Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 128582 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fariz Mauldiansyah
"World Trade Organization (WTO) memiliki sistem penyelesaian sengketa yang dalam perkembangannya cukup efektif dalam menyelesaikan sengketa-sengketa perdagangan antar negara anggotanya. Namun sejak tahun 2017 Amerika Serikat terus menerus memblokir penunjukkan anggota Appellate Body. Penolakan tersebut dilakukan atas dasar kinerja anggota Appellate Body yang semakin tidak efisien dalam menangani sengketa. Pada tahun 2020 WTO mengalami krisis penyelesaian sengketa karena WTO secara resmi tidak memiliki Appellate Body yang beroperasi. Hal tersebut dikarenakan tidak adanya anggota Appellate Body yang dapat menangani proses banding. Dalam upaya untuk mengatasi krisis tersebut, beberapa negara anggota WTO membentuk perjanjian plurilateral yang disebut sebagai Multi-Party Interim Appeal Arbitration Arrangement (MPIA). Melalui MPIA, proses banding dilakukan dengan mekanisme arbitrase yang didasari oleh Pasal 25 Dispute Settlement Understanding. Akan tetapi, apakah MPIA dapat dikatakan sebagai solusi untuk mengatasi krisis penyelesaian sengketa yang dialami WTO? Pada penelitian ini, penulis menganalisis kinerja anggota Appellate Body yang dinilai tidak efisien dan implikasinya terhadap sistem perdagangan multilateral. Selain itu, penulis juga menganalisis efektifitas dari pembentukan MPIA sebagai upaya untuk menyelesaikan krisis penyelesaian sengketa.

The World Trade Organization (WTO) has a dispute settlement system that in its development was quite effective in resolving trade disputes between its members. However, since 2017 the United States has continuously blocked the appointment of members of the Appellate Body. The refusal was made based on the Appellate Body member’s increasingly inefficient performance in handling disputes. In 2020 the WTO experienced a dispute settlement crisis as the WTO officially did not have an operating Appellate Body. This is because there are currently no Appellate Body members who can hear any appeal process. In an effort to overcome the crisis, several WTO members formed a plurilateral agreement known as the Multi-Party Interim Appeal Arbitration Arrangement (MPIA). Through the MPIA, appeal processes are carried out through an arbitration mechanism based on Article 25 of the Dispute Settlement Understanding. However, can the MPIA be considered a solution to overcoming the dispute settlement crisis of the WTO? In this research, the authors analyze the performance of the previous Appellate Body members which was considered inefficient, and its implications for the multilateral trading system. In addition, the author also analyzes the effectiveness of the MPIA as an effort to resolve the dispute settlement crisis. "
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riko Apriadi
"Studi meneliti dampak sengketa WTO terhadap arus dagang Indonesia dalam kerangka prinsip Most-Favoured Nation, dengan menganalisis seluruh sengketa WTO Indonesia sejak tahun 1996 hingga 2020, serta membandingkan arus dagang Indonesia dengan anggota WTO lainnya. Pendekatan fixed-effects digunakan untuk memperhitungkan pengaruh variabel yang berpotensi mendorong hubungan dagang dalam setiap sengketa. Temuan menunjukkan bahwa Indonesia mendapatkan lebih banyak keuntungan sebagai penggugat dibanding anggota WTO lainnya. Selain itu, hanya ditemukan sedikit bukti bahwa kekuatan pasar memengaruhi impor pasca-sengketa. Selanjutnya, tidak dapat dikonfirmasi bahwa negara demokratis cenderung menghindari penyelesaian diskriminatif. Hasil empiris kami robust melalui hasil bootstrap yang menunjukkan bahwa koefisiennya konsisten dan signifikan.

