Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 115862 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Perhimpunan Reumatologi Indonesia, 2021
616.722 3 DIA
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
"Kejadian penyakit Rematoid Artritis (RA) akan meningkat sejalan dengan meningkatnya usia yang dapat mengakibatkan fungsi otot menurun. Dengan kondisi ini apakah seorang lansia mengetahui tentang RA tersebut? Hal ini perlu unt uk diteliti, Wltuk itu perlu dilakukan suatu penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi tingkat pengetahuna Jansia tentang penyakit RA. Sesain yang digunakan dalam penelitian inLadalah deskriptif sederhana. Sampel yang diambil sejumlah 30 orangJansia dengan penyakit RA da lansia yang berobat jalan ke Poliklinik Geriatri dan Poliklinik Rematologi RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta pada tanggal 7 -8 Januari 2003. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner yangp1eliputi d ta demografi dan data tingkat pengetahuan lansia tentang pe yakiJ RA. Hasil analisis data dengan menggunakan metode ini menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan lansia tenta ng penyakit RA adalah tinggi yaitu 90% dan 10% menunjukkan tingkat pengetahuan rendah Berdasarkan hasil penelitian tersebut disarankan bagi pelayanan kesehatan untuk meningkatkan peran rawat dalam memberikan informasi pada lansia tentang penyakit RA dalam rangka pencegahan sekunder. Selain itu perlu diadakan senam pada lansia yang mengalami RA untuk mencegah terjadinya kekambuhan dan mengurangi nyeri. Peneliti juga
menyarankan bagi pendidikan tuk memperpanjang waktu penelitian dan perl unya kerjasama antara pendidikan dengan laban penelitian dalam proses pengeluaran ijin penelitian. Scdangkan untuk penelitian perlu dilakukan lebih Ianjut di masyarakat sehingga cakupannya lebih Iuas dan lebih dapat digenera1isasikan. Tingginya tingkat pengetahuan pendidikan lansia yang terbanyak yaitu SMA (34%) dan pekerja Jansia yang pada umumnya adalah pensiunan PNS (47%). Selain itu tingkat pengetahuan lansia
juga dipengaruhi oleh tempat pengambilan sampel dimana lansia yang menjadi responden sudah mendaatkan informasi tentang penyakit RA karena sudah beberapa kali datang ke Poliklinik tersebut untuk berobat."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2002
TA5200
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Wa Ode Dewi Astati Pameri
"ABSTRAK
Nama : Wa Ode Dewi Astati PameriProgram Studi : Magister Kedokteran KerjaJudul : Pengaruh Aktivitas Fisik Berlebih Active Dan Faktor-Faktor Lainnya Terhadap Timbulnya Penyakit Osteoarthritis Genu Pada Prajurit Militer Laki-Laki Di Jakarta LATAR BELAKANG : Saat ini, penyakit arthritis menjadi penyebab teratas dari kecacatan di antara prajurit veteran di Amerika Serikat dan menjadi alasan utama prajurit dinonaktifkan. Radang sendi terjadi karena berbagai hal. Salah satunya disebabkan oleh aktivitas yang sering dilakukan. Berbagai aktivitas tersebut menyebabkan sendi mengalami penekanan secara terus menerus yang pada akhirnya berakibat pada kerusakan dan peradangan. Aktivitas fisik juga dapat berupa kebiasaan bekerja dengan beban berat, di mana kebiasaan bekerja dengan beban berat dapat menyebabkan pergesekan dari sendi lutut. Salah satu profesi yang banyak membutuhkan aktivitas fisik salah satunya adalah prajurit militer, di mana dari penelitian terdahulu didapatkan probabilitas terjadinya penyakit osteoarthritis pada prajurit militer mengalami peningkatan.TUJUAN: Diketahuinya pengaruh aktivitas fisik berlebih active serta faktor-faktor lainnya terhadap