Ditemukan 6192 dokumen yang sesuai dengan query
"Tatanan demokrasi desa yang berjalan secara alamiah atau yang bisa disebut sebagai kearifan lokal berkembang secara beragam di setiap wilayah di tanah air,yang pada gilirannya mendukung tesis tentang aspek “genuine” dari demokrasi yang dianggap sebagai kekhasan di Indonesia. Beberapa unsur dari substansi denokrasi desa yang dihidupkan dapat dilihat dari lahirnya Badan Permusyawaratan Desa (BPD),pemilihan kepala desa (Pilkades), Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Penjelasan dan analisis terhadap persoalan-persoalan demokratisasi desa, serta potensi-potensi yang dapat dikembangkan berdasarkan kearifan-kearifan lokal yang ada di desa dapat dibaca di buku ini."
Jakarta: Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI dan Inteligensia Intrans Publishing, 2019
307.762 DEM
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Moh. Sahlan
Jakarta: Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, 2016
307.72 MOH j
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Jakarta: Kementrian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, 2016
307.72 DES a
Buku Teks Universitas Indonesia Library
"Kehidupan keluarga sehari-hari di desa Pagujangan pada umumnya menunjukkan kehidupan yang berhubungan dengan pertanian. Tapi disamping itu ada juga yang pergi kekota untuk memburuh pada berbagai perusahaan pembangunan rumah-rumah. Biasanya mereka ini berasal dari keluarga yang mempunyai anggota keluarga yang agak banyak."
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1959
S12684
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Jakarta: Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Departemen Dalam Negeri RI, 2009
JUTMKPD
Majalah, Jurnal, Buletin Universitas Indonesia Library
Endang Tjempaka Sari
"
ABSTRAKSuatu survei perpustakaan telah dilakukan di Perpustakaan Desa Kaliboja, Kec. Paninggaran, Dati II Kabupaten Pekalongan, Jawa tengah pada Bulan Juli sampai dengan Desember 1988. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kekurangan yang ada di Perpustakaan Desa Kaliboja dan pola membaca serta kondisi sosial wanita Desa Kaliboja. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara bebas dengan kepala desa, pengelola perpustakaan dan responden serta kuesioner yang dibagikan langsung kepada responden. Kesimpulan yang diperoleh adalah pada umumnya wanita di desa ini berpendidikan terbatas yaitu Sekolah Dasar dan cenderung kawin pada usia muda, namun mempunyai minat baca yang baik. Perpustakaan sangat membantu mereka untuk mengembangkan potensinya. Koleksi perpustakaan baik jumlah maupun komposisinya belum memenuhi standard minimal yang dianjurkan oleh Pusat Pembinaan Perpustakaan. Karyawan perpustakaan cukup beragam namun belum terorganisir dengan baik serta pengelolaan perpustakaan masih sederhana dan belum mengikuti anjuran Pusat Pembinaan Perpustakaan bagi Perpustakaan Desa. Untuk meningkatkan pelayanan perpustakaan, beberapa usaha perlu ditempuh antara lain : (1) Koleksi perpustakaan perlu dibina sesuai pedoman bagi perpustakaan desa. (2) Jam buka disesuaikan dengan waktu luang penduduk yakni jam 14.00 - 19.00. (3) Pengelolaan perpustakaan perlu dirapikan, termasuk promosi perlu lebih digalakkan. (4) Keadaan fisik perpustakaan memerlukan perbaikan sesuai standard yang ada. (5) Anggaran tetap yang memadai diperlukan untuk keberlangsungan perpustakaan.