Analysing all of Indonesia's WTO disputes from 1996 to 2020 and comparing Indonesia's trade flows with other WTO members, this study examines the impacts of WTO disputes on Indonesia's trade flows within the MFN principle framework. FE is utilised to account for the potential influence of unobserved features in each dispute. Our findings indicate that Indonesia gains more compared to other WTO members. Furthermore, we find only limited evidence that market power influences post-disputed imports and cannot confirm that democratic countries tend to avoid discriminatory settlements. Demonstrated by the bootstrap, our outcomes are robust, the coefficients remain consistent and significant."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Parulian, Jonathan Kaleb
"Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) sebagai organisasi internasional didirikan dengan tujuan mencapai perdagangan internasional yang bebas dan adil. Untuk mencapai tujuan tersebut, setiap pelanggaran ketentuan yang telah dilakukan ditetapkan dalam perjanjian default dari Perjanjian Pembentukan Dunia Organisasi Perdagangan dapat dibawa ke Dispute Settlement Body (DSB) dari WTO. Negara anggota WTO terdiri dari negara maju dan negara berkembang dimana setiap anggota memiliki kapasitas yang berbeda untuk memenuhi ketentuan WTO. Hal ini menyebabkan terciptanya Perlakuan Khusus dan Diferensial (SDT), yang bertujuan membantu negara berkembang menjadi anggota WTO
meningkatkan kemampuannya. Dalam penelitian ini akan dibahas ketentuan-ketentuannya SDT dalam mengakomodasi kepentingan Indonesia dalam memenuhi ketentuan peraturan perdagangan dalam perjanjian WTO. Selain penelitian ini juga akan membahas manfaat dari ketentuan SDT yang sedang berjalan kasus DS478. Penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian yuridis-normatif yaitu penelitian berdasarkan norma hukum. Dalam penelitian ini dapat dilihat bahwa SDT seharusnya memberikan manfaat bagi negara berkembang seperti Indonesia untuk memenuhi regulasi perdagangan sekaligus menjadi kompetitif dengan negara maju, itu tidak diimplementasikan dan dilindungi implementasi oleh WTO yang mengakibatkan kerugian bagi Indonesia di Resolusi sengketa DS478.

The World Trade Organization (WTO) as an international organization was founded with the aim of achieving free and fair international trade. To achieve this objective, any breaches of the provisions that have been committed in the default agreement of the World Trade Organization Formation Agreement may be brought to the Dispute Settlement Body (DSB) of the WTO. WTO member countries consist of developed and developing countries where each member has different capacities to fulfill WTO provisions. This has led to the creation of Special and Differential Treatment (SDT), which aims to help developing countries become members of the WTO increase his abilities. This research will discuss the provisions of SDT in accommodating Indonesia's interests in fulfilling the provisions of trade regulations in the WTO agreement. Apart from this research, it will also discuss the benefits of the SDT provisions that are currently underway in the DS478 case. This research was conducted by means of juridical-normative research, namely research based on legal norms. In this study, it can be seen that SDT should provide benefits for developing countries like Indonesia to fulfill trade regulations while being competitive with developed countries, it is not implemented and protected by the implementation of the WTO which results in losses for Indonesia in the DS478 dispute resolution."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhiya Zahrah Fauziyah
"Perdagangan internasional merupakan salah satu system kejasama antar Negara dalam aspek ekonomi. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk terciptanya perdagangan internasional yang efisien dan dapat menguntungkan bagi setiap Negara yang tergabung dalam kegiatan kerjasama antar Negara ini. Salah satunya yaitu dengan membuat sebuah forum internasional sebagai satu-satunya institusi resmi yang menangani semua yang berkaitan dengan aktivitas perdagangan dunia. Skripsi ini menjelaskan penelitian mengenai cara penyelesaian sengketa dalam perdagangan internasional dibawah organisasi perdagangan dunia dengan mengangkat kasus rokok kretek yang terjadi pada tahun 2010 antara Indonesia dan Amerika Serikat. Penelitian skripsi ini menggunakan pendekatan normatif untuk mengelaborasi dan menganalisis dalam hal langkah-langkah dalam proses penyelesaian sengekta rokok kretek yang melalui serangkaian tahap beracara yang sudah diatur didalam Dispute Settlement Understanding WTO. Hasil analisis membawa pada penyelesaian akhir yaitu dengan dikeluarkannya Memorandum of Understanding yang telah disepakati oleh kedua Negara.