timbulnya penyakit osteoarthritis genu pada prajurit militer laki-laki di Jakarta.METODE: Untuk menentukan jumlah kasus osteoarthritis genu, dilakukan klasifikasi berdasarkan aktivitas fisik, olahraga, usia, genetik, lama bekerja, IMT, asupan makanan, beban berat, dengan menggunakan study case control. Analisis multivariat digunakan untuk mengetahui pengaruh yang paling signifikan, faktor risiko, dan interval kepercayaan 95 IK 95 untuk osteoarthritis genu.HASIL: Sebanyak 51 kasus osteoarthritis genu didapatkan dari hasil kuesioner dan pemeriksaan VAS dengan jumlah populasi terjangkau n=162 . Ditentukan jumlah kasus 50 prajurit militer dan jumlah kontrol sebanyak 50 prajurit militer dengan matching 1:1 berdasarkan usia. 5 responden VAS grade 4-5; 25 responden grade 5-6; 17 responden grade 6-7; 2 responden grade 7-8; 2 responden grade 8-9. Aktivitas fisik berlebih active memiliki memiliki pengaruh terhadap kejadian osteoarthritis genu p = 0,023; OR = 15,55; 95 IK = 1,46 ndash;165,79 . Faktor bekerja dengan beban berat juga memiliki pengaruh p = 0,001; OR = 15,97; 95 IK = 3,31 ndash;77,02 . Faktor riwayat keluarga dengan keluhan nyeri sendi juga memiliki pengaruh p = 0,003; OR = 33,99; 95 IK = 3,43 ndash;337,29 . Faktor asupan makanan tinggi kalsium dan vitamin D yang tidak rutin juga memiliki pengaruh p = 0,025; OR = 3,77; 95 IK = 1.18 ndash;12,01 . Terakhir IMT ge; 26,85 juga memiliki pengaruh p = 0,018; OR = 4,14 ; 95 IK = 0,02 ndash;4,14 .KESIMPULAN: Pekerjaan sebagai prajurit militer dengan aktivitas fisik yang cukup tinggi, riwayat keluarga nyeri lutut, asupan makanan tinggi kalsium dan vit.D yang tidak rutin serta kebiasaan bekerja dengan beban berat terbukti memiliki pengaruh terhadap terjadinya osteoarthritis genu.

ABSTRACT
Name Wa Ode Dewi Astati PameriStudy Program Master of Occupational Medicine Title The Effect Of Excessive Physical Activity Active And Other Factors Against On The Occurence Of Osteoarthritis Genu Disease In Male Military Soldiers In Jakarta BACKGROUND The arthritis presently is the highest cause of disability among retired military soldiers in the United States and is the main reason of the disabled soldiers. Arthritis occurs for many reasons. One of them is caused by activities that are often done. These various activities cause the joints to undergo continuous suppression which ultimately results in damage and inflammation. Physical activity can also be a habit of working with heavy loads, where heavy work habits can cause friction from the knee joint. One of the many professions require physical activity, one of them is a military soldier, where from previous studies, the probability of osteoarthritis disease in military soldiers has increased. OBJECTIVE Knowing the effect of excessive physical activity active and other factors on the occurence of osteoarthritis genu disease in male military soldiers in Jakarta.METHODS To determine the number of cases of osteoarthritis genu incidence. The classification based on physical activity, exercise, age, genetics, duration of work, BMI, food intake, heavy load and using a study control case were carried out. Multivariate analysis was used to determine the most significant influence, odds ratio, and 95 confidence intervals 95 CI for osteoarthritis genu. RESULTS A total of 51 cases of osteoarthritis incidence were obtained from questionnaires and VAS examination with an affordable population n 162 . The number of cases of 50 military soldiers and the number of controls 50 military soldiers with the equivalent of 1 1 based on age. 5 respondents VAS grade 4 5 25 