Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 164366 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Limbong, Raissa Aprilita
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis mengenai penerapan asas itikad baik bagi para pihak dalam melaksanakan kesepakatan yang telah dituangkan dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli (“PPJB”) dan juga kewenangan Notaris yang tidak menerapkan asas kehati-hatian dalam menjalankan wewenangnya. Bahwa dalam kasus penelitian ini dalam jual beli tanah baik pihak penjual dan juga pembeli tidak menjalankan asas itikad baik, yang dapat dilihat dari tindakan konkret para pihak yaitu penjual telah menjual kembali tanah yang telah disepakati dan pembeli yang masih memegang PPJB tidak lunas pun menjual kepada pihak lain. Di sisi lain, Notaris yang bersangkutan dengan sadar membuat PPJB Lunas bagi pihak pembeli atas tanah yang masih berstatus PPJB tidak lunas. Pokok Permasalahan dalam penelitian ini adalah mengenai itikad baik dalam pelaksanaan PPJB serta pertanggungjawaban Notaris terhadap pembuatan PPJB lunas terhadap tanah yang belum memiliki status kepemilikan secara sah. Bentuk Penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan tersebut adalah dengan penelitian yuridis normatif yang bertujuan untuk meneliti dan menganalisis permasalahan hukum yang timbul dengan tipe penelitian Deskriptif dan juga Preskriptif. Penelitian ini menunjukkan bahwa pentingnya pengaturan asas itikad baik dalam pelaksanaan PPJB dan juga aturan yang detail megnenai PPJB Hat Atas Tanah agar terciptanya keseimbangan hukum antar penjual maupun pembeli. Notaris yang menangani kasus dalam penelitian ini berdasarkan tindakan pembuatan PPJB Lunas terhadap tanah yang belum memiliki status kepemilikan yang sah telah melanggar Pasal 16 ayat (1) huruf a Undang-Undang Jabatan Notaris (“UUJN”), dalam frasa saksama yaitu kehati-hatian, maka dari itu Notaris bersangkutan dapat dikenakan sanksi administrasi, perdata maupun pidana.

This study aims to analyze the application of the principle of good faith for the parties in carrying out the agreement as outlined in the Sale and Purchase Agreement ("PPJB") and also the authority of a Notary who does not apply the precautionary principle in exercising his authority. That in the case of this study in buying and selling land, both the seller and the buyer did not carry out the principle of good faith, which can be seen from the concrete actions of the parties, namely the seller has resold the agreed land and the buyer who still holds the unpaid PPJB also sells it to the third party. other. On the other hand, the Notary concerned consciously makes the Settled Buy and Sale Binding Agreement for the buyer of land that still has the status of PPJB not paid off. The main problem in this study is regarding good faith in the implementation of the PPJB and the notary's responsibility for making the PPJB paid off for land that does not yet have legal ownership status. The form of research used to answer these problems is normative juridical research which aims to examine and analyze legal issues that arise with descriptive and prescriptive types of research. This research shows that it is important to regulate the principle of good faith in the implementation of PPJB and also the detailed rules regarding PPJB HAT on Land in order to create a legal balance between sellers and buyers. The notary who handled the case in this study based on the act of making Settled Buy and Sale Binding Agreement for land that did not yet have legal ownership status had violated Article 16 paragraph (1) letter a of the Notary Office Law ("UUJN"), in precise phrases namely caution, therefore the Notary concerned may be subject to administration,civil or criminal sanctions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devinda Shabyla Maharani Putri Kurniawan
"Pembuatan Akta Pengikatan Jual Beli (PJB) harus memiliki itikad baik dari pengembang (developer) terhadap konsumen. Peran developer, konsumen dan Notaris sangat penting dalam PJB, karena berhubungan dengan hak dan kepastian para pihak yang terlibat. Developer harus memenuhi kewajibannya sesuai dengan perjanjian, termasuk penyerahan obyek perjanjian kepada konsumen. Pelaksanaan PJB harus dilakukan tanpa cacat yang tersembunyi, dan jika terdapat kesalahan atau kelalaian yang merugikan konsumen beritikad baik, konsumen berhak meminta pertanggungjawaban dari developer maupun notaris. Tanggung jawab ini memberikan pelindungan hukum kepada konsumen sebagai pembeli yang beritikad baik. Permasalahan hukum yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai (1) kekuatan hukum terhadap Pengikatan Jual Beli tanggal 13 Februari 