Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 163732 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Marion Mutiara Matauch
"Menjelang 100 tahun kemerdekaan negara ini, nyatanya banyak penyelesaian permasalahan hukum yang masih berpedoman pada produk legislasi era Pemerintahan Hindia Belanda seperti Herzienne Indonesisch Reglement (HIR)–S. 1941 No. 44 dan Rechtsreglement Buitengeweten (RBg)–S. 1927 No. 277 yang masih dianggap berlaku. Salah satunya adalah Pasal 118 HIR yang tidak mewajibkan para pihak untuk mewakilkan penyelesaian perkaranya kepada orang lain. Alhasil, pasal tersebut menjadi sebuah alasan bagi hakim-hakim di pengadilan untuk menolak gugatan yang memintakan agar pihak lawan menanggung ganti kerugian berupa biaya honorarium advokat yang telah dikeluarkan. Padahal dengan dapat dipulihkannya baya honorarium advokat melalui mekanisme ganti kerugian, maka diharapkan kedepannya fenomena gugatan sembrono (vexatious litigation) akan menurun dikemudian hari. Alasannya karena penggugat akan lebih mempertimbangkan langkahnya sebelum mengajukan gugatan, sebab dia kemungkinan akan menanggung biaya honorarium advokat pihak lawannya sebagai kerugian apabila gugatan tersebut terbukti sebagai gugatan sembrono (vexatious litigation). Pemulihan biaya honorarium advokat di Inggris sendiri sudah lebih lama berlaku melalui doktrin pengalihan biaya (cost shifting), atau pecundang membayar (loser pays), atau follow the event. Secara umum prinsip tersebut mewajibkan pihak yang gagal memenangkan perkara untuk membayar biaya pihak yang memenangkan perkara. Prinsip tersebut juga telah memperoleh payung hukum berupa Hukum Acara Perdata (Civil Procedure Rules) (CPR) tahun 1998, (Costs Practice Direction atau CPD), Civil Supreme Court Practice (SCP) atau Rule of the Supreme Court (RSC). Melihat dari perbandingan pengaturan pengalihan biaya honorarium advokat dengan Inggris dapat menghantarkan kita pada sebuah pandangan bahwa pemikiran atau pandangan hukum progresif dalam penggunaan konsep kerugian tampaknya belum sepenuhnya melandasi pembentukan hukum di Indonesia

Approaching the 100th anniversary of this country's independence, many legal dispute resolutions are still to this day guided by legislative products from the Dutch East Indies era such as the Herzienne Indonesisch Regulation (HIR)–S. 1941 No. 44 and Rechtsreglement Buitengeweten (RBg)–S. 1927 No. 277. One of such archaic regulations can be found on Article 118 HIR which does not oblige the parties to be represented in the settlement of their cases by an advocate, which is still in power. As a result, the article becomes an excuse for the judges at the court to reject a lawsuit requesting that the opposing party bear compensation in the form of an attorney's fee that has been issued. With the restoration of an advocate's honorarium through a compensation mechanism, it is hoped that in the future the phenomenon of reckless litigation will decrease significantly. This should cause the plaintiff to be more considerate before filing in a lawsuit, because he is likely to bear the cost of the opposing party's advocate’s honorarium as a loss if the lawsuit is proven to be a reckless lawsuit (vexatious litigation). The recovery of advocate’s honorarium in England itself has been in effect for a long time through the doctrine of cost shifting, or loser pays, or follow the event principle. In general, this principle obliges the party who fails to win the case to pay the costs of the party who won the case. This principle has also obtained a legal umbrella in the form of Civil Procedure Rules (CPR) of 1998, (Costs Practice Direction or CPD), Civil Supreme Court Practice (SCP) or Rule of the Supreme Court (RSC). Judging from the comparison of the regulation of the recovery of the cost of an advocate’s honorarium with the UK, it can lead us to a view that progressive legal ideas or views in the use of the concept of loss do not seem to fully underlie the formation of law in Indonesia. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pardede, Sonora Gokma