respondents grade 5 6 17 respondents grade 6 7 2 respondents grade 7 8 2 respondents grade 8 9. Physical activity active has a osteoarthritis genu risk of 15,55 times p 0.023 OR 15,55 95 CI 1.46 165,79 . The habits of working with heavy loads also have an effect p 0.001 OR 15,97 95 CI 3,3 ndash 77,02 . Family history factor with joint pain complaints also have an effect on the occurrence of osteoarthritis genu p 0,003 OR 33,99 95 CI 3,4 ndash 337,29 . Food intake factors of calcium and vitamin D are not routine also have an effect p 0.025 OR 3,77 95 CI 1.18 ndash 12,01 . BMI ge 26,85 also have an effect on the occurence of osteoarthritis genu p 0,018 OR 4,14 95 CI 0.02 ndash 4,14 CONCLUSION Occupations as military soldiers with high physical activity, family history of knee pain, high intake of calcium and non routine vitamin D, heavy work habits, and BMI ge 26,85 have an influence and a probability of the risk of osteoarthritis genu. "
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chudahman Manan
"ABSTRAK
Obat anti inflamasi non steroid sudah dipergunakan sajak lama dalam pengobatan penyakit rematik. Jenis obat yang pertama kali dikenal adalah prepafat asam asetil salisilat, yang dipergunakan oleh Felix Hofman dalam pengobatan penyakit rematik pada tahun 1893.
Penelitian yang akan kami lakukan berdasarkan bahwa pemakaian obat anti inflamasi non steroid sering disertai dengan antasid, dengan maksud untuk mengurangi atau mencegah efek samping pada gaster dan duodenum. Biasanya penilitian terhadap
efek samping berdasarkan keluhan subjektif atau objektif tidak langsung, seperti pemeriksaan darah dalam feses. Keadaan secara objektif dalam hal ini gambaran endoskopi, perlu diteliti untuk dapat dilihat secara jelas. Selain itu dengan dosis antasid yang biasa diberikan akan mempunyai daya lindung terhadap mukosa gaster atau duodenum, juga diperlukan pemeriksaan yang lebih terarah, dalam hal ini endoskopi. Di
Indonesia sepanjang yang kami ketahui penelitian ini belum pernah dilakukan.
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Menentukan kelainan endoskopi pada gaster dan duodenum, Serta membandingkan kelainan yang didapat antara sebelum dan sesudah pengobatan, pada pemakaian obat anti inflamasi non steroid bersama antasid.
2. Membandingkan gejala subjektif dan objektif yang diketahui dengan pemeriksaan endoskopi.
3. Menentukan lokasi pada gaster dan duodenum yang sering didapatkan kelainan.
4. Menentukan jenis kelainan yang sering terjadi.
5. Menentukan secara klinis hasil pengobatan kelainan sendi.

"
1986
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
John Darmawan
Jakarta: Mark of Quality, [Date of publication not identified]
616.722 JOH m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Alvin Tagor
"Latar Belakang. Flat fool adalah salah satu kelainan kaki yang sering dijumpai pada penderita artritis reumatoid. Selain nyeri yang disebabkan oleh penyakitnya, penderita AR juga dapat mengalami nyeri akibat flat foot. Selama ini kita selalu menganggap nyeri kaki dan gangguan berjalan pada penderita AR selalu disebabkan oleh AR, padahal mungkin juga akibat flat fool. Di Amerika prevalensi flat foot sebesar 50%. Untuk itu ingin diketahui proporsi kelainan ini pada penderita AR yang mengunjungi poliklinik reumatologi RSCM, serta gambaran dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Tujuan. (1) Mengetahui proporsi flat foot pada penderita AR. (2) Mengetahui rasio odds faktor-faktor lama menderita penyakit (LMP), Disease Activity Score (DAS), dan Indeks Massa Tubuh (IMT) terhadap kejadianflat foot pada penderita AR.
