not specifically governed by rules and regulations in other cases, including the use of consignment in inheritance cases. On this occasion, departing from this, I will conduct research related to the procedure utilized in the usage of consignments in other cases in a juridical-normative manner."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Jesslyn Clementine
"Peralihan hak atas tanah kecuali lelang seharusnya dituangkan dalam akta yang dibuat Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) untuk dapat didaftarkan pada Kantor Pertanahan. Namun dalam praktiknya, terdapat bukti peralihan hak atas tanah karena pewarisan yang tidak dituangkan dalam akta PPAT yaitu surat pernyataan pembagian waris seperti yang ada dalam Putusan Pengadilan Negeri Denpasar dengan Nomor 72/Pdt.G/2021/PN Dps. Dalam kasus semacam itu, kebenaran tanda tangan dan isi dalam surat pernyataan pembagian waris yang diajukan ahli waris yang satu sangat mungkin diingkari oleh ahli waris lainnya. Oleh karena itu, permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah berkaitan dengan kekuatan hukum dari surat pernyataan pembagian waris. Selain itu juga tentang penggunaan surat pernyataan pembagian waris sebagai dasar peralihan hak atas tanah di Kantor Pertanahan setempat. Penelitian hukum doktrinal ini dilakukan dengan cara mengumpulkan bahan-bahan hukum sebagai data sekunder melalui studi kepustakaan. Data sekunder tersebut selanjutnya diperkuat dengan wawancara dan dianalisis secara kualitatif. Dari hasil analisis yang telah dikerjakan dapat dinyatakan bahwa surat pernyataan pembagian waris memiliki kekuatan hukum pembuktian yang sempurna selayaknya akta autentik jika diakui oleh para pihak sebagaimana termuat dalam Pasal 1875 KUHPerdata. Namun, kekuatan hukum pembuktian surat pernyataan pembagian waris dapat menjadi bukti permulaan tertulis apabila terjadi pengingkaran terhadap tanda tangan dan isinya oleh salah satu pihak. Adapun Surat pernyataan pembagian waris dapat digunakan sebagai dasar peralihan hak atas tanah karena pewarisan pada kantor pertanahan sepanjang memenuhi ketentuan dalam Pasal 111 PMNA No. 3/1997 sebagaimana telah diubah dengan PMNA No. 16/2021 dan di dalam masyarakat adat Bali, surat pernyataan pembagian waris ini dikenal sebagai dasar pembagian waris. Namun, peralihan hak atas tanah tersebut harus memperhatikan beberapa hal.
Pertama, setidaknya dilegalisasi oleh notaris untuk menjamin kebenaran tanda tangan para pihak guna memperkuat alat bukti peralihannya.
Kedua, perlu diperhatikan bahwa pada pelaksanaannya di kantor pertanahan, ada perbedaan syarat pendaftaran tanah dalam hal balik nama waris langsung ke satu ahli waris sehingga menyebabkan penggunaan surat pernyataan pembagian waris sebagai dasar peralihan hak atas tanah tergantung pada kantor pertanahan setempat.
