Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 146257 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Egi Pratama
"Pemeriksaan mutu beton terpasang dapat dilakukan dengan menggunakan metode destruktif maupun nondestruktif. Pengujian destruktif mutu beton terpasang yang umum dilakukan adalah pengambilan sampel core drill. Sementara itu pengujian nondestruktif dapat dilakukan dengan beberapa metode seperti hammer test, UPV test, pull out test, dll. Namun demikian pengujian nondestruktif tidak dapat langsung digunakan untuk mengkuantifikasi kuat tekan beton terpasang dilakukan pengkorelasian data secara valid. Dalam penelitian ini dilakukan pemeriksaan mutu beton terpasang dengan menggunakan pengujian destruktif yaitu pengambilan sampel core serta pengujian nondestruktif menggunakan hammer test. Studi kasus dilakukan pada bangunan objek kajian berupa bangunan dengan struktur rangka beton bertulang 4 lantai yang dibangun pada tahun 1987. Jumlah sampel hammer test yang diambil adalah sebanyak 32 buah, dimana 13 diantaranya dilengkapi dengan pengambilan sampel core. Dari 13 data irisan sampel core dan hammer test tersebut dilakukan penyusunan kurva strength relationship yang merupakan hubungan korelasi antara nilai Rebound hammer test terhadap kuat tekan beton. Dari persamaan korelasi yang diperoleh selanjutnya dapat dilakukan pengkonversian seluruh data nilai Rebound hasil hammer test terhadap kuat tekan beton terpasang sehingga jumlah sampel pengujian pada bangunan objek kajian menjadi lebih banyak jika dibandingkan dengan hanya menggunakan sampel core saja. Hasil analisis dan interpretasi terhadap data hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai rata-rata kuat tekan beton ekivalen terpasang pada bangunan objek kajian adalah sebesar (f_c ) ̅=12.21 MPa, dengan nilai kuat tekan pada 10-persentil fractile yang dihitung menggunakan Tolerance factor method (Hindo dan Bergstorm, 1985) dan Alternate method (Bartlett dan MacGregor, 1995) berturut-turut adalah f_(c,eq.1)^'=5.37 MPa dan f_(c,eq.2)^'=8.87 MPa."
Bandung: Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2022
728 JUPKIM 17:1 (2022)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sulistyoweni Widanarko
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Jazid
"Sudah banyak penelitian yang dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul didalam praktek dilapangan pada pebuatan beton, khususnya beton mutu tinggi ( dengan kekuatan tekan diatas 40 Mpa), salah satu diantaranya adalah usaha untuk mengatasi masalah slump loss.
Pada pembualan beton mutu tinggi biasanya untuk alasan ekonomis digunakan bahan-bahan tambahan mineral lain yang bersifat sebagai Suplementary Cementing Material (SCM), dimana pemakaian bahan ini bermaksud untuk dapat meningkatkan performa dari beton, baik pada fase platis maupun fase keras.
Pada pembuatan beton mutu tinggi, umumnya digunakan rasio air-semen (w/c) yang relalif rendah sehingga tingkat kelecakan beton akan rendah pula, maka untuk mengatasinya diperlukan bahan tambahan kimia yang termasuk dalam jenis WRA, untuk meningkatkan kelecakannya.
Dari suatu penelitian dilaporkan bahwa pemakaian WRA terutama jenis superplastricizer akan menyebabkan slump loss yang lebih besar pada campuran beton. Sehingga perlu diadakan suatu penelitian mengenai pengaruh penambahan bahan ini pada sifat-sifat beton (fresh dan Hardened concrete) tersebut.
Suatu hasil penelitian melaporkan bahwa kekuatan tekan beton sangat dipengaruhi oleh pernilihan rasio air-semen (w/c) untuk beton mutu rendah dan sedang, sedangkan untuk beton mutu tinggi ada faktor lain yang mempengaruhi pemilihan rasio w/c untuk menghasilkan mutu yang dinginkan, yaitu: rasio agregat-semen (A/C), tingkat kelecakan yang diinginkan, type dan ukuran agregat. Sedangkan Faktor utama yang mempengaruhi workabilitas atau kelecakan beton adalah kandungan air dalam campuran. parameter lain yang mempengaruhi workabilitas adalah :
a. ukuran agregat maksimum yang digunakan.
b. gradasi agregat yang digunakan (single grading maupun combined grading).
c. textur dan bentuk dari agregat(kekasaran permukaan dan bentuk granular atau crushed granite stone, serta
d. proporsi campuran yang digunakan.
