Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 119178 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Najma Amira Abdullah
"anak-anak yang dilahirkan, pernikahan adalah awal sebuah keluarga dan merupakan komitmen seumur hidup. Studi kasus yang diteliti pada tesis ini adalah Penetapan Pengadilan Negeri Pontianak Nomor: 12/Pdt.P/2022 PN Ptk. Pokok permasalahan yang
akan dibahas dalam tesis ini yakni mengenai pertimbangan Hakim atas dikabulkannya permohonan perkawinan beda agama antara RNA dan MYR dan terkait implikasi terhadap kedudukan anak atas perkawinan beda agama antara RNA dan MYR yang faktanya belum mendapatkan pencatatan perkawinan meskipun sudah ada Penetapan
Pengadilan Negeri Kota Pontianak yang memberikan izin atas perkawinan beda agama mereka dan memerintahkan Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Pontianak untuk melakukan pencatatan perkawinan RNA dan MYR. Namun faktanya hingga saat ini untuk perkawinan beda agama tersebut belum dapat dilakukan
pencatatan perkawinan karena adanya penahan dari Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Pontianak. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif dan menggunakan teknik pengumpulan data berupa
studi pustaka dan wawancara. Hakim telah tepat dengan memperhatikan seluruh faktafakta hukum dan bukti yang diberikan oleh RNA dan MYR untuk mengeluarkan penetapannya. Seharusnya dengan adanya Penetapan dari Pengadilan tersebut
perkawinan beda agama RNA dan MYR dapat segera dicatatkan yang mana telah sesuai dengan persyaratan pencatatan perkawinan beda agama dalam peraturan perundangundangan, pencatatan perkawinan tersebut berguna untuk melindungi status keperdataan perkawinan mereka beserta anak-anak yang akan dilahirkan dari
perkawinan tersebut.

The event of marriage gives birth to a legal relationship between the couple and the children born, marriage is the beginning of a family and is a lifelong commitment. The
case study researched in this thesis is the Determination of the Pontianak District Court Number: 12/Pdt.P/2022 PN Ptk. The subject matter to be discussed in this thesis is regarding the Judge’s consideration of the granting of the application for an interfaith marriage between RNA and MYR and related to the impact on the position of the child of the interfaith marriage between RNA and MYR, which in fact has not yet received a marriage registration even though there has been a Pontianak City District Court Stipulation giving permission for their interfaith marriage and ordering the Head of the Pontianak City Population and Civil Registration Office to register the marriage of RNA
and MYR. However, the fact is that until now, the interfaith marriage has not been able to be registered due to the detention of the Pontianak City Population and Civil Registration Office. This research is descriptive in nature using normative legal
research methods and using data collection techniques in the form of literature studies and interviews. The judge was right by paying attention to all legal facts and evidence provided by RNA and MYR to issue the stipulation. With the stipulation from the Court, the interfaith marriage of RNA and MYR should be immediately recorded which is in accordance with the requirements for recording interfaith marriages in the legislation,
the marriage registration is useful to protect the civil status of their marriage and the children who will be born from the marriage.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amelia Betrice Viosania
"Pada dasarnya hukum perkawinan di Indonesia tidak mengatur secara khusus mengenai perkawinan pasangan beda agama, sehingga pengaturan mengenai perkawinan beda agama menjadi multitafsir. Kondisi ini menjadi dasar isu dalam Penetapan Pengadilan Negeri Makale Nomor: 2/Pdt.P/2022/PN Mak. Para Pemohon yang memiliki perbedaan agama memohon agar perkawinan mereka dapat disahkan oleh Pengadilan. Atas dasar tersebut, dalam tulisan ini akan menganalisis mengenai (1) pengaturan mengenai perkawinan beda agama di Indonesia, dan (2) kesesuaian pertimbangan hakim dengan peraturan perundang-undangan dalam Penetapan Pengadilan Negeri Makale Nomor: 2/Pdt.P/2022 Pn Mak yang mengabulkan perkawinan beda agama. Untuk menjawab permasalahan yang ada, digunakan metode penelitian yuridis normatif. Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa (1) perkawinan beda agama berdasarkan peraturan di Indonesia diserahkan kembali kepada ajaran agama masing-masing calon mempelai. Dimana perkawinan beda agama tidaklah dibenarkan, sebab tidak sesuai dengan hukum dan ajaran agama-agama yang berlaku di Indonesia. Sehingga, suatu perkawinan beda agama dianggap tidak sah dan batal demi hukum. (2) berdasarkan hasil analisis dari sumber perundang-undangan yang ada, keputusan Hakim dalam Penetapan Pengadilan Negeri Makale Nomor: 2/Pdt.P/2022/PN Mak. yang mengabulkan permohonan perkawinan beda agama tidaklah tepat. Sebab perkawinan tersebut tidak sah menurut hukum agama, sehingga seharusnya tidak dapat dicatatkan oleh lembaga negara.

