Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 37167 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Didi Dwi Anggoro
Yogyakarta: Teknosan, 2018
363.728 DID r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Shahreza Muhammad
"Penelitian tentang elektroflotasi untuk pemisahan limbah pewarnaan batik telah dilakukan. Ada 2 cairan yang diflotasi, yaitu zat warna batik dan limbah pewarnaan batik. Gelembung dihasilkan dengan elektrolisis menggunakan elektroda alumunium alloy dengan luas permukaan anoda dan katoda adalah 116 cm2 dan 98 cm2. Variasi tegangan yang digunakan adalah 5, 10, 15, 20, dan 25 V. Diameter yang dominan pada 5, 10, 15, 20, dan 25 V adalah 205 – 255 μm dan 5 – 55 μm serta volume gelembung yang didapat tiap 20 detik adalah 0.39, 1.3, 2.4, 3.43, dan 4.55 mL. Pada zat warna batik didapatkan persen pengurangan TSS, warna, dan kekeruhan pada tegangan 5, 10, 15, dan 20 V adalah 73.81%, 29.7%, 40.64%; 68.08%, 89.05%, 82.21%; 96.97%, 71.57%, 74.07%; 49.8%, 74.72%, 16.47%. Pada limbah batik didapatkan persen penurunan TSS, warna, dan kekeruhan yang terbaik adalah 97.09%, 98.6%, dan 99.16% terjadi pada tegangan 10 V dengan penambahan 50 gram tawas dan perbandingan air dan limbah 1:14.

The research on electroflotation for Batik waste separation has been done. There are 2 fluids, dye of batik and batik waste. Bubbles are generated by electrolysis using aluminum alloy electrodes which the enode and kathode surface areas are 116 cm2 and 98 cm2. Variation of applied voltages are 5, 10, 15, 20, and 25 V. The dominant size of bubbles which are measured are range between 205 – 255 μm and 5 – 55 μm. Bubble surface areas obtaining per 20 seconds are 0.39, 1.3, 2.4, 3.43, and 4.55 mL. In batik dyes, percent reduction of TSSs, colors, and turbidities at voltage 5, 10, 15, and 20 V 73.81%, 29.7%, 40.64%; 68.08%, 89.05%, 82.21%; 96.97%, 71.57%, 74.07%; 49.8%, 74.72%, 16.47%. in batik waste, the best percent reduction of TSS, color, and turbidity which occured at a voltage 10 V with the addition 50 gr alum and waste and water ratio 1:14 is 97.09%, 98.6%, and 99.16%.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S57493
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mara, D. Duncan (David Duncan), 1944-
Bandung: ITB Press, 1994
363.728 MAR p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Huriya
"Teknologi membran saat ini sudah banyak diaplikasikan untuk mengolah limbah berbagai industri, salah satunya dapat industri tahu. Namun di Indonesia, pengolahan limbah industri tahu masih menggunakan metode konvensional dan belum memenuhi baku mutu pemerintah, sehingga dibutuhkan metode pengolahan yag lebih efektif. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan preparasi serta menguji kinerja membran polisulfon dengan proses filtrasi untuk pengolahan limbah cair industri tahu. Penelitian ini diawali oleh preparasi membran polisulfon (PSf) dengan pelarut n-metil-2-pirolidon (NMP) dan aditif polivinilpirolidon (PVP) dengan metode inversi fasa dan teknik imersi presipitasi, dengan variasi massa PVP sebanyak 0,15 gram; 0,25 gram; dan 0,35 gram. Membran yang telah dipreparasi kemudian dikarakterisasi menggunakan SEM, FTIR, serta sudut kontak. Limbah cair tahu sebagai umpan filtrasi telah melalui proses pre-treatment dengan metode koagulasi-flokulasi. Kemudian limbah umpan tersebut difiltrasi menggunakan membran PSf/NMP/PVP dengan variasi umpan 4, 5, 6, dan 7 bar. Penambahan konsentrasi PVP meningkatkan porositas dan hidrofilisitas, namun penambahan PVP yang berlebihan akan meningkatkan viskositas membran sehingga membuat membran menjadi lebih padat. Hal ini yang menyebabkan fluks air dan fluks permeat mengalami kenaikan pada membran PSf/NMP/PVP0,15 dan PSf/NMP/PVP0,25 namun namun menurun pada PSf/NMP/PVP0,35. Rejeksi COD dan TDS yang dihasilkan pada penelitian berkisar antara 8,3% hingga 60,53% dan 4,77% hingga 28,57%; sedangkan rejeksi TSS dan kekeruhan yang dihasilkan berkisar antara 16,67% hingga 75% dan 8,3% hingga 75%; dan pH berkisar antara 7,28 hingga 7,58.
