Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 126643 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Diah Armeliza
" Pendidikan merupakan suatu kebutuhan pokok manusia, mulai dari pendidikan dasar sampai pendidlkan tinggL Pendidikan perlu mendapatkan perhatlan, karena pendidikan dinilai lamban dalam menanggapi permasalahan dunia dibandingkan dengan organlsasi bisnis, sehingga pendidikan sebagai salah satu kebutuhan pokok manusia sering dlrasakan belum roemenuhi harapan, Pada pendidikan tinggi, Universitas sebagai suatu bentuk organisasi, tergolong organisasi non profit Secara umum universitas terdiri dari unit akademik; fakultas dan jurusan, dan unit pendukung seperti biro administrasi dan unit pelayanan lainnya. Masingmasing unit tersebut dalam pengeiolaannya memerlukan biaya. Biaya dari masing-masing unit pendukung lazimnya dialokasikan ke unil akademik. Masalah pengalokasian biaya tidak hanya dihadapi oleh organisasj yang berorientasl profit, tetapi juga oleh organisasi non profit, seperti pendidikan. Pada saaL ini pendidikan tinggi seperti layaknya perusahaan jasa mernbutuhkan sistem biaya umuk menjalankan tiga fungsi utama, yaitu: membuaL laporan keuangan untuk pihak eksternal dan internal, memahami biaya dari aktivilas, produk, jasa dan konsumen, serta menyediakanfeedback dan pengetahuan untuk manajemen mengenai faktor~faktor penyebab biaya, Sampai saat inl di Universitas Negeri Jakarta penentuan blaya operasional menggunakan metode tradisional. Biaya dihitung berdasarkan perkiraan kebutuhan tiap-tiap bagian baik bahan, tenaga kerja [angsung maupun biaya tidak langsung yang terHhat dan tidak terlafu su!it untuk memperkirakannya. Pada pelaksanaannya banyak terjadi variasi yang besar setelah program dHaksanakart atau terjadi penyimpangan, Pengelola pendidikan tidak pemah iii mengetahui berapa sesungguhnya blaya tidak langsung untuk setiap program pendidikan tinggi. Untuk mengatasi masalah berapa biaya tidak langsung yang sesungguhnya, perlu diketahul cam )'ang dapat digunalr..an untuk rnengbitung biaya tidak langsung ini. Untuk itu pada penelitian ini dicoba menggunakan perhitungan biaya tidak langsung dengan sistem Ar,tivity Based Costing yang memungkinkan pihak pengelola pendidikan t1nggi dapat mengidentifikasi aktlvitas yang dilakukan, sumber daya yang terlibat dan biaya yang dikonsumsi oleh suatu kegiatan pendidika.n. Sehingga yang menjadi masalah pada penelitian ini adalah : Bagaimana mengalokasikan biaya tak langsung untuk tiap produk jasa pendidikan yang dihasilkan oleh instilusi sehingga dapa1 menemukan hargalblaya perkulihan yang seharusnya ditanggung mabasiswa. Metode yang digunakan dalam mengalokaslkan biaya tidak langsung in! a.dalah metode Activity Based Costing (ABC) karena metode ini mampu me:nghitung biaya lebih akurat. Tujuan penelitian ini adalab untuk mengetabui keakuratan semua biaya yang terjadi pada keliga program sludi di Jurusan Teknik Mesin FT Ul'\J, untuk mengetabui dengan lebih pasti dan lebih rasional besarnya biaya yang terjadi ak1bat proses belajar-mcngajar di pendidikan bidang teknik dengan menggunakan sistem rancangan Activity-Based Costing, dan untuk memberi masukan kepada Jurusan Teknik Mesin FT UNJ yang belum pemah mengenal perhitungan biaya dengan metode ABC. Objek penelitian ini adalah Jurusan Teknlk Mesin Fakullas Teknik Universitas Negeri Jakarta. Jurusan Teknik Mesin mempul)yai tugas dan peranan sebagal unsur pelaksanaan pada Faku!tas Teknik yang mengelola bidang pendidlkan, pengajaran, penelitian dan pengabdian pada masyarakat dalam bidang Teknik Mesin. Jurusan Teknik Mesin memiliki dua program iv studi yaitu Program Studi Pendidikan Teknik Mesin yang terdiri dari S I ~Reguler dan S I ~Non Reguler, dan Program Studi Diploma !II Teknik Mesin (D-Ill). Perhitungan blaya per mahasiswa dengan metode ABC menghasilkan perbedttan dengan metode saat inL Untuk program S I wReguler dan D-Ill me~ode ABC menghasilkan biaya per mahasiswa yang lebih besar dibandingkan dengan metode saat ini, sedangkan untuk. program S 1-Non Reguler, metode ABC memberikan biaya per mahasiswa yang lebih kecil dibandingkan dengan metode saat ini. Biaya-biaya pada Program D-lfr cenderung lebih besar dari Program S 1-Reguler dan SI-Non Reguler karena jumlah mahasiswa dan jumlah kelas lebih banyak dari dua program lainnya. Dari keseluruhan biaya, biaya yang paling besar adalan biaya honor dosen mengajar yang memiliki driver berupa jumlah mahaslswa x jumlah kelas x jumlah SKS dan biaya pengadaan peralatan laboratorium yang memillki driver berupa jumlah mahasiswa."
Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2008
T25597
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lisa Astuti
"Tujuan tesis ini adalah untuk melakukan evaluasi terhadap perhitungan chargeback biaya layanan Teknologi Informasi kepada user, yang dilaksanakan oleh PT XYZ melalui salah satu fungsi di dalam perusahaan yaitu Shared Processing Center (SPC) yang merupakan bagian dari Corporate Shared Service, apakah pelaksanaanya telah sesuai dengan metode yang berlaku umum. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi lapangan dan studi literatur.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa perusahaan menggunakan metode flat rate dalam melakukan chargeback, yaitu dengan membagi rata total biaya langganan SAP dan biaya layanan SPC dengan seluruh jumlah User ID yang digunakan user. Penggunaan rata-rata dalam perhitungan biaya sebuah produk, akan mengarah kepada undercosting atau overcosting.
Sehingga penelitian ini akan menggunakan metode Activity Based Costing untuk memperhitungkan chargeback agar dapat diketahui berapa sesungguhnya layanan yang digunakan oleh masing-masing user.
Perhitungan chargeback biaya layanan dibagi menjadi dua, yaitu untuk biaya layanan SPC menggunakan jumlah request ticket sebagai cost driver dan untuk biaya langganan SAP dengan jumlah User ID sebagai cost driver.
Penelitian ini menyarankan agar Perusahaan menggunakan metode Activity Based Costing dalam perhitungan chargeback, mempersiapkan sistem dan kesepakatan dalam Service Level Agreement untuk rencana penerapan chargeback dengan metode ABC-Costing.

The purpose of this thesis is to evaluate the calculation of chargeback cost to the Information Technology services users, conducted by PT XYZ through one of the company's functions in Shared Processing Centre (SPC), which is part of the Corporate Shared Services, whether its implementation in accordance with the general method used. The method used in this study is field and literature studies.
This study concluded that companies using flat rate method in calculate the chargeback, that is averaging the total cost of SAP subscription fee and the total cost od SPC service with the total number of User ID used by the whole user. Averaging will lead to undercosting or overcosting in calculate the cost of a product.
For that reason, Activity Based Costing method will be used in this study to calculate the chargeback, in order to know how much the actual service used by each user.
The chargeback calculation are divided into two, first for SPC service cost using request ticket as the cost driver and second is the SAP subscription fee with number of user ID as the cost driver.
This study suggests that companies using Activity Based Costing in the calculation of the chargeback, preparing systems and agreements in the Service Level Agreement for the chargeback implementation plan using ABC-costing method.
"
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agustinus Hambadi
"Karya akhir ini memiliki dua tujuan utama, yaitu: (1) membuktikan bahwa sistem akuntansi biaya tradisional yang digunakan pada saat ini menghasilkan informasi yang kurang akurat; dan (2) memberikan usulan penerapan dan mendemonstrasikan keunggulan ABC dalam menghitung biaya produksi.
Industri pakaian jadi merupakan industri yang sarat dengan persamgan, dimana jumlah pemain dalam industri tersebut cukup banyak, dan krisis ekonomi Indonesia tahun 1997 semakin menyulitkan hidupnya industri tersebut.
Dengan semakin rumitnya lingkungan usaha serta ketatnya persaingan, maka manajemen perusahaan perlu memperhatikan dengan cermat biaya produk mereka. Biaya produk yang kurang akurat akan menyebabkan distorsi harga jual produk. Perusahaan sangat membutuhkan informasi biaya produk yang akurat, sehingga dapat mengukur dengan tepat biaya produknya agar dapat mengambil keputusan dan strategi yang tepat.