Essentially, marriage law in Indonesia does not specifically regulate the marriage of couples of different religions. Thus, the regulation for interfaith marriage is multi-interpretation. This condition became the basis in Makale District Court Determination Number: 2/Pdt.P/2022/PN Mak. The Plaintiffs, who have different religions, requested that their marriage be legalized by the Court. On this basis, this paper will analyze (1) the regulation of marriage between different religions in Indonesia, and (2) the suitability of the judge's consideration with the laws and regulations in the Makale District Court Determination Number: 2/Pdt.P/2022 Pn Mak which granted the interfaith marriage. To answer the existing problem, a normative juridical research method is used. The research of this study results that (1) Indonesian regulations for interfaith marriages are consigned back to the religious teachings of each prospective bride and groom. A marriage between different religions is not justified because it is not according to the laws and teachings of the religions that apply in Indonesia. Therefore, interfaith marriage is considered unauthorized and void in the sake of law. (2) based on the results of the analysis of existing statutory sources, the Judge's decision in the Makale District Court Determination Number: 2/Pdt.P/2022/PN Mak. which granted the application for interfaith marriage was not legitimate, because interfaith marriage is not valid according to the religious law. Thus, it should not have been recorded by state."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Robert, Graham
Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2007
346.016 ROB k (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Dhiena Alya Puteri
"Penulisan ini memiliki tujuan untuk mengetahui keabsahan perkawinan beda agama berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan untuk mengetahui implikasi hukum terhadap penetapan pengadilan tentang perkawinan beda agama. Permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini yaitu mengenai bagaimana keabsahan perkawinan beda agama berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan bagaimana implikasi hukum terhadap penetapan pengadilan tentang perkawinan beda agama. Penelitian ini menggunakan penelitian hukum yuridis normatif, dengan sumber data yang digunakan adalah sumber data sekunder yang berkaitan dengan hal yang Penulis teliti yakni Penetapan Pengadilan Negeri Kudus Nomor Nomor 209/Pdt.P/2020/PN.Kds, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan, Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1974 Tentang Kompilasi Hukum Islam, dan peraturan perundang-undangan lainnya terkait dengan perkawinan, serta sumber data sekunder berupa buku-buku, jurnal hukum, internet, yang berkaitan dengan topik penelitian. Hasil dari penelitian menunjukkan kesimpulan bahwa Perkawinan beda agama merupakan tidak sah atau tidak boleh dilakukan sesuai dengan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dimana dijelaskan bahwa sahnya perkawinan harus dilaksakan sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. Peristiwa ini apabila merujuk dalam Pasal tersebut dapat diartikan bahwa perkawinan hanya dapat dilangsungkan apabila para pihak dalam hal ini yaitu calon suami dan istri menganut agama yang sama. Lalu implikasi hukum terhadap penetapan pengadilan PN Kudus mengenai perkawinan beda agama ini dinyatakan sah karena adanya pengaturan dalam Pasal 35 huruf a Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang dapat dicatatkannya perkawinan yang berdasarkan dari penetapan pengadilan yang mana perkawinan berdasarkan penetapan pengadilan itu adalah perkawinan beda agama. Maka dengan itu dapat diketahui bahwa pengaturan mengenai perkawinan, khususnya perkawinan beda agama di Indonesia masih belum diatur secara jelas dan tegas di dalam peraturan perundang-undangan, sehingga menyebabkan adanya kendala dalam proses perkawinan beda agama.