.....Membrane technology nowadays is applied for wastewater treatment in multiple industries, one of them is the tofu industry. However in Indonesia, tofu industrial wastewater treatment still uses the conventional method that has yet to meet the government’s quality standards, so a more effective treatment method is needed. This research aimed to prepare and examine the performance of polysulfone (PSf) membrane using n-methyl-2-pyrrolidone (NMP) solvent and polyvinylpyrrolidone (PVP) additive according to phase inversion method by immersion precipitation technique, with PVP mass variation of 0,15; 0,25; and 0,35 grams. Membrane that has been prepared is then characterized by undergoing several tests of SEM, FT-IR, and contact angle. First, tofu wastewater as feed has been through the pre-treatment process using coagulation-flocculation method. The feed is then filtrated using prepared PSf/NMP/PVP membranes with pressure variation of 4, 5, 6, and 7 bars. The addition of PVP concentrations increases porosity and hydrophilicity, but the excessive addition of PVP will increase membrane viscosity thereby making the membrane denser. This is what causes the water flux and permeate flux to increase in PSf/NMP/PVP0,15 and PSf/NMP/PVP0,25 membranes but decrease in PSf/NMP/PVP0,35 membrane. The COD and TDS rejection percentages resulted in this research ranged from 8,3% up to 60,53% and 4,77% up to 28,57%; the TSS dan turbidity rejection percentages ranged from 16,67% up to 75% and 8,3% up to 75%, meanwhile the pH varies from 7,28 to 7,58."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Myriam Moerwani Koeswardhani
"ABSTRAK
Isi Ringkasan
Indonesia adalah negara sedang berkembang, yang sedang melaksanakan pembangunan industri. Meningkatnya jumlah industri tidak hanya memberikan dampak positif, tetapi juga memberikan dampak negatif, misalnya pencemaran lingkungan hidup dari buangan industri, yang menyebabkan penurunan kualitas lingkungan.
Untuk mencegah menurunnya kualitas lingkungan diperlukan usaha pencegahan melalui pengolahan limbah tersebut. Secara garis besar, kegiatan pengolahan air limbah dapat dibagi menjadi 6 (enam) tahap antara lain : Pengolahan pendahuluan, Pengolahan primer, pengolahan sekunder, pengolahan tertier, Pembunuhan kuman dan Pembuangan lanjutan.
Salah satu cara untuk mengolah limbah pada pengolahan tertier adalah dengan proses adsorpsi (penjerapan ). Salah satu sistem adsorpsi adalah adsorpsi fisik (adsorpsi Van der Waals) yang terjadi karena adanya gaya Van der Waals antara molekul-molekul zat yang terjerap dan bersifat dapat balik. Pada umumnya adsorben yang digunakan adalah karbon aktif, dapat berbentuk granular maupun bubuk. Karbon aktif granular maupun bubuk,mempunyai permukaan dalam yang lebih luas sehingga mempunyai daya jerap yang lebih besar.
Untuk mengetahui efektivitas karbon aktif yang tepat, telah dilakukan penelitian di laboratorium Fakultas Teknologi Pertanian Institut Teknologi Indonesia, dengan sampel dart limbah tekstil P.T. Sandratex, dan karbon aktif bubuk yang dibeli dari pedagang bahan kimia.