Metodologi. Dilakukan studi potong lintang pada penderita AR dengan keluhan kaki yang berobat ke poliklinik reumatologi RSCM untuk mengamati gambaran cetak kaki, dan kelainan kaki yang diderita, IMT, DAS, dan LMP. Gambaran kelainan kaki pada penderita AR disajikan dalam bentuk statistik deskriptif. Faktor-faktor yang mempengaruhi flat foot dianalisa dengan uji chi square serta perhitungan rasio odds.
Hasil. Selama periode Juli - September 2005 terkumpul sebanyak 52 orang penderita AR di Poliklinik Reumatologi Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Dua orang tidak sesuai dengan kriteria inklusi, sehingga hanya 50 orang yang dapat dianalisa. Ditemukan proporsi kelainan ini sebesar 40% (11(95% 26% - 53%). Pengujian bivariat menggunakan uji chi square menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian flat foot ialah IMT (P = 0,03; 012 = 3,7; IK95% 1,1 - 12,2) dan DAS (P = 0,047; OR = 0,2; IK 95% 0,03 - 0,9). Untuk mengetahui faktor-faktor yang paling berperan, dilakukan uji multivariat terhadap faktor-faktor dengan P < 0,25 (LMP, DAS, dan IMT). Ditemukan faktor yang paling berperan ialah IMT (P = 0,05; OR = 3,5;IK95% 0,99 - 12,2).
Kesimpulan. Proporsi kelainan flat foot pada penderita AR yang berobat di Poliklinik Reumatologi RSCM tidak berbeda dengan penelitian di Amerika. Faktor risiko yang berhubungan ialah IMT. Penelitian ini tidak menemukan hubungan LMP dan DAS terhadap kejadian. Flat foot pada penderita AR.

Background. Flat foot, as one of the deformities found on Rheumatoid Arthritis (RA) patients, also causes pain. In the case of RA patients, we often thought foot pain or gait disturbances were caused by pain from RA, on the other hand they might be caused by flat foot. Study in United States of America (USA) revealed the prevalence of flat foot were 50%. For this reason we would like to know the proportion of these deformities among RA patients visiting the rheumatology outpatient unit in dr. Cipto Mangunkusumo hospital, and factors which influenced it.
Objectives. To find : (1) the proportion of flat foot on RA patient, (2) the odds ratios of Body Mass Index, disease duration, and Disease Activity Score on the prevalence of flat foot in RA patients.
Methods. A cross sectional study was done on RA patients with lower extremity complaints who came to Rheumatology outpatient unit at Cipto Mangunkusumo General Hospital, Jakarta. The study was done by observing foot print, foot deformities, Body Mass Index (BMI), Disease Activity Score (DAS), and disease duration. The description of flat foot was presented in the form of descriptive statistics. Factors which influenced flat foot were analyzed using chi square method and odds ratios measurements.
Results. We observed 52 patients with RA during July - September 2005 in rheumatology outpatient unit Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta. Two patients did not conform inclusion criteria, thus excluded from this study. We found the proportion of flat foot in those patients was 40% (95% CI = 26% to 53%). Bivariate analysis using chi square method revealed BMI (P = 0.03, OR = 3.7 95% CI = 1.1 to 12.2) and DAS (P = 0.047, OR = 0.2, 95% CI = 0.03 to 0.9) as factors related to flat foot in RA patients. Further analysis on variables which had P value <0.25 (BMI, DAS, and disease duration) using multivariate method revealed BMI as the factor related to flat foot in RA patients.