This research aims to determine the validity of interfaith marriages based on Law Number 1 of 1974 concerning Marriage and to determine the legal implications of court decisions on interfaith marriages. The problems to be studied in this research are about how the validity of interfaith marriages based on Law Number 1 of 1974 concerning Marriage and how the legal implications of court decisions on interfaith marriages. This research uses normative juridical legal research, with the data sources used are secondary data sources related to the matters that the author examines, namely the Decision of the Kudus District Court Number 209/Pdt.P/2020/PN.Kds, Law Number 1 of 1974 concerning Marriage, Law No. 23 of 2006 concerning Population Administration, Presidential Instruction No. 1 of 1974 concerning the Compilation of Islamic Law, and other laws and regulations related to marriage, as well as secondary data sources in the form of books, legal journals, the internet, which are related to the research topic. The results of the study show the conclusion that marriages of different religions are invalid or may not be carried out in accordance with Article 2 of Law Number 1 of 1974 concerning Marriage which explains that the validity of marriage must be carried out in accordance with their respective religions and beliefs. This incident, when referring to the Article, can be interpreted that marriage can only be held if the parties in this case, namely the prospective husband and wife, adhere to the same religion. Then the legal implications of the court decision of the Kudus District Court regarding this interfaith marriage are declared valid because of the regulation in Article 35 letter a of Law Number 23 of 2006 concerning Population Administration which can be recorded marriages based on court decisions which marriages based on court decisions are interfaith marriages. Therefore, it can be seen that the regulation of marriage, especially interfaith marriage in Indonesia is still not clearly and firmly regulated in the legislation, thus causing obstacles in the process of interfaith marriage."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Kapal Perempuan , 2004
306.843 TAF
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Cynthia Putri
"Penelitian ini membahas perkawinan beda agama di Kantor Catatan Sipil dengan melakukan analisis langsung terhadap peraturan di Indonesia yaitu KUHPerdata dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Penelitian ini bersifat yuridis normatif dengan metode pengolahan dan analisis data yang menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian dan wawancara di Kantor Catatan Sipil pada Kantor Catatan Sipil Depok ditemukan fakta bahwa Kantor Catatan Sipil Depok tidak melakukan pencatatan perkawinan beda agama namun hanya mengeluarkan surat keterangan yang kedepannya diperlukan dalam pengurusan dokumen-dokumen seperti kartu keluarga dan akte kelahiran. Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak memberi tempat bagi perkawinan beda agama. Sebagai sebuah instrumen hukum, ukuran tingkah laku atau kesamaan sikap standart of conduct, juga berfungsi sebagai suatu perekayasaan untuk mengubah masyarakat ke arah yang lebih sempurna dan sebagai alat untuk mengecek benar tidaknya suatu tingkah laku. Jika asumsi ini dimasukkan pada Undang-undang Nomor. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, maka pembaruan terhadap beberapa pasal dalam undang-undang ini khususnya pada pasal 2 ayat 1 yang sering dijadikan rujukan bagi persoalan perkawinan beda agama, menjadi sebuah keharusan.