International trade is one system of cooperation between countries in economic aspects. Various efforts have been made by the government to create the efficient of international trade and can be beneficial for any State incorporated in such activities. One of which is to create an international forum as the only official institution that can handles in world trade activity aspects. This research elaborate on how to resolve disputes in international trade under the world trade organization by took clove cigarette case that occurred in 2010 between Indonesia and the United States as the example. This research uses normative approach to elaborate and analyze in terms of steps in the process of clove cigarette resolution through a series of stages that have been arranged in Dispute Settlement Understanding WTO. The results of the analysis lead to the final resolution, the issuance of a Memorandum of Understanding agreed upon by both parties countries."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S67604
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Antonius Hasudungan Priatmaja
"

Dispute Settlement Understanding atau DSU merupakan suatu ketentuan yang mengatur mengenai penyelesaian sengketa antar negara-negara anggota di World Trade Organization atau WTO. Di dalamnya, DSU juga mengatur bagaimana suatu negara anggota menjalankan rekomendasi dan putusan dari Dispute Settlement Body atau DSB karena negara anggota tersebut telah melanggar perjanjian WTO. Dalam skripsi ini, penulis akan membahas secara spesifik mengenai implementasi rekomendasi dan putusan DSB dengan menggunakan kompensasi, sebagaimana kompensasi itu menurut DSU adalah tindakan penanggulangan sementara apabila negara anggota tidak mampu menjalankan rekomendasi dan putusan DSB dengan segera. Penulis mengangkat 4 sengketa, yaitu DS26, DS160, DS267, dan DS406. Dalam kasus-kasus tersebut akan ditelaah penerapan pemberian kompensasi yang dilakukan oleh para pihak terhadap ketentuan dalam DSU yang mengatur mengenai pemberian kompensasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi suatu isu hukum yang mana kompensasi yang ditetapkan oleh para pihak dalam sengketa-sengketa tersebut tidak mengikuti ketentuan DSU, seperti kompensasi yang disepakati dianggap sebagai implementasi penuh yang menyelesaikan sengketa, tidak konsistennya pemberian kompensasi dengan perjanjian WTO, dan penerapan bentuk kompensasi yang tidak diatur oleh DSU yaitu monetary compensation. Oleh karena itu, perlu dilakukan beberapa perubahan terkait ketentuan mengenai pemberian kompensasi dalam kerangka DSU untuk mengurangi timbulnya isu-isu hukum tersebut.

 

 


Dispute Settlement Understanding or DSU is a set of rules governing the settlement of disputes between Member States in the World Trade Organization or the WTO. DSU also regulates how a Member State should implement the recommendations and rulings of the Dispute Settlement Body or DSB because the Member States have violated the covered WTO agreements. In this thesis, the author will discuss the implementation of recommendations and rulings from DSB by using compensation, which according to DSU is a temporary countermeasure shall the Member State unable to implement recommendations and rulings of DSB immediately. The author raised 4 disputes, i.e. DS26, DS160, DS267, and DS406. In such cases will be examined regarding the application of compensation made by the parties in accordance with the DSU which regulates the compensation. The results showed there was a legal issue where the compensation stipulated by the parties in the disputes did not follow the provisions of the DSU, such as the agreed compensation was deemed to be a full implementation that resolves the dispute, the inconsistency of compensation with the WTO agreement, and the application of a form of compensation which is not regulated by the DSU, namely monetary compensation. Therefore, it is necessary to make some changes to the provisions regarding the compensation in the DSU framework to avoid such issues.

 

 

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Nuriya Sholikhah
"ABSTRAK
Sistem penyelesaian sengketa merupakan pilar utama dari suatu organisasi
internasional. Tanpa adanya sarana untuk menyelesaikan suatu sengketa, ruledbased
system akan kurang efektif karena aturannya tidak dapat dipaksakan untuk
dilaksanakan. Hal ini yang mendasari pembentukan sistem penyelesaian sengketa
pada World Trade Organization dan ASEAN terkait sengketa di bidang ekonomi.
Selain itu, ASEAN dalam rangka membentuk suatu komunitas ekonomi dan
ASEAN Free Trade Area membutuhkan suatu sistem penyelesaian sengketa
ekonomi yang lebih komprehensif yang banyak mengadopsi dari sistem
penyelesaian sengketa WTO, meskipun didalamnya terdapat beberapa fleksibilitas
yang menunjukkan ASEAN sebagai suatu organisasi regional. Dengan
menggunakan teori perbandingan hukum didapatkan kesamaan dan perbedaan
antara sistem penyelesaian sengketa ekonomi ASEAN dengan WTO terkait
mekanisme serta prinsip-prinsip yang terdapat dalam masing-masing sistem
tersebut serta dasar pemberlakuan masing-masing sistem tersebut. Dengan
perbandingan tersebut dapat disarankan ASEAN untuk menghapus ketentuan
yang membolehkan untuk memilih forum lain, sehingga sistem penyelesaian
sengketa ekonomi ASEAN dapat dijadikan sebagai pilihan utama bagi para
Negara anggota ASEAN.