The transfer of land rights except for auctions should be stated in a deed made by the Land Deed Official (PPAT) to be registered at the Land Office. However, in practice, there is evidence of the transfer of land rights due to inheritance which is not stated in the PPAT deed, namely the inheritance distribution statement as contained in the Denpasar District Court Decision Number 72/Pdt.G/2021/PN Dps. In such a case, the validity of the signatures and contents in the inheritance distribution statement submitted by one heir is very likely to be denied by the other heirs. Therefore, the issues raised in this study are related to the legal force of the inheritance distribution statement. In addition, it is also about the use of a statement of inheritance distribution as a basis for transferring land rights at the local Land Office. This doctrinal legal research was carried out by collecting legal materials as secondary data through library research. The secondary data is further strengthened by interviews and analyzed qualitatively. From the results of the analysis that has been carried out, it can be stated that the inheritance distribution statement has the legal force of perfect proof as an authentic deed if it is recognized by the parties as contained in Article 1875 of the Civil Code. However, the legal force of proving the inheritance distribution statement can be written initial evidence if there is a denial of the signature and its contents by one of the parties. As for the inheritance distribution statement, it can be used as a basis for transferring land rights due to inheritance at the land office as long as it fulfills the provisions in Article 111 PMNA No. 3/1997 as amended by PMNA No. 16/2021 and in the Balinese customary community, this statement of inheritance distribution is known as the basis for inheritance distribution. However, the transfer of land rights must pay attention to several things. First, at least it is legalized by a notary to guarantee the correctness of the signatures of the parties in order to strengthen the transitional evidence. Second, it should be noted that in the implementation at the land office, there are differences in the requirements for land registration in terms of transferring the name of the heir directly to one heir, causing the use of a statement of inheritance distribution as the basis for transferring land rights depending on the local land office."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Linda Hanafiah
"
ABSTRAKUndang-undang Perkawinan pada dasarnya menganut asas monogami, namun dengan beberapa syarat memperbolehkan seorang suami beristri lebih dari seorang. Tesis ini membahas mengenai keabsahan perkawinan poligami yang dilakukan oleh seorang keturunan Tionghoa serta pembagian warisannya. Penulisan tesis ini menggunakan jenis penelitian studi kasus dengan pendekatan yuridis-normatif. Berdasarkan hasil pembahasan atas rumusan masalah yang ada, diketahui bahwa semasa hidupnya Pewaris telah menikah sebanyak tiga kali. Perkawinan pertama dilakukan sebelum berlakunya UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan hanya dilakukan berdasarkan ketentuan agama Katolik, sehingga perkawinan Pewaris dan istrinya yang tunduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dianggap tidak sah menurut hukum negara karena tidak adanya pencatatan di kantor pencatat perkawinan. Perkawinan kedua pewaris dilakukan setelah berlakunya UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dilakukan sesuai ketentuan agama Katolik dan dicatatkan di Catatan Sipil adalah tidak sah karena Katolik tidak mengenal adanya perkawinan poligami. Sedangkan perkawinan ketiga Pewaris dilakukan setelah Pewaris berpindah agama menjadi seorang muslim, sehingga perkawinannya yang dilangsungkan di Kantor Urusan Agama adalah perkawinan yang sah menurut hukum agama dan negara. Tidak adanya pencatatan mengakibatkan suatu perkawinan tidak sah menurut undang-undang sehingga tidak memperoleh kepastian ataupun perlindungan hukum. Sehingga dalam hal ini pertimbangan hakim kurang tepat karena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penerima warisan dari pewaris yang meninggal dalam keadaan beragama Islam hanyalah ahli waris yang juga beragama Islam, sedangkan ahli waris non-muslim dapat memperoleh bagian dari wasiat wajibah.
ABSTRACTThe 1974 Marriage Act basically adhere to monogamy principle, however for some conditions may be allowed for a husband to have more than one wife. This thesis discusses about the validity of polygamy marriage done by an chinese ethnic and his inheritance allotment. The writing of this thesis is using case study research by normative juridical research approach. Based on the discussion results of the questions, it is known that the heir has married for three times. The first marriage was held before the enactment of the 1974 Marriage Act and done under the Catholic rules, however the marriage which is subject to the Indonesian Civil Law is deemed invalid according to state law because it was not registered at the office of registry marriage. The second marriage held after the 1974 Marriage Act enacted and it was carried out in accordance with the Catholic rules and registered at the Civil Registration, however the second marriage is also invalid because in Catholic rules, it does not recognize polygamy marriage. While the third marriage was done after the heir change his religion into Moslem. The third marriage which was held in The Office of Religious Affairs is a lawful matrimony according to Islamic and state regulations. The absence of marriage registration causes the first marriage was not legitimate and has no legal certainty or legal protection. Therefore in this case, the judges rsquo considerations were inappropriate because it was against the applicable law. The heirs of the heir who died as a Moslem are only they are who also a moslem, while the non muslim heirs can obtain part of the inheritance from wajibah testament."