This research discusses about the reporting of interfaith marriage in Civil Registry Office Depok with direct analysis of the rules in Indonesia, namely KUHPerdata and Undang undang No. 1 Year 1974 on marriage.This research is a normative juridical by the method of processing and analyzing data using a qualitative approach. The results of research and interviews inCivil Registry Office Depokwas found the fact that Civil Registry Office Depok did not record the interfaith marriage but only issued a certificate required in the future to obtain documents such as family card and birth certificate. Undang undang No. 1 Year 1974 on Marriage giving no place to the interfaith marriage. As a legal instrument, the size of similarity behavior or attitude standard of conduct, also has a function as a modified to transform society toward a more perfect and as a tool to check whether the behaviour right or wrong. If this assumption is included in Undang undang No. 1 Year 1974 on marriage, the update to some of the provisions in Undang undang especially in Article 2 paragraph 1 is often used as a reference for the issue of interfaith marriage, becomes a necessity."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S66426
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Noval Pahlevi
"Mengenai perkawinan beda agama tidak diatur secara jelas, yang mana UU Perkawinan sendiri mengembalikan lagi kepada agama dan kepercayaannya masing-masing yang hendak melaksanakan perkawinan. Mayoritas agama yang diakui di Indonesia sendiri melarang perkawinan beda agama, namun perkawinan beda agama masih marak terjadi, setidaknya sampai sebelum terbitnya SEMA 2/2023 yang isinya melarang Hakim untuk mengabulkan permohonan pencatatan yang didaftarkan ke pengadilan. Dalam skripsi ini, Penulis membahas mengenai pengaturan perkawinan beda agama sebelum dan sesudah keluarnya SEMA 2/2023. Untuk mendukung pembahasan, Penulis melakukan analisis terhadap Penetapan Nomor 423/Pdt.P/2023/PN.Jkt.Utr terkait dengan permohonan perkawinan yang dikabulkan setelah keluarnya SEMA 2/2023. Penulis menggunakan penelitian dalam bentuk yuridis normatif yang bersifat deskriptif analitis agar dapat menemukan jawaban dari permasalahan yang Penulis angkat dalam penelitian ini. Dari penelitian ini bisa disimpulkan bahwa SEMA 2/2023 tidak mengatur juga secara jelas bahwa perkawinan beda agama karena kembali lagi kepada UU Perkawinan, yang jelas adalah bahwa Hakim dilarang untuk mengabulkan permohonan yang diajukan ke pengadilan untuk tujuan kepastian hukum. Oleh karena itu, menurut Penulis perkawinan beda agama sebaiknya dihindari karena dari segi pencatatannya rumit, terlebih setelah terbitnya SEMA 2/2023.

Regarding interfaith marriages, the Marriage Law itself returns to the religion and beliefs of each person who wants to get married. The majority of recognized religions in Indonesia prohibit interfaith marriages, but interfaith marriages were still rampant, at least until the issuance of SEMA 2/2023, which prohibits judges from granting applications for registration registered with the court. In this thesis, the author discusses the regulation of interfaith marriages before and after the issuance of SEMA 2/2023. To support the discussion, the author analyzes Stipulation Number 423/Pdt.P/2023/PN.Jkt.Utr related to the marriage application granted after the issuance of SEMA 2/2023. The author uses normative juridical research which is descriptive analytical in order to find answers to the problems that the author raises in this study. From this research, it can be concluded that SEMA 2/2023 does not clearly regulate interfaith marriages because it returns to the Marriage Law, what is clear is that Judges are prohibited from granting applications submitted to the court for the purpose of legal certainty. Therefore, according to the author, interfaith marriages should be avoided due to the complexity of recording, especially after the issuance of SEMA 2/2023."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adriel Michael Tirayo
