Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 185468 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Annisa Galuh Rahmawati Hendra P
"Latar Belakang: Postur kepala yang baik adalah kepala tegak dengan kerja otot minimal dan mencapai efisiensi mekanis maksimal pada sistem saraf pusat. Ketidakseimbangan otot di tulang servikal dan sistem stomatognatik mempengaruhi postur kepala dan menyebabkan malrelasi maksila-mandibula. Usia 10-12 tahun merupakan periode emas perawatan ortodontik. Penilaian postur kepala perlu dipertimbangkan dalam perawatan ortodontik. Sudut NSL/OPT mewakili fleksi-ekstensi dari postur kepala dan sudut ANB digunakan dalam penentuan relasi maksila-mandibula. Penelitian mengenai hubungan antara sudut NSL/OPT dan sudut ANB belum pernah dipublikasikan sebelumnya. Tujuan: Penelitian bertujuan untuk menganalisis hubungan antara sudut NSL/OPT dengan sudut ANB pada anak usia 10-12 tahun ras Deutro Melayu. Metode Penelitian: Penelitian dilakukan di Klinik Gigi Anak dan Radiologi RSKGM FKG UI dengan jumlah responden 33 anak usia 10-12 tahun, sesuai kriteria inklusi dan eksklusi. Pada anak dilakukan pengambilan foto radiografi sefalometri lateral. Selanjutnya dilakukan penentuan sudut NSL/OPT dan ANB pada foto menggunakan software ImageJ. Analisis hubungan antara sudut NSL/OPT dengan sudut ANB menggunakan uji korelasi Pearson. Hasil: Nilai rerata yang didapatkan sudut NSL/OPT adalah 97,9 dan nilai rerata sudut ANB adalah 3,15. Uji korelasi didapatkan r 0,067 dengan p-value 0,713, menunjukkan hubungan sangat lemah antara sudut NSL/OPT dengan sudut ANB, dan tidak signifikan. Kesimpulan: Penelitian hubungan sudut NSL/OPT dengan sudut ANB secara sefalometri pada anak usia 10-12 tahun ras Deutro Melayu di Jakarta, hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan linear yang sangat lemah, dan secara substansi dapat disimpulkan sudut postur kepala tidak dapat dihubungkan dengan sudut ANB.

Background: Good head posture is an upright head with minimal muscle work and maximum mechanical efficiency in the central nervous system. Muscular imbalance in cervical spine and stomatognathic system affects head posture and maxillary-mandibular malrelation. Age 10-12 years is the golden period of orthodontic treatment. Assessment of head posture needs to be considered in orthodontic treatment. The NSL/OPT angle represents flexion-extension of the head posture, and the ANB angle is used to determine the maxillary-mandibular relationship. bnResearch on the relationship between the NSL/OPT angle and the ANB angle in children aged 10-12 years of the Deutro Malay race has never been found before. Purpose: to analyze the relationship between the NSL/OPT angle and the ANB angle in children aged 10-12 years of the Deutro Malay race. Methods: This research was conducted at the IKGA and Radiology Clinic RSKGM FKG UI with a total of 33 respondents aged 10-12 years, according to inclusion and exclusion criteria. Lateral cephalometric radiographs were taken. The NSL/OPT and ANB angles were determined on the photos using ImageJ software. Data analysis using Pearson correlation test. Results: The mean value for the NSL/OPT angle is 97.9 and ANB angle is 3.15. The correlation test r 0.067 with p-value 0.713, indicating a very weak relationship between the NSL/OPT angle and the ANB angle, and not significant. Conclusion: The results showed that there was a very weak linear relationship, and in substance it can be concluded that the angle of head posture cannot be related to ANB angle."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Maya Rosita
"Latar Belakang: Menurut beberapa penelitian gangguan pada masa tumbuh kembang kraniofasial yang menyebabkan gangguan fungsi otot dapat dihubungkan atau disebabkan oleh habit posisi postur kepala. Prevalensi deviasi postur kepala pada anak berusia 6-15 tahun, yaitu sebesar 52,5% dan pada usia 12-16 tahun yaitu sebesar 63%. Adanya ketidakseimbangan otot akibat gangguan fungsi otot dianggap sebagai faktor penyebab posisi dental dan skeletal yang tidak normal. Hal ini dapat memberikan dampak negatif terhadap sistem skeletal dalam hal perubahan morfologi wajah.