ABSTRACT
Dispute settlement system is the main pillar of an international organization.
Without dispute settlement system, rule-based system would be less effective and
lack to force of implementation. This is the underlying formation of the dispute
resolution system of the World Trade Organization and the ASEAN economicrelated
disputes. In additional, in order to create an ASEAN Economic
Community and the ASEAN Free Trade Area requires an economic system of
dispute resolution that is much more comprehensive than adopting the WTO
dispute settlement system, although there is some flexibility in it that indicates
ASEAN as a regional organization. By using the theory of comparative law
obtained similarities and differences mechanism and principles between the
dispute settlement system of the WTO and ASEAN, which contained in each of
these systems as well as basic application of each of these systems. Such
comparisons can be advised ASEAN to remove provisions that allow to choose
another forum, so that ASEAN economic dispute settlement system can be used as
the primary choice for ASEAN member countries."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39196
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Febri Indriani
"Penyelesaian sengketa secara konvensional yang dilakukan melalui aktivitas tatap muka dinilai menyulitkan konsumen untuk menuntut kerugian yang dialami setelah menggunakan barang atau jasa. Posisi konsumen dan pelaku usaha yang berjauhan menyulitkan kedua belah pihak karena harus menempuh jarak ke lokasi penyelesaian sengketa. Online Dispute Resolution menjadi solusi yang memungkinkan para pihak untuk menyelesaikan sengketa meskipun berada di lokasi yang berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan Online Dispute Resolution di Indonesia dan menganalisis penerapannya di LAPS SJK. Indonesia belum memiliki peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur Online Dispute Resolution, namun keberadaan Online Dispute Resolution telah tersebar di berbagai peraturan perundang-undangan. Online Dispute Resolution juga telah diterapkan dalam proses penyelesaian sengketa, antara lain dalam mediasi di Pengadilan, melalui layanan pengaduan konsumen di Kementerian Perdagangan, serta dalam penyelesaian sengketa yang diselenggarakan LAPS SJK. Sebagai perbandingan penerapan Online Dispute Resolution, Belanda memiliki platform terintegrasi yang memungkinkan pihak untuk melakukan pengaduan dari berbagai sektor sengketa. Selain itu, Belanda juga memiliki platform di beberapa sektor yang terintegrasi dengan platform Online Dispute Resolution milik Uni Eropa. Adapun China menjadi negara pertama yang menerapkan Online Dispute Resolution di Asia melalui CIETAC. Khusus berkaitan dengan sengketa konsumen, Brasil juga telah memiliki platform Online Dispute Resolution yang membantu konsumen dalam melakukan pengaduan dan menyelesaikan sengketa. Dalam penerapannya di LAPS SJK, Online Dispute Resolution terdapat dalam proses penyelesaian sengketa melalui arbitrase, mediasi, dan pendapat mengikat. Secara teknis, proses penyelesaian sengketa di LAPS SJK dilaksanakan secara elektronik, namun masih dimungkinkan untuk menyelenggarakan penyelesaian sengketa secara konvensional atau secara hybrid sesuai persetujuan para pihak.