"Perkawinan yang dilangsungkan secara agama tanpa dicatatkan, hanya akan berstatus sebagai perkawinan di bawah tangan, namun diberikan kesempatan bagi mereka untuk mengajukan pengesahan perkawinan untuk memperoleh keabsahan status perkawinannya. Namun pada kasus tertentu, pengesahan perkawinan tersebut malah akan menimbulkan akibat hukum terhadap para pihak sebagaimana dalam Penetapan nomor 52/Pdt.P/2020/PN.Pms. Penelitian ini mengangkat permasalahan mengenai akibat hukum terkait pengesahan perkawinan di bawah tangan yang timbul dalam pelaksanaan pertimbangan hakim pada penetapan tersebut serta upaya hukumnya. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder melalui studi kepustakaan. Hasil penelitian ini diperoleh bahwa hakim telah memberikan solusi hukum yang baik dan tepat pada penetapan tersebut, yaitu untuk mengesahkan perkawinan terlebih dahulu kemudian mengajukan gugatan perceraian. Namun pengesahan perkawinan tersebut justru malah akan menimbulkan akibat hukum yang merugikan para pihak dikarenakan melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, diperlukan adanya beberapa upaya hukum dalam rangka menghindari atau mencegah agar akibat-akibat hukum tersebut tidak timbul. Upaya hukum ini tidak hanya memerlukan peran para pihak yang terlibat dalam perkawinan tersebut, tetapi juga melibatkan peran para praktisi hukum seperti hakim dan notaris, sehingga nantinya pengesahan perkawinan dapat terlaksana tanpa menimbulkan akibat hukum dan memenuhi tujuan hukum bagi para pihak.

Marriages that are held religiously without being registered will only have the status of an underhand marriage, but there is an opportunity for them to apply for marriage legalization to obtain the validity of their marital status. However, in certain cases, the legalization of the marriage will have legal consequences for the parties as stated in the determination number 52/Pdt.P/2020/PN.Pms. This research raises the issue of the legal consequences related to the legalization of underhanded marriages that arise in the implementation of the judge's considerations on the determination number 52/Pdt.P/2020/PN.Pms as well as the legal. The research method used is normative juridical using secondary data through literature study. This research obtained the results that the judge had provided a good and appropriate legal solution to the determination number 52/Pdt.P/2020/PN.Pms, which is to legalize the marriage first and then file a divorce suit. However, the legalization of the marriage will actually cause legal consequences to the parties because they will violate the applicable laws and regulations. Therefore, it is necessary to have several legal remedies in order to avoid or prevent these legal consequences from arising. This legal effort not only requires the role of the parties involved in the marriage, but also involves the role of legal practitioners such as judges and notaries, so that later the ratification of the marriage can be carried out without causing legal consequences and fulfilling the legal objectives for the parties."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adillah Yuswanti
"Perkawinan tidak tercatat ialah perkawinan yang secara material telah memenuhi ketentuan sesuai dengan maksud Pasal 2 ayat 1 UU Perkawinan tetapi tidak memenuhi ketentuan ayat 2 Pasal tersebut jo Pasal 10 ayat 3 PP Nomor 9 Tahun 1975. Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006, maka administrasi kependudukan yang di dalamnya mengatur mengenai pencatatan sipil diharapkan dapat memberikan pemenuhan hak administratif seperti pelayanan publik serta perlindungan yang berhubungan dengan dokumen kependudukan tanpa adanya perlakuan yang diskriminatif. Dalam konteks pencatatan perkawinan, banyak istilah yang digunakan untuk menunjuk sebuah perkawinan yang tidak tercatat, ada yang menyebut kawin di bawah tangan, kawin siri, kawin modin, dan kerap pula disebut kawin kiyai.
Metode yang digunakan adalah yuridis empiris, yaitu suatu penelitian disamping melihat aspek hukum positif juga melihat pada penerapannya atau praktek di lapangan. Banyak perdebatan mengenai hal tersebut karena mengakibatkan disahkan atau tidak perkawinan oleh Para Pihal yang melakukan perkawinan beda agama. Dalam kasus yang telah ditetapkan oleh Hakim Pengadilan Negeri Bogor, terdapat dua penetapan yang berbeda mengenai permohonan pencatatan perkawinan beda agama.