"Pemulihan aset adalah serangkaian proses penelusuran aset, pengamanan aset, pengelolaan aset, perampasan aset, dan pengembalian aset kepada korban atau negara yang berhak. Pengaturan pemulihan aset tindak pidana di Indonesia belum sinergis sehingga menghasilkan peraturan yang tidak harmonis dan tumpang tindih. Proses pemulihan aset dilaksanakan oleh beberapa instansi sehingga menimbulkan ego sektoral dan koordinasi yang lama. Hal ini mengakibatkan pemulihan aset tindak pidana di Indonesia sebagai upaya untuk mengembalikan kerugian dari tindak pidana menjadi tidak optimal. Penelitian ini bertujuan untuk merekomendasikan strategi pemulihan aset tindak pidana di Indonesia agar menghasilkan pemulihan aset yang efisien. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan menggunakan analisis peraturan perundang-undangan, analisis perbandingan, analisis konsep, dan analisis kasus. Hasil penelitian menemukan bahwa ketidakharmonisan dalam pengaturan pemulihan aset tindak pidana di Indonesia merupakan kelemahan dalam hukum pidana di Indonesia. Mekanisme pemulihan aset tindak pidana di Amerika Serikat, Inggris, dan Italia yang dinilai efisien dapat diterapkan di Indonesia. Berdasarkan perspektif economic analysis of law (EAL) dengan metode cost benefit analysis (CBA) maka strategi pengaturan pemulihan aset tindak pidana di Indonesia seharusnya bersinergis agar dapat tercapai kesejahteraan sosial dengan standar maksimum melalui RUU KUHAP. Kejaksaan layak menjadi koordinator pemulihan aset tindak pidana di Indonesia karena Kejaksaan merupakan penegak hukum yang memiliki kewenangan untuk melaksanakan penyidikan, penuntutan, pelaksanaan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, dan pemulihan aset untuk semua tindak pidana di bidang ekonomi.

General process of asset recovery consists of asset tracing, asset securing, asset management, asset forfeiture, and asset returns to victims or countries that are entitled to them. Regulations of asset recovery on criminal acts in Indonesia are not yet synergistic, resulting in disharmony and overlapped regulations. The asset recovery process was carried out by several agencies, giving rise to sectoral egos and long coordination. It has resulted in the asset recovery of criminal acts in Indonesia as an effort to return losses from criminal act is not optimal. This research aims to recommend asset recovery strategy on criminal acts in Indonesia to produce efficient asset recovery. The research method used is normative juridical by using law analysis, comparative analysis, concept analysis, and case analysis. The results of this study found that disharmony in the regulation of asset recovery on criminal acts in Indonesia is a weakness on criminal law in Indonesia. The mechanisms of asset recovery on criminal acts in the United States, United Kingdom, and Italy that are considered efficient can be implemented in Indonesia. Based on the perspective of economic analysis of law (EAL) and the cost-benefit analysis (CBA) method, the strategy for regulating the recovery of criminal assets in Indonesia should synergize so that maximum social welfare can be achieved through the amendment of KUHAP. The Attorney General's Office of Indonesia deserves to be the coordinator in asset recovery on criminal acts in Indonesia because this institution is a law enforcement agency that has the authority to carry out investigations, prosecutions, execution court decisions that have permanent legal force, and asset recovery for all types of economic crimes."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Binsar Nicolaidos
"ABSTRAK
Perkembangan teknologi informasi telah merubah pola perdagangan dari konvensional menjadi elektronik. Penetapan ABC Ltd. yang merupakan perusahan ekonomi digital menggunakan konsep dasar dan ketentuan perpajakan domestik serta P3B Indonesia ndash; Singapura yang masih mensyaratkan adanya kehadiran fisik dan penolakan ABC Ltd. memberikan ketidakpastian hukum bagi konsumen ABC Ltd. dalam pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif melalui wawancara mendalam dan dokumentasi. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa kegiatan bisnis ABC Ltd tidak menimbulkan adanya BUT di Indonesia dan terdapat kelemahan dalam ketentuan pajak domestik dan P3B Indonesia-Singapura mengenai definisi dan syarat adanya BUT untuk transaksi ekonomi digital. Solusi mengatasi kelemahan tersebut dapat dengan menciptakan pajak baru di luar pajak penghasilan seperti negara Inggris dan memasukan konsep BUT Virtual dalam ketentuan perpajakan domestik dan P3B Indonesia-Singapura.