PT X sebagai perusahaan yang bergerak dalam industri garmen sangat membutuhkan sistem manajemen biaya yang handal untuk memberikan masukan dalam pengambilan keputusan mengenai penetapan harga jual produk.
Setelah mengkaji secara mendalam mengenai proses produksi, sistem manajemen biaya yang diterapkan oleh PT X, penulis berkesimpulan bahwa sistem manajemen biaya memiliki andil yang cukup besar dalam penurunan kinerja PT X. Penulis mengusulkan sistem ABC untuk memperbaiki distorsi dari informasi biaya produk dari sistem yang sudah ada.
Activity-Based Costing System (ABC System) adalah sistem yang pertama kali menelusuri biaya pada kegiatan kemudian pada produk. Aktivitas merupakan apa yang orang atau sistem lakukan dalam suatu organisasi. Aktivitas mengkonsumsi sumber daya untuk menghasilkan output. Sistem ABC dirancang dengan landasan pikiran bahwa produk memerlukan aktivitas dan aktivitas mengkonsumsi sumber daya.
Dalam sistem ABC, digunakan aktivitas-aktivitas sebagai pemicu untuk menentukan berapa besar biaya yang terjadi. Hal ini penting untuk mendapatkan keakuratan biaya, dan menghilangkan distorsi dalam penentuan harga pokok produk. Dalam penerapannya, ABC kemudian berkembang menjadi ABM (Activity Based Management), suatu istilah yang lebih luas, yang mencakup tentang bagaimana mengelola biaya yang dikeluarkan perusahaan sehingga menjadi lebih efisien. Dengan demikian, konsep ABC dan ABM saling berkaitan satu sama lain.
Penulis memilih PT. X yang bergerak dalam bidang manufaktur sebagai obyek penelitian. Penulis akan membandingkan sistem penghitungan biaya yang sudah diterapkan perusahaan dengan sistem Activity Based Costing dan bagaimana keunggulan dan pengaruh sistem ABC terhadap perusahaan, dalam hal ini untuk menentukan harga pokok produksi perusahaan dalam menjalankan operasinya.
Analisis harga jual produk dengan sistem ABC menggambarkan bahwa harga jual yang ditetapkan oleh PT X dapat merupakan suatu kelemahan bagi PT X, dan sebaliknya. Dengan sistem ABC, produk-produk bervolume tinggi masih memiliki ruang untuk melakukan perubahan harga ke arah yang lebih menguntungkan bagi konsumen yaitu dengan menurunkan harga jual. Sedangkan bagi produk-produk bervolume rendah, PT X tampaknya harus menyesuaikan harga jual dengan cara menaikkan harga, atau bahkan menolaknya jika mendatangkan kerugian bagi perusahaan.
Menggunakan sistem ABC untuk keperluan penghitungan biaya produksi, dimana PT X dapat menghitung biaya produksi yang lebih relevan untuk kedua jenis produk dimana volume produksi kedua jenis produk tersebut amatlah berbeda dengan jumlah yang sangat signifikan. Dengan sistem ABC, PT X dapat mendapatkan nilai biaya produksi yang memberikan dasar argumentasi yang lebih baik.
Penelitian dalam karya akhir ini menggambarkan distorsi yang ditimbulkan oleh sistem tradisional cukup signifikan, bahkan sudah memberikan "arah yang sesat" bagi pihak manajemen dalam pengambilan keputusan. Penelitian menggambarkan penggunaan sistem ABC dalam penghitungan biaya produksi ini berguna dalam menentukan arah operasi perusahaan ini selanjutnya.
Secara keseluruhan dari langkah-langkah yang dilakukan dalam sistem ABC menggambarkan sistem ABC merupakan sarana yang sangat baik untuk mengenal operasi dari perusahaan, tidak saj a dari segi finansial tetapi juga operasional. Sehingga gambaran operasional perusahaan akan lengkap dalam artian keputusan-keputusan yang diambil oleh perusahaan didasarkan pada data yang lebih akurat dan menyeluruh.
Aplikasi sistem ABC juga mendorong perusahaan untuk mulai melakukan pencatatan data operasional yang dibutuhkan untuk perhitungan ABC, seperti data activity driver atau resources driver juga diharapkan dengan diperhatikannya data operasional ini maka akan bisa membuka kesempatan untuk manajemen untuk menganalisa operasional perusahaan dengan lebih baik, demi perbaikan di masa datang."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harnoko S.