Menurut hasil penelitian dart F.T. Sandratex,setelah diolah dengan pengolahan primer dan sekunder pun,limbah cair industri tekstil tersebut masih mengandung kadar Fe'dan Zn' yang cukup tinggi yaitu lebih kurang 16 ppm, sedang Nilai Ambang Batas yang diperbolehkan untuk Fe-dan Zn' masingmasing 5 ppm.(Kep-03/MENKLH/II/199I )
Proses adsorpsi adalah salah satu cara pada pengolahan tertier , dan limbah cair tekstil yang diteliti sudah mengalami proses pengolahan primer dan sekunder terlebih dahulu. Sebagai pembanding (kontrol) digunakan limbah cair tekstil sintetis , yang sengaja dipersiapkan dengan cara melarutkan FeSO-4 7 H2O dan Zn S0a dengan akuades sehingga diperoleh larutan murni yang mengandung jumlah senyawa Fe' dan Zn' seperti yang terdapat pada limbah tekstil P.T Sandratex.
Berkaitan dengan uraian diatas, maka masalah penelitian adalah sebagai berikut
1. Berapa besarkah efektivitas karbon aktif dalam mereduksi kadar ion Fe ' dan Zn+` dalam limbah cair industri tekstil dan limbah cair sintetis.
2. Berapakah lama kontak optimal yang dibutuhkan agar karbon aktif dapat me﷓
reduksi jumlah ion logam (Fe dan Zn ) sehingga tidak rnelebihi Nilai Ambang Batas yang diperbolehkan
3. Sampai berapa kalikah karbon aktif dapat digunakan untuk menjerap (mengadsorpsi) ion Fe' dan ion Zn' dalam limbah cair industri tekstil dengan optimal tanpa regenerasi.
Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan, penelitian ini ingin meneliti efektivitas karbon aktif bubuk dengan kadar karbon aktif (% berat per volume) dan lama kontak limbah cair dengan karbon aktif (menit/liter), dengan jumlah ion Fe' dan Zn' yang tertinggal dalam larutan setelah di adsorpsi oleh karbon aktif, dan persentase Fe'dan Zn' yang diadsorpsi, sehingga hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Semakin besar kadar karbon aktif bubuk yang diberikan, semakin besar persentase ion Fe"dan Zri yang diadsorpsi, dan semakin kecil pula jumlah Fe' dan Zn" yang tertinggal dalam limbah cair industri tekstil dan limbah cair sintetis setelah diadsorpsi.
2. Semakin lama waktu kontak karbon aktif bubuk dengan limbah cair industri tekstil dan limbah cair tekstil sintetis, semakin kecil jumlah ion Fe" dan Zn' yang tertinggal dalam limbah cair tekstil / sintetis dan semakin besar persentase Fe'dan Zn' yang diadsorpsi.
3. Pemakaian karbon aktif sebanyak 20 kali tanpa regenerasi, dapat menaikkan persentase Fe'dan Zn' yang diadsorpsi (dijerap) dan menurunkan jumlah ion Fe'dan Zn'dalam limbah cair industri tekstil maupun limbah cair tekstil sintetis, setelah diadsorpsi oleh karbon aktif
Penelitian ini bersifat eksperimental , dan bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh kemampuan karbon aktif untuk mengadsorpsi (menjerap) ion Few` dan ion Zn' yang masih terdapat cukup tinggi dalam limbah cair industri tekstil, meskipun telah diperlakukan dengan pengolahan limbah cair tahap pertama maupun tahap kedua. Selain daripada itu ingin pula membandingkan daya adsorpsi karbon aktif pads limbah cair tekstil dengan limbah cair sintetis. Ion logam yang terdapat dalam limbah cair sintetis hanya terdiri dari ion Fe'dan ion Zn' saja, sedangkan pada limbah cair tekstil meski sudah dilakukan pengolahan tahap pertama dan kedua tetapi masih cukup banyak mengandung ion-ion yang lain, dan ingin pula meneliti tentang berapa kalikah penggunaan karbon aktif untuk mengadsorpsi limbah cair industri tekstil tanpa regenerasi.
Analisis percobaan dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap pola faktorial. Variabel penelitian terdiri dari daya jerap karbon aktif sebagai variabel tergantung atau gayut ( dependent variable) sedangkan sebagai variabel babas atau variabel tak gayut (independent variable) adalah kadar karbon aktif ( persen berat per volume dalam gram/liter) dan lama kontak dengan karbon aktif ( menit/liter).