Tujuan: Menganalisis hubungan antara sudut craniovertebral postur kepala dengan sudut G-Sn-Pg profil wajah pada anak usia 10-12 tahun secara fotometri untuk mencegah terjadinya masalah perkembangan wajah.
Metode penelitian: Penelitian ini dilakukan di klinik IKGA RSKGM FKG UI dengan total 33 subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi. Pengukuran postur kepala dan profil wajah menggunakan fotometri lateral dan aplikasi imageJ. Postur kepala: sudut craniovertebral (tragus-C7-garis horizontal), dan Profil wajah: sudut G,Sn dan Pg. Hubungan antara sudut craniovertebral dengan sudut G-Sn-Pg dianalisis menggunakan uji Pearson.
Hasil: Terdapat hubungan bermakna secara statistik antara sudut craniovertebral postur kepala dengan sudut G-Sn-Pg profil wajah (p<0,05), dan kekuatan hubungan lemah (r=0,373)
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara sudut craniovertebral postur kepala dengan sudut G-Sn-Pg profil wajah. Semakin kecil sudut craniovertebral maka semakin kecil sudut G-Sn-Pg yang berarti bahwa postur kepala forward, berhubungan profil wajah yang cembung.

Background: According to several studies, disturbances in the craniofacial growth and development period that cause impaired muscle function can be related to or caused by habitual head posture positions. The prevalence of head posture deviation in children aged 6-15 years is 52.5% and in children aged 12-16 years is 63%. The existence of muscle imbalance due to impaired muscle function is considered as a factor causing abnormal dental and skeletal positions. This can have a negative impact on the skeletal system in terms of changes in facial morphology.
Objective:Analyzing the relationship between craniovertebral angle of the head posture and G-Sn-Pg angle of the facial profile in children aged 10-12 years by photometry to prevent facial development problems.
Methods: This research was conducted at the IKGA RSKGM FKG UI clinic with a total of 33 research subjects that matched with the inclusion criteria. Measurement of head posture and facial profile using lateral photometry and the imageJ application. Head posture: craniovertebral angle (tragus-C7-horizontal line), and facial profile: angles G,Sn and Pg. The relationship between craniovertebral angle and G-Sn-Pg angle was analyzed using Pearson test.
Results: There is a statistically significant relationship between craniovertebral angle of the head posture and G-Sn-Pg angle of the facial profile (p < 0.05) with a weak relationship strength (r = 0.373).
Conclusion: There is a relationship between craniovertebral angle of the head posture and G-Sn-Pg angle of the facial profile. The smaller craniovertebral angle, the smaller G-Sn-Pg angle, which means that forward head posture is associated with a convex facial profile.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyudi Hartono
"Ruang lingkup: Di bagian produksi industri rotan, pekerja melakukan gerakan tangan berulang untuk jangka waktu yang lama dan sering kali disertai beban yang berat. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui prevalensi serta faktor-faktor yang berhubungan dengan Upper Extremity Work-Related Musculoskeletal Disorders (UEWMSDs).
Metode: Penelitian ini mcnggunakan desain potong lintang dengan jumlah sampel 100 yang diambil secara random sampling. Data penelitian didapat dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan provokasi neurologi pada ekstrentitas atas dan pengamatan sikap dan posisi anggota tubuh pada waktu bekerja dengan menggunakan kode skor RULA.
Hasil penelitian: Didapatkan prevalensi UEWMSDs sebesar 46 %. Kelainan UEWMSDs yang terbanyal; adalah Impingement syndrome sebesar 24.%. Faktor-faktor seperti umur, jenis kelamin, status gizi, tingkal pendidikan, lama kerja, masa kerja, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, pekerjaan sampingan, lama tidur, riwayat keluhan fisik sebelumnya, desain ruang kerja, pelatihan kerja dan SOP tidak terbukti merupakan faktor risiko untuk terjadinya UEWMSDs. Faktor yang :Iarhubungan dengan UEWMSDs adalah sikap dan posisi anggota tubuh pada waktu bekerja dengan skor RULA ≥ 5 (p=0.000).
