Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 171598 dokumen yang sesuai dengan query
cover
William Khoswan
"Perkembangan dalam teknologi serta ilmu pengetahuan menyebabkan batasan negara-negara di dunia semakin hilang terutama dalam bidang perekonomian internasional. Hal ini akan menjadi sebuah masalah baru apabila berkaitan dengan kepailitan lintas batas, khususnya pengeksekusian harta Debitor pailit yang memiliki aset di luar wilayah berlakunya putusan pailit. Prinsip teritorial dan prinsip kedaulatan negara yang dimiliki sebagian besar negara merupakan salah satu faktor utama tidak dapatnya suatu putusan pailit diakui dan ditegakkan di negara lain. Faktor tersebut menyebabkan putusan pailit di sebuah negara tidak dapat dijadikan dasar untuk mengeksekusi harta Debitor pailit yang berada di yurisdiksi negara lain sehingga menyebabkan berkurangnya harta Debitor yang akan digunakan untuk membayar utang-utangnya kepada Para Kreditornya yang tentunya dalam hal ini hak Kreditor terhadap piutangnya tidak dapat dipenuhi sepenuhnya. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang diwujudkan dengan melakukan studi kepustakaan, tulisan ini akan menganalisis mengenai bagaimana pengimplementasian kepailitan lintas batas di landasan hukum kepailitan Indonesia, yakni Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang maupun peraturan berkaitan lainnya dan dibandingkan dengan pengimplementasian kepailitan lintas batas di Malaysia. Selain itu akan dibahas juga mengenai upaya-upaya yang dapat dilakukan agar pengeksekusian harta Debitor pailit yang terletak di negara asing dapat dilaksanakan. Berkaitan dengan itu, Penulis menarik kesimpulan bahwa Indonesia belum memiliki instrumen hukum kepailitan lintas batas sebagai dasar pengeksekusian harta Debitor pailit yang terletak di negara asing. Berbeda dengan Malaysia yang memiliki perjanjian bilateral dengan Singapura dan peraturan mengenai pengakuan putusan asing dengan beberapa negara yang diatur dalam peraturan tersebut. Sehingga hingga saat ini, upaya yang dapat dilakukan oleh Para Kreditor adalah mengajukan permohonan ulang di negara yang bersangkutan. Namun ada baiknya bahwa pemerintah Indonesia melakukan perjanjian bilateral dengan beberapa negara, mengadopsi UNCITRAL Model Law on Cross Border Insolvency, atau membentuk perjanjian regional dengan negara anggota ASEAN.

Developments in technology have caused the boundaries of countries in the world to disappear, especially in the field of the international economy. This will become a new problem if it relates to cross-border bankruptcy, especially the execution of bankrupt debtors who have assets outside the area where the bankruptcy decision is enforced. Territorial principles and the principle of state sovereignty which are owned by most countries are one of the main factors in which a bankruptcy decision cannot be recognized and enforced in other countries. These factors cause a bankruptcy decision in one country to not be used as a basis for executing the assets of a bankrupt debtor who is in the jurisdiction of another country, causing a reduction in the debtor’s assets that will be used to pay his debts to his creditors. By using normative juridical research methods realized by conducting literature studies, this paper will analyze how cross-border bankruptcy is implemented on the basis of Indonesian bankruptcy law, namely Law Number 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Suspension of Obligations for Payment of Debt compared with the implementation of cross-border insolvency in Malaysia. I In this regard, the author draws the conclusion that Indonesia does not yet have cross-border insolvency legal instruments as a basis for executing bankrupt debtors’ assets located in foreign countries. In contrast to Malaysia, which has a bilateral agreement with Singapore and regulations regarding the recognition of foreign judgments with several countries regulated in these regulations. Until today, the efforts that can be made by creditors are re-litigation in the country concerned. However, it is good that the Indonesian government enters into bilateral agreements with several countries, adopts the UNCITRAL Model Law on Cross Border Insolvency, or forms regional agreements with ASEAN member countries."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sondang, Esther Melinia
"Dalam praktik kepailitan, pelaksanaan pemberesan harta pailit seringkali terhambat oleh berbagai kendala, salah satunya ketika terjadi tumpang tindih antara sita umum pailit dengan sita pidana. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana proses pemberesan harta pailit dalam hal terjadi sita pidana terhadap harta pailit dengan mengkaji kedudukan sita umum pailit terhadap sita pidana, serta mengetahui pula kedudukan harta pailit terhadap putusan pengadilan dalam perkara pidana dengan menganalisis putusan pengadilan dalam perkara gugatan lain-lain. Penelitian ini menggunakan bentuk penelitian yuridis normatif dengan metode studi kepustakaan. Dari hasil penelitian ini, dapat diketahui bahwa kedudukan sita pidana lebih didahulukan daripada sita umum pailit, sehingga proses pemberesan harta pailit harus ditunda untuk sementara waktu. Berdasarkan analisis terhadap Putusan Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 11/Pdt.Sus-Gugatan Lain-Lain/2018/PN.Jkt.Pst dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 3 K/Pdt.Sus-Pailit/2019, kedudukan harta pailit didahulukan dibanding putusan pengadilan dalam perkara pidana, sehingga amar putusan yang menetapkan perampasan harta pailit untuk negara bersifat non-executable.