"Sekitar tahun 1983 Pemerintah Indonesia mengeluarkan berbagai kebijaksanaan deregulasi. Kebijaksanaan tersebut dimaksud untuk memberikan suasana lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sejalan dengan itu, dunia usaha juga berusaha menempatkan dirinya agar leading dibidang masing-masing yang semakin kompetitif. Tujuan utama yang berupa profit, growth dan market share harus bisa dicapai, dilain pihak sasa ran yang berupa customer satisfaction, efficient dan productivity harus terpenuhi.
Praktek akuntansi manajemen yang bergaya tradisional belum mampu memenuhi kebutuhan informasi dalam dunia usaha yang memiliki investasi yang bersifat advance manufacturing technology. Berbagai pendekatan strategik dilakukan antara lain dengan cara penggunaan otomasi komputer untuk membantu manajemen dalam penggunaan sumber daya yang menguntungkan untuk memproduksi barang atau jasa yang kompetitif, dalam kaitannya dengan cost, quality dan timing yang tepat. Dengan demikian manajemen dapat mengendalikan dan mengambil tindakan ?untuk mengontrol apa yang menyebabkan aktifitas-aktifitas yang mengkonsumsi sumber daya dan mengeliminir biaya-biaya yang tidak diharapkan untuk terjadi. Di dalam cost man agement system, pengendalian biaya difokuskan pada aktifitas-aktifitas atau kondisi yang menyebabkan/mendorong suatu aktifitas mengkonsumsi biaya.
Munculnya teori activity based costing yang baru dikembangkna di Amerika Serikat merupakan jawaban kebutuhan cost management system, yang merupakan kunci keberhasilan untuk meningkatlan kinerja operasional yang dicerminkan dalam aktifitas-aktifitaS. Sekalipun masih relatif baru, Leon ini berusaha mengejar ketinggalan dan menyelaraskan praktek akuntansi rnanajemen, terutama di Indonesia yang sebagian besar masih beronientasi tradisional.
Lube Oil Blending Plant (LOBP) Pertamina UPPDN III Jakarta merupakan salah satu strategic business unit di lingkungafl Pertamina yang ditugasi mengelola sektor pelumas untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri. Sebagai BUMN yang telah mendapatkan predikat ?sehat sekali? dan Departemen Keuangan, Pertamina berkewajiban untuk meningkatkan masalah efisiensi dan produktifitas atas kegiatan di Pertamina UPPDN III. Penulis menjadikan LOBP sebagai konsep perancangan cost management system, namun studi ini hanya membatasi pada organisasi manufaktur. Dengan menggunakan sistem ini diharapkan manajemen dapat memperoleh informasi yang relevan untuk melakukari evaluasi atas biaya-biaYa yang ditimbulkan oleh berbagai kegiatan pemicu biaya (cost driver).
Sekalipun masih terbatas pada tahap perancangan, namun diharapkan konsep ini dapat dijadikan sebagai moment untuk memperkenalkan praktek akuntansi manjemen yang relevan dengan kebutuhan perkembangan dunia usaha dewasa ini sebagai upaya continues improvement untuk mengejar ketinggalan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisha Zoraya
"Tesis ini menganalisis penerapan system Activity Based Costing pada PO. Gardena. Penerapan system Activity Based Costing akan dilakukan untuk menghitung biaya pelayanan masing-masing jurusan bus pada PO. Gardena. Penelitian ini adalah studi kasus di PO.Gardena yang sumber datanya adalah data keuangan dan data non-keuangan perusahaan pada tahun 2013. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan, penelitian lapangan, dan metode deskriptif.
Hasil penelitian mengindentifikasikan bahwa terdapat perbedaan biaya yang dihasilkan dari perhitungan secara tradisional dengan System Activity Based Costing. Hasil perhitungan menggunakan system Activity Based Costing menunjukan bahwa untuk pelayanan pariwisata memiliki biaya yang lebih tinggi sedangkan untuk jurusan Bandung-Jakarta dan Bandung-Bogor memiliki biaya yang lebih rendah jika dibandingkan dengan perhitungan menggunakan metode tradisional.

This research analyses the application of Activity Based Costing system in bus service company. The Activity Based Costing system will be used to calculate the service cost of each bus line in PO. Gardena. The research is conducted at PO. Gardena by using the firm financial and non-financial data in 2013. The research comprises literature review, observation, and descriptive research methods.