Kesimpulan: Hasil penelitian mendapatkan adanya hubungan bennakna antara sikap dan posisi anggota tubuh waktu bekerja dengan UEWMSDs. Sikap dan posisi anggota tubuh dengan skor RULA ≥ 5 mempunyai risiko UEWMSDs 104 kali dari sikap dan posisi anggota tubuh dengan skor RULA < 5.

The Relationship Between Upper Extremities' Posture on Work and UEWMSDs on Rattan workers at PT "X". Scope: Al the production unit of rattan industry, workers perform repetitive hand movements for prolonged periods of time and occasionally with heavy load The purpose of this study is to assess the prevalence and factors that relate with Upper Extremity Work-related Macula-Skeletal Disorders (UEWMSDs).
Method: This study used cross-sectional design with a total number of 100 samples that was randomly sampling selected. The data were compiled from anamnesis, physical examination, neurology provocation; test on upper extremities and observation during working using RUI,R score.
Result : The prevalence of UEWMSDs is 46 % . hnpingement syndrome is the greatest number of UEWMSDs (24 %). Whereas age, gender, nutrient status, educational background, length of working hours, length of service, smoking habit, sports, side jobs, length of sleep, prior history of physical complaint, workplace design, job training and standard operational procedure (SOP) are not risk factors for UEWMSDs. The factor related with UEWMSDs is extremity's posture and position during working with RULA score (p=0.000).
Conclusion : The study finds that there is a significant relationship between extremity' posture and position during working with UEWMSDs. Extremity' posture and position with RULA score ≥ 5 have a risk of 104 times greater than the ones with RULA score < 5.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T13615
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yunita Fitriyani
"ABSTRAK
Latar belakang dan tujuan. Abortus spontan merupakan salah satu masalah kesehatan reproduksi yang cukup sering dialami oleh pekerja wanita di PT.T Jakarta. Banyak faktor yang mempengaruhi kejadian abortus spontan, salah satunya postur kerja statis berdiri ataupun duduk. Dari survey awal ditemukan 5,5 kasus abortus pada 400 pekerja wanita. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa postur kerja berdiri lama lebih berpengaruh terhadap terjadinya abortus daripada postur duduk pada pekerja di PT.T Jakarta.Metode. Penelitian ini menggunakan desain kasus control, pada 78 orang pekerja wanita di unit produksi sebuah pabrik garmen di Jakarta. Kasus adalah pekerja subyek yang pernah hamil dan mengalami abortus spontan selama kurun 2012-2017. Kontrol adalah subyek yang pernah hamil namun tidak pernah mengalami abortus spontan selama kurun waktu yang sama. Kelompok kasus dan kontrol diambil dari departemen sewing dan cutting, dengan perbandingan 1 kasus dipadankan dengan 2 kontrol.Hasil dan kesimpulan. Postur kerja berdiri lama berpengaruh terhadap terjadinya kejadian abortus spontang dibandingkan dengan postur kerja duduk. Dari hasil penelitian terbukti ada pengaruh bermakna antara postur kerja jenis pekerjaan OR 303,34; p.

ABSTRACT
Spontaneous abortion is one of reproductive health problem which oftenly happens among female workers at garment factory at PT.T Jakarta. Many factors could cause spontaneous abortion in female workers, one of them is the prolonged standing posture. The incidence is 5,5 from early survey in September 2016 among 400 female workers. The objective of this study is to get overview about the case and influence factors, especially prolonged standing posture.Methods. This research use case control study design at 78 female workers at sewing and cutting unit at garment factory in Jakarta. Case is subject which have pregnant and spontaneous abortion during 2012 2017. Control is subject which have pregnant but have never got spontaneous abortion at the same time. Group of case and control taken from cutting and sewing department, 1 case compared with 2 controls. Result and conclusion. There was a relationship between prolonged standing posture OR 303,34 p"
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendrati Tjiptobroto
"Pengukuran tinggi muka bawah (TMB) dari beberapa pasien anak-anak yang mempunyai gigitan dalam dengan rasio "upper face height terhadap lower face height" (rasio UFH/LFH) didapatkan nilai yang bervariasi. Padahal TMB merupakan salah satu faktor dalam tata laksana gigitan dalam dan pemilihan jenis alat retensi. Maka penelitian ini bertujuan apakah pada gigitan dalam tidak selalu dijumpai TMB yang menurun dan apakah sudut palatomandibular (sudut PP-MP) yang lebih kecil dari normal menunjukkan TMB yang menurun.