Pada penelitian ini digunakan bahan SCM pozzofume dengan prosentase tertentu serta bahan kimia WRA Sikament NN dan Platiment VZ dengan prosentase tertentu pula untuk mendapatkan target slump sebesar 20 ± 2. Diharapkan pengamatan terhadap perilaku slump dan kekuatan tekannya akibat interaksi bahan-bahan tersebut, diperoleh suatu campuran beton yang memiliki kecepatan slump loss yang terjadi relatif kecil dan kekuatan tekan yang tlnggi. Maka digunakan rasio air semen 0,32 dan prosentase kombinasi agregat S/A =40 % dan 50%, serta A/C = 3,5."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1996
S34551
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"The core drilling method is nondestructive technique to evaluate stresses in concrete. In the method, the displacements in the vicinity of a hole drilled in concrete are measured and related to stresses present in the structure via elasticity theory. Water Introduced during core drilling causes the concrete to swell; these swelling displacements lead to errors in the estimated stresses. This paper characterizes the water - induced swelling displacements and provides a means to correct errors introduced by these displacements. The depth of water penetration and the swelling strain due to water exopsure are estimated based on values reported in the literature. Finite element modeling is used to estimate the apparent stresses due to ranges of these two parameters. The analytical results are applied to an independent previous hole-driling investigation to show the significant improvement in accuracy that is obtained when water induced swelling displacements are accounted for properly."
507 ACI 104:1 (2007)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Gandjar I. Bondan
"Tulisan ini menyajikan hasil penelitian mekanik beton (kuat tekan, modulus elastisitas, kuat lentur, rangkak dan susut) mutu tinggi dan baton mutu normal. Beton mutu tinggi dibuat dengan w/c 0,28 dan menggunakan bahan tambah silica fume dan superplasticizer.
Nilai modulus elastisitas tekan beton diambil berdasarkan hasil pengujian kuat tekan beton dengan pemberian beban secara bertahap sebesar 2 ton. Benda uji yang digunakan adalah benda uji silinder dengan diameter 10 cm dan tinggi 20 cm. Modulus elastisitas tarik beton diambil dari hasil pengujian kuat lentur balok beton tanpa tulangan yang pada sisi tarik balok dipasang strain gauge untuk mengetahui besarnya regangan berdasarkan beban yang diberikan. Ukuran benda uji adalah 15 x 15 x 60 cm.
Pengujian modulus elastisitas beton dilakukan setelah mencapai umur 28 hari. Pengamatan susut (shrinkage) beton berlangsung selama 90 hari pada balok beton tanpa tulangan dengan ukuran 10 x 10 x 50 cm. Sedangkan pengujian rangkak (creep) beton dilakukan pada benda uji silinder berdiameter 15 cm dan tinggi 30 cm selama 90 hari setelah berumur 28 hari.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa beton mutu tinggi memiliki kecuraman yang lebih tajam pada daerah elastis kurva hubungan tegangan regangan baton, dengan demikian besarnya modulus elastisitas lebih besar dibandingkan dengan beton mutu normal. Korelasi antara modulus elastisitas tekan dan tarik dengan kuat tekannya mempunyai niai yang mirip, Ec= Etrk=4300/ f'c .
Hasil pengujian rangkak yang dianalisa berdasarkan model Fxs Newtonian dan pengujian susut yang didekati dengan formulasi Lorman, menunjukkan bahwa beton yang menggunakan silica fume memiliki regangan lebih kecil dibanding dengan beton tanpa menggunakan silica fume, dan mendekati persamaan empiris yang disarankan ACI."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2001
T5963
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vis, W. C.