Penelitian iai dilaksanakan dalam dua tabap, tahap pertama adalah Penelitian Pendahuluan dan tahap kedua adalah Penelitian Utama.
Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan jenis karbon aktif yang digunakan, kadar karbon aktif dan lama kontak yang terbaik. Pala penelitian pendahuluan ini Variabel lama kontak limbah cair industri tekstil dengan karbon aktif yang digunakan merupakan variabel waktu dengen variasi waktu 30, 60, 90 menit , sedangkan kadar karbon aktif yang digunakan berkisar antara 10, 20, dan 30 % berat per volume(mg/liter).
Dari percobaan pendahuluan , ternyata variabel waktu (lama kontak) dengan variasi 30, 60, dan 90 menit tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, sehingga diambil kesimpulan lama kontak terbaik adalah 30 menit. Untuk variabel dosis karbon aktif , ke tiga variasi kadar karbon aktif juga tidak menunjukkan perbedaan nyata, sehingga untuk sementara dianggap 10% merupakan kadar terbaik Untuk jenis karbon aktif , dipilih karbon aktif bubuk karena lebih ekonomis dibandingkan dengan karbon aktif pro analitis.
Pada penelitian utama, dilakukan penelitian yang lebih teliti. Perlakuan pada penelitian utama yaitu lama kontak yang terdiri dari 8 taraf yaitu 5, 10, 15, 20, 25, 30, 35 dan 40 menit /liter dan untuk kadar karbon aktif terdiri dari 6 taraf yaitu 2,5 ; 5,0 ; 7,5 ; 10,0 ; 12,5 ; dan 15 % berat per volume (gram/liter).
Dari hasil penelitian dan basil perhitungan secara statistik diperoleh basil sebagai berikut :
Pada limbah cair industri tekstil,perlakuan kadar karbon aktif tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada ion Fe'dan ion Zn' yang tertinggal dalam limbah cair tekstil ,tetapi perlakuan lama kontak limbah cair dengan karbon aktif, berpengaruh nyata pada jumlah ion Fe'+dan Zn' yang tertinggal dalam limbah cair industri setelah diadsorpsi dengan karbon aktif bubuk. Dari tabel Anava dan Duncan test didapatkan hasil terbaik pada lama kontak 10 menit/liter dan dipilih kadar yang terendah yaitu 2,5 % (25 gram karbon aktif/liter limbah cair)
Untuk limbah cair tekstil sintetis temyata perlakuan lama kontak tidak berpengaruh pada ion Fe dan Zn yang tertinggal dalam limbah cair tekstil sintetis. tetapi perlakuan dosis karbon aktif menunjukkan pengaruh yang nyata pada jumlah ion Fe"dan Zn' yang tertinggal dalam limbah cair tekstil sintetis setelah diadsorpsi dengan karbon aktif bubuk. Dari Anova dan S.N.K Test pads limbah cair tekstil sintetis ternyata hasil terbaik di dapatkan pada dosis karbon aktif 7.5 % blv (75 gram karbon aktif/liter limbah cair) dan dengan lama kontak 5 menit/liter.
Di samping itu dari Tabel Anova didapatkan pula bukti bahwa ternyata karbon aktif masih effektif dipakai tanpa regenerasi meskipun telah digunakan sebanyak 20 kali. Hal itu dapat dilihat dari Anova yang menunjukkan bahwa jumlah ion Fe' dan Zn' yang tertinggal tidak berbeda nyata, berarti karbon aktif masih dapat digunakan dengan hasil yang baik meski telah digunakan sebanyak 20 kali.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa karbon aktif dapat menurunkan (mereduksi) jumlah ion Fe's dan Zn' dalam Iimbah cair industri (khususnya PT Sandratex) dengan waktu kontak 10 menit/liter dan kadar karbon aktif 7,5 % b/v (75 grain/liter ), dan karbon aktif masih dapat menjerap terus tanpa regenerasi walaupun telah digunakan duapuluh kali.

ABSTRACT
Thesis summary :
Indonesia, one of the developing countries, is currently developing industries. The increasing number of industries does not only cause some positive impacts, but negative ones as well, such as environmental pollution which is caused by industrial waste, leading to degradation of environmental qualities.