Penelitian ini berdasarkan analisa vertikal dari sefalometri ronsenografik lateral, yang dilakukan pada anak-anak Indonesia yang datang di Klinik Pasca Sarjana FKG-Ul. Kriteria sampel adalah anak-anak dengan tumpang gigit lebih dari 50%, hubungan molar satu K1. I Angle dan belum pernah dirawat ortodonsi.
Uji statistik terhadap rasio UFH/LFH dan sudut PP-MP dengan chi kuadrat didapatkan nilai xa sebesar 0,51 dan 0,183 pada p=0,05 dan df=1. Pengujian terhadap kelompok sudut yang normal dan menurun dimana masing--masing kelompok didapati nilai rasio UFH/LFH normal dan meningkat didapatkan nilai x2' sebesar 15,384 dan 9,782 pada p.=:0,05 dan df=1.
Hasil penelitian menunjukkan pada gigitan dalam didapati TMB yang 'normal dan menurun. Penafsiran TMB menurut rasio UFH/LFH selalu sama dengan sudut PP-MP. Dan sudut PP-MP yang kurang dari normal menunjukkan TMB yang menurun. Kedua parameter ini cukup sensitif dan konsisten dalam menggambarkan TMB. Dengan penggunaan kedua parameter ini diharapkan pengukuran TMB lebih akurat."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1995
T-9365
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Anie Lestari
"Tujuan perawatan ortodonsi diantaranya mendapatkan profil wajah yang optimal. Para ortodontis berpendapat bahwa posisi bibir merupakan faktor yang sangat penting dalam menilai estetika wajah seseorang . Dalam upaya menegakkan diagnosa pada faktor estetika dan rencana perawatan ortodonsi sering timbul keraguan, karena saat ini masih dipakai norma standar ras Kaukasoid yang mungkin saja tidak sesuai untuk bangsa Indonesia. Seperti diketahui penilaian wajah cantik menarik sifatnya subjektif dan banyak dipengaruhi oleh perasaan, akan tetapi hasil perawatan yang diharapkan seharusnya bersifat subjektif dan objektif. Dengan demikian penilaian yang objektif dari masyarakat umum perlu sekali. Sebagai sampel, masyarakat Jawa dipilih secara acak oleh penulis dalam penelitian ini.
Tujuan penelitian ini mendapatkan nilai posisi bibir pada wanita yang dipandang balk terhadap garis E dari sudut pandang orang Indonesia suku Jawa dan untuk mengetahui apakah nilai posisi tersebut sama dengan standar Kaukasoid yang diteliti oleh Chaconas.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menanyakan kepada 76 responden suku Jawa terhadap penilaian 25 serf gambar profil wajah tentang posisi bibir yang dianggap baik.
Hasil penelitian menunjukkan 52.7 % responden memilih profil dengan posisi bibir atas - 0.58 mm dan bawah 0 mm dari garis E. 23.7 % memilih profil dengan posisi bibir atas - 0.58 mm bibir bawah + 1.4 mm .
Penulis menyimpulkan bahwa posisi bibir yang dianggap baik dari sudut pandang orang Indonesia suku Jawa terhadap garis E Chaconas adalah - 0.58 mm untuk bibir atas dan 0 mm untuk bibir bawah . Posisi tersebut berbeda dengan standar Chaconas yaitu posisi bibir atas berada di depan nilai standar."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1995
T-4018
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Krisnawati
"Pencabutan gigi untuk keperluan perawatan ortodonti telah menjadi perdebatan selama bertahun-tahun. Berkaitan dengan hal tersebut, maka telah dilakukan studi pendahuluan untuk melihat "Kecenderungan perawatan ortodonti dengan pencabutan gigi ditinjau dari faktor usia, jenis kelamin dan maloklusi " pada pasien ortodonti di Jakarta periode tahun 1993 - 1995.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perawatan ortodonti dengan pencabutan cenderung meningkat pada periode tersebut, meskipun prosentasenya masih dalam rentangan 25 % - 85 % . Pasien perempuan jumlahnya lebih banyak daripada laki-laki. Pada penelitian ini terlihat bahwa kelompok umur 13-17 tahun adalah yang terbanyak mendapat perawatan ortodonti dan maloklusi yang terbanyak dijumpai adalah maloklusi klas I.