Nederland: Stuvo, 1987
693.183 VIS pt (1)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
F.X. Supartono
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1996
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Ayomi Dita Rarasati
"Korosi pada baja tuiangan seharusnya dapat tidak terjadi jika struktur komposit beton bertulang membungkus baja tulangan dengan rapat pada kondisi normal. Kondisi normal yang dimaksud adalah tidak tercemarnya air yang digunakan dalam campuran ataupun tidak tercemarnya kondisi Iingkungan konstruksi baton bertulang tersebut. Akan tetapi kondisi tersebut pada saat ini terkadang sulit dicapai mengingat semakin terbatasnya lahan yang ada sehingga konstruksi beton bertulang dibangun pada lingkungan yang tercemar seperti Iingkungan rawa yang memiliki pH rendah. Lingkungan pH rendah dapat menyebabkan Iaju korosi yang cepat pada tulangan beton. Salah satu cara untuk menanggulangi laju korosi yang cepat ini adalah dengan penggunaan inhibitor. Dengan penggunaan inhibitor sebagai aditif pada komposisi beton, maka diharapkan laju korosi pada baja tulangan dapat berkurang banyak. Kondisi inilah yang melatarbelakangi penelitian terhadap penggunaan inhibitor sebagai aditif pada komposisi beton serta pengaruhnya terhadap kualitas mutu beton selain pengaruhnya terhadap laju korosi tulangan.
Penelitian ini menitikberatkan pada pengaruh Phosphate terhadap laju Korosi baja tulangan dan kekuatan beton pada tiga macam konsentrasi inhibitor yang berbeda, yaitu 30 ppm, 60 ppm dan 90 ppm. Selain itu terdapat dua kondisi periakuan yang berbeda terhadap lingkungan beton, yaitu Iingkungan asam (pH 3) dan lingkungan netral (pH 7). Adapun baja tulangan yang digunakan pada penelitian ini adalah baja dengan mutu ST 37 dengan diameter 25 mm.
Uji korosi yang dilakukan adalah uji Immersion menggunakan sampel tulangan baja mutu ST 37. Spesimen berbentuk silinder berukuran diameter 25 mm dan tinggi 25 mm. Untuk mengukur laju korosi pada baja tulangan maka dilakukan pengukuran berat awal tulangan dan berat akhir tulangan. Berat akhir tulangan didapat setelah beton berumur 90 hari. Selisih dari berat awal dan berat akhir adalah berat yang hilang dari baja tulangan. Kehilangan berat inilah yang akan digunakan dalam perhitungan laju korosi. Untuk pengujian kekuatan beton dilakukan tes tekan beton berukuran 15x15x15 cm3 pada umur 28 dan 90 hari.
Dari penelitian didapatkan hasil laju Korosi pada pH 3, 30 ppm: 0.10 mpy, 60 ppm: 0.05 mpy, 90 ppm: 0.07 mpy, standar: 0.17 mpy. Laju korosi pada pH 7, 30 ppm: 0.15 mpy, 60 ppm: 0.15 mpy, 90 ppm: 0.12 mpy, standar: 0.09 mpy. Sedangkan kuat tekan beton pada pH 3 umur 28 hari dan 90 hari, 30 ppm: 373.33 kg/cm2 dan 477.78 kg/cm2, 80 ppm: 421.11 kg/cm2 dan 454.44 kg/cm2, 90 ppm: 424.44 kg/cm2 dan 431.11 kg/cm2, standar: 388.89 kg/cm2 dan 395.58 kg/cm2. Kuat tekan beton pada pH 7 umur 28 hari an 90 hari, 30 ppm: 370.00 kg/cm2 dan 440.00 kg/cm2, 60 ppm: 396.11 kg/cm2 dan 485.56 kg/cm2, 90 ppm: 422.22 kg/cm2 dan 478.89 kg/cm2, standar: 416.67 kg/cm2 dan 482.22 kg/cm2.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa inhibitor Phosphate efektif bekerja pada pH 3 dengan konsentrasi 60 ppm. Selain itu Iaju korosi juga akan meningkat jika pH di Iingkungan sekitar tulangan asam.

Corrosion on reinforcement should not be happened if the composite structure of reinforced concrete covered all the reinforcement surface in nonnal condition. The normal condition means that the water used in the mixture was not contaminated or the environment of reinforced concrete was not polluted. Nevertheless, that normal condition is not always available, for example, in places with acid environment. The acid environment can increase the corrosion rate in reinforcement higher. Using the inhibitor is one of the ways to prevent the increasing corrosion rate.