There are many steps of wastewater treatment, namely primary steps, secondary steps, tertiary steps, disinfection and sludge disposal.i
One system of the wastewater treatment is based on adsorption process. Physical adsorption as one of the adsorption system takes place due to Van der Waals forces among adsorbed molecules which are reversible. Adsorbent commonly used are active carbon, either granular or powdered
Both the granular active carbon and powdered active carbon have a wide internal surface, making their greater adsorbing ability. To understand the active carbon effectiveness, an experiment has been carried out at the Biochemistry laboratory of Agricultural Technology Department of Institute Technology Indonesia, using samples taken from P.T. Sandratex and powdered activated carbon purchased elsewhere. The adsorption process belongs to the third step treatment and therefore the textile plant waste, have been passed the first and the second process
As comparison material, the artificial textile plant liquid waste is used , made by dissolving FeSO4 71120 and ZnSO4 using aquadestilate as such that a solution is obtained containing compounds of Fe'and Zn- similar to the one found in the textile waste.
Variables used in this research were the amount of metal ion left in textile liquid waste after being adsorbed by the activated carbon using a certain concentration (% weight per volume) and contact length of time.
As mentioned above, the research problems were as follows :
a. What is the effectiveness of activated carbon in reducing Fe' and Zn' ions dosis in textile and synthetic liquid waste.
b. What is the the length of contact time needed in order that active carbon could reduce the amount of Fe' and Zn' ions, not exceeding the allowable threshold value.
d. How many times can active carbon be used optimally to adsorp metal ion (Fe}'and Zn') in textile and synthetic liquid waste without being regenerated.
Based on the problems mentioned above, this research was aimed to find out the interaction between the dosage of activated carbon (in % weight/volume),duration of contact of liquid waste and activated carbon, and the amount of metal ion (Few` and Zn' ) in the solution after being adsorped by the activated carbon.
Therefore the hypothesis of this research are as follows :
1. The higher the active carbon powder dosage used, the higher the percentage of Fe' and Zn`` ions adsorped and the lesser the amount of Fe' and Zn left in the textile and synthetic liquid waste.
2. The longer the active carbon powder contact time with textile industry and synthetic liquid waste, the smaller amounts of Fe'and Zn' ions left in textile and synthetic waste and the higher the percentage of Fe' and Zn' .
3. Using active carbon twenty limes without regeneration, can increase the percentage
of Fe' and a"- ions adsorped and decrease the amount of Fe'-'and Zn" ions in
in textile industry as well as synthetic liquid waste .
The research objectives were to study the ability of activated carbon in adsorping the Fe' and Zn' ions which are highly found in the textile industry liquid waste yet it has been treated both with the first and second stage processing. The second objectives were also to compare the adsorption capacity of activated carbon on the industrial waste and syntetic waste. The metal ion contained in the synthetic waste only consists of Fe" and Zn''ions, whereas in the textile waste having been given the first and the second treatment stiII contains quite a variety of metals .
The third objective was to study the effectivity of the activated carbon after being used without regeneration
The experiment analysis is done by using the Factorial Complete Random Design.
The research variables consist of the adsorptiveness y of active carbon as dependent variable, whereas the active carbon concentration ( weight percentage per volume in gram/Litre) and contact period as an adsorbtive capacity independent variables.
the characteristic of which later could be used to choose the best form of active carbon, powdered active carbon, granular active carbon and the pro-analytic active carbon_ The contact length of time of the textile liquid waste with the active carbon constitutes lime variable with time interval of 30, 60, 90 minutes and while the active carbon concentration ranges between 10, 20 and 30% weight per volume (gram/litre).