2014 Nomor 25 dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1949 K/Pdt/2022; (2) tanggung jawab developer dan Notaris dalam pembuatan Pengikatan Jual Beli terhadap konsumen yang beritikad baik terkait dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 1949 K/Pdt/2022. Permasalahan tersebut dijawab menggunakan metode penelitian doktrinal. Data yang digunakan adalah data sekunder serta wawancara sebagai data pendukung. Hasil analisis: (1) Akta PJB Nomor 25 tidak sah dan tidak berkekuatan hukum sehingga merugikan konsumen. Majelis hakim tidak tepat dalam menetapkan, bahwa konsumen melakukan perbuatan melawan hukum sebab konsumen terbukti beritikad baik, sesuai dengan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2016. Sehingga ia berhak atas pelindungan hukum dimana menurut SEMA Nomor 7 Tahun 2012, konsumen dapat mengajukan penyelesaian sengketa melalui Peradilan Umum atau Alternative Dispute Resolution (ADR). Dapat juga melalui jalur pembuatan akta perdamaian ataupun jalur hukum pidana atas penipuan dan penggelapan yang dilakukan oleh developer; (2) developer tidak beritikad baik, sehingga harus bertanggung jawab atas unsur kesalahan untuk memberi kompensasi akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan sesuai dengan Pasal 1365 KUHPerdata. Kemudian developer melakukan penipuan dan penggelapan dengan menjual tanah yang belum sepenuhnya dimilikinya tanpa menyebutkan status tanah dalam sengketa dan agunan bank. Dapat dipidana penjara paling lama empat tahun sesuai Pasal 378 dan 372 KUHPidana. Sementara itu, tanggung jawab Notaris terbatas pada aspek legalitas dan prosedur pembuatan akta, sehingga apabila Notaris dijadikan turut tergugat dalam suatu pengadilan, maka harus dilihat hubungan hukum Notaris dengan para pihak, terkait dengan pembatalan Akta PJB Nomor 25 akibat dari developer yang tidak melunaskan pembayaran harga tanah induk kepada pemilik tanah. Jika dapat dibuktikan bahwa kesalahan yang terjadi bukan disebabkan oleh Notaris, melainkan oleh kelalaian dari developer yang terlibat dalam transaksi, maka Notaris dapat dibebaskan dari tanggung jawab sebagai turut tergugat.

The preparation of the Deed of Sale and Purchase Binding (SPA) must have good faith from the developer (developer) to consumers. The role  of developers, consumers and Notaries is very important in SPA, because it relates to the rights and certainty of the parties involved. The developer must fulfill its obligations in accordance with the agreement, including the delivery of the object of the agreement to the consumer. The implementation of SPA must be carried out without hidden defects, and if there are errors or omissions that harm consumers in good faith, consumers have the right to hold the developer and notary accountable. This responsibility provides legal protection to consumers as buyers in good faith. The legal issues raised in this study are regarding (1) the legal force of the Sale and Purchase Binding dated February 13, 2014 Number 25 in Supreme Court Decision Number 1949 K/Pdt/2022; (2) the responsibility  of developers and  Notaries in making Sale and Purchase Binding to consumers in good faith related to Supreme Court Decision Number 1949 K/Pdt/2022. These problems are answered using doctrinal research methods. The data used are secondary data and interviews as supporting data. Analysis results: (1) SPA Deed Number 25 is invalid and has no legal force so as to harm consumers. The panel of judges is not appropriate in determining, that consumers commit unlawful acts because consumers are proven to have good faith, in accordance with the Supreme Court Circular (SEMA) Number 4 of 2016. So that he is entitled to legal protection where according to SEMA Number 7 of 2012, consumers can apply for dispute resolution through the General Court or Alternative Dispute Resolution (ADR). It can also be through the path of making peace deeds or criminal law channels for fraud and embezzlement committed by developers; (2)  the developer does not have good faith, so it must be responsible for the element of error to compensate for unlawful acts committed in accordance with Article 1365 of the Civil Code. Then  the developer commits fraud and embezzlement by selling land that he does not fully own without mentioning the status of the land in dispute and bank collateral. It can be sentenced to imprisonment for a maximum of four years according to Articles 378 and 372 of the Penal Code. Meanwhile, the Notary's responsibility is limited to the legality aspect and the procedure for making a deed, so if the Notary is made a defendant in a court, the Notary's legal relationship with the parties relationto the cancellation of SPA Deed Number 25 due to the developer not paying off the payment of the parent land price to the land owner must be studied. If it can be proven that the error occurred was not caused by the Notary, but by the negligence of the developer involved in the transaction, then the Notary can be released from responsibility as a co-defendant."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yolanda Kusumawati