In the practice of bankruptcy, the implementation of bankruptcy assets settlement is often hampered by various obstacles, one of which is when there is an overlap between the general bankruptcy confiscation and the criminal confiscation. This research was conducted to determine how the process of bankruptcy assets settlement in the event of criminal confiscation towards the bankruptcy assets by examining the position of general bankruptcy confiscation against criminal confiscations, also to determine the position of bankruptcy assets against court decisions in criminal cases by analyzing court decisions. This type of research is normative legal research with a literature study method. The result of the research shows that the position of criminal confiscation takes precedence over general bankruptcy confiscation, therefore the settlement of bankruptcy assets must be temporarily postponed. Based on the analysis of the Court Decision Number 11/Pdt.Sus-Gugatan Lain-lain/2018/PN.Jkt.Pst and Court Decision Number 3 K/Pdt.Sus-Pailit/2019, the position of bankruptcy assets takes precedence towards court decisions in criminal cases. Thus, the verdict in criminal cases that stipulates the forfeiture of bankruptcy assets for the government is non-executable
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devia Anindita Putri
"Kepailitan adalah debitur yang sedang berada dalam keadaan kesulitan keuangan untuk membayar utangnya kepada kreditur dinyatakan pailit oleh putusan pengadilan. Karyawan/pekerja ialah salah satu pihak yang pada kala suatu perusahaan dipailitkan, namun seringkali pengusaha mengabaikan hak konstitusionalnya karyawan/pekerja tersebut dalam proses kepailitan. Yang menjadi latar belakang masalah dalam penulisan ini yaitu hak-hak karyawan dalam perkara kepailitan menurut peraturan perundangundangan yang berlaku dan kedudukan hak-hak karyawan terhadap tagihan pajak menurut putusan Pengadilan Niaga. Metode penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah metode yuridis normatif. Dan teori hukum yang digunakan adalah teori kepastian hukum dan perlindungan hukum. Hak-hak karyawan/pekerja untuk melindungi para pekerja dalam hubungan kerja serta memberikan jaminan kepastian hukum kepada para pekerja. Dalam ketentuan UU ketenagakerjaan, dijelaskan mengenai kesejahteraan karyawan/pekerja untuk memenuhi kebutuhan dan/atau keperluan yang bersifat rohaniah dan jasmaniah untuk meningkatkan produktivitas kerja yang aman dan sehat. Dalam ketentuan KUHPerdata juga dijelaskan mengenai hak pekerja sebagai kreditur terhadap piutangnya diberikan keistimewaan. Kedudukan hak karyawan terhadap tagihan utang pajak/hak negara yang sebelum dinyatakan putusan MK No. 67/PUUXI/ 2013, utang pajak/negara memiliki kedudukan yang lebih tinggi sebagai kreditur sesuai dengan peraturan UU KUP. Dalam ketentuan tersebut dianggap Tagihan Utang Pajak/Negara sebagai kreditur preferen yang mempunyai hak mendahulu untuk tagihan pajaknya dan mempunyai kedudukan yang lebih tinggi. Sedangkan setelah adanya putusan MK No. 67/PUU-XI/2013 tersebut yang memberikan perlindungan terhadap hak pekerja, sehingga memberikan hak istimewa untuk para karyawan/pekerja mendapatkan hak yang lebih tinggi dibanding kreditur lain, sehingga dalam pembayaran utangnya didahulukan dan berada diatas kreditur separatis.