Conclusion. The flat foot proportion on RA patients visiting Rheumatology outpatient Unit RSCM did not differ from that in USA. Factor related to this deformity was BMI. This study did not find relations of disease duration and DAS to flat foot in RA patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T21422
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Utami Al Hadi
"ABSTRACT
Artritis Reumatoid AR merupakan penyakit inflamasi kronis sistemik yang ditandai dengan pembengkakan dan nyeri sendi, serta kerusakan dari membran sinovial pada persendian. Dalam memonitor penyakit ini, digunakan Disease Activity Score-28 DAS28 yang dapat menunjukkan aktivitas penyakit AR dari waktu ke waktu. DAS28 bermanfaat untuk mengevaluasi pengobatan serta menentukan keputusan klinis lainnya. DAS28 dapat dihitung menggunakan beberapa komponen seperti jumlah sendi yang nyeri, bengkak, nilai Visual Analogue Scale VAS , serta penanda inflamasi berupa nilai Laju Endap Darah LED atau C-Reactive Protein CRP . DAS28-LED dan DAS28-CRP digunakan secara luas dan keduanya ekuivalen. Namun, nilai LED dapat dipengaruhi berbagai faktor lain, seperti kejadian infeksi, yang angkanya cukup tinggi di Indonesia. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah terdapat perbedaan antara nilai DAS28-CRP dengan DAS28-LED di Indonesia. Data ini belum diketahui sebelumnya. Data mengenai jenis kelamin, usia, jumlah sendi nyeri dan bengkak, nilai VAS, LED, dan CRP diperoleh dari 40 rekam medis pasien AR yang berobat di RSCM pada tahun 2015. Dari hasil penelitian, didapatkan bahwa terdapat perbedaan bermakna rerata antara nilai DAS28-CRP dan DAS28-LED sebesar 1,0107.

ABSTRACT
Rheumatoid Arthritis RA is a systemic chronic inflammation disease marked by swollen and tender joint, also destruction of joint rsquo s synovial membrane. To monitoring this disease, Disease Activity Score 28 DAS28 used to show disease activity of RA in times to times. DAS28 is useful to evaluate disease rsquo s treatment and guide clinician to take a decision for the treatment itself. There are some component needed to count DAS28 score, they are number of tender and swollen joint, Visual Analogue Scale, and inflammatory marker such as Erythrocyte Sedimentation Rate ESR or C Reactive Protein CRP . Either DAS28 ESR or DAS28 CRP are used widely and are said to be equivalent to each other. Otherwise, ESR influenced by many other factors, one of them is infection disease, whose the incident number in Indonesia is relatively high. Therefore, the objective of this stuy is to know the comparison between DAS28 ESR and DAS28 CRP in Indonesia, which is still unknown. Data about gnder, age, number of tender and swollen joint, VAS, ESR, and CRP are obtained from 40 RSCM RA patients rsquo medical record in 2015. From this research known that there are significant mean difference between DAS28 CRP and DAS28 ESR which is 1,0107."
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fredy Harsono
"Artritis rematoid merupakan penyakit otoimun sistemik yang paling sering ditemukan di dunia pada berbagai populasi dan ras, ditandai oleh inflamasi menetap pada jaringan sendi yang meliputi sendi perifer, distribusi simetris, dengan atau tanpa kerusakan rawan sendi dan erosi tulang. Pemantauan aktivitas penyakit diperlukan untuk menentukan keberhasilan terapi. Selama ini, pemantauan aktivitas penyakit menggunakan Disease Activity Score 28 (DAS28), meskipun terdapat kekurangan berupa parameter klinis yang bersifat subjektif, menggunakan perhitungan yang rumit, dan terdapat ketidakseragaman nilai titik potong derajat aktivitas penyakit pada berbagai penelitian.
Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang untuk menilai korelasi antara kadar anti-CCP serum dan cairan sendi dengan aktivitas penyakit (DAS28) pada 30 subjek dengan artritis rematoid. Subjek yang memenuhi kriteria masukan dan tidak ada kriteria tolakan dilakukan penentuan skor DAS28 serta pemeriksaan anti-CCP serum dan cairan sendi.