"Pengikatan jual beli sebagai pendahuluan dari transaksi jual beli tanah seharusnya didasarkan pada alas hak yang sah agar tidak menimbulkan kerugian bagi para pihak. Penelitian ini membahas mengenai keabsahan akta perjanjian pengikatan jual beli notariil yang didasari dengan akta kuasa menjual di bawah tangan yang dipalsukan serta peran dan tanggung jawab notaris dalam pembuatan perjanjian pengikatan jual beli dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 46 K/Pid/2017. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif yang menggunakan data sekunder dan tipologi penelitian eksplanatoris. Hasil penelitian ini yaitu keabsahan akta perjanjian pengikatan jual beli notariil yang didasari dengan akta kuasa menjual di bawah tangan yang dipalsukan adalah menjadi akta yang tidak memiliki kekuatan hukum karena melanggar syarat subjektif dan syarat objektif perjanjian. Peran notaris dalam pembuatan perjanjian pengikatan jual beli dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 46 K/Pid/2017 adalah membuat akta perjanjian pengikatan jual beli dengan dasar berupa akta di bawah tangan yang seharusnya dipersyaratkan legalisasi untuk mencegah pemalsuan tanda tangan para pihak dalam akta dan tanggung jawab yang dapat dikenakan kepada notaris secara pidana dan perdata adalah tidak ada karena Notaris MN tidak terlibat dalam pemalsuan akta kuasa menjual tersebut.

The binding sale and purchase as a prelude to the sale and purchase transaction of land should be based on legal rights so as not to cause harm to the parties. This research discusses the validity of the notarial sale and purchase binding agreement deed based on the forged under hand deed of authorization to sell and the role and responsibility of the notary in making the sale and purchase binding agreement  in the Supreme Court of The Republic of Indonesia Decision Number 46 K/Pid/2017. This research is a normative juridical research using secondary data and explanatory research typology. The results of this research are the validity of the notarial sale and purchase binding agreement deed based on the forged under hand deed of authorization to sell to become a deed that has no legal force beacuse it violates the subjective and objective terms of agreement. The role of the notary in making the sale and purchase binding agreement in the Supreme Court of The Republic of Indonesia Decision Number 46 K/Pid/2017 is making a deed of sale and purchase binding agreement based on an under hand deed which should require legalization to prevent falsification of the signatures of the parties in the deed and the responsibility that can be imposed on the notary in criminal and civil terms is non existent because Notary MN was not involved in the falsification of the deed of authorization to sell."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fani Mutiara
"Perjanjian Pengikatan Jual Beli PPJB merupakan perjanjian pendahuluan yang berfungsi untuk mempersiapkan atau memperkuat perjanjian pokok yaitu perjanjian jual beli. PPJB memuat janji-janji dari calon penjual dan calon pembeli bahwa keduanya mengikatkan diri untuk melakukan jual beli. Dalam praktiknya PPJB terdapat banyak permasalahan baik yang di buat dibawah tangan maupun yang dibuat dihadapan Notaris. Sehingga, peneliti mengangkat permasalahan terkait dengan hal tersebut, diantaranya adalah pengaturan tentang pemindahan hak atas tanah melalui PPJB, perkembangan hukumnya di Indonesia, kewenangan dan tanggung jawab notaris berkaitan dengan penyerahan sertifikat hak milik sebagai objek PPJB. Bentuk penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah bentuk penelitian yuridis-normatif, metode analisis data yang digunakan adalah metode kualitatif dan alat pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah studi dokumen atau bahan pustaka.
Berdasarkan hasil yang diperoleh, belum ada pengaturan khusus yang mengatur tentang pemindahan hak atas tanah melalui PPJB. Dalam setiap perjanjian yang bermaksud untuk memindahkan hak atas tanah berlaku ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria UUPA, yaitu harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT. Kemudian, jika PPJB batal demi hukum maka, notaris berkewajiban untuk menyerahkan sertifikat hak milik kepada pemegang hak yang sah.