"
1989
S15253
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Jakrta: LIPI, 2007
307.76 PEN
Buku Teks Universitas Indonesia Library
I Nyoman Beratha
Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982
307 INY d
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Rizky Putriyanti
"Penelitian ini membahas tentang pelaksanaan tata kelola dana desa setelah UU No. 6 tahun 2014 Tentang Desa dan pelaksanaan sinkronisasi antara lembaga terkait tentang tata kelola dana desa. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif. Pelaksanaan tata kelola dana desa setelah UU No. 6/2014 masih terjadi disharmonisasi. Regulasi sektoral yang dikeluarkan oleh KemenDesa PDTT serta Kemendagri, dari aspek praktis di lapangan pelaksanaannya dirasakan masih menyulitkan bagi aparat desa. Pelaksanaan sinkronisasi antara lembaga terkait tentang tata kelola dana desa belum berjalan dengan optimal. Sinkronisasi belum dapat dilakukan karena masing-masing lembaga membentuk sendiri-sendiri regulasi sektoral. Implementasi suatu regulasi sangat mungkin bersinggungan dengan regulasi lainnya, bahkan pada praktiknya terdapat regulasi yang justru menyandera pelaksanaan dana desa itu sendiri. Ego sektoral masih mendominasi dalam menyusun regulasi, dan belum sepenuhnya mempertimbangkan secara matang implikasinya. Oleh karena itu, dalam hal yang berkaitan dengan desa, maka ketika Kemendagri akan melakukan pengaturan yang berkaitan dengan desa, harus berkoordinasi dengan KemenDesa, PDTT yang memiliki tugas, tanggung jawab dan kewenangan yang berkaitan dengan desa. Sehingga peraturan yang dikeluarkan oleh Kemendagri sudah merupakan hasil sinkronisasi dengan KemenDesa PDTT. Dengan dilakukannya sinkronisasi terhadap urusan pemdes dengan urusan pemda, maka implikasi pada level pelaksanaan adalah adanya acuan yang lebih jelas dan tidak ambigu. Berdasarkan analisa, diusulkan saran Perlunya proses pembentukan setiap regulasi oleh sektoral yang berkaitan dengan tata kelola dana desa melibatkan kementerian/lembaga terkait; Perlunya melaksanakan UU No. 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan dalam hal terjadi konflik regulasi dan konflik kewenangan; serta pemerintah hendaknya menghindari perubahan regulasi yang berdampak pada perubahan vital penyusunan RPJMDes dan APBDes.
This study discusses the implementation of village fund governance after Law no. 6 year 2014 About the Village and implementation of synchronization between related institutions on village fund governance. This research is normative law research. Implementation of village fund governance after Law no. 6 2014 there is still disharmonization. Sectoral regulations issued by Ministry of Village and MoHA, from the practical aspect of the implementation field are still difficult for village officials. Implementation of synchronization between related institutions about governance of village funds has not run optimally. Synchronization can not be done because each institution establishes its own sectoral regulations. Implementation of a regulation is very likely to be tangent to other regulations, even in practice there is a regulation that actually holds the implementation of the village funds themselves. Sectoral ego still dominates in drafting regulations, and has not fully considered the implications. Therefore, in matters relating to the village, then when the MoHA will make arrangements relating to the village, it should coordinate with the Ministry of Village with duties, responsibilities and authorities relating to the village. So the regulations issued by the MoHA is already a result of synchronization with the Ministry of Village. With the synchronization of the village government affairs with the local government affairs, the implications at the implementation level are the existence of clearer and unambiguous references. Based on the analysis, proposed suggestion The need for the process of forming any regulation by sectoral related to village fund governance involves ministries related institutions The need to implement Law No. 30 2014 on Government Administration in the event of a conflict of regulation and conflict of authority And the government should avoid regulatory changes that have an impact on the vital changes in the preparation of the Medium term village development plan and Village income and expenditure budget."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T48704
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
"The research has aim to nalyze the effectiveness of allocation, management and using of village-fund-allocation (ADD) in "X" Regency and analyze the impact of ADD toward the improvement of public infrastructure, manpower absorption as well as the empowerment of people and village institutions. The research was performed in 18 sub-districts, in which on every sub-district two villages are chosen, that is one village classified as 'urban village' that located near the sub-district capital and other village classified as 'rural village' that is a village categorized as isolated. Meanwhile as respondents of research on every village are boards of village institutions: board of village representatives board (BPD), board of village community devense board (LKMD), board of neighbourhood organization (RT), board of family welfare empowerment (PKK), board of youth organization (Karang Taruna), and board of civil defense taskforce (Satgas Hansip) - each of them represented by one person. Thus, totally for entire research field ('X' Regency) there are 216 respondents. Collection of secondary and primary data performed through survey on site using questionnaire. Result of research shows that many regulation regarding ADD are not well implemented according to the existing laws. A large part of people more prefer to ADD with different amount for each village considering some factors such as the number of people, village accessibility, potential owned by each village, etc. However, the majority of people consider that ADD has positive impact and multiplier affect significantly for them such as the improvement of public infrastructure, improvement of people's knowledge, the increasing of people participation in village development and manpower absorption."
JUORMAN
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library