ABSTRACT
The development of information technology has changed the pattern of trading from conventional to electronic. The designation of ABC Ltd. which is a digital economy enterprise using the basic concepts and provisions of domestic taxation as well as income tax treaty Indonesia Singapore which still requires the presence of physical and rejection from ABC Ltd.for providing a legal uncertainty for ABC Ltd. customers in implementing of tax obligations fulfillment. This study used a qualitative approaching through in depth interviews and documentation. The result of this study shows that the business activity of ABC Ltd. does not result in a permanent establishment in Indonesia and there are weaknesses in the provisions of the domestic tax and income tax treaty of Indonesia Singapore on the definition and the terms of permanent establishment for digital economic transactions. The solution for this weakness can be resolved by creating a new taxes regulation outside of income tax such as the UK and incorporating a virtual permanent establishment concept in domestic taxation and income tax treaty Indonesia Singapore."
2017
T47882
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadapdap, Binoto
Jakarta: Jala Permata, 2008
347.016 BIN m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ocleydis Prinzenda Quintivo Ratulangi
"ABSTRAK
Kegiatan bancassurance merupakan kerjasama bank dengan perusahaan asuransi yang memiliki banyak manfaat baik bagi bank, perusahaan asuransi, maupun nasabah. Kerjasama ini semakin banyak dilakukan di Indonesia, dan bank memiliki peran yang penting di dalamnya. Skripsi ini membandingkan tanggung jawab hukum bank dalam bancassurance di Indonesia dan Inggris, di mana Inggris merupakan salah satu negara yang mengenal kegiatan bancassurance terlebih dahulu, sebelum banyak negara-negara lain yang mengenalnya. Pokok permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana pengaturan bancassurance di Indonesia dan Inggris dan bagaimana perbandingan tanggung jawab hukum bank dalam kerjasama bancassurance antara di Indonesia dan Inggris. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode perbandingan hukum micro-comparison yang menghasilkan bentuk penelitian yuridis-normatif. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa terdapat beberapa persamaan dan perbedaan mengenai tanggung jawab hukum bank dalam bancassurance berdasarkan peraturan yang berlaku pada kedua negara tersebut.

ABSTRACT
Bancassurance activity is a collaboration between banks and insurance companies that has a lot of benefits for banks, insurance companies, and also the customers. This collaboration is increasingly carried out in Indonesia, and banks have an important role in it. This thesis compares the responsibilities of banks in bancassurance between Indonesia and the United Kingdom, where United Kingdom is one of the countries who knew bancassurance first, before many other countries did. The main issues in this thesis are how is bancassurance regulated in Indonesia and the United Kingdom, and how is the comparison of legal responsibilities of banks between Indonesia and the United Kingdom. The method used in this study is a micro-comparison method that produces a form of juridical-normative research. This research concludes that there are similarities and differences regarding legal responsibilities of banks in bancassurance based on the regulations that apply to the two countries."