Hasil penelitian ini menyarankan perlunya penyuluhan hukum kepada klien berupa akses informasi mengenai ketentuan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan peralihan hak atas tanah serta memastikan bahwa apa yang tertuang dalam perjanjian telah dimengerti, sesuai dengan kehendak para pihak, dan menyetujui isi dari akta yang akan ditandatangani oleh para pihak. Kata Kunci:Notaris, Perjanjian Pengikatan Jual Beli, kewenangan dan tanggungjawab notaris.

Sale and Purchase Binding Agreement also known as Perjanjian Pengikatan Jual Beli or ldquo PPJB rdquo is the underlying agreement in order to arrange or support the main agreement which is the sale and purchase agreement. PPJB contains representation and warranty from the prospective seller and the prospective buyer. In practice, PPJB has many problems either drawn up in private or before the notary. Therefore, the researcher decides to analyze the above problems, among others the regulations of transfer of land rights through PPJB, the development of such regulations in Indonesia, the authorization and responsibility of notary in conjunction with the transfer of ownership certificate as PPJB rsquo s object. The form of research used by the researcher is normative legal research, the data analysis method used by researcher is qualitative method and data collection tools used in this research is document or literature study.
Based on the results, there is no specific laws which regulates the transfer of land rights through PPJB. In any agreements which aims to transfer the land rights, it shall apply the provisions under Law No. 5 of 1960 regarding Basic Regulations on Agrarian Principles Undang Undang Pokok Agraria or ldquo UUPA rdquo of which it shall be proven by deed drawn up before a land deed official Pejabat Pembuat Akta Tanah or ldquo PPAT rdquo . Further, if the PPJB is null and void, the notary shall deliver the certificate of ownership to the legally rights holder.
The results of this research is advising to conduct legal counseling to client regarding access to information with regard to the related transfer of land rights laws and shall assure that any clause in the agreement has been comprehended, in accordance with the intention of parties, and agree with the content of deed which will be signed by the parties.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T50738
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diandra Nalawardani
"ABSTRAK
Dalam rangka penjualan rumah susun atas satuan-satuannya, dewasa ini telah banyak melakukan perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) sebelum rumah susun yang bersangkutan selesai dibangun. Padahal UU No. 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun mensyaratkan bahwa satuan rumah susun baru dapat diperjualbelikan setelah rumah susun tersebut selesai dibangun. Perjanjian pengikatan jual beli pada umumnya sudah dibuat dalam bentuk standard (perjanjian baku) yang sudah ditentukan terlebih dahulu oleh pihak pengembang sebagai pelaku usaha. Akan tetapi, kontrak standard yang dibuat secara sepihak oleh pihak pengembang seringkali memuat klausula-klausula yang merugikan konsumen atau dengan kata lain, isi dari perjanjian baku tersebut lebih banyak mengakomodir kepentingan pihak pengembang dibandingkan dengan konsumen. Akibatnya seringkali konsumen dirugikan. Meskipun UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) telah merumuskan aturan mengenai larangan pencantuman klausula baku, pada kenyataannya aturan tersebut tidak dipedulikan oleh pihak pengembang. Salah satu bentuk klausula baku yang seringkali merugikan konsumen adalah klausula eksonerasi. Dengan adanya klausula eksonerasi maka telah mencerminkan bahwa pihak pengembang tidak mematuhi ketentuan yang dirumuskan oleh UUPK dan juga tidak mengindahkan asas itikad baik sebagaimana dirumuskan oleh pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata. Jika ditinjau dari KUHPerdata, perjanjian yang tidak dilaksanakan atas dasar itikad baik telah melanggar syarat sah perjanjian mengenai sebab yang halal sebagaimana dirumuskan oleh pasal 1320 ayat (4). Sedangkan penentuan isi perjanjian yang dilakukan secara sepihak oleh pihak pengembang juga dianggap melanggar syarat sah perjanjian mengenai kesepakatan sebagaimana dirumuskan oleh pasal 1320 ayat (1). Hal ini dikarenakan konsumen tidak dapat secara bebas menentukan kehendaknya sehingga konsumen hanya memiliki 2 pilihan, yaitu ?take it or leave it?. Oleh karena itu hasil penelitian ini akan memaparkan analisa mengenai keabsahan perjanjian dan mengenai hubungan antara asas itikad baik dengan klausula eksonerasi yang terdapat di dalam PPJB Apartemen Pakubuwono yang ditinjau dari KUHPerdata dan UUPK. Metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah metode penelitian normatif.