In the prelimary experiment,it is obvious that the time variables (contact length) of 30, 60, and 90 minutes didn't show a significant different, therefor it could be included that the best contact time was 30 minutes. For active carbon concentration variables,the three different concentration also did not show significant differences, but the concentration of 10% active carbon was assume to be the best concentration, the powder of active carbon was choosen due to more economic compare to pro analytic active carbon
The main research , further research is performed more in detail. Time intervals were conducted at 8 different level 5, 10, 15, 20, 25, 30, 35 dan 40 minutes,and for the active carbon concentration a research is also done through 6 different levels 2,5 ; 5.0; 7,5 ; 10,0; 12,5 and 15% weight per volume (gram/litre). The result data and statistical analysis showed as follows :
On textile liquid waste, the active carbon concentration variable doesnot show a
significant different of metal ion, but the contact length of time of liquid waste with active carbon indicates the amount of the remaining metal ion in the industrial Iiquid waste. In the ANOVA and Studen t Newman Ifeuls it is obvious that the best contact length of time is 10 minutes, and 2,5% dosis activated carbon.
For syntetic liquid waste, the contact length of time is not very obvious but the active carbon consentration points out the amount of the metal ion left in the liquid waste after being adsorped is obviously different. Using ANOVA and Student-Newman-Keuls (S.N.K. test) on syntetic waste,the best result with dosis (% weight per volume) active carbon 7,5 % wlv, and the textile industrial liquid waste, the optimal number of ions occur in the contact length of time with active carbon 5 minutes/litre liquid waste.
Besides that,it is found that active carbon is still effectively used without regeneration despite of 20 times applications. This can be seen from ANOVA that the remaining substance left (Adsorptions) is not really different,meaning to say the active carbon is still usable with effective resuly.
The conclussion showed that powder activated carbon could adsorbing metal Fe and Zn especially P.T. Sandratex with 10 minutes llitre contact period and 7,5 % weight/volume concentration of powder activated carbon and the powdered activated carbon can be used 20 times without regeneration.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sachrianto
1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Veny Luvita
"Senyawa fenolik merupakan salah satu kandungan berbahaya dalam air limbah industri yang memiliki toksisitas akut dan sulit untuk didegradasi di lingkungan, maka dari itu diperlukan pengolahan limbah senyawa fenolik yang efektif. Pada penelitian ini dilakukan proses degradasi limbah yang mengandung senyawa fenolik cair artifisial dengan konsentrasi tertentu menggunakan teknologi ozon plasma gelembung nano yang dihasilkan dari reaktor plasma Dielectric Barrier Discharce (DBD). Gelembung nano merupakan fenomena pembentukan gelembung gas kecil dengan ukuran diameter < 200 nm dan memiliki kestabilan tinggi dalam larutan. Kinerja proses-proses oksidasi basah maupun oksidasi lanjut yang berbasiskan ozon maupun perokson dinilai masih banyak kelemahannya, salah satunya adalah karakteristik oksidasinya yang meliputi jalur rekasi yang terjadi terhadap senyawa-senyawa organik persisten dan juga senyawa-senyawa berbasis nitrogen-amonia. Usaha-usaha untuk meningkatkan kinerja reaktor plasma yang digunakan perlu dilakukan dalam penelitian ini, terutama dalam hal intensivitas maupun reaktivitas spesi-spesi yang bereaksi maupun ukuran gelembungnya yang lebih halus/kecil (hambatan perpindahan massa dan difusivitas) dalam pelarut polar. Reaktor OPN (ozon plasma gelembung nano) yang digunakan dalam penelitian ini merupakan integrasi medan plasma dalam reaktor tubular (PFR, plug flow reactor) yang dikombinasikan dengan nosel penghasil gelembung nano untuk meningkatkan kemampuan plasma dalam intesifikasi proses oksidasi. Hasil-hasil penelitian yang terpenting dalam penelitian ini adalah berupa kelarutan oksigen, kelarutan ozon, produksi H2O2 serta sinergitas dari spesi-spesi tersebut yang sangat dipengaruhi oleh besaran tegangan listrik yang digunakan, laju alir gas umpan maupun kemurnian oksigen yang digunakan dalam sistem injeksinya. Dari penelitian yang telah dilakukan, data tertinggi degradasi 4-klorofenol menggunakan input oksigen dengan konsentrasi awal 10 mg/L, 50 mg/L, 150 mg/L, 250 mg/L dan 500 mg/L masing-masing adalah 99,97%; 99,90%; 100%; 99,99% dan 99,69% dengan menggunakan tegangan 17 kV. Untuk ozon terlarut tertinggi adalah 3,39 g/jam, kelarutan oksigen 30,5 mg/L, dengan konsentrasi hidrogen peroksida terbentuk adalah 9 mmol. Hal ini menunjukkan bahwa reaktor OPN dapat berfungsi dengan optimal.

