Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 170286 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lathiifa Wirasatya Listyo Putri
"Merek memiliki peran yang besar dalam kehidupan sehari-hari sebagai pembeda antara barang yang satu dan lainnya. Merek tergolong sebagai HKI dapat dilihat dalam pemenuhan perlindungan hukum yang bersifat represif yang berada dibawah naungan hukum perdata dalam arti luas dan hukum pidana. Pokok bahasan penulis adalah mengenai bagaimana perlindungan hukum represif terhadap Merek dalam lingkup hukum pidana dijalankan. Dalam penelitian ini jenis atau tipe penelitian yang digunakan merupakan penelitian hukum yuridis normatif. Pengolahan data yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan. Terhadap data yang telah terkumpul melalui proses-proses yang telah dijelaskan sebelumnya, kemudian dilakukan analisis data secara kualitatif. Temuan penelitian menunjukkan bahwa perlindungan HKI di bidang merek diwujudkan dalam bentuk preventif dan represif. Perlindungan merek terdaftar yang bersifat preventif dari Negara berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (UU Merek) diatur dalam Pasal 20, 21 dan 22. Perlindungan represif terkait kasus pelanggaran Merek Dagang dalam ranah pidana dijalankan dengan merujuk kepada ketentuan Pasal 100, Pasal 102 dan Pasal 103 UU Merek yang terkait dengan pelaksanaannya diatur dalam Pasal 99 UU Merek mengenai penyidikan.

The brand has a big role in everyday life as a differentiator between one item and another. Trademarks classified as IPR can be seen in the fulfillment of repressive legal protection which is under the auspices of civil law in the broadest sense and criminal law. The author's subject is how the repressive legal protection of Marks within the scope of criminal law is carried out. In this research, the type of research used is normative juridical legal research with the type of data processing in the form of a qualitative approach, as well as using data collection techniques in the form of literature studies. For the data that has been collected through the processes that described earlier, then qualitative data analysis is carried out. The research findings show that IPR protection in the field of marks is manifested in preventive and repressive forms. Preventive protection of registered marks from the State based on on Law Number 20 of 2016 concerning Marks and Geographical Indications (Mark Law) is regulated in Articles 20, 21, and 22. Repressive protection related to cases of trademark infringement in the criminal realm is carried out by referring to the provisions of Article 100, Article 102, and Article 103 of the Trademark Law which are related to its implementation and are regulated in Article 99 of the Trademark Law concerning investigations."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arya Putera Nugraha
"United State Patent and Trademark Office menerbitkan laporan yang mengkaji bahwa adanya praktik Trademark Bullying yang merupakan penggunaan serta penegakan Hak atas merek sebagai aset tak berwujud dari suatu perusahaan seringkali diinterpretasikan secara berlebihan atau diperkeras sehingga bersifat mengintimidasi dan membahayakan perusahaan lain dalam menjalankan usahanya. Tidak sedikit pengusaha – pengusaha kecil di Indonesia yang memiliki merek sebagai aset mereka, usaha-usaha ini memiliki sumber daya finansial yang tidak banyak sehingga ketika usaha-usaha ini harus berhadapan dengan proses litigasi merek yang ternyata mengintimidasi, keuangan dari usaha-usaha ini akan terganggu. Hal tersebut tentu mengganggu jalannya kegiatan usaha-usaha ini. Untuk menganalisis masalah tersebut, digunakan penelitian hukum normatif yang dilakukan secara deskriptif analisis. Hasil dari penelitian menunjukan bahwa praktik tersebut tidak ditemukan, tetapi jika ada Undang-Undang Tentang Merek dan Indikasi Geografis (“UU No. 20 Tahun 2016”) serta Undang-Undang Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (“UU No. 5 Tahun 1999”) sudah memberikan perlindungan hukum yang cukup untuk menghadapi permasalahan tersebut
United State Patent and Trademark Office issuing a report that studied that thereis a Trademark Bullying practice which is use and enforcement of its Trademark right as an intangible assets from a company frequently being excessively misinterpreted or being hardened until its become intimidating and harass another company in running their businesses. In Indonesia There is not a few small businesses that have a trademark as their assets, these small businesses has insufficient financial resources, so when these small businesses have to deal with litigation proceeding that intimidating their businesses, their financial resources will be hampered, and such conduct will disrupt these small businesses activity. Normative research with descriptive-analysis method will be used to analyse this matter. The results of the research shows that such practice (Trademark Bullying Practice) not found in Indonesia, but if such practice appear, Indonesian Trademark Law and Indonesia Business Competition Law already provide legal protection to face the Trademark Bullying Practice."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Halida Damayanti