This research is emphasized on the effect of Phosphate as the inhibitor. The concentrations that were used are 30 ppm, 60 ppm and 90 ppm. There were also two different kinds of environment applied in treating the concrete: acid environment (pH 3) and neutral environment (pH 7). The reinforcement that was used is steel with ST 37 base and 25 mm diameter. The corrosion test was done by using Immersion method or weight loss method and testing the concrete strength was done by using the compressive strength test.
As a result, the corrosion rate that was obtained from the observation were, in pH 3, 30 ppm: 0.10 mpy, 80 ppm: 0.05 mpy, 90 ppm: 0.07 mpy, standard: 0.17 mpy.
Result in pH 7, 30 ppm: 0.15 mpy, 60 ppm: 0.15 mpy, 90 ppm: 0.12 mpy, standard: 0.09 mpy. Compressive strength of the concrete in pH 3 at 28th days and 90th days, 30 ppm: 373.33 kg/cm2 and 477.78 kg/cm2, 60 ppm: 421.11 kg/cm2 and 454.44 kg/cm2, 90 ppm: 424.44 kg/cm2 and 431.11 kg/cm2, standard: 388.89 kg/cm2 and 395.56 kg/cm2. Result in pH 7 at 28th days and 90th days, 30 ppm; 370.00 kg/cm2 and 440.00 kg/cm2, 60 ppm: 396.11 kg/cm2 and 485.56 kg/cm2, 90 ppm: 422.22 kg/cm2 and 478.89 kg/cm2, standard: 416.67 kg/cm2 and 482.22 kg/cm2.
From these results, it can be concluded that Na3PO4 12H2O inhibitor can be used in acid environment (pH 3) with 60 ppm concentration.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
S35419
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Wibowo
"Kolom pada konstruksi beton bertulang merupakan elenien struktur yang utama dalam menahan beban gravitasi maupun beban gempa, untuk itu perlu ditingkatkan kekuatannya. Seperti yang telah diketahui bahwa material beton bertulang merupakan material yang mempunyai hubungan kurva tegangan-regangan yang non-linier. Banyak yang mengabaikan daerah inelastik dari beton bertulang, karena pada saat beton bertulang mencapai daerah inelastik tersebut akan terjadi pengurangan akibat adanya retak dan lelehnya tulangan. Oleh sebab itu dilakukan usaha untuk meningkatkan tingkah laku di daerah inelastik dari kolom beton bertulang tersebut , cara yang cukup berhasil adalah dengan menggunakan pengekangan ( confinement ) pada penampang beton bertulang tersebut. Suatu metode baru telah dikembangkan untuk mengatasi hal ini, selain dengan adanya pengekangan juga dengan cara penggunaan kombinasi baja mutu biasa dengan baja mutu ultra tinggi. Dengan upaya ini diharapkan terjadi peningkatan kekuatan kolom beton bertulang tersebut di daerah inelastik dengan tetap mempertahankan daktilitasnya.
Studi ini akan menggunakan beban monoton yang diaplikasikan pada struktur kolom beton bertulang tersebut. Untuk memperoleh hubungan beban lendutan dari kolom beton bertulang bersengkang yang menerima beban eksentris tersebut, sebelumnya hubungan momen kelengkungan dari penampang kolom tersebut harus didapatkan. Beberapa parameter yang akan divariasikan adalah susunan dari kombinasi penulangan baja mutu biasa dan baja mutu ultra tinggi serta perbandingannya, juga pengaruh kelangsingan dan eksentrisitas beban pada struktur kolom tersebut.
Untuk mengembangkan hubungan beban lendutan struktur kolom beton bertulang tadi, digunakan modelisasi untuk masing-masing material kemudian formulasi penampangnya dan formulasi dari lendutannya. Untuk menganalisa penampang kolom beton bertulang digunakan cara pendekatan lapis ( layer ), sehingga dapat memperhitungkan hubungan tegangan-regangan material beton yang non-linier. Analisa ini akan menggunakan metode numerik, yang mempermudah perhitungan. Hasil perhitungan akan diperoleh diagram hubungan beban lendutan kolom beton bertulang tersebut akibat penggunaan kombinasi baja mutu biasa dengan baja mutu ultra tinggi.