ABSTRACT
In order sales the units of flat, recently has conducted a binding sale and purchase agreement (PPJB) before the flat completed. Though Law. No 16 / 1985 About Flat mention that the units of flat can be traded after the flat was completed. Binding sale and purchase agreement in general has been made in standard form (standard agreement) that have been determined by developer as a businessmen. However, standard contract are made by developer often contain clauses that harm consumers or in the other words, the contents of the standard agreement has been mostly to accommodate the interests of developer than consumer. As a result, consumer are often disadvantaged. Although Law No. 8 / 1999 About Consumer Protection (UUPK) has formulated the rules regarding the prohibition of the inclusion of standard clauses, in fact the rule was ignored by developer. One from standard clauses which are often detrimental to the consumer is eksonerasion clause. Eksonerasion clause have reflected that developer does not comply the regulations that formulated by Consumer Protection Law and also ignores a good faith principle as defined by section 1338 subsection (3) Civil Code. If viewed from the Civil Code, the agreement that is not implemented on the basis of good faith has violated legal terms agreement about the lawful reason as defined by section 1320 subsection (4). Beside that, the determination of the contents of the agreement that was undertaken by developer is also considered to violate the legal terms agreement about agree as defined by section 1320 subsection (1). All of this because consumer can not freely determine their will so consumers only have 2 options, "take it or leave it". Therefore, the research result will explain an analysis about validity of the agreement and the relationship between the a good faith principle with eksoneration clause that contained in Pakubuwono Apartments Binding Sale And Purchase Agreement that viewed from the Civil Code and Consumer Protection Law. The research method used by writer is normative method. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S305
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
R.A. Safitri Kusumawardhani
"Dalam melakukan kegiatan jual beli atas suatu tanah dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT harusnya para pihak telah memenuhi semua persyaratan yang diatur dalam perundang-undangan, dimana persyaratan tersebut adalah yang terkait dengan objek jual belinya. Terhadap tanah yang akan diperjual-belikan harus dipastikan bahwa Hak Atas Tanah tersebut sepenuhnya telah dimiliki secara sah oleh orang yang akan menjual tanah. Penelitian ini berbentuk Yuridis Normatif dengan pengumpulan dan analisa data secara deskriptis analisis, serta dengan pemahaman secara analisis kualitatif untuk memahami data yang berasal dari hasil identifikasi masalah yang kemudian dianalisis bedasarkan konsepsi di Bidang Hukum Perdata dan Hukum Tanah Nasional. Suatu kedudukan dan kekuatan hukum perjanjian pengikatan jual beli PPJB yang dilakukan dihadapan Notaris melekatkan kewajiban bagi calon penjual dan pembeli dan jika tidak dilanjutkan ke tingkat pembuatan Akta Jual Beli maka akan berakibat pada kerugian bagi pembeli yang telah membeli tanah tersebut, karena kedudukan atas Pejanjian Pengikatan Jual Beli PPJB sebagai alat bukti kepemilikan hanya sebatas bentuk permulaan akan terjadinya Jual Beli bukan sebagai kepemilikan yang sah dan pembeli yang beritikad baik memiliki akibat hukum yang tidak pasti jika terjadi sengketa atas apa yang diperjanjikan. Bagi para pihak, khususnya pembeli pada saat telah terjadi pelunasan dalam pembayaran tanah, hendaknya segera membuat Akta Jual Beli agar kepemilikan atas tanah tersebut memiliki kekuatan hukum yang kuat, dan Notaris selaku Pejabat Umum hendaknya memberikan penyuluhan hukum kepada setiap orang yang membuat akta, agar meminimalisir terjadi permasalahan dikemudian hari.