"Layanan keyword advertising memberikan kesempatan bagi pelaku usaha untuk mengiklankan produknya yang akan muncul pada hasil pencarian yang dipicu oleh kata kunci yang dimasukkan ke mesin pencari. Kata kunci yang dipilih oleh pengiklan tidak dibatasi dan dapat berupa suatu merek. Penggunaan merek sebagai kata kunci dalam keyword advertising merupakan penggunaan merek yang tidak terlihat sehingga menimbulkan permasalahan apakah dapat dikategorikan sebagai penggunaan merek dalam kegiatan perdagangan. Pemilik merek berhak melarang penggunaan mereknya tanpa izin sehingga penggunaan merek sebagai kata kunci oleh pihak lain menimbulkan permasalahan karena dapat dianggap penggunaan tanpa hak yang berkaitan dengan pelanggaran merek. Tujuan penelitian ini adalah meninjau permasalahan hukum berkaitan dengan penggunaan merek sebagai kata kunci dalam keyword advertising berdasarkan hukum merek yang berlaku di Indonesia yaitu Undang-Undang No. 20 Tahun 2016. Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif atas norma hukum tertulis. Perbandingan putusan pengadilan di negara lain dipaparkan untuk memberikan pemahaman. Kesimpulan penelitian ini adalah penggunaan merek yang diatur Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 merupakan penggunaan dalam kegiatan produksi dan perdagangan barang atau jasa. Penggunaan merek sebagai kata kunci oleh pengiklan dapat dikategorikan penggunaan merek dalam kegiatan produksi dan perdagangan berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia namun bukan merupakan suatu pelanggaran merek menurut hukum merek di Indonesia. Penyedia layanan keyword advertising tidak dapat diberikan pertanggungjawaban apabila terdapat pelanggaran merek yang dilakukan pengiklan berdasarkan perlindungan safe harbor.

Keyword advertising service gives opportunity for businesses to advertise their products that will be displayed in search result triggered by the input of keyword in search engine. Chosen keywords by advertisers are unlimited and trademarks are often used. Trademark use as keyword in keyword advertising is an invisible use that could lead to question such use can be categorized as use in commerce or not. Trademark owners could forbid their unauthorized trademark use, so the unauthorized use of trademark as keyword by other parties could lead to problems related to trademark infringement. The purpose of this research is to review legal issues related to trademark use as keywords in keyword advertising based on the current Indonesian Trademark Law, Law No. 20 of 2016. Normative juridical research is applied for this research. Court decisions in other countries are used to compare issues to give understanding. The conclusion of this research is the trademark use that is ruled in Law No. 20 of 2016 is the use in production and commerce of goods or services. Trademark use as keyword in keyword advertising is categorized as use in commerce based on Indonesian law but such use cannot be categorized as trademark infringements based on Indonesian trademark law. Keyword advertising service providers could not be held accountable if for trademark infringements done by advertisers based on the safe harbor protection."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aritonang, Erikson
"Skripsi ini membahas mengenai perlindungan merek terkenal dari Dilusi Merek di Indonesia. Adanya Dilusi Merek merupakan perluasan perlindungan bagi merek Terkenal. Tidak adanya pengaturan secara tegas dan khusus mengenai Dilusi Merek di Indonesia membuat adanya ketidakpastian bagi hakim dalam memutus perkara pada sengketa merek terkenal terhadap barang yang tidak sejenis. Suatu sengketa merek yang seharusnya dapat diselesaikan melalui Dilusi Merek akhirnya diselesaikan melalui Pelanggaran Merek biasa. Padahal secara nyata bahwa Dilusi Merek berbeda dengan Pelanggaran Merek pada umumnya. Sejauh ini hakim dalam memutus sengketa merek tidak sejenis menggunakan Pasal 4 dan Pasal 6 ayat (2) UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek. Pasal 6 ayat (2) sendiri masih perlu diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. Ketiadaan PP sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 6 ayat (2) UU No. 15 Tahun 2001 membuat hakim tidak memiliki pedoman yang tetap dalam memutus sengketa merek terkenal tidak sejenis. Ketentuan mengenai merek terkenal juga belum diatur secara jelas dan utuh yang merupakan salah satu unsur utama agar suatu merek dapat dilindungi dari Dilusi Merek.