From the research, it is evident that differences do occurs between traditional costing and Activity Based Costing system. In comparison to the cost estimation using the traditional system, the overall costs for chartered bus service are higher when being calculated using the Activity Based Costing system, while the overall costs for Bandung-Jakarta and Bandung-Bogor routes service tend to be lower.
"
New York, NY: Jurnal Antropologi Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Selina Agustina Santoso
"Perubahan teknologi yang sangat pesat mendorong perusahaan untuk ikut mengembangkan kemampuan produksinya, baik kualitas maupun kuantitasnya. Dengan demikian banyaknya perusahaan yang mengandalkan otomatisasi teknologi, mengakibatkan terjadinya persaingan yang sangat ketat, khususnya dalam meningkatkan efisiensi dan efektifitas produksi yang pada akhirnya bertujuan untuk meningkatkan laba perusahaan. Pencapaian laba optimal dapat dilakukan dengan cara melakukan perhitungan harga pokok produksi yang akurat.
Untuk tujuan perhitungan harga pokok produksi yang akurat salah satu metode yang banyak diterapkan adalah sistem Activity Based Costing. Sistem Activity Based Costing menggunakan lebih dari satu pemicu biaya yaitu berdasarkan luas lantai (m2), jam kerja mesin, jam tenaga kerja tidak langsung, dan persentase pemakaian bahan kimia. Berbeda dengan sistem akuntansi biaya tradisional, biaya overhead pabrik yang terjadi hanya dialokasikan dengan menggunakan satu pemicu biaya yaitu berdasarkan total unit produksi. Dengan demikian ketepatan perhitungan harga pokok produksi akan dapat lebih tercapai dengan penerapan sistem Activity Based Costing.
Sistem activity based costing meningkatkan akurasi pembebanan biaya karena pertama kali melakukan penelusuran biaya aktivitas dan kemudian biaya produk atau pelanggan yang mengkonsumsi berbagai aktivitas tersebut. Tujuannya adalah untuk menemukan cara melakukan aktivitas dengan lebih efisien dan menghilangkannya apabila tidak menciptakan nilai pelanggan.
Sistem akuntansi biaya tradisional yang menggunakan dasar alokasi tingkat unit seperti banyaknya unit produksi, jam tenaga kerja langsung dan jam mesin sudah kurang relevan apabila perusahaan menghasilkan produk yang beraneka ragam dan memanfaatkan teknologi modern, Penelusuran biaya ini sebaiknya dilakukan terhadap aktivitas yang teriadi. Perhitungan biaya overhead pabrik per unit yang tidak tepat dapat mengakibatkan konsekuensi yang serius untuk perusahaan. Contohnya, dapat mengakibatkan keputusan yang salah mengenai penetapan harga, bauran produk atau penawaran kontrak.
Sistem Activity Based Costing berusaha untuk memperbaiki kelemahan dalam sistem akuntansi biaya tradisional dengan menghubungkan biaya overhead pabrik yang iimhtil Dada proses produksi melalui aktivitas yang dilakukan untuk produk tersebut.
Dari hasil perhitungan harga pokok produksi dengan menggunakan sistem Activity Based Costing dan sistem akuntansi biaya tradisional menunjukkan bahwa perhitungan harga pokok produksi dengan akuntansi biaya tradisional menyebabkan terjadinya distorsi, yaitu menentukan biaya terlalu tinggi (over cost) untuk produk susu kental manis dan terlalu rendah (under cost) untuk susu cair indomilk.
Pada PT. Indomilk diketahui harga pokok produksi per unit untuk produk susu kental manis sebesar Rp. 1.452,79 per unit dan produk susu cair indomilk sebesar Rp. 1.607,50 per unit. Sedangkan dengan sistem akuntansi biaya tradisional diperoleh harga pokok produksi per unit untuk susu kental manis sebesar Rp. 1.483,89 per unit dan untuk susu cair indomilk sebesar Rp. 1.592,67 per unit. Hal ini menunjukkan bahwa sistem akuntansi biaya tradisional menentukan biaya terlalu tinggi (over cost) sebesar Rp. 31,1 atau sebesar 2,05 % untuk produk susu kental manis dan terlalu rendah (under cost) sebesar (Rp. 14,83) atau (1%) untuk produk susu cair indomilk."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T17503
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Indahwati
"Dengan adanya kemajuan dalam bidang teknologi seperti sekarang ini, maka akan banyak perusahaan yang harus mengadakan perubahan dalam proses produksi, misalnya mulai melakukan otomasi pabrik. Selain itu kemajuan di bidang komunikasi juga menuntut perusahaan untuk mengadakan perbaikan dalam proses produksi karena konsumen menjadi semakin cerewet dalam pemilihan produk. Perbaikan proses produksi ini tidak terlepas pula dan perbaikan sistem akuntansi biaya yang diterapkan untuk mengimbangi kemajuan teknologi tersebut.