2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erwin Sasmita
"Kasus Tindak Pidana Korupsi pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Asuransi Jiwasraya telah merugikan negara yang sangat besar dimana salah satu pelakunya adalah Joko Hartono Tirto yang diputus bersalah oleh majelis hakim tingkat pertama dengan nomor putusan 34/Pid.Sus-TPK/2020/PN.Jkt.Pst dengan pidana penjara seumur hidup akan tetapi tidak dibebankan pidana tambahan berupa Uang Pengganti (UP) untuk asset recovery. Dalam putusan tersebut tergambar dengan jelas adanya keterlibatan entitas korporasi dalam skema investasi PT Asuransi Jiwasraya. Tesis ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan mengunakan pendekatan teori keadilan, pertanggungjawaban korporasi, dan pengembalian aset. Berdasarkan penelitian tesis ini dihasilkan bahwa prinsip penerapan pertanggungjawaban korporasi didasarkan dari perbuatan “directing mind” dari pengurus dan/atau pemilik dari korporasi sehingga dapat dipidana tambahan berupa Uang Pengganti untuk asset recovery, asset recovery pada putusan tersebut belum tercapai sehingga perlunya dimintakan pertanggungjawaban korporasi yang terlibat, adapun korporasi yang dapat dimintakan pertanggungjawaban dalam kasus ini adalah 13 (tiga belas) Manajer Investasi, perusahaan emiten milik Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat yang sahamnya dijadikan sebagai underlying Reksa Dana oleh 13 (tiga belas) Manajer Investasi tersebut sehingga diharapkan dapat dijadikan asset recovery atas kerugian negara yang terjadi.

The Corruption Crime Case in the State-Owned Enterprise PT Asuransi Jiwasraya has caused a big loss to the state where one of the criminal act was Joko Hartono Tirto who was found guilty by the panel of judges at the first level with decision number 34/Pid.Sus-TPK/2020/ PN.Jkt.Pst commits a Corruption Crime with a life imprisonment but is not charged with an additional penalty of “uang pengganti” for asset recovery. The decision clearly illustrates the involvement of corporate entities in the investment scheme of PT Asurnasi Jiwasraya. This thesis uses a normative juridical research method by using a theory approach of justice, corporate responsibility, and asset recovery. Based on this thesis research, it is found that the principle of applying corporate responsibility is based on the "directing mind" act of the management and/or owner of the corporation so that additional penalties can be imposed for asset recovery, asset recovery on the punishment of the decision has not been achieved so that it is necessary to ask for the accountability of the corporations involved, as for corporations that can be held accountable in cases These are 13 (thirteen) Investment Managers, listed companies owned by Benny Tjokrosaputro and Heru Hidayat whose shares are used as the underlying Mutual Funds by the 13 (thirteen) Investment Managers so that they are expected to be used as asset recovery for state losses that have occurred."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadapdap, Binoto
"Kebutuhan terhadap jasa advokat semakin hari semakin meningkat. Advokat dibutuhkan dalam menyelesaikan berbagai urusan, mulai dari mengurusi persoalan dalam keluarga, kemudian mengurus hubungan antar warga dan kini menangani urusan yang melintasi batas antar negara. Proses interaksi dan interrelasi yang terjadi sedemikian cepat menjadikan interaksi tersebut secara langsung atau tidak langsung menyentuh persoalan hukum. Disini agar hubungan antar sesama pendukung hak dan kewajiban tidak saling bersinggungan satu sama lain, syarat yang perlu diperhatikan adalah apa sandaran hukum untuk hubungan tersebut. Dengan singkat dapat dikatakan, advokat dibutuhkan jasanya pada saat negosiasi, setelah negosiasi dan kemudian bila timbul sengketa.
Salah satu masalah yang seringkali menjadi penghalang bagi klien yang ingin mempergunakan jasa advokat ketika menangani suatu persoalan yang terkait dengan hukum adalah soal honorarium. Persoalannya bukan hanya pada besamya honorarium semata, tetapi juga pada cara pembayaran. Bagi sebagian anggota masyarakat mempergunakan jasa advokat untuk mengurusi persoalan tertentu masih tergolong mewah. Mempergunakan jasa advokat adalah biaya ekstra. Karena itu, bila para pihak masih mampu menyelesaikan sendiri urusannya, dapat dipastikan advokat tidak akan diikutsertakan.