Median (rentang) kadar anti-CCP serum secara keseluruhan, pada tingkat aktivitas penyakit sedang, dan berat adalah 112.23 (1.02-1853.07), 70.98 (1.02-1224.07), dan 157.59 (1.07-1853.07) RU/mL. Median (rentang) kadar anti-CCP cairan sendi secara keseluruhan, pada tingkat aktivitas penyakit sedang dan berat adalah 85.54 (0.90-4150.58), 58.90 (1.03-2477.81), dan 110.23 (0.90-4150.58) RU/mL. Median (rentang) skor DAS28 pada keseluruhan subjek ditemukan 5.04 (4.04-7.10). Uji korelasi Spearman didapatkan korelasi positif lemah namun tidak bermakna secara statistik antara kadar anti-CCP serum dan DAS28 dengan rs = 0.296, p = 0.056, korelasi positif lemah yang bermakna secara statistik antara anti- CCP cairan sendi dan DAS28 dengan rs = 0.331, p = 0.037, sedangkan korelasi antara anti-CCP serum dengan cairan sendi ditemukan kuat yang bermakna secara statistik dengan rs = 0.907, p <0.01.
Kami menyimpulkan kadar anti-CCP cairan sendi berkorelasi lemah dengan aktivitas penyakit (DAS28). Tidak ditemukan korelasi yang bermakna secara statistik antara kadar anti-CCP serum dengan aktivitas penyakit (DAS28). Terdapat korelasi kuat antara kadar anti-CCP serum dengan kadar anti-CCP dalam cairan sendi.

Rheumatoid arhtritis is the most common chronic systemic autoimmune disease worldwide among many populations and races, characterized by persistent joint inflammation affecting peripheral joints, symmetrical distribution, with or without joint damage or bone erosion. Disease activity monitoring is needed to determine treatment response. Nowadays, Disease Activity Score 28 (DAS28) is used to monitor disease activity, although it uses subjective clinical parameter, complicated calculation, and ununiformity cut-off value for disease activity stages on various researches.
This study was a cross sectional study to assess wheter there was any correlation between anti-CCP serum and synovial fluid concentration with disease activity (DAS28) in 30 rheumatoid arhtritis subject. Blood and synovial fluid specimen collection and DAS28 determination was performed on subjects who fulfill inclusion and exclusion criteria, followed by anti-CCP assay on each specimen.
Median (range) anti-CCP serum concentration in overall, moderate, and severe disease activity were 112.23 (1.02-1853.07), 70.98 (1.02-1224.07), and 157.59 (1.07-1853.07) RU/mL, respectively. Median (range) anti-CCP synovial fluid concentration in overall, moderate, and severe disease activity were 85.54 (0.90-4150.58), 58.90 (1.03-2477.81), and 110.23 (0.90-4150.58) RU/mL, respectively. Median (range) of DAS28 were 5.04 (4.04-7.10). A weak but not statistically significant correlation was found between serum anti-CCP concentration and DAS28 with rs = 0.296 (p = 0.056). A weak and significant correlation was found between synovial fluid anti-CCP concentration and DAS28 with rs = 0.331 (p = 0.037). A strong and significant correlation are found between serum and synovial fluid anti-CCP concentration, with rs = 0.907 (p <0.01) using Spearman correlation test.
We concluded that synovial fluid anti-CCP concentration weakly correlated with disease activity. No significant correlation was found between serum anti-CCP concentration with disease activity. Strong correlation was found between serum and synovial fluid anti-CCP concentration.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
David Santosa
"ABSTRAK
Latar Belakang : Strategi terapi Artritis Reumatoid (AR) menggunakan strategi terapi untuk mencapai
target sehingga membutuhkan suatu intrumen yang valid dan akurat dalam menilai aktivitas penyakit
AR. Instrumen yang paling banyak digunakan adalah DAS28, yang dikembangkan dari DAS namun
tidak melibatkan pemeriksaan pada persenidan kaki dan pergelangan kaki. Telah terdapat banyak
kritikan mengenai akurasi DAS28 dalam mengklasifikasikan kondisi aktivitas penyakit AR, terutama
bila suatu kondisi aktivitas penyakit aktif diklasifikasikan sebagai tidak aktif (negatif palsu) karena hal
ini dapat menyebabkan terapi yang tidak optimal dan pada akhirnya menyebabkan terjadinya disabilitas.