2017
T47155
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
F. Sekar Widiarini
"Pemisahan dan pembagian harta warisan merupakan bagian penting dalam sebuah pewarisan. Seperti yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, sebuah objek waris tidak haruslah berada dalam keadaan terbagi untuk para Ahli Warisnya. Hal inilah yang membuah pemisahan dan pembagian harta warisan penting, karena para Ahli Waris haruslah segera melakukan pemisahan dan pembagian harta waris tersebut ketika terbukanya pewarisan. Agar pemisahan dan pembagian harta waris tersebut memiliki sebuah kepastian, maka dibuatlah sebuah akta autentik mengenai pemisahan dan pembagian tersebut. Akta autentik ini dibuat oleh seorang Notaris yang merupakan seorang pejabat umum yang memiliki wewenang untuk membuat akta autentik serta kewenangan lainnya yang diatur dalam Undang-Undang Jabatan Notaris. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai peran dan tanggung jawab Notaris dalam memperhitungkan bagian harta waris sebagai dasar pembuatan akta pemisahan dan pembagian harta waris. Dalam menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum yuridis normatif yang mengkaji hukum sebagai konsep norma atau kaidah yang berlaku di masyarakat serta menjadi pedoman dalam bertingkah laku masyarakat. Dalam melakukan analisis, penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif bertujuan untuk mengungkap kebenaran dan memahami kebenaran tersebut berdasarkan bahan hukum yang berkualitas. Dalam Putusan Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Yogyakarta Nomor 178/Pdt.G/2018/PN Yyk menyatakan bahwa Akta Pemisahan dan Pembagian Harta Waris yang dibuat oleh Notaris yang tidak memperhitungkan dan mencantumkan bagian yang seharusnya didapatkan oleh seluruh Ahli Waris merupakan akta yang sah. Namun dibalik itu, salah satu Ahli Waris tidak mengetahui berapa bagian yang seharusnya ia dapatkan, sehingga mengakibatkan ia menerima harta waris jauh dibawah yang seharusnya ia dapatkan. Maka perlu sebuah perhitungan bagian yang seharusnya didapatkan seluruh Ahli Waris sebelum dilakukannya pemisahan dan pembagian harta waris. Notaris diharapkan melaksanakan seluruh tahapan sebelum maupun ketika dilakukannya pemisahan dan pembagian harta waris. Hal tersebut dapat menjadi pertimbangan untuk Ahli Waris dalam memberikan persetujuannya atas objek waris yang akan dipisahkan dan dibagikan.
Separation and division of inheritance is an important part in an inheritance. As stipulated in the Civil Code, an object of inheritance does not have to be in a state of division for its heirs. This is what makes the separation and distribution of inheritance important, because the heirs must immediately separate and distribute the inheritance when the inheritance is opened. In order for the separation and distribution of the inheritance to have a certainty, an authentic deed is made regarding the separation and distribution. This authentic deed is made by a Notary who is a public official who has the authority to make an authentic deed and other authorities regulated in the Notary Position Act. The problem raised in this study is the role and responsibility of the Notary in calculating the share of inheritance as the basis for making the deed of separation and distribution of inheritance. In answering these problems, a normative juridical legal research method is used which examines law as a concept of norms or rules that apply in society and becomes a guide in people's behavior. In conducting the analysis, this study uses qualitative analysis methods aimed at revealing the truth and understanding the truth based on quality legal materials. In the Decision of the Panel of Judges at the Yogyakarta District Court Number 178/Pdt.G/2018/PN Yyk, it is stated that the Deed of Separation and Distribution of Inheritance made by a Notary that does not take into account and include the portion that should be obtained by all the Heirs is a valid deed. But behind that, one of the heirs did not know how much part he should get, thus causing him to receive an inheritance far below what he should get. So it is necessary to calculate the share that should be obtained by all the heirs before the separation and distribution of inheritance is carried out. Notaries are expected to carry out all stages before and during the separation and distribution of inheritance. This can be a consideration for the heirs in giving their approval for the object of inheritance to be separated and distributed."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Nadya Farras Indriati