Selain itu dari sisi klien, pertanyaan yang seringkali muncul adalah apa ukuran bagi advokat dalam menentukan honorarium?. Terlebih apabila jasa advokat dianalogikan dengan barang. Klien sudah terbiasa dengan jual beli barang dimana harganya dapat diperkirakan. Hal mana memudahkan konsumen untuk mengkalkulasikan berapa dana yang perlu dikerluarian untuk mengkonsumsi barang tertentu. Namun di dalam bidang jasa, ukuran harga barang tidak berlaku persis di dalam penggunaan jasa. Memang prosedur pemberian memberikan jasa hukuam dapat distandarisasikan, tetapi hasil akhirnya tidak dapat distandarisasikan. Pada sisi lain, coal honorarium sangat tergantung pada advokat mana yang memberikan pelayanan.
Untuk menelusuri seluk honorarium advokat tersebut di atas, tesis ini menggunakan metode penelitian hukum yuridis normatif dan perbandingan hukum. Dari penelitian terhadap aturan perundang-undangan dan kode etik yang berlaku di Indonesia, soal honorarium yang diterapkan advokat dapat diberi penilaian apakah honorarium tersebut masih layak dan wajar atau tidak. Selain itu, di dalam tesis ini juga diteliti ketentuan perundang-undangan dan kode etik di beberapa negara yang mengatur honorarium. Dari studi perbandingan terhadap pengaturan honorarium di beberapa negara, terlihat pengaturan honorarium di sejumlah negara lebih mendetail daripada pengaturran honorarium yang berlaku di Indonesia. Klien diberi kesempatan atau berhak mengetahui untuk apa biaya dipergunakan oleh advokat. ini artinya advokat dituntut untuk Iebih terbuka terhadap kliennya. Singkatnya, agar klien atau calon pengguna jasa dari advokat dapat memberikan penilaian soal wajar tidaknya honorarium advokat, untuk itu sejumlah faktor yang berpengaruh terhadap penanganan kasus, perlu dijelaskan oleh advokat kepada (calon) klien yang (hendak) mempergunakan jasa advokat."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T19890
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadapdap, Binoto
Jakarta: Jala Permata Aksara, 2010
340.092 BIN m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Agniya Anggraeni
"Penjaminan berbasis Hak Kekayaan Intelektual (HKI) sedang marak dalam masyarakat internasional. Hak paten sebagai bagian dari HKI di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, China, Inggris dan Singapura telah diakui untuk dapat dimanfaatkan yaitu sebagai jaminan pinjaman perusahaan khususnya bagi perusahaan dalam sektor Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Sementara di Indonesia, pelaksanaan hak paten sebagai jaminan masih kurang memadai karena belum tersedianya suatu ketentuan yang mengatur tentang penggunaan hak paten sebagai jaminan dalam pembiayaan yang diberikan bagi perusahaan. Disamping itu, masih rendahnya tingkat keberanian bank di Indonesia untuk menerima hak paten sebagai jaminan yang dianggap penuh dengan resiko tinggi.
Metode penelitian yang digunakan dalam rangka penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif yang menitikberatkan pada studi dokumen dalam penelitian kepustakaan dengan analisis data berupa deskriptif analisis.
Tujuan penelitian ini adalah agar HKI khususnya hak paten dapat menjadi terobosan baru bagi para pengusaha UMKM, para pihak penyalur dana baik milik pemerintah maupun swasta dalam memanfaatkan hak paten sebagai sumber dana atau untuk meningkatkan suatu modal usaha sehingga hal tersebut dapat turut memberikan efek peningkatan perekonomian Indonesia. Hak paten memiliki potensi yang besar untuk dapat dimanfaatkan sebagai jaminan dengan melihat adanya unsur hak eksklusif yang memberikan kebebasan bagi penciptanya untuk mengalihkan hak paten tersebut.