Dari hasil analisa yang diperoleh dengan metode yang telah dijelaskan menunjukkan adanya peningkatan kekuatan struktur kolom dengan mutu pembesian yang berbeda dalam menerima beban aksial maupun lentur ( beban maksimum ). Struktur kolom yang memiliki kombinasi tulangan ini juga menunjukkan kemampuan mengalami deformasi atau lendutan yang lebih besar. Dengan tetap memperhitungkan prosentase baja mutu biasa yang lebih dominan, struktur kolom dapat tetap mempertahankan daktilitasnya.
Adanya peningkatan ini jelas terlihat dengan besarnya penyerapan energi regangan oleh struktur kolom dengan mutu pembesian berbeda, sehingga dipastikan bahwa perilaku kolom dengan kombinasi pembesian baja mutu ultra tinggi dan baja mutu biasa di daerah inelastik ( pada regangan besar ) akan lebih baik. Tetapi harus diperhatikan pengekangan pada kolom dengan baja mutu ultra tinggi ini, karena lebih mudah terjadi tekuk."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S34540
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Brain Harryanto
"Beam-column joint are is where transfer of axial, flexure, and shear forces occurs at the reinforced concrete frame. It makes this area important and designed carefully and precisely so that the structures of the building will not suffer total failure due to column failure.
The way lo avoid the total failure is by designing beam failure to occur first.
This concept is lmoim as Strong Column-Weak Beam which designs the column capacity stronger than the beam by multiplying the existing or proper capacity of the beam with a factor.
This experiment researchs the effect of steel addition at the reinforced concrete beam-column joint which designed with Strong Column-Weak Beam concept and Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Bertulang Untuk Bangunan Gedung SK-SNl-T-15-1991-03.
The goal of the eaqaeriment is to transfer the location of the plastic joint from beam-column joint area (the edge of beam) to the beam area (225 mm from the edge of the beam). It will assure that the failure occurs at the beam and avoid the column faliure.
There are several conclusions after the experiment: beam-column joint area failure occured due to the lesser capacity of the column compare to the beam, Strong Column-Weak Beam mechanism did not occur, and transfer of the plastic joint did not occur.

Daerah pertemuan balok-kolom pada struktur portal atau frame beton berlulang merupakan tempat terjadinya transfer gaya-gaya yang bekerja yaitu gaya aksial, geser (shear), dan lentur (bending moment). Hal ini yang menyebabkan daerah ini panting dan perlu didesain dengan sebaik mungkin agar struktur beton bertulang pada bangunan gedung tidak mengalami kegagalan atau keruntuhan total (total failure) akibat keruntuhan kolom saat terjadi gempa. Salah satu cara untuk mencegah keruntuhan total tersebut adalah dengan mendesain agar keruntuhan balok terjadi Iebih dahulu daripada keruntuhan kolom. Konsep ini dikenal dengan Strong Column Weak Beam, yaitu konsep yang mendesain kolom lebih kuat dari balok dengan mengalikan sualu faktor dengan kapasitas atau kekuatan balok.
Pada skripsi ini penulis meneliti pengaruh penambahan tulangan pada pertemuan balok-kolom beton bertulang yang didesain dengan konsep Strong Column Weak Beam dan sesuai dengan Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Bertulang Untuk bangunan Gedung, SK-SNI-T-15-1991-03.
Penulis ingin memindahkan letak sendi plastis yang terjadi pada pertemuan balok-kolom, dari muka kolom ke daerah balok, sejarak h (balok) dari muka kolom Dengan demikian dapat dijamin bahwa kerumuhan terjadi pada balok sehingga tidak keruntuhan kolom atau keruntuhan balok.
Penelitian yang telah dilakukan oleh penulis menurgiukkan bahwa tidak terjadi mekanisme Strong Column Weak Beam dan tidak terjadi pemindahan sendi plastis. Hal ini disebabkan oleh kurangnya penulangan geser vertikal sambungan balok-kolom sehingga kolom hancur terlebih dahulu daripada kolom."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2004
S35148
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>