Pada saat ¡ni masih banyak perusahaan yang menggunakan sistem akuntansi biaya tradisional yaitu pembebanan biaya produksi berdasarkan fungsi. Yang dimaksud dengan sistem akuntansi biaya tradisional adatah suatu sistem yang membagi-bagi biaya yang terjadi selama proses produksi kedalam kelompok-kelompok biaya tenaga kerja Iangsung, biaya bahan baku Iangsung dan biaya penunjang produksi. Pembebanan biaya tenaga kerja Iangsung dan biaya bahan baku langsung dengan menggunakan sistem ini tidak menimbulkan permasalahan karena dapat ditelusuri secara langsung pada produk yang dihasilkan. Sebaliknya, pembebanan biaya penunjang produksi susah untuk ditelusuri secara Iangsung pada produk yang dihasilkan.
Pada sistem akuntansi biaya tradisional, biaya penunjang produksi ini dibebankan kepada setiap unit dan setiap jenis produk dengan menggunakan dasar tenaga kerja Iangsung (baik dalam jumlah waktu maupun dalam rupiah) ataupun dengan menggunakan dasar bahan baku Iangsung. Pembebanan baya penunjang seperti ini dapat menimbulkan penyimpangan dalam pelaporan biaya karena banyak kegiatan yang dikategorikan sebagai kegiatan penunjang tidak berhubungan secara Iangsung dengan volume produksi. Akibatnya akan dihasilkan penilaian biaya yang Iebih kecil atau Iebih besar dan biaya produksi yang sebenarnya.
Dengan pemberlakuan otomasi dalam proses produksi, peranan tenaga kerja langsung cenderung berkurang. Sebaliknya, biaya penunjang seperti biaya pemelihara an, biaya set-up dan lain-lain akan semakin besar (terutama dalam perusahaan yang menghasilkan berbagai macam produk). Oleh sebab itu, pembenahan dalam sistem akuntansi biaya harus segera dilakukan agar perusahaan dapat menentukan biaya produksi secara tepat, sehingga harga produk dapat ditentukan secara benar dan bersaing. Salah satu atematif untuk memperbaiki perhitungan biaya tersebut adalah dengan menggunakan sistem manajemen biaya berdasarkan aktivitas (Activity Based Costing/ABC) yaitu pembebanan biaya penunjang berdasarkan sumberdaya yang dikonsumsi oleh tiap kegiatan, bukan berdasarkan pengeluaran untuk seluruh kegiatan. Sistem ABC ini memperhitungkan pembebanan biaya penunjang dengan memperhatikan kegiatan yang menjadi pemacu timbulnya biaya (cost driver) seperti waktu pemeriksaan (inspection time), waktu set-up dan lain-lain. Kemudian hanya biaya biaya tersebut dibebankan pada setiap unit untuk setiap jenis produk. Dengan demikian, akan dapat diperoleh informasi biaya produksi secara lebih akurat sehingga manajemen dapat menentukan harga produknya dengan lebih tepat. Selain itu manajemen biaya ini juga dapat memberikan informasi mengenai kombinasi produk yang harus dihasilkan dan juga informasi yang Iebih relevan untuk pengambilan keputusan oleh pìhak manajemen.
PT XYZ yang bergerak dalam industri kaca, tentu tidak terlepas dari persaingan lingkungan usaha yang semakin tajam, baik secara domestik maupun global. OIeh sebab itu, pada tulisan kali ini akan dicoba untuk menelaah sistem akuntansi biaya yang sekarang digunakan dan berusaha memperbaikinya agar diperoleh informasi yang akurat dari sistem yang baru tersebut.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan terhadap sistem akuntansi biaya pada PT XYZ didapati adanya distorsi pelaporan biaya produk, atau biaya produk yang dilaporkan tidak sesuai dengan biaya yang sebenarnya teijadi. Biaya produk untuk kaca bevel dìlaporkan terlatu mahal bila dibandingkan dengan biaya yang sebenarnya terjadi, sedangkan bìaya untuk kaca tempered terlalu rendah dari biaya yang benar-benar terjadi. Dengan adanya distorsi dalam pelaporan biaya produk dapat menyebabkan terjadinya kesalahan dalam penentuan harga jual produk, dimana harga jual untuk kaca bevel akan Iebih mahal dari harga kaca tempered. Pada saat sekarang, pengaruh dan laporan yang terdistorsi tersebut belum mempunyai dampak yang besar dan belum disadari oleh manajemen, karena berdasarkan laporan keuangan yang dibuat, perusahaan masih mendapatkan keuntungan yang memadai. Hal ini dapat terjadi karena adanya subsidi silang antar produk, dalam hal ini adalah antara kaca bevel dengan kaca tempered sehingga seolah-olah tidak ada masalah dengan penentuan harga yang dilakukan sekarang. Tetapi bila keadaan ¡ni dibiarkan terus, tentu dapat menyebabkan menurunkannya laba perusahaan serta lama kehiangan daya saing terhadap perusahaan lain.