"Notaris dalam menjalankan jabatannya tunduk pada Undang-Undang Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 (UUJN) dan Kode etik Notaris. Dalam pembuatan suatu akta Notaris hanya bertanggungjawab terhadap kebenaran formil. Seringnya terjadi permasalahan mengenai pemalsuan pada dokumen yang diserahkan dalam pembuatan suatu akta yang mengakibatkan kerugian bagi para pihak, salah satunya yaitu surat kuasa waris palsu yang dipergunakan sebagai dasar pembuatan akta perjanjian pengikatan jual beli. Pemalsuan terhadap dokumen pembuatan suatu akta mengakibatkan kerugian bagi para pihak dan tidak jarang Notaris menjadi turut tegugat pada gugatan tersebut. Rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini mengenai akibat hukum terhadap Notaris dalam pembuatan akta perjanjian pengikatan jual beli yang berdasarkan surat kuasa waris yang dipalsukan; dan perlindungan hukum bagi Notaris dalam pembuatan akta perjanjian pengikatan jual beli yang menggunakan surat kuasa waris palsu. Peneliatan ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, dengan tipologi penelitian preskriptif, metode analisis data kualitatif, jenis data sekunder dan bentuk hasil penelitian menggunaka prekriptif analitis. Hasil yang diperoleh dari penelitian adalah akibat hukum bagi Notaris dalam akta perjanjian pengikatan jual beli yang berdasarkan surat kuasa palsu maka Notaris tidak dapat dimintakan pertanggung jawaban, karena Notaris membuat suatu akta berdasarkan apa yang dimintakan oleh para pihak dan berdasarkan pada kebenaran formil. Selain itu, perlindungan hukum yang diberikan dimana Majelis Kehormatan Notaris berwenang untuk menyetujui diperiksa atau tidak diperiksa selama Notaris sudah bertindak sesuai dengan Undang-Undang Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 (UUJN) dan Ikatan Notaris Indonesia melakukan perlindungan berupa pengayoman dengan mendampingi Notaris yang mendapatkan gugatan.
Notaries in carrying out their positions are subject to the Law on Amendments to Law No. 30 of 2004 concerning the Position of Notary Law No. 2 of 2014 (UUJN) and the Notary Code of Ethics. In making a deed, the Notary is only responsible for formal truths. The deed made by a notary has absolute legal force. There are often problems regarding falsification of documents submitted in making a deed which results in losses for the parties, one of which is a fake inheritance power of attorney which is used as the basis for making a deed of sale and purchase agreement. Forgery of documents for making a deed results in losses for the parties and it is not uncommon for a Notary to become a defendant in the lawsuit. The formulation of the problem raised in this study regarding the legal consequences of a Notary in making a deed of binding sale and purchase agreement based on a falsified inheritance power of attorney; and legal protection for Notaries in making a deed of sale and purchase binding agreement using a fake inheritance power of attorney. This research uses normative juridical research methods, with prescriptive research typology, qualitative data analysis methods, types of secondary data and the form of research results using analytical prescriptive. The results obtained from the study are the legal consequences for the Notary in the deed of binding sale and purchase agreement based on a fake power of attorney, the Notary cannot be held accountable, because the Notary makes a deed based on what is requested by the parties and is based on formal truth. In addition, the legal protection provided where the Notary Honorary Council is authorized to approve the examination or not to be examined as long as the Notary has acted in accordance with the Law on Amendments to Law No. 30 of 2004 concerning the Position of Notary Law No. 2 of 2014 (UUJN) and the Indonesian Notary Association provide protection in the form of protection by assisting Notaries who get a lawsuit."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Ninda Afifah Permatasari