Conducting Sale and Purchase activities over a land in front of Land Deed Authority, The Parties should be fulfill all requirements which is regulated in legislation, where is are related to the object of the sale. Against the land to be traded, it must be ensured that the Land Rights are fully owned legally by the person who will sell the land. This Study is Juridical Normative with collecting and analyzing descriptive analysis data, with qualitative analysis to understand the data which derived from the result of problem identification then analyzed based on conception in the Civil Law and National Land Law. A position and legal power of a Sale and Purchase Binding Agreement made in front of Notary just attaches a liability to a prospective seller and a buyer, if not proceeded to the next level of the Deed of Sale and Purchase, it will resulting in a loss to the buyer who has purchased the land, since the position of the Binding Agreement as the proof of ownership is only limited to the formation of the Sale and Purchase not as legitimate ownership and the buyer has a Good Faith having legal consequences if the law is uncertain if there any problems. For the parties, especially the buyer after made full payment, immediately their must register to Notary to make a Deed of Sale and Purchase for make a strong legal force, and the Notary as Public Official should help and provide legal counselling to every person when making the deed in their office, in order to minimize a problem in the future.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T51650
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Helen Fransisca
"Perbuatan Notaris yang menerima uang titipan dari penghadap merupakan perbuatan di luar kewenangannya. Seorang Notaris memiliki kewajiban untuk mengikuti pedoman hukum yang berlaku sehingga tidak merugikan diri sendiri dan orang lain. Pada prakteknya, adanya notaris yang mengindahkan peraturan yang berlaku yaitu kasus Putusan MA Nomor 1407 K/Pid/2021 dengan menggunakan uang titipan penghadap berkaitan pembayaran objek PPJB yang dibuatnya dan terbukti melakukan suatu tindak pidana penggelapan secara berlanjut dengan hukuman penjara selama enam (6) bulan. Perbuatan penggelapan yang dilakukan seorang notaris dalam jabatan seharusnya mendapatkan hukuman yang lebih berat, seperti tujuan dari pemidanaan yaitu memberikan efek jera terhadap pelaku tindak pidana. Namun dalam perbuatannya bukan hanya terbukti telah melakukan suatu perbuatan melawan hukum secara pidana tetapi juga adanya pelanggaran yang dilakukan notaris berkaitan dengan undang-undang Jabatan Notaris (UUJN) dan Kode Etik Notaris. Permasalahan yang diangkat mengenai tanggung jawab notaris atas uang titipan pembayaran objek perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) dan implikasi perbuatan notaris terhadap PPJB berdasarkan putusan. Metode penelitian yang digunakan adalah doktrinal sehingga menghasilkan bentuk penelitian berupa eksplanatoris analitis. Hasil penelitian ini adalah notaris harus bertanggungjawab secara pidana berupa hukuman penjara selama enam (6) bulan dan seharusnya hukumannya diperberat sesuai dengan Pasal 52 KUHP. Perbuatan notaris tersebut juga dapat dimintakan tanggung jawab secara administratif dan kode etik, apabila adanya laporan kepada Dewan Pengawas Notaris berkaitan dengan perbuatannya. Begitu juga dengan pertanggungjawaban secara perdata, apabila notaris terbukti tidak mengembalikan uang yang bukan miliknya, dengan gugatan yaitu PMH. Kedua implikasi atas perbuatan notaris diluar kewenangannya terhadap PPJB yaitu akan memiliki pembuktian sebagai akta dibawah tangan ataupun dapat dibatalkan seperti ketentuan Pasal 52 ayat (3) UUJN, apabila notaris menjadikan dirinya pihak, ataupun menjadi pihak untuk diri sendiri dalam suatu kedudukan, akan tetapi tetap menjadi akta PPJB yang seutuhnya apabila sebatas notaris hanya diberikan kuasa oleh para pihak untuk menjadi perantara pembayaran dalam objek PPJB dan tidak dituangkan kedalam akta.