Angka prevalensi dan data-data yang diperoleh memperlihatkan bahwa pencabutan cukup sering menjadi pilihan dalam melakukan perawatan ortodonti, meskipun pasien masih berusia muda dan maloklusi bersifat dental."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1996
T-3747
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuri Deswita
"Tujuan: Penelitian ini bertujuan menganalisis perbedaan besar friksi kinetik antara kombinasi braket Stainless Steel (SS) Edgewise slot .018 dan kawatSS .017X.025, dengan kombinasi braket slot .022 dan kawat SS.019X.025 pada saat pergerakan sliding gigi kaninus.
Metode: Penelitian laboratoris ini terdiri dari 96 sampel yang terbagi atas dua kelompok slot braket, dan setiap kelompok slot braket terbagi atas empat kelompok beban tahanan. Besar friksi kinetik diukur dengan Universal Testing Machine merk ChatillonTM pada kedua kelompok slot braket saat pergerakan sliding gigi kaninus yang diberi beban tahanan 0, 50 gr, 100 gr, dan 150 gr.
Hasil: Friksi kinetik pada kelompok braket slot .018 lebih besar daripada slot .022 secara bermakna pada kelompok beban tahanan 0, 50 gr, dan 100 gr, namun tidak bermakna pada kelompok beban tahanan 150 gr. Besar friksi kinetik meningkat secara bermakna seiring peningkatan besar beban tahanan 50 gr, 100 gr, dan 150 gr pada kedua kelompok slot braket.
Kesimpulan: Friksi kinetik pada kombinasi braket SS Edgewise slot .018 dan kawat SS .017X.025 terjadi lebih besar daripada kombinasi braket slot .022 dan kawat SS .019X.025.

Objectives: The objective of this study was to compare kinetic frictional force of Stainless Steel (SS) Edgewise bracket between .018 slot coupled with .017X.025 SS wire and .022 slot coupled with .019X.025 SS wire in simulated sliding canine movement.
Methods: This in-vitro study was done to measure kinetic frictional force of 96 samples, divided into two bracket slot groups and each of bracket slot groups was divided into four retarding force groups. Kinetic frictional force was measured byChatillonTM UniversalTesting Machine for both bracket slot groups, in simulated sliding canine movement using 0, 50 gr, 100 gr, and 150 gr retarding forces.
Results: Kinetic frictional force was significantly greater for the .018 than .022 bracket slot in the 0, 50 gr, and 100 gr retarding force groups, but it was not significant in the 150 gr retarding force group. Frictional force increased with the increasing of the 50 gr, 100 gr, and 150 gr retarding forces for both bracket slot groups.
Conclusions: Kinetic frictional force of the .018 SS Edgewise bracket slot coupled with .017X.025 SS wire is greater than the .022 bracket slot coupled with .019X.025 SS wire.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Irfan Sukendar
"Adanya tren perubahan perilaku selama pembatasan aktivitas sosial masyarakat penularan pandemi COVID-19 memberikan pengaruh pada berbagai aspek dalam kehidupan di Indonesia, khususnya dalam dunia pendidikan tinggi memaksa mahasiswa menjalani kuliah secara daring. Penelitian ini bertujuan untuk melihat kondisi tingkat aktivitas fisik dihubungkan dengan kondisi postur, keluhan muskulosketal serta faktor-faktor lainnya, pada mahasiswa yang telah mengalami program kuliah daring selama minimal 2 tahun. Penelitian menggunakan desain potong lintang dengan pendekatan analisis hubungan, teknik pengambilan consecutive sampling, dengan mengolah data primer yang didapat dari instrumen kuesioner IPAQ-SF bahasa Indonesia, CMDQ dan penilaian NYPRS untuk dianalis univariat dan bivariat. Didapatkan hasil dari subjek (n=112) variasi postur terbanyak forward neck (76%), asimetri bahu (76%), kifosis (68%) dengan keluhan muskuloskletal terbanyak punggung bawah (38%), leher (28%), upperback (25%). Hasil analisis hubungan didapatkan kemaknaan pada tingkat aktivitas fisik dan kondisi postur (p<0,05). Ditemukan kemaknaan hubungan antara IMT dengan lumbar lordosis, anterior tilt dan genu valgum (p<0,05).