"Hak atas tanah dapat diperoleh melalui jual beli, hibah ataupun pewarisan. Adanya dasar kepemilikan hak atas tanah yang berbeda terhadap satu objek yang sama dapat menyebabkan adanya saling klaim hak atas tanah yang merupakan awal adanya sengketa tanah. Permasalahan yang diangkat pada penelitian ini ialah terkait peralihan hak atas tanah melalui hibah yang menimbulkan sengketa antara penerima hibah dan ahli waris serta keabsahan peralihan hak atas tanah melalui jual beli yang dilakukan oleh ahli waris kepada pihak ketiga yang dapat ditemukan dalam Putusan Pengadilan Negeri Makassar Nomor 4/PDT.G/2018/PN.Mks juncto Putusan Pengadilan Tinggi Makassar Nomor 504/PDT/2018/PT.Mks juncto Putusan Mahkamah Agung Nomor 1206 K/PDT/2020. Bentuk penelitian ini ialah yuridis normatif, dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Adapun metode analisis data yang dilakukan dalam tesis ini bersifat kualitatif dengan menggunakan data sekunder. Hasil dari penelitian ini dapat diketahui bahwa dalam pemberian hibah, perlu memperhatikan pengaturan mengenai status harta benda serta adanya hak ahli waris atas harta peninggalan pewaris yang dihibahkan. Adapun untuk memperoleh kepastian hukum terkait pihak yang berhak atas tanah waris tersebut hendaknya para pihak menyelesaikan perselisihan mengenai waris tersebut pada Pengadilan Agama yang berwenang dalam hal memeriksa, memutus dan mengadili mengenai sengketa waris bagi orang-orang yang beragama Islam. Selanjutnya, perbuatan hukum pengalihan hak atas tanah yang dilakukan oleh ahli waris melalui jual beli kepada pembeli yang beritikad baik adalah sah selama syarat materiil dan formil telah terpenuhi. Meski diketahui belakangan bahwa penjual bukanlah orang yang berhak maka terdapat perlindungan untuk pembeli yang beritikad baik di mana pemilik asal hanya dapat mengajukan gugatan ganti rugi kepada pemilik atau penjual tanah yang tidak berhak tersebut.
Land rights can be obtained through buying and selling, grants or inheritance. The existence of different basic land rights ownership of the same object can lead to mutual claims of land rights which is the beginning of land disputes. The problems raised in this study are related to the transfer of land rights through grants which cause disputes between grantees and heirs as well as the validity of the transfer of land rights through buying and selling carried out by the heirs to third parties which can be found in the Makassar District Court Decision Number 4 /PDT.G/2018/PN.Mks in conjunction with the Makassar High Court Decision Number 504/PDT/2018/PT.Mks in conjunction with the Supreme Court Decision Number 1206 K/PDT/2020. The form of this research is normative juridical, using a statutory approach and a case approach. The data analysis method used in this thesis is qualitative using secondary data. The results of this study can be seen that in granting, it is necessary to pay attention to the regulation regarding the status of the property and the rights of the heirs to the inheritance of the heirs who are donated. As for obtaining legal certainty regarding the parties entitled to the inheritance land, the parties should settle disputes regarding the inheritance at the Religious Courts which are authorized in terms of examining, deciding and adjudicating on inheritance disputes between Muslim people. Furthermore, the legal act of transferring land rights carried out by the heirs through buying and selling to buyers with good intentions is valid as long as the material and formal requirements have been met. Although it was later discovered that the seller was not the rightful person, there is legal protection for buyers who had a good faith, so the original owner could only file a claim for compensation to the owner or seller of the land who was not entitled."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Annisa Nirmala Sephanya
"
ABSTRAKTesis ini membahas mengenai salah satu permasalahan yang terjadi pada Proyek Kanal Banjir Timur dengan menganalisa Putusan Mahkamah Agung Nomor 309/PK/Pdt/2016 yang bertujuan untuk menganalisa bagaimana penerapan lembaga konsinyasi sebagai upaya ganti rugi pada kasus tersebut dan bagaimanakah kedudukan Hak Pengelolaan Perum Perumnas. Tesis ini termasuk ranah penelitian yuridis normatif dengan sifat penelitian deskriptif analitis. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder dengan alat pengumpulan data berupa studi dokumen yang berasal dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Hasil penelitian diperoleh bahwa pertimbangan Majelis Hakim yang menyatakan bahwa Perum Perumnas adalah pihak yang berhak menerima konsinyasi dapat dikatakan telah tepat, namun untuk mencegah terjadinya kasus yang membuka peluang terjadinya tindak pidana seperti ini peran Panitia Pengadaan Tanah dalam tahapan-tahapan pengadaan tanah sangatlah penting. Hak pengelolaan Perum Perumnas adalah sah dan tanah hak pengelolaan yang merupakan penyertaan modal negara kepada Perum Perumnas dapat menerima ganti rugi pengadaan tanah namun seharusnya menggunakan prosedur ganti rugi yang berbeda dengan tanah yang dibebani hak atas tanah lainnya.