Perbedaan utama antara DAS28 dan DAS terletak pada eksklusi persendian kaki dan pergelangan kaki,
karena itu suatu instrumen baru DAS28-squeeze telah diajukan. Instrumen ini memeriksa 28 sendi yang
ada pada DAS28 ditambah dengan tes penekanan pada sendi metatarsofalangeal. Namun instrumen
baru ini belum pernah divalidasi secara radiologis.
Tujuan : Menilai nilai diagnostic DAS28 dan DAS28-squeeze.
Metode : Studi potong menggunakan USG Power Doppler sebagai acuan untuk mengevaluasi nilai
diagnostik DAS28 dan DAS28-squeeze. Studi ini menggunakan kriteria USG paling ketat untuk
mendefinisikan kondisi aktivitas penyakit aktif, yaitu sinyal Doppler positif disertai dengan hipertrofi
synovium sedang pada B-mode.
Hasil : Lima puluh enam subyek dilakukan pemeriksaan DAS28, DAS28-squeeze dan USG Power
Doppler. Terdapat 4 kasus negatif palsu pada DAS28 dan 1 kasus pada DAS28-squeeze. Sensitivitas
DAS28 dan DAS28-squeeze untuk mendeteksi kondisi aktivitas penyakit aktif masing-masing sebesar
73.3% dan 93.3%. Spesifisitas masing-masing sebesar 36.6% dan 34.1%, dan likelihood ratio negatif
sebesar 0.73 dan 0.19.
Simpulan : Studi ini adalah studi pertama yang memvalidasi DAS28-squeeze secara radiologis. Nilai
negatif palsu DAS28-squeeze lebih rendah daripada DAS28 dan memiliki sensitivitas dan likelihood
ratio negatif yang lebih baik daripada DAS28 untuk menentukan kondisi aktivitas penyakit AR.

ABSTRACT
Background : Rheumatoid Arthritis (RA) treatment is based on ?treat to target? strategy which
requires a valid and accurate tool in assessing disease activity. The most widely used tool is
DAS28, which was developed from DAS with the omission of ankle and foot joints.
Misclassification of disease state in DAS28, most importantly when an active disease state
misclassified as unactive could lead to undertreatment and subsequently to disability. The main
difference between DAS28 and DAS is the exclusion of ankle and foot joints, thus DAS28-
squeeze has been proposed. It comprises the same 28 joints in DAS28 added with squeeze test
on both metatarsophalangeal joints.
Objective : To assess the diagnostic values of DAS28 and DAS28-squeeze.
Methods : This is a cross-sectional diagnostic study using Power Doppler sonography as a
reference standard in evaluating the diagnostic value of DAS28 and DAS28-squeeze.
Results : Over the study period, 56 subjects underwent diagnostic tests using DAS28, DAS28-
squeeze and Power Doppler sonography. There were 4 false negative in DAS28 and 1 in
DAS28-squeeze. The sensitivities of DAS28 and DAS28-squeeze to identify active disease
using Power Doppler sonography as reference standard were 73.3% and 93.3% respectively.
While the specificities were 36.6% and 34.1% respectively. Furthermore the negative
likelihood ratio were 0.73 and 0.19 respectively.
Conclusion : This study is the first to validate DAS28-squeeze using imaging techniques.
DAS28-squeeze false negative rate is much lower than DAS28. DAS28-squeeze has better
sensitivity and negative likelihood ratio than DAS28 in identifying RA active disease state."