Teknik analisis data yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, yaitu setelah data terkumpul kemudian dituangkan dalam bentuk uraian logis dan sistematis, selanjutnya dianalisis untuk memperoleh kejelasan penyelesaian masalah, kemudian ditarik kesimpulan secara deduktif, yaitu dari hal yang bersifat umum menuju hal yang bersifat khusus.
Berdasarkan penelitian dari kedua putusan hakim, diperoleh hasil bahwa Penulis lebih menyetujui Penetapan Hakim Nomor 111/Pdt.P/PN.Bgr, karena UU 1/1974 tidak secara tegas mengatur perkawinan beda agama, Pasal 35 huruf a dapat dijadikan sebagai pemenuhan secara administratif dalam hal pencatatan perkawinan.

Marriage not registered is marriage has materially complied with in accordance with the intent of Article 2 paragraph 1 of Marriage Act, but does not meet the provisions of paragraph 2 of that Article in conjunction with Article 10, paragraph 3 PP No. 9 of 1975. With the enactment of Law No. 23 of 2006, the population administration in which governs the civil registry is expected to provide the fulfillment of administrative rights as well as the protection of public services related to civil documents without discrimination. In the context of the registration of marriages, many terms used to designate a marriage that is not listed, there is a mention under the hand marriage, marriage siri, married muezzin, and often also called marriage Kyai.
The method used is empirical juridical, is a study in addition to seeing the positive aspects of the law also look at the implementation or practice in the field. A lot of debate about that because lead was passed or not marriage by the pihal who perform interfaith marriage. In cases that have been set by District Court Judge Bogor, there are two different determination regarding listing application interfaith marriage.
The data analysis technique used is descriptive qualitative, ie after the data collected is then poured in the form of a logical and systematic description, then analyzed to obtain clarity problem solving, then the conclusions drawn deductively, from things that are common to the things that are special.
Based on the research of both the judge's ruling, the result that the author is approved Determination Judge No. 111 / Pdt.P / PN.Bgr, because the Law 1/1974 does not expressly regulate interfaith marriage, Article 35 letter a can be used as an administrative compliance in terms of registration of marriages.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T42908
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Renaningtyasari
"Keberanekaragaman suku bangsa, adat, budaya dan agama yang terdapat di Indonesia tidak menghilangkan kebutuhan penduduk Indonesia untuk berinteraksi antara individu yang satu dengan yang lainnya. Akibat dari interaksi tersebut tidak menutup kemungkinan terjadinya perkawinan pasangan beda agama di Indonesia. Yang menjadi pokok permasalahan dalam hal ini adalah bagaimana pelangsungan perkawinan pasangan beda agama di Desa Sindangjaya Cianjur, apakah akibat hukum dari perkawinan pasangan beda agama tersebut dan apakah masyarakat Desa Sindangjaya Cianjur mempermasalahkan perbedaan agama dalam perkawinan yang dilaksanakan dalam masyarakat.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kepustakaan yang bersifat yuridis sosiologis. Pelaksanaan perkawinan pasangan beda agama di Desa Sindangjaya dengan cara salah satu dari pasangan yang berbeda agama berpindah agama terlebih dahulu menyesuaikan dengan pasangan yang lain dan mereka melaksanakan perkawinan menurut ajaran agama yang telah mereka sepakati. Bila dalam perjalanan rumah tangga salah satu suami/istri berpindah ke agama semula maka sah atau tidaknya perkawinan mereka menurut negara, ditentukan oleh hukum agama yang dipakai pada saat pelangsungan perkawinan.
Masyarakat Desa Sindangjaya Cianjur tidak mempermasalahkan perbedaan agama yang terjadi bila dalam suatu perkawinan terdapat pasangan yang berbeda agamanya. Selain itu sudah saatnya diberi perumusan yang lebih luas pada Pasal 57 UU No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, dimana tidak hanya mencakup ?dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia" saja tetapi juga mencakup "dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan agama."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16462
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>