ABSTRACTThis thesis examines one of the problems on East Flood Canal Project by analyzing the Supreme Court Decision Number 309 PK Pdt 2016 which aims to analyze how is the application of consignment in this case and the validity of Perum Perumnas Right to Manage and its legal standing as the basis of compensation from land acquisition for public interest. This thesis belonged to normative study with descriptive analytical and secondary data as data resource is used. The result of this research confirms that the panel of judge rsquo s consideration which states that Perum Perumnas is the rightful party to accept consignment is correct but Land Acquisition Committee rsquo s role here is required to prevent cases like this which opens up opportunities of criminal act. The Right to Manage of Perum Perumnas is valid and Right to Manage of Perum Perumnas can be the subject of land acquisition rsquo s compensation acceptance but a land that is included in state capital participation in state owned enterprises uses different procedure of compensation for land acquisition compared to any other rights. "
2018
T49286
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Margareth
"Objek hibah wasiat atas boedel waris yang belum dibagi seharusnya hanya bagian pembuat wasiat. Hal ini guna mencegah batalnya hibah wasiat karena adanya pemilikan bersama dalam boedel waris yang belum dibagi. Namun dalam kenyataannya, pembuat hibah wasiat menghibah wasiatkan seluruh bagian atas boedel waris yang belum dibagi sebagaimana ditemukan dalam putusan Pengadilan Negeri Jember Nomor: 65/Pdt.G/2021/PN.Jmr. Terkait hal tersebut maka fokus dari penelitian ini adalah tentang pembatalan akta wasiat yang cacat menurut hukum karena objek yang diwasiatkan melebihi bagian atas boedel waris yang belum dibagi. Guna menjawab permasalahan utama dalam penelitian ini disusun 2 (dua) rumusan masalah yaitu mengenai pembatalan akta wasiat yang cacat menurut hukum yang dibuat di hadapan notaris dan keharusan notaris menjalankan perannya dalam pembuatan akta wasiat secara bertanggung jawab sehingga tidak mengakibatkan cacat menurut hukum. Metode penelitian yang digunakan ialah metode penelitian hukum doktrinal dengan mengkaji objek hukum berupa peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan. Tipologi penelitian bersifat eksplanatoris dan bahan-bahan hukum yang digunakan berupa bahan hukum primer, sekunder dan tersier yang relevan dengan penelitian ini. Hasil penelitian ini adalah pembatalan akta wasiat yang cacat menurut hukum yang dibuat di hadapan notaris karena isi wasiat berupa hibah wasiat yang menghibah wasiatkan seluruh bagian atas boedel waris yang belum dibagi. Notaris dalam menjalankan perannya dalam pembuatan akta wasiat seharusnya menerapkan prinsip kehati-hatian, memberikan penyuluhan hukum atas kehendak penghadap yang bertentangan dengan hukum dan menolak untuk membuatkan akta yang bertentangan dengan hukum.