Sebagaimana yang terjadi di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, China, Inggris dan Singapura hak paten sebagai jaminan telah diatur dan diakui di dalam peraturan perundang-undangan negara tersebut. Beberapa negara diantaranya bahkan telah melaksanakan penggunaan hak paten sebagai jaminan dalam praktek pembiayaan bagi perusahaan di negaranya. Berdasarkan data yang diberikan secara terbuka pada negara-negara tersebut dapat diketahui bahwa sesungguhnya hak paten dapat dijadikan sebagai jaminan karena adanya pengakuan dan eksistensi dari hukum yang berlaku pada negara bersangkutan.

Financing based an IPR assets becomes flare in the international society. In the developed country such as United States, China, United Kingdom dan Singapore, patent rights as the part of the IPR is recognized to be utilized as the company's collateral especially by Small Medium Enterprise (SME) company. Whilst in Indonesia, the implementation of the patent right as the collateral yet inadequate since there is no law and regulation that governs the using of patent as collateral which provided by financing scheme to the company. Other than that, the courage of Indonesian bank to accept patent as collateral is still lack taking to consideration of the high risk in such scheme.
The research methods which support this research is normative legal methods that particularly emphasizes on the documentation study in library research with data analysis in the form of descriptive analysis.
This research is aimed for the IPR, especially patent rights that can be the new breakthrough for the SME entrepreneur, state or private funder in order to utilize the patent right as the capital source or as to increase the business capital itself and therefore it would be affect to increasing the Indonesian economic condition. Patent right has a huge potential to be used as a collateral with its exclusive right in which granting the holder of such rights capability to assign his patent right.
As occurred in the developed country such as United States, China, United Kingdom and Singapore, patent right as collateral has been governed and recognized in the prevailing law and regulation in such country. Some of country among other is even clearly have implemented the using of patent right as collateral related to the financing granted for the company in respective country. According to the disclosure information provided from such
countries concerned can be recognized that basically patent right is being able to be collateral since there is acknowledgement and existences in the prevailing law and regulation regarding patent as collateral.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T44741
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anastasia Marcella
"Skripsi ini berangkat dari banyaknya jumlah kasus kecelakaan lalu lintas jalan dalam setahun di Indonesia. Dari banyaknya kasus tersebut, hanya sedikit yang mengajukan gugatan tuntutan ganti kerugian secara perdata. Hal ini menyebabkan kurang berkembangnya hukum mengenai cedera pribadi di Indonesia. Jenis kerugian yang dapat dimintakan ganti rugi di Indonesia pun tidak pernah dituliskan secara jelas di dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Oleh karena itu kita perlu melakukan pembelajaran mengenai pengaturan tuntutan ganti kerugian dalam gugatan cedera pribadi (personal injury) pada kecelakaan lalu lintas di Inggris sebagai induk dari negara dengan sistem hukum common law. Dalam gugatan personal injury di Inggris dapat ditemukan pemikiran yang matang mengenai prinsip penggantian kerugian tersebut serta jenis-jenis kerugian yang dapat dimintakan dalam penggantian kerugian tersebut. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa Indonesia perlu membuat pengaturan yang lebih rinci mengenai penggantian kerugian dalam perkara cedera pribadi dalam kecelakaan lalu lintas.

This thesis departs from the large number of road traffic accidents in a year in Indonesia. Of the many cases, only a few have filed claims for civil compensation. This has led to a lack of legal development regarding personal injury in Indonesia. The type of loss that can be requested for compensation in Indonesia has never been written clearly in the laws and regulations in Indonesia. Therefore we need to learn about regulating compensation claims in personal injury in traffic accidents in the United Kingdom as the origin of a country with a common law legal system. In personal injury claims in the UK, careful thought can be found regarding the principle of compensation and the types of losses that can be requested in the compensation. The result of this study is that Indonesia needs to make more detailed arrangements regarding compensation for personal injury cases in traffic accidents.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>