2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Abdul Fattah
"Osteoatritis adalah penyakit kronis degeneratif sendi yang menyebabkan kerusakan pada jaringan tulang rawan dan menghasilkan nyeri, inflamasi, hingga hilangnya fungsi sendi. Perancah tulang rawan dapat digunakan untuk membantu regenerasi dan perbaikan jaringan tulang rawan yang rusak akibat osteoatritis. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis karakteristik biologis perancah tulang rawan yang dibuat dengan menggunakan teknik freeze-drying dengan penambahan ekstrak kunyit yang mengandung kurkumin (Cur) dan jahe yang mengandung gingerol (Gin). Karakterisasi ekstrak dilakukan menggunakan UV spectroscopy (UV-Vis) dan uji DPPH. Selanjutnya, karakterisasi perancah dilakukan melalui uji viabilitas dan proliferasi, baik secara direct maupun indirect. Hasil uji UV-Vis pada ekstrak menunjukkan adanya puncak absorbansi yang sesuai pada panjang gelombang kurkumin dan gingerol, mengkonfirmasi keberadaan kedua senyawa tersebut pada ekstrak yang dihasilkan. Uji DPPH juga menunjukkan aktivitas antioksidan yang baik pada kedua ekstrak, yaitu ekstrak jahe dengan scavenging activity sebesar 89.01% dan IC50 20.07 ppm, serta ekstrak kunyit dengan scavenging activity sebesar 86.55% dan IC50 11.10 ppm. Proses fabrikasi perancah menggunakan metode freeze drying menghasilkan perancah dengan diameter rata-rata 8.95 mm dan rata-rata tinggi 13.06 mm. Analisis statistik menunjukkan bahwa jenis perancah memiliki pengaruh signifikan terhadap viabilitas sel, di mana HA/Col/Alg, HA/Col/Alg/Cur, HA/Col/Alg/Cur/Gin yang menunjukkan bahwa keempat perancah memiliki potensi toksisistas, namun baik uji direct dan indirect secara konsisten menujukkan bahwa perancah HA/Col/alg yang ditambahkan hanya dengan Gin tidak lebih efektif dibandingkan dengan perancah yang ditambahkan hanya dengan Cur. Namun, pengaruh campuran antar Cur dan Gin masih belum dapat diketahui karena terdapat inkosistensi hasil antara uji direct dan indirect.

Osteoarthritis is a chronic degenerative joint disease that causes damage to cartilage tissue and results in pain, inflammation, and loss of joint function. Cartilage scaffolding can help regenerate and repair cartilage tissue damaged by osteoarthritis. This study aimed to analyze the biological characteristics of cartilage scaffolds prepared using the freeze-drying technique with the addition of extracts of turmeric containing curcumin (Cur) and ginger containing gingerol (Gin). Extract characterization was performed using UV spectroscopy (UV-Vis) and the DPPH test. Furthermore, the scaffolds were characterized through viability and proliferation tests, both directly and indirectly. The results of the UV-Vis test on the extract showed the corresponding absorbance peaks at the wavelengths of curcumin and gingerol, confirming the presence of these two compounds in the resulting extract. The DPPH test also showed good antioxidant activity for both extracts, namely ginger extract with 89.01% scavenging activity and 20.07 ppm IC50 and turmeric extract with 86.55% scavenging activity and 11.10 ppm IC50. The scaffold fabrication process using the freeze-drying method produced scaffolds with an average diameter of 8.95 mm and an average height of 13.06 mm. Statistical analysis showed that the type of scaffold significantly affected cell viability, where HA/Col/Alg, HA/Col/Alg/Cur, and HA/Col/Alg/Cur/Gin indicated that the four scaffolds had potential toxicity. However, both direct and indirect tests consistently showed that the HA/Col/alg scaffold added only with Gin was less effective than the scaffold added only with Cur. However, the effect of the mixture between Cur and Gin still needs to be discovered because there is an inconsistency in the results between the direct and indirect tests."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>