The object of the testamentary grant on undivided inheritance should only be the share of the will maker. This is to prevent the nullification of the testamentary grant due to joint ownerships of the objects in the undivided inhenritance. However, in some cases, the will maker grants the entire shares of the undivided inheritance as found in Jember Court Verdict Number 65/Pdt.G/2021/PN.Jmr. In relation to that, the focus of this research is about the nullification of legally flawed deed of testament because the object exceeds the will maker's shares of the undivided inheritance. This research will discuss the nullification of legally flawed deed of testament made before a Notary and Notary obligation to be responsible in making deed of testament to prevent any flaws. The method used in this research is doctrinal law research method by examining legal objects in the form of statutory regulations and court verdicts. The research typology is explanatory by using primary, secondary and tertiary legal materals that are relevant to this research. The result of this research will show that the nullification of legally flawed deed of testament made before a Notary is because the content of the testament grants the entire portion of the undivided inheritance. In making a deed of testament, Notary must always apply the precautionary principle, provide legal counseling and refuse to draw up deeds which are contrary to the law."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Faiza Dianti
"Penerbitan Akta Keterangan Hak Waris harus memenuhi unsur-unsur formil yang melibatkan seluruh ahli waris dalam pembuatannya seperti yang terdapat pada Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 521/Pdt.G/2019/PN.Jkt.Pst. Berawal dari TKW dan TGN mengajukan gugatan terhadap Notaris D atas dugaan Perbuatan Melawan Hukum karena dalam pembuatan Akta Keterangan Waris tidak melibatkan seluruh ahli waris. TKW dan TGN menilai bahwa terbitnya Akta Keterangan Hak Waris merugikan secara materiil maupun immateriil. Gugatan yang diajukan TKW dan TGN meminta Akta Keterangan Hak Waris yang dibuat Notaris D tidak sah dan batal demi hukum termasuk dengan segala akibatnya. Terdapat dua permasalahan dalam penelitian ini yakni Keabsahan akta keterangan hak waris yang dibuat oleh notaris tanpa persetujuan seluruh ahli Waris dan akibat hukum terhadap pemanfaatan akta tersebut, metode penelitian yuridis normatif, Penulis menggunakan jenis data sekunder untuk melakukan pemecahan dari pokok permasalahan yang timbul. Analisa yang didapatkan bahwa pembuatan Akta Keterangan Hak Waris tidak diatur dengan jelas di dalam undang-undang, begitu pula mengenai ketentuan bahwa seluruh ahli waris harus hadir dalam pembuatan Akta Keterangan Hak Waris. Akta Keterangan Hak Waris merupakan opini hukum dari notaris yang didasarkan pada fakta-fakta hukum aktual. Meski tidak ada pengaturan mengenai kehadiran seluruh ahli waris, notaris tidak boleh merugikan hak dan kepentingan ahli waris yang tidak hadir pada pembuatan akta.
.Issuance of a deed of inheritance rights must meet the formal elements that involve all heirs in its manufacture as contained in the Central Jakarta District Court Decision Number 521/Pdt.G/2019/PN.Jkt Pst. Starting from TKW and TGN filed a lawsuit against Notary D on suspicion of unlawful acts because the making of the Deed of Inheritance did not involve all the heirs. TKW and TGN considered that the issuance of the Deed of Inheritance Rights was detrimental materially and immaterially. The lawsuit filed by TKW and TGN asks that the Deed of Inheritance Rights made by Notary D is invalid and null and void, including all the consequences. There are two problems in this study, namely the validity of the deed of inheritance rights made by a notary without the approval of all heirs and the legal consequences for the use of the deed, normative juridical research methods, the author uses secondary data types to solve the main problems that arise. The analysis found that the making of the certificate of inheritance rights is not clearly regulated in the law, nor is the provision that all heirs must be present in the making of the certificate of inheritance rights. The deed of inheritance rights is a legal opinion from a notary which is based on actual legal facts. Although there is no regulation regarding the presence of all heirs, a notary must not harm the rights and interests of heirs who are not present at the making of the deed."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Octavia Dewi Indrawati