This thesis discusses the protection of Well-Known mark from Trademark Dilution in Indonesia. Trademark Dilution is an extension of protection for Well-Known Mark. The absence of forcefully and specifically regulation about Trademark Dilution in Indonesia cause the uncertainty for the judge in deciding the case of well-known mark dispute especially on dissimilar goods. A trademark dispute that should have been resolved in Trademark Dilution is resolved through trademark infringement instead. Whereas, it is obvious that Trademark Infringement and Trademark Dilution are different in general. So far the judge in deciding well-known mark dispute on dissimilar goods use Article 4 and Article 6, paragraph (2) of Law Number 15 of 2001 about Trademark. Article 6, paragraph (2) itself still needs to be further regulated in Government Regulation. The absence of Government Regulation as mandated in Article 6 paragraph (2) of Law Number 15 of 2001 cause the judge does not have persistent guidelines in deciding well-known mark dispute on dissimilar goods. The provision about well-known mark also has not clearly defined and intact, which is one of the main elements for a mark in order that a mark can be protected under Trademark Dilution."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S46576
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Zahara Ichsan
"Parodi merek terkenal merupakan tindakan mentransformasikan merek terkenal dengan mengambil ciri khas merek terkenal yang diparodikan menjadi sesuatu yang baru dengan tujuan menimbulkan kesan kejenakaan, sindiran, cemoohan, ataupun kritik. Parodi merek terkenal yang didaftarkan sebagai merek dagang ini dapat menimbulkan persamaan pada pokoknya dan persamaan keseluruhan. Hal ini merupakan pelanggaran dari hukum merek Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pelanggaran merek dalam parodi merek terkenal yang didaftarkan sebagai merek dagang dan upaya hukum yang dapat dilakukan merek terkenal yang dirugikan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan bentuk penelitian bersifat yuridis-normatif artinya penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti data-data sekunder seperti peraturan perundangundangan, literatur, doktrin atau pendapat para ahli, dan hasil penelitian terdahulu. Lebih lanjut, fenomena parodi merek terkenal yang dianalisis adalah Supirmu dan Pecel Lele LELA berpotensi termasuk ke dalam pelanggaran persamaan pada pokoknya yang seharusnya ditolak menurut Pasal 21 UU MIG. Parodi ini juga dapat berisiko dikategorikan sebagai dilusi, counterfeit, passing off, dan free riding. Oleh karena itu, pemilik merek terkenal yang mengalami kerugian dapat mengajukan berbagai upaya hukum.