The trend of behavior changes during lockdown to prevent transmission of the COVID-19 pandemic has an impact on various aspects in Indonesian social activity life, especially in the undergraduate level education, forcing the college students to have online class. This study aims to measure the level of physical activity associated with the condition of body posture, musculoskeletal discomfort and other factors, the subject are college students who experienced 2 years online to face new normal era. The study used a cross-sectional design with a relationship analysis approach, consecutive sampling technique, with instrument IPAQ-SF questionnaire, CMDQ and NYPRS, to analyse primary data with univariate and bivariate analysis. The results (n = 112) variation of posture forward neck (76%), uneven shoulder (76%), kyphosis (68%), prevalence of musculoskeletal discomfort in lower back (38%), neck (28%), upper back (25%). The results of the bivariate analysis significance correlations between physical activity level and NYPRS (p<0.05). BMI and lumbar lordosis, anterior tilt and genu valgum (p<0.05)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Wahyudi
"[ABSTRAK
Pendahuluan: Pengukuran indeks PAR umumnya dilakukan secara manual. Seiring dengan perkembangan teknologi, maka dikembangkan piranti lunak indeks PAR untuk membantu ortodontis dalam mengukur indeks PAR secara digital.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan membandingkan hasil pengukuran skor indeks PAR (komponen 1-6) secara manual dan digital. Material dan Metode:Enam puluh subyek penelitian yang sesuai kriteria inklusi dilakukan pemindaian dengan menggunakan alat pindai datar/scanner HP Scanjet G4050 sehingga didapatkan model studi digital dua dimensi (2D). Dilakukan pengukuran skor indeks PAR (komponen 1-6) secara manual pada model studi konvensional dengan menggunakan penggaris plastik PAR dan pengukuran secara digital pada model studi digital 2D dengan menggunakan piranti lunak indeks PAR.
Hasil: Tidak terdapat perbedaan bermakna antara pengukuran skor indeks PAR (komponen 1-6) pada model studi konvensional dengan model studi digital 2D (p>0,05).
Kesimpulan: Pengukuran pada model studi digital 2D sama akurat dengan model studi konvensional.

ABSTRACT
Introduction: Over the years, PAR index measurement is usually recorded using manual assessment. Along with the technology improvements, PAR index software are being developed to help orthodontists in measuring the PAR index digitally.
Objectives: The aim of this study is to compare the result of PAR score index (component 1-6)between the manual and digital measurement.
Materials and Methods: Sixty samples that match the inclusion criteria were scanned using HP Scanjet G4050 scanner device to obtain 2D digital study models. Manual measurements of the PAR score index (component 1-6) was assessed using PAR plastic ruler, while the 2D digital study models were measured using PAR index software.
Results:There were no significant differences between the measurement of PAR score index (component 1-6) in conventional and 2D digital study models (p>0,05).
Conclusions: The measurements on 2D digital study models are as accurate as conventional study models., Introduction: Over the years, PAR index measurement is usually recorded using manual assessment. Along with the technology improvements, PAR index software are being developed to help orthodontists in measuring the PAR index digitally.
Objectives: The aim of this study is to compare the result of PAR score index (component 1-6)between the manual and digital measurement.
Materials and Methods: Sixty samples that match the inclusion criteria were scanned using HP Scanjet G4050 scanner device to obtain 2D digital study models. Manual measurements of the PAR score index (component 1-6) was assessed using PAR plastic ruler, while the 2D digital study models were measured using PAR index software.
Results:There were no significant differences between the measurement of PAR score index (component 1-6) in conventional and 2D digital study models (p>0,05).
Conclusions: The measurements on 2D digital study models are as accurate as conventional study models.]"
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2015
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>