"Pembelian atas bidang tanah yang sedang dalam proses turun waris kerap tidak sesuai dengan penghitungan ukuran tanah yang telah ditetapkan dalam pembagian waris. Akibatnya, tanah waris yang pada mulanya merupakan satu kesatuan objek yang terikat dalam PPJB mengalami perubahan karena adanya pemecahan sertipikat atas pewarisan. Pembeli tanah yang pada mulanya melakukan jual beli terhadap tanah waris tidak dapat memiliki tanah tersebut karena telah dibagi kepada pewaris lainnya yang berhak. Terjadinya perubahan kepemilikan atas objek perjanjian mengakibatkan objek perjanjian menjadi kabur atau tidak jelas. Padahal, Pasal 1333 KUHPerdata telah mengatur bahwa Objek yang diperjanjikan haruslah jelas atau sekurang-kurangnya dapat ditentukan. Adapun rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini yaitu pertama adalah mengenai konsekuensi yuridis atas hilangnya objek dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli dan kedua adalah implikasi yuridis terhadap pencantuman klausul mengenai pelaksanaan perjanjian yang dapat bergulir kepada ahli waris. Untuk menjawab permasalahan diatas, metode yang digunakan adalah yuridis normatif yang dilakukan dengan meneliti permasalahan melalui studi kepustakaan terhadap asas-asas hukum dan peraturan perundang-undangan serta norma-norma tertulis mengenai hukum perjanjian dan hukum waris. Hasil yang didapat dalam penelitian ini adalah pertama, konsekuensi yuridis atas hilangnya objek dalam perjanjian pengikatan jual beli adalah tidak terpenuhinya syarat sah perjanjian yakni syarat objektif sehingga perjanjian menjadi batal demi hukum. Kedua, implikasi yuridis terhadap pencantuman klausul perjanjian yang dapat bergulir kepada ahli waris merupakan suatu bentuk implementasi dari adanya asas kebebasan berkontrak. Setiap orang yang membuat perjanjian bebas untuk menentukan isi perjanjian selama tidak melanggar undang-undang, kepatutan dan kesusilaan. Adanya klausul ini merupakan bentuk tindakan preventif agar nantinya jika dikemudian hari salah satu pihak meninggal dunia, seluruh hak ataupun kewajiban salah satu pihak yang belum terpenuhi dapat dijalankan oleh ahli warisnya sebagaimana diatur dalam Pasal 833 Kitab Undang- undang Hukum Perdata
Purchases of land parcels that are in the process of being inherited are often not in accordance with the calculation of the size of the land that has been determined in the distribution of inheritance. As a result, the inherited land, which was originally a single object bound in the PPJB, underwent a change due to the splitting of the certificate of inheritance. Land buyers who initially buy and sell inherited land cannot own the land because it has been divided among other heirs who are entitled. A change in ownership of the object of the agreement results in the object of the agreement being blurred or unclear. In fact, Article 1333 of the Civil Code has regulated that the object being promised must be clear or at least can be determined. The formulation of the problems raised in this study, namely the first is regarding the juridical consequences of the loss of objects in the Sale and Purchase Agreement and the second is the juridical implications of the inclusion of clauses regarding the implementation of agreements that can be passed on to the heirs. To answer the above problems, the method used is normative juridical which is carried out by examining the problem through literature studies on legal principles and statutory regulations as well as written norms regarding contract law and inheritance law. The results obtained in this study are first, the juridical consequences for the loss of objects in the binding sale and purchase agreement are the non-fulfillment of the legal terms of the agreement, namely the objective conditions so that the agreement becomes null and void. Second, the juridical implications of the inclusion of agreement clauses that can be rolled over to heirs is a form of implementation of the principle of freedom of contract. Everyone who makes an agreement is free to determine the contents of the agreement as long as it does not violate the law, decency and decency. The existence of this clause is a form of preventive action so that in the future if one of the parties dies, all rights or obligations of one of the parties that have not been fulfilled can be carried out by his heirs as stipulated in Article 833 of the Civil Code."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library