Bankruptcy is a debtor who is in a state of financial difficulty to pay his debts to creditors declared bankrupt by a court decision. Employee/worker is one of the parties when a company is bankrupt, but often employers ignore the constitutional rights of the employee/worker in the bankruptcy process. The background of the problem in this paper is the rights of employees in bankruptcy cases according to the applicable laws and regulations and the position of employee rights against tax bills according to the decision of the Commercial Court. The research method used in this thesis is the normative juridical method. And the legal theory used is the theory of legal certainty and legal protection. The rights of employees/workers to protect workers in employment relationships and provide legal certainty guarantees to workers. In the provisions of the Manpower Act, it is explained about the welfare of employees/workers to meet spiritual and physical needs and/or needs to increase work productivity safely and healthily. In the provisions of the Civil Code, it is also explained that the rights of workers as creditors to their receivables are given privileges. The position of the employee's rights to the claim for tax debt/state rights before the Constitutional Court's decision number 67/PUU-XI/2013, tax/state debt has a higher position as a creditor by the provisions of the KUP Law. In this provision, it is considered that the Claim for Tax/State Debt is considered as a preferred creditor who has pre-emptive rights for the tax claim and has a higher position. Meanwhile, after the decision of the Constitutional Court number 67/PUU-XI/2013 which protects workers' rights, thus providing special rights for employees/workers to get higher rights than other creditors, so that in paying their debts they take precedence and are above the separatist creditors."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Felton Hartato
"

Notaris dalam membuat akta lalai karena tidak memperhatikan lebih lanjut objek yang dibuat. Seorang istri dari debitur pailit mengagunkan tanah yang merupakan harta pailit sehingga perlu untuk diteliti lebih dalam. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis jangka waktunya serta akibat hukum dari kelalaian seorang notaris dalam membuat akta yang objeknya merupakan harta pailit. Metode penelitan yang digunakan adalah penelitian normatif dengan sumber data yaitu data sekunder. Kemudian diambil kesimpulan bahwa tidak ada berakhirnya atau jangka waktu tanggung jawab seorang debitur dalam suatu kasus kepailitan. Menurut Undang Undang Kepailitan setelah diputus pailit, harta debitur menjadi termasuk dalam harta pailit dan kemudian dapat di eksekusi. Apabila harta yang dimilikinya dapat menutupi semua utang yang dimilikinya, maka seorang debitur telah melaksanakan kewajibannya setelah adanya penetapan eksekusi dari pengadilan. Namun apabila harta pailit yang dimiliki belum dapat melaksanakan seluruh hutang yang dimilikinya, maka suatu saat apabila debitur menjalankan hidupnya dan melaksanakan usahanya kemudian mengalami kesuksesan dan telah memiliki harta kembali, maka kurator atau kreditur lainnya dapat melakukan pembukaan kasus pailit kembali guna memperoleh pembayaran dari hutangnya yang dulu dengan tanpa jangka waktu tertentu. Artinya sampai seumur hidup debitur hutang tersebut tetap tercatat. Serta dalam kasus yang diambil, dijelaskan bahwa istri dari debitur pailit, dengan sengaja mengagunkan sebidang tanah yang merupakan bagian dari harta pailit yang merupakan atas nama istri debitur pailit. Akan tetapi, karena tidak adanya perjanjian kawin, maka harta tersebut menjadi harta bersama. Maka, yang terjadi terhadap akta pemberian hak tanggungan yang dibuat oleh notaris tersebut adalah batal demi hukum karena terjadinya Actio Pauliana.