Conventional dispute resolution, which is carried out through face-to-face activities, is considered difficult for consumers to claim their loss after using goods or services. The position of consumers and businesses far apart makes it difficult for both parties because they have to travel the distance to the location of the dispute settlement. Online Dispute Resolution is a solution that enables parties to resolve disputes even though they are in different locations. This research aims to understand the development of Online Dispute Resolution in Indonesia and its implementation in the LAPS SJK. Indonesia does not yet have laws and regulations that specifically regulate Online Dispute Resolution, but the existence of Online Dispute Resolution has been mentioned across various laws and regulations. Online Dispute Resolution has also been implemented in the dispute resolution process, including mediation in courts, through the consumer complaint service at the Ministry of Trade, as well as in dispute resolution organized by LAPS SJK. Compared to the implementation of Online Dispute Resolution, the Netherlands has an integrated platform that allows parties to submit complaints from various dispute sectors. In addition, it also has several sectors whose platforms are integrated with the European Union's Online Dispute Resolution platform. Meanwhile, China became the first country to implement Online Dispute Resolution in Asia through CIETAC. Regarding consumer dispute settlement, Brazil has an Online Dispute Resolution platform that helps consumers to complain and resolve disputes. In the LAPS SJK, Online Dispute Resolution is contained in the process of resolving disputes through arbitration, mediation, and binding advice. Technically, the dispute settlement process at the SJK LAPS is carried out electronically. However, it is still possible to carry out conventional or hybrid dispute resolution according to the parties' agreement.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arsuendi Cahyadi
"Kasus sengketa banding koreksi peredaran usaha PT ABC atas transaksi yang dilakukan dengan pihak afiliasinya. Pemeriksa tidak menyetujui 2 dua dari 5 lima perusahaan yang dijadikan pembanding dalam dokumentasi transfer pricing PT ABC dengan alasan extreme result. Perbedaan penafsiran juga terjadi dalam penentuan nilai rentang interkuartil, dimana rentang interkuartil yang dianggap wajar oleh pemeriksa yaitu berada pada Q1 sementara menurut wajib pajak rentang interkuartil yang dianggap wajar adalah yang berada diantara Q1 sampai dengan Q3. Metodologi yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data berupa studi pustaka dan studi lapangan. Untuk dapat mengeluarkan 2 perusahaan pembanding diantara perusahaan-perusahaan yang digunakan sebagai pembanding pemeriksa harus memiliki alasan yang melatarbelakangi perusahaan tersebut dianggap sebagai perusahaan yang memiliki extreme results. Hasil penelitian menunjukan bahwa keputusan Majelis Hakim hanya didasari oleh argumentasi antara kedua belah pihak terkait dengan pembuktian extreme result. Dalam menentukan nilai rentang kewajaran, dasar pertimbangan Majelis Hakim telah sesuai dengan prinsip dan peraturan perpajakan yang berlaku.

The case of such dispute appeal decision of the correction on the dissemination of business PT ABC for a transaction conducted by its affiliation. The examiners did not approve 2 two of the 5 five companies used as a comparison in the documentation of transfer pricing PT ABC for an extreme result reason. The Differences of interpretation also occur in determining the value of the interquartile range, where the reasonable interquartile range considered by the examiner is at Q1 while according to the taxpayer the reasonable interquartile range is among Q1 to Q3. This research used a methodology in qualitative method in form of library research and field study. To be able to issue 2 comparison companies among the companies used as comparison examiner should have a reason behind the company is considered a company that has extreme results. The result of this study shows that the judgement of such case just based on the arguments between the two sides associated with the proof of extreme result. In determining value range reasonableness, considerations of the judges have been in accordance with the principles and tax laws applicable.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mita Rasfina
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai pelaksanaan penyelesaian sengketa banding tarif bea
masuk di pengadilan pajak pada studi kasus PT. 3I di Pengadilan Pajak. Pokok
permasalahan dalam penelitian ini dirinci dalam satu sub pokok permasalahan, yaitu
Bagaimana pelaksanaan banding dalam penyelesaian sengketa tarif bea masuk pada
PT.3I di Pengadilan Pajak. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan
pendekatan deskriptif. Hasil penelitian menyarankan bahwa hendaknya Pemohon
Banding mengajukan permohonan Peninjauan Kembali sebagai upaya hukum luar
biasa ke Mahkamah Agung atas Putusan Pengadilan Pajak atas kelebihan pembayaran
Bea Masuk dan Pajak dalam rangka Impor yang telah dibayarkan, serta kinerja dan
kemampuan pengetahuan hukum dari para hakim yang harus ditingkatkan. Hal ini
agar kepentingan semua pihak terpenuhi sehingga dapat tercapai rasa keadilan dan
kepastian hukum bagi masyarakat dan citra yang lebih baik bagi Pengadilan Pajak
sebagai tempat mencari keadilan.

ABSTRACT
The concentration of the research is relating to the implementation of Import duty
dispute appeal in tax court on case studies of PT. 3I in Tax Court. The main issue in
this study is detailed in one main sub-problem, namely how to appeal in a dispute
import duty tariffs on PT.3I in Tax Court. This study is qualitative research using
descriptive approach method. The results suggest that the applicant should appeal to
apply for judicial review as an extraordinary remedy to the Supreme Court of Tax
Court Decision on the excess payment of import duty and taxes on the import that has
been paid, as well as the performance and capabilities of the legal knowledge of
judges should be improved. In order for all parties interest are met so as to achieve a
sense of justice and legal certainty for the community and a better image for the Tax
Court as a place to seek justice.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>