The phenolic compound is one of the hazardous substances in industrial liquid waste with high toxicity and is difficult to be degraded in the environment; therefore, effective phenol waste treatment is needed. In this research, the process of wastes degradation containing liquid phenolic compounds will be carried out using nanobubble technology generated from the Dielectric Barrier Discharge (DBD) plasma reactor. Nanobubble ozone, formed in the DBD plasma reactor, has smaller bubbles than the existing system, and the bubbles have a longer lifetime stays in liquid. The performance of wet oxidation processes and advanced oxidation processes based on ozone and peroxone is considered to have many weaknesses, especially their oxidation characteristics against persistent organik compounds and nitrogen-ammonia and amine-phenolic-based compounds. It is also necessary to increase and improve the performance of the plasma reactor used, especially in terms of the intensity and reactivity of the reacting species and their finer bubble size to have a smaller impact on mass transfer or diffusivity in polar solvents. For this purpose, in this research, hydrodynamic characterization and several tests of the most important Physico-chemical parameters of a prototype nanobubble plasma ozone reactor are carried out so that its performance can be comprehensively known in a reaction system that takes place in an aqueous solvent. The reactor used in this study, also known as the OPN (Ozone Plasma Nanobubble) reactor, is a reaction vehicle that integrates the synergistic effect of a cold plasma field in a tubular reactor (PFR, plug flow reactor) with a nanobubble-producing nozzle to increase the plasma's ability to absorb water. Intensification of the accompanying oxidation or decomposition processes. The most important research results reported in this study are in the form of oxygen solubility, ozone solubility, H2O2 production, and the synergy of these species being strongly influenced by the amount of electric voltage used, the flow rate of the feed gas, and the purity of the oxygen used in the injection system. From this research, the highest data on the degradation of 4-chlorophenol using oxygen input by using a voltage 17 kV with initial concentrations of 10 mg/L, 50 mg/L, 150 mg/L, 250 mg/L and 500 mg/L were 99,97%, 99,90%, 100%, 99,99% dan 99,69% respectively. The highest dissolved oxygen is 3,39 g/h, dissolved oxygen 30,5 mg/L, with the concentration of hydrogen peroxide form is 9 mmol. It shows that the OPN reactor can work optimally."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amanda Emilia
"Jengkol (Pithecellobium jiringa) merupakan tanaman hortikultura dengan jumlah selalu meningkat setiap tahunnya. Kulit jengkol diduga mengandung senyawa bioaktif alkaloid, flavonoid, dan tanin yang bersifat toksik terhadap hama. Penelitian ini menguji senyawa flavonoid yang terkandung pada kulit jengkol beserta yield ekstrak dengan perbandingan simplisia dan pelarut sebesar 1:25gr/mL. Ekstraksi dilakukan dengan bantuan gelombang ultrasonik (Ultrasound-Assisted Extraction) dengan variasi pelarut yang digunakan merupakan akuades, etanol 30%, 50%, 70%, dan etanol absolut. Hasil penelitian menunjukkan yield ekstrak terbanyak didapatkan dengan menggunakan pelarut etanol 50% yaitu sebesar 25.51±1.82%b/b. Kandungan TFC ekstrak terbaik didapatkan dengan pelarut etanol 70% yaitu sebesar 1,643±0,026 mg QE/g kulit jengkol kering, dan senyawa yang teridentifikasi dengan LC-MS yaitu asam fenolat, asam lemak, flavonoid, fitoaleksin, dan kumarin. Berdasarkan analisis statistik yang dilakukan dengan ANOVA (α = 5%) dan dilanjutkan dengan uji LSD menunjukkan bahwa variasi pelarut berpengaruh secara signifikan terhadap yield dan nilai TFC ekstrak. Ekstrak kulit jengkol dengan pelarut etanol 70% lebih disarankan untuk pembuatan bioinsektisida. Hal ini disebabkan jumlah flavonoid yang terkandung ±73% lebih besar dibanding ekstrak menggunakan pelarut etanol 50