Deeds Notary who accepts deposit money payment object on deed he made is outside deeds authority notary. A Notary has an obligation to follow the applicable legal guidelines so as not to harm himself and others. In practice, there are notaries who comply with applicable regulations in Decision Supreme Court number 1407 K/Pid/ using deposit money related to the payment of the PPJB object that he made and was proven to have committed a crime of continuous embezzlement with a prison sentence of six (6) months. The act of embezzlement committed by a notary in office should receive a more severe punishment, such as the purpose of punishment is to provide a deterrent effect on perpetrators of criminal acts. However, in his actions he was not only proven to have committed an act against the law criminally, but also a violation committed by a notary related to the Law on Notary Office (UUJN) and the Notary Code of Ethics. A notary must understand the limitations of his duties and authority as a notary by being trustworthy and honest. With this brief description, the issues raised regarding the Notary's Responsibilities for Money Entrusted with Payment of the Object of the Sale and Purchase Binding Agreement (PPJB). The results of this study, the first, namely the responsibility of the notary who received the money deposited for the payment of the PPJB object in the decision, namely Notary AM was proven to have committed embezzlement with a penalty in the form of imprisonment for six (6) months and should have been linked to 52 KUHPid of the Criminal Code regarding aggravation of sentences. From the criminal act, an administrative accountability and code of ethics can also be requested, if there is a report to the Notary Supervisory Board related to the act. Likewise with civil liability, if the notary is proven not to return money that is not his, with a lawsuit, namely PMH. Implications on deed Notary outside authority against PPJB namely will have proof as deed under hand or could canceled like provision Article 52 paragraph (3) UUJN, if Notary Public make himself parties, or Becomes party for self alone in something position, will but permanent becomes the complete PPJB deed if limited Notary only given power of attorney by the parties for becomes intermediary payment in PPJB object and not poured into the deed.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dino Rafiditya Pradana
"Kuasa menjual sebagai jaminan yang ditandatangani oleh debitur merupakan bentuk penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden), debitur terdesak dan terpaksa menandatangani kuasa menjual, melahirkan cacat kehendak atau kesepakatan semu. Perjanjian Pengikatan Jual Beli (selanjutnya disebut PPJB) dibuat berdasarkan kuasa menjual sebagai jaminan merupakan bentuk eksekusi atau penjualan objek jaminan, bertentangan dengan Undang-Undang Hak Tanggungan. Kekuatan mengikat PPJB yang dibuat berdasarkan kuasa menjual sebagai jaminan hutang, yang dibuat dan ditandatangani bersamaan dengan akta pengakuan hutang, serta keabsahan PPJB yang dibuat dengan kausa pengakuan hutang. Dalam menjawab masalah, dilakukan dengan menggunakan metode penelitian normatif, yaitu penelitian terhadap konsep hukum sebagai norma hukum positif, dengan pendekatan kasus, yaitu PPJB yang dibuat berdasarkan kuasa menjual sebagai jaminan. Hasil penelitian bahwa Perjanjian Pengikatan Jual Beli dengan kausa palsu memuat kausa terlarang, dan mengakibatkan batal demi hukum dan pihak beritikad baik adalah pihak yang tidak mengetahui bahwa perjanjian pengikatan jual beli merupakan kausa dari perjanjian hutang piutang, sehingga pihak ketiga beritikad mendapatkan perlindungan hukum. Selain itu Perjanjian Pengikatan Jual Beli dengan kausa sebagai jaminan merupakan bentuk eksekusi objek jaminan dibawah tangan yang mengakibatkan PPJB batal demi hukum, para kreditur konkuren sebagai pihak beritikad baik dapat menggugat atau menuntut pembatalan PPJB yang melanggar UU Hak Tanggungan.

The power to sell as collateral that is signed by the debtor is a form of abuse (misbruik van omstandigheden), the debtor is pressed and forced to sign the selling power, which creates a defect of will or false agreement. The Sale and Purchase Agreement that is made based on the power to sell as collateral is a form of execution or sale of the object of guarantee, which is contrary to the Mortgage Rights Law. Therefore, the issue being raised is about the binding strength of the Sale and Purchase Binding Agreement on Land and Building based on the power to sell as collateral in debt, which is drawn up and signed coincide with an acknowledgement of debt, along with the validity of the Sale and Purchase Binding Agreement on Land and Building by filled a submission of debt on the basis to The Board Of Notary Supervisory of DKI Jakarta Decision Number 04/PTS/Mj.PWN.Prov.DKI. Jakarta/IV/2020. In answering this problem, it is carried out using normative research methods, namely research on the concept of law as a positive legal norm, with a case approach, namely a sale and purchase agreement made based on the power to sell as collateral. The result of the research shows that the sale and purchase agreement with fake causes contains prohibited causes, and results in null and void and the party with good faith is the party who does not know that the sale and purchase agreement is the cause of the payable agreement, so that the third party intends to get legal protection. The Sale and Purchase Binding Agreement on Land and Building with the cause as collateral heat default article 20 paragraph 2 and 3 of the Mortgage Act which brings the Sale and Purchase Binding Agreement on Land and Building result is void by law. The concurrency creditors, as parties with good faith, afford to sue or demand the cancellation of the Sale and Purchase Binding Agreement on Land and Building which default the Mortgage Act."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adela