A Well-known mark parody is an act of transforming a well-known mark into something new by taking its characteristics to create the impression of humor, satire, ridicule, or criticism. Parodies of a well-known mark that are registered as trademarks could lead to similarities in essence and overall similarities. This is a violation of Indonesian trademark law. The purpose of this research are to analyze trademark violations in well-known marks parodies that are registered as trademarks and the legal remedies that can be taken by the well-known marks as the aggrieved party. This research was conducted using a juridical-normative form of research, by examining secondary data such as laws and regulations, literature, doctrine, or expert opinion, as well as the results of previous research. Furthermore, the well-known trademark parody that being analyzed are Supirmu and Pecel Lele LELA, which have the potential to be included in similarities in essence and should have been rejected under Article 21 of the MIG Law. This parody can also risk being categorized as dilution, counterfeit, passing off, and free riding. Therefore, well-known mark owners as the aggrieved party can file various legal remedies."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Muhammad Farhan Ramadhan
"Perlindungan terhadap merek terkenal pada dasarnya merupakan suatu hal yang sudah diamanatkan oleh undang-undang, namun pada kenyataannya pelaksanaan pelindungan terhadap merek terkenal sendiri di Indonesia dirasa masih belum diberikan dan dilaksanakan secara maksimal hingga saat ini. Hal ini dapat terjadi, karena memang pengaturan perlindungan terhadap merek terkenal yang masih belum memadai serta penerapan kriteria merek terkenal yang belum didasari oleh suatu dasar yang kuat oleh hakim di dalam sengketa merek. Walaupun terkait dengan kriteria merek terkenal telah diatur secara lebih lanjut di dalam PERMENHUKAM 67/16, namun ketidakhadiran pedoman standar dari kriteria tersebut menyebabkan ketidakseragaman baik oleh praktisi maupun hakim dalam menerapkan kriteria tersebut. Oleh karena itu, skripsi ini akan mengkritisi dan menganalisis pengaturan terkait dengan merek terkenal serta penerapannya oleh hakim dalam sengketa merek di Indonesia serta membandingkannya dengan pengaturan dan penerapannya di Singapura dan Amerika Serikat. Metode penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian yuridis-normatif, dan menggunakan bahan-bahan kepustakaan seperti bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Hasil laporan penelitian ini akan berupa sebuah laporan yang mengidentifikasi dan mengklarifikasi permasalahan yang ada sehingga dapat melewati proses analisis dan pengambilan kesimpulan. Temuan yang akan disampaikan dalam penelitian ini adalah masukan-masukan untuk perbaikan terhadap pengaturan merek terkenal dan penerapan kriteria merek terkenal dalam sengketa merek kedepannya.

The protection of well-known marks is basically a matter that has been mandated by law, but in reality, the implementation of protection for well-known marks in Indonesia is considered to have not been maximally given and implemented to date. It can happen because the regulation of the protection of well-known brands is still inadequate as well as the application of criteria for well-known marks that have not been based on a strong basis by the judges in trademark disputes. Although the criteria for well-known marks have been further regulated in PERMENHUKAM 67/16, the absence of standard guidelines from these criteria has led to a lack of uniformity both by practitioners and judges in applying these criteria. Therefore, this thesis will criticize and analyze the regulations related to well-known marks and their application by judges in trademark disputes in Indonesia and compare them with their regulations and applications in Singapore and the United States. The research method in writing this thesis is juridical-normative research, and uses library materials such as primary, secondary, and tertiary legal materials. The results of this research report will be in the form of a report that identifies and clarifies existing problems so that it can go through the process of analysis and conclusion. The findings which would be conveyed in this study are inputs for improvements to the regulations of well-known marks and the application of criteria for well-known marks in future trademark disputes."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tasya Caroline Uli
"Memasuki era baru teknologi yang semakin kompleks, hadir jenis token unik yang dapat merepresentasikan suatu aset yang dikenal dengan Non-Fungible Token (NFT). NFT beroperasi melalui proses tokenisasi aset dalam sistem blockchain yang terdistribusi dan memungkinkan semua orang dapat mengakses dan memasukan data serta informasi. Dengan begitu timbulah masalah hukum yang dapat terjadi dalam perdagangan pada media blockhain terutama menyangkut hak kekayaan intelektual khususnya bagi perlindungan merek dagang untuk menghindari persaingan tidak sehat maupun kebingungan dalam perdagangan. Dalam penulisan ini akan dijawab mengenai sejauh mana undangundang merek dan indikasi geografis dapat mengakomodasi perlindungan merek dagang dalam perdagangan NFT. Selain itu analisis dalam penulisan ini akan ditinjau pula dengan peraturan mengenai aset kripto oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Penelitian dalam penulisan ini dilakukan dengan studi kasus yang dikaji dengan peraturan perundang-undangan dan penelusuran terhadap literatur. Penulisan ini sampai kepada kesimpulan bahwa peraturan berdasarkan Undang-Undang Merek dan Indikasi masih dapat mengakomodir perlindungan merek dagang dalam perdagangan NFT. Namun peraturan aset kripto oleh Bappebti belum mengakomodir perdagangan NFT karena belum diklasifikasikannya NFT sebagai jenis aset kripto di Indonesia.