Kesalahan dalam bïaya produk yang dilaporkan terjadi karena dalam perhitungan hanya menggunakan dasar alokasi yang bersifat unit-level, yaltu volume produk, sedangkan aktivitas produksi pada perusahaan ini lebìh banyak bersifat batch-level seperti set-up mesin dan lain-lain. OIeh sebab itu, agar perusahaan tetap menentukan harga jual yang akurat dan bersaing, tentu harus mulai membenahi diri dan mungkin langkah pertama yang dapat dilakukan adalah dengan memperbaiki cara perhitungan biaya produk yang digunakan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hermanto Simon
"Dunia industri manufaktur terus berubah seiring dengan perubahan teknologi yang semakin maju. Dunia usaha juga terus berubah dengan tingkat persaingan yang semakin kompetitif. Itulah kenyataan yang dihadapi dewasa ini, perubahan yang progresif menjadikan suatu pola tertentu segera menjadi kuno.
Akuntansi manajemen selama ini dikenal sebagai alat bantu manajemen untuk pengambi~an keputusan operasional. Dalam situasi yang telah berubah, relevansinya menjadi patut dipertanyakan. Kemajuan teknologi telah merubah sistem produksi ke arah otomasi, yang berarti pula merubah struktur dan perilaku biaya produksi. Ketatnya persaingan telah merubah pola manajemen dengan pendekatan multi produk serta mengutamakan faktor-faktor multi strategis seperti cost, quality, delivery, flexibility. Dengan demikian strategi senantiasa difokuskan pada customer satisfaction. Melihat banyaknya perubahan ini, tampaknya akuntansi manajemen memang segera akan menjadi kuno bila tidak mengikuti perubahan tersebut.
Tuntutan tersebut telah dijawab dengan munculnya teori-teori baru sistem manajemen biaya, yang tidak hanya relevan tetapi juga antisipatif. Pendekatan aktivitas merupakan perubahan yang menjadi ciri utama, dimana pol a alokas i biaya disempurnakan dengan model activity-based costing. Dikemukakan pula bahwa pengendalian aktivitas ternyata merupakan kunci keberhasilan untuk meningkatkan kinerja operasional manufaktur. Teori ini memang telah berusaha mengejar ketinggalan dan menyelaraskan praktek akuntansi manajemen dengan tantangan praktek manufaktur saat ini.
Teori telah dikemukakan, tantangan berikutnya adalah implementasinya dalam praktek akuntansi manajemen. Sejauh ini sistem manajemen biaya modern ini baru diterapkan pacta beberapa perusahaan di Amerika Serikat. Sementara dalam masa transisi, praktek akuntansi manajemen yang diterapkan pacta perusahaan-perusahaan di Indonesia memang masih berorientasi tradisional. Menyadari kekurangan yang ada, sedang dilakukan usaha-usaha menerapkannya walau masih dalam batas-batas tertentu.
Bagian dari usaha tersebut adalah perancangan konsep sistem manajemen. biaya pada PT. AACP. Sesungguhnya sistem manajemen biaya modern ini berlaku untuk organisasi manufaktur maupun nonmanufaktur, namun studi ini hanya membatasi pacta organisasi manufaktur. Dengan meninggalkan konsep tradisional diharapkan lebih banyak informasi relevan yang diperoleh dari sistem tersebut. Konsep terse but mel iputi pengembangan model activity-based costing untuk penentuan product costing, pengendalian operasional pabrik dan pengukura kinerja. Ketiganya didasarkan telaah kondisi perusahaan, dan ditujukan untuk lebih mendukung manajemen dalam mengendalikan operasional perusahaan agar lebih kompetitif dalam menghadapi persaingan.