"Jurnal ini membahas mengenai Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) sebelum objek jual beli yang bersangkutan itu belum dibangun atau belum didirikan dan pembeli akan membayar sejumlah uang awal kepada pengembang (developer) diikuti pembayaran angsuran seiring dengan berjalannya pembangunan sebagai tanda jadi untuk membeli sebuah unit property. Apabila pengembang dinyatakan pailit maka segala asetnya dimasukkan dalam boedel pailit. Ketentuan memasukkan dalam boedel pailit harus dilandasi dengan pembuktian yang jelas. Dengan dinyatakan pailitnya pengembang, unit yang digunakan sebagai objek jual beli di PPJB masuk dalam harta pailit, sehingga unit masih milik pengembang yang kemudian dimasukkan ke dalam aset pailit. Hasil dari penelitian ini ialah Perjanjian Pengikatan Jual Beli pada kasus tersebut menurut Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA No 4 Tahun 2016 Tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2016 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan) jika dilihat dari Putusan Mahkamah Agung Nomor 749 K/Pdt.Sus- Pailit/2019. Sehingga, apabila PPJB sudah memenuhi syarat-syarat tersebut, PPJB dianggap sah dan berkekuatan hukum mengikat bagi para pihak. Dalam halpertimbangan Hakim yang mengesampingkan aturan hukum lain seperti KUHPerdata, SEMA, dinilai kurang tepat karena banyak pedoman yang dpat digunakan dalam memutus perkara ini.

This thesis discusses before the object of purchasing and selling is concerned, it has not been developed or established, and the buyer will pay a lump sum to developers (developer) ahead of time, followed by installment payments as development advances, as a sign to purchase a property unit. All of the developer's assets are listed in the bankruptcy register if he is declared bankrupt. The provisions that must be included in the bankruptcy filing must be supported by solid proof. The unit used as the object of sale and purchase in PPJB is included in the bankruptcy estate when the developer is declared bankrupt, therefore the unit still belongs to the developer and is included in the bankruptcy asset. When viewed from the Supreme Court's Decision Number 749 K /Pdt.Sus- Bankruptcy/2019, the result of this research is the Sale and Purchase Binding Agreement in the case according to the Supreme Court Circular (SEMA No. 4 of 2016 concerning the Enforcement of the Formula for the Results of the 2016 Supreme Court Plenary Meeting as a Guide to the Implementation of Duties for the Court). As a result, if the PPJB meets these criteria, it is declared genuine. As a result, if the PPJB meets these criteria, it is regarded valid and legally binding on the parties. It is regarded inappropriate for the judge's consideration to trump other legal regulations such as the Civil Code and SEMA because there are various guidelines that can be employed in deciding this case."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inaz Zakia
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya kasus terkait penetapan wanprestasi pada Perjanjian Pengikatan Jual Beli secara angsuran atau bertahap. Penelitian ini membahas mengenai penetapan wanprestasi bagi debitur yang terlambat melaksanakan prestasinya dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli secara angsuran serta tangung jawab notaris terkait adanya perbedaan isi pada minuta dan salinan akta dan analisis pertimbangan hakim pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 884 PK/PDT/2018. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif dan analitis. Hasil penelitian dalam tesis ini ialah bahwa debitur yang telah lalai dalam membayar angsuran pada Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang belum jatuh tempo sudah dapat dikatakan sebagai debitur yang wanprestasi. Selain itu, hasil dari tesis ini juga menjabarkan bahwa notaris bertanggung jawab apabila terdapat minuta akta yang isinya berbeda dengan salinan akta dengan memberikan pernyataan terdapat perbedaan substansi diantara minuta dan salinan akta.

This research is based by a case related to the determination of event of default in the Purchase Agreement for Land and Building in instalments or in stages. This study discusses the determination of defaults for debtors who are late in carrying out their responsibility in the Purchase Agreement for Land and Building in instalments and notary responsibility related to differences in content in the minutes and copies of the deed and analysis of judges' considerations in the Decision of Supreme Court Number 884 PK/PDT/ 2018. The research method used in this research is normative juridical research with descriptive and analytical research types. The results of the research in this thesis are that debtors who have been negligent in paying instalments in the Purchase Agreement for Land and Building that have not matured can already be said to be debtors who default. In addition, the results of this thesis also describe that the notary is responsible if there are minutes deeds which contents are different from the copy of the deed by stating that there is difference between the deed and the copy of the deed."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>