Entering a new era of increasingly complex technology, a new type of unique token that represent an asset or known as NFT established. NFT operates through the process of assets tokenizing in a distributed blockchain system that allows everyone to access and enter any data and information. Thus legal problems arise in the trading on blockchain media, especially on intellectual property rights and trademark protection issue to avoid unfair competition and confusion in trade. This paper will answer the extent to which Trademark and Geographical Indication law can accommodate trademark protection in NFT trading. The analysis will also be reviewed with regulations regarding crypto assets by the Badan Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Research in this writing is carried out using case studies that are reviewed by laws and literatures. Lastly this writing concludes that regulation based on the Trademark and Geographical Indication Law can still accommodate trademark protection in NFT trading. However, the regulation on crypto assets by Bappebti has not accommodated NFT trading as NFT has not been classified as a type of crypto assets in Indonesia. Keyword: cryptocurrencies, blockchain, trademark rights, trademark, NFT

"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Satria Jaya
"Seiring dengan dianutnya sistem ekonomi terbuka di Indonesia, terjadi peningkatan pelanggaran atas merek terkenal. Selain itu, terjadi pula peningkatan kasus-kasus merek terkenal yang ditangani oleh pengadilan Indonesia. Namun, tidak semua putusan atas kasus-kasus merek terkenal tersebut memberikan pelindungan bagi merek terkenal. Kondisi-kondisi ini merefleksikan ancaman bagi goodwill yang terasosiasi dengan merek terkenal di Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan menganalisis literatur, peraturan, dan putusan pengadilan.
Penelitian ini menghasilkan beberapa pemahaman, yaitu: goodwill mempunyai kedudukan di dalam pelindungan merek terkenal, baik Jepang maupun Indonesia sama-sama telah mengatur mengenai goodwill merek terkenal secara tidak langsung, dan hakim Pengadilan Indonesia tidak selalu mempertimbangkan goodwill dalam menangani kasus merek terkenal. Pada akhirnya, sebaiknya semua pihak yang terlibat dalam pelindungan merek terkenal lebih memperhatikan goodwill yang melekat pada merek terkenal.

As Indonesia embraces the free-market economy, there is an increase in well-known mark infringement. Moreover, there is an increasing number of well-known mark cases handled by Indonesian court. However, not all court decisions regarding well-known mark cases bring protection toward well-known mark. These conditions reflect the threat faced by goodwill associated with well-known mark in Indonesia. This research uses legal normative approach by analyzing literatures, rules, and court decisions.
This research yields several understanding, inter alia: goodwill has position in well-known mark protection, both Japan and Indonesia have regulated the matter of goodwill indirectly, and Indonesian judges do not always consider goodwill while handling well-known mark cases. In the end, this research suggests that all parties involved in well-known mark protection have to be more concerned about goodwill attached to well-known mark.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>