Notary in making the deed negligent because it does not pay further attention to the object being made. A wife of a bankrupt debtor pledges the land which is bankrupt property so it needs to be investigated more deeply. The purpose of this study is to analyze the responsibility of the bankrupt debtor and the time period and legal consequences of the notary's failure to make a deed whose object is bankrupt property. The research method used is normative research with data sources, namely secondary data. Then conclusions are drawn that there is no end or duration of responsibility for a debtor in a bankruptcy case. According to the Bankruptcy Law after being declared bankrupt, the debtor's assets are included in the bankrupt assets and can then be executed. If the assets they have can cover all their debts, a debtor has fulfilled his obligations after the execution of the court is determined. However, if the bankruptcy assets that have not been able to carry out all the debt it has, then one day if the debtor runs his life and conducts his business then experiences success and has had the assets back, then the curator or other creditors can open a bankruptcy case again in order to obtain payment from his debts which are first with no specific period. This means that for the lifetime of the debtor the debt remains recorded. And in the case taken, it was explained that the wife of the bankrupt debtor deliberately pledged a piece of land that was part of the bankrupt property which was in the name of the bankrupt debtor's wife. However, due to the absence of a marriage agreement, the property becomes joint property. So, what happened to the deed of granting the mortgage right made by the notary was null and void by law because of the Actio Pauliana.

"
2020
T54812
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nicko Pratama
"Penelitian skripsi ini membahas mengenai hak-hak buruh atas perusahaan yang telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga, dan Pemutusan Hubungan Kerja tidak dapat dihindarkan. Penulis menggunakan metode Yuridis Normatif dengan memperhatikan norma yang tertulis dan berlaku terkait dengan pemutusan hubungan kerja dan peraturan terkait mengenai kepailitan dengan memperhatikan pertimbangan hakim PN. Denpasar. Penelitian ini, menggunakan bahan hukum primer seperti perundang-undangan dan juga yurisprudensi, selain itu bahan hukum sekunder dan tersier sebagai penunjang. Penulis,menggunakan pendekatan kualitatif yang dapat menghasilkan data deskriptif analitis, yaitu apa yang dinyatakan oleh sasaran penelitian yang bersangkutan secara tertulis atau lisan, sehingga dapat diperoleh hasil adanya inisiatif dari mantan buruh yang bekerja sebagai salah satu kreditor, untuk tetap aktif hingga pada tahap pemberesan utang-piutang perusahaan yang telah dinyatakan pailit untuk mendapatkan bagian sesuai haknya yang telah ditentukan. Karena ditolaknya permohonan kasasi oleh mahkamah agung karena kurangnya prasyarat untuk menuntut haknya sehingga menjadi tidak dapat sama sekali didapatkan.

This study aimed to determine whetherThis thesis research discusses the rights of laborers to companies that have been declared bankrupt by the Commercial Court, and Termination of Employment can not be avoided. The author uses the Normative Juridical method by observing the written and applicable norms related to the termination of employment and related regulations concerning bankruptcy with due consideration of the judges of the PN. Denpasar. This study, using primary legal materials such as legislation and also jurisprudence, besides secondary and tertiary legal material as a supporter. The author, using a qualitative approach that can generate analytical descriptive data, ie what is stated by the target research in writing or orally, so that can be obtained the result of the initiative of the former workers who work as one of creditors, to remain active until the stage of debt settlement due debts of companies that have been declared bankrupt to obtain parts according their rights. Due to the rejection of the supreme cassation appeal by the supreme court due to the lack of prerequisites to claim its rights so that it can not be at all obtained "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inaya Safa Nadira
"Skripsi ini membahas tentang kedudukan sita umum pailit terhadap sita pidana dan jalan keluar atas objek sita umum pailit yang telah dieksekusi lelang yang di kemudian hari diketahui sebagai hasil tindak pidana serta akibat hukum bagi pembeli dalam lelang harta pailit. Dalam praktiknya, terdapat tumpang tindih antara sita umum pailit dengan sita pidana. Apabila harta yang berada di dalam proses pailit dan dilakukan sita umum disita oleh penyidik, maka harta tersebut tidak dapat dilakukan pemberesan dan dibagikan kepada para krediturnya sehingga mengakibatkan kerugian bagi kreditur. Namun, apabila tidak dilakukan penyitaan oleh penyidik, maka penyidik akan mengalami kesulitan dalam melakukan penyidikan, penuntutan, dan pengajuan perkara ke pengadilan karena harta tersebut merupakan barang bukti. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan tipologi deskriptif. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa pelaksanaan sita pidana dalam rangka kepentingan publik harus didahulukan dan dalam hal objek sita umum pailit telah dilelang namun di kemudian hari diketahui sebagai hasil dari tindak pidana, maka pembeli lelang yang beriktikad baik harus dilindungi kedudukannya.