Meski baru terbatas pacta perancangan konsep, namun telah merupakan bagian dari usaha memperkenalkan praktek akuntansi manajemen yang relevan dalam era manufaktur saat ini. " Nothing can be done or made by theory, but knowledge of theory improves the doing and making "."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Filemon Calvin Sucandra
"Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan perhitungan biaya per pelanggan dengan sistem ABC konvensional dan TDABC, membandingkan perhitungan profitabilitas per pelanggan dengan sistem ABC konvensional dan sistem TDABC, dan menyarankan tindakan apa yang dapat dilakukan PT XYZ setelah mengetahui besarnya biaya per pelanggan. Penelitian merupakan studi kasus dengan metode penelitian berupa studi literatur, wawancara, dan dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa PT XYZ memiliki pelanggan yang menguntungkan dan tidak menguntungkan. PT XYZ juga dapat mengklasifikasikan pelanggan berdasarkan jenisnya: passive, yaitu rumah sakit, pelanggan high cost-to-serve, yaitu apotik, pelanggan price-sensitive, yaitu institusi/tender, PBF, dan toko obat, dan pelanggan aggresive, yaitu supermarket.

This study aimed to compare the calculation of cost per customer with conventional ABC and TDABC system, calculation of profitability per customer compared with the conventional ABC system and TDABC system, and suggest what actions to do for XYZ after finding out the cost per customer. The research is a case study with research methods such as literature studies, interviews, and documentation.
The results showed that XYZ has customers which are profitable and unprofitable. XYZ also can classify customers by type: passive, ie hospitals, high customer cost-toserve, namely pharmacies, price-sensitive customers, namely institutional / tender, PBF, and drug stores, and customers aggresive, namely supermarkets.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Franky Dewanta
"Menurunnya suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) membuat para bank yang selama ini mengandalkan pendapatannya dari sektor tersebut harus mulai mengalihkan aktiva produktifnya ke sektor lain yaitu kredit, guna mempertahankan pendapatan yang telah diperoleh.
Mengalihkan ke sektor kredit bukanlah suatu langkah yang mudah karena kredit dinilai suatu bisnis yang berisiko. Untuk itu harus mempunyai suatu mekanisme yang baik dalam memproses permohonan kredit dari nasabahnya dan secara selektif kredit hanya diberikan kepada debitur yang layak guna meminimalkan resiko yang ada.
Bank harus melakukan penyaringan terhadap setiap permohonan kredit dari nasabah. Sarana penyaringan calon debitur tersebut adalah, dengan menggunakan analisa kredit untuk menganalisa kemampuan dan kemauan membayar dari calon debitur dan dituangkan dalam suatu Memo Pengolahan Kredit (MPK).
Biasanya proses maupun biaya yang yang dikeluarkan untuk pengolahan sebuah kredit relatif sama walaupun permohonan kredit tersebut berbeda jumlahnya (plafond). Untuk itu bank harus lebih selektif memilah permohonan yang mana yang masih boleh ditangani dan mana yang harus ditolak, agar bank memperoleh keuntungan yang maksimal.
Adapun latar belakang penulisan karya akhir ini adalah ingin mendapatkan gambaran Bagaimana mengkalkulasi biaya yang ditimbulkan khususnya biaya pengolahan sebuah permohonan kredit, dengan menggunakan metode Activity Based Costing (ABC). Dengan metode ini biaya tersebut dapat dikalkulasikan secara tepat, dengan jalan menelusuri apa yang menjadi pemicu (driver) timbulnya biaya tersebut atau dengan kata lain aktivitas-aktivitas apa yang mengakibatkan timbulnya biaya-biaya tersebut.
Hasil perhitungan yang didapatkan dengan sistem ABC ini menunjukan bahwa untuk plafond yang sama besar, pelepasan kredit dengan jaminan likuid (deposito, bank notes, emas lantakan) yang selama ini sangat diminati oleh KCU "A" temyata memberikan pendapatan yang lebih kecil bila dibandingkan kredit dengan jaminan solid (tanah bangunan, ruko, mobil) yang selama ini dinilai lebih komplek proses pengolahannya.
Dan tidak kalah penting lagi dengan perhitungan sistem ABC ini KCU "A" mempunyai suatu standar (benchmark) yaitu berapa besar permohonan kredit yang masih dapat diterima oleh KCU "A" agar masih tetap memperoleh keuntungan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>