This thesis discusses the legal standing of general bankruptcy confiscation against criminal confiscation and the settlement of the object of general bankruptcy confiscation that has been auctioned which in the future time is known as the proceeds of crime and the legal effects for buyers in the auction of bankrupt treasures. In practice, there is an overlap between general bankruptcy confiscation against criminal confiscation. If the property in the process of bankruptcy and general bankruptcy confiscation is re confiscated by the criminal investigator, then the property can not be settled and distributed to the creditors. But if there is no criminal confiscation, the investigator will have difficulty in conducting an investigation, prosecution, and court proceedings as the property is evidence. This research is a qualitative research with descriptive typology. The result of this research is that the execution of criminal confiscation in the framework of the public interest must take precedence and if the object of general bankruptcy confiscation has been auctioned but later known as the proceeds of crime, then the buyer with good faith must be protected.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusin Yanasriksa Halintari
"Penelitian ini membahas mengenai tindakan actio pauliana oleh Kurator sebagaimana dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 461 K/Pdt.Sus-Pailit/2019. Putusan tersebut dilatarbelakangi oleh perbuatan hukum yang dilakukan oleh RSW yang merupakan istri sah dari Debitor Pailit DH, dengan membebani obyek yang merupakan harta bersama dalam perkawinan dengan Hak Tanggungan untuk pelunasan utangnya dengan PT Bank PMRSA. Perkawinan keduanya dilangsungkan setelah Debitor Pailit dinyatakan pailit sebagaimana dalam suatu Putusan Pengadilan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui status harta bersama yang didapatkan setelah putusan pernyatan kepailitan dan dimasukkan sebagai boedel pailit akibat tindakan actio pauliana dari Kurator, serta perlindungan hukum yang dapat diberikan kepala PT Bank PRMSA selaku pihak ketiga tersangkut. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum yuridis normatif, yang merupakan suatu penelitian dengan mengacu kepada norma-norma atau asas-asas hukum untuk selanjutnya dibuat suatu interpretasi terhadap suatu peraturan hukum. Adapun tipologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksplanatoris, yang menggambarkan atau menjelaskan lebih dalam dari suatu gejala. Hasil analisa menyatakan bahwa perbuatan hukum yang dilakukan oleh RSW terhadap harta bersamanya dengan Debitor Pailit adalah melanggar ketentuan dalam UU PKPKU, sehingga tindakan actio pauliana yang dilakukan oleh Kurator adalah tepat, serta perlindungan hukum yang dapat diberikan kepada PT Bank PRMSA adalah dengan memberikannya kesempatan untuk tampil sebagai Kreditor Konkuren atau dapat mengajukan tuntutan ganti rugi terhadap piutang yang dimilikinya kepada Debitor Pailit.

This research discusses the actions taken by the Curator in the Decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 461 K/Pdt.Sus-Pailit/2019. The decision was caused by legal action conducted by RSW as the legal wife of DH as a bankrupt debtor related to marital property with a Mortgage to pay off its debt to PT Bank PMRSA. The marriage was held after the bankrupt debtor is declared bankrupt in a court decision. The purpose of this research was to determine the status of marital property obtained after the decision to declare bankruptcy and was included as a bankruptcy property due to actio pauliana by the curator, also the legal protection that the head of PT Bank PRMSA as the third party in this matter. To answer these problems, normative juridical legal research methods are used, which is a study by referring to legal norms or principles to further make an interpretation of a legal rule. The research typology used in this research is explanatory research, which describes or explains more deeply of a symptom. The results of the analysis show that the legal actions taken by RSW against the assets together with the Bankrupt Debtor violate the provisions in the PKPKU Law, so the actions of actio pauliana taken by the Curator are appropriate, and the legal protection that can be given to PT Bank PRMSA is by giving it the opportunity to appear as a creditor. Concurrent or may request compensation for account receivables calculated from the Bankrupt Debtor."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Dante Priadi
"Dalam Skripsi ini dikaji mengenai Kreditor yang tidak mendaftarkan piutangnya kepada Kurator serta akibat hukumnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang serta Undang-Undang lain khususnya Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif. Pengaturan dalam Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang mewajibkan setiap kreditor untuk melakukan pencocokan piutang sebagai syarat mendapatkan pemenuhan pembayaran harta Pailit dari Debitor Pailit. Verifikasi atau pencocokan utang berarti menguji kebenaran piutang Kreditor yang dimasukkan pada Kurator. Kreditor yang tidak mendaftarkan piutangnya kepada Kurator tidak dapat mengunakan hak tagihnya kepada debitor Pailit karena melalaikan kewajibannya sebagai Kreditor Pailit. Pada skripsi ini, penulis akan menjelaskan perlindungan hukum yang dimiliki kreditor yang terlambat mengajukan tagihannya dalam proses verifikasi/pencocokan piutang serta upaya yang dapat ditempuh oleh kreditor yang piutangnya tidak terverifikasi agar tetap mendapatkan pemenuhan perikatan oleh debitor mengkaji Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004.

This thesis examines the creditors who did not register their claim to the curator and the legal consequences based on Act 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Suspension of Payment and other laws, especially the Civil Code (KUHPER). The method used in this research is normative juridical method. Based on the Bankruptcy and Suspension of Payment act, it is obligatory for each creditor to verify their claim as a condition for obtaining fulfillment of payment from Bankruptcy assets by the Bankrupt Debtor. Debt verification means testing the correctness of Creditors' claims to the Curator. Creditors who do not register their claims to the curator cannot use their right to collect payment from the bankrupt debtor because they neglect their obligations as bankrupt creditors. In this thesis, the author will e plain the legal protection of creditors who are late in submitting their claims in the process of verification / matching of accounts receivable as well as the efforts that may be taken by creditors whose claims are not verified so that they still get the fulfillment of the agreement by the debtor by reviewing Law Number 37 of 2004."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Jacinta Azalea Hapsari
"Skripsi ini mencoba mengkaji dan membahas mengenai pertanggungjawaban yang dapat dibebankan kepada Kurator secara pribadi apabila terdapat kesalahan dalam tugasnya melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit sebagaimana diatur dalam Pasal 72 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Hal tersebut dibahas dengan melihat teori-teori kesalahan yang digunakan sebagai hukum positif di Indonesia, seperti dalam hukum pidana, karena UU No. 37 Tahun 2004 tidak memberikan penjelasan dan pengaturan lebih lanjut mengenai pertanggungjawaban atas kesalahan yang dilakukan Kurator dalam menjalankan tugas pengurusan dan pemberesan harta pailit. Dalam skripsi ini juga akan dibahas mengenai posisi Direksi dalam suatu Perseroan Terbatas yang telah dinyatakan pailit, sebagai organ yang menjalankan pengurusan Perseroan Terbatas pada umumnya. Kemudian dalam skripsi ini akan menganalisis putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya agar lebih relevan.

This thesis tries to examine and discuss about the responsibility that can be charged to the Bankruptcy Trustee rsquo s own asset if there is a mistake in his duty to arrangement and ordering the bankrupt property as regulated in Article 72 of Law no. 37 Year 2004 concerning Bankruptcy and Postponement of Obligation of Debt Payment. This is discussed by looking at the theories of error that are used as positive law in Indonesia, as in criminal law, because of Law no. 37 of 2004 does not provide further explanation and regulation regarding the accountability for the mistakes made by the Bankruptcy Trustee in carrying out the task of managing and securing the bankruptcy property. In this thesis will also be discussed about the position of the Board of Directors in a Limited Liability Company that has been declared bankrupt, as an organ that runs the management of Limited Liability Company in general. Then in this thesis will analyze the decision of Commercial Court in Surabaya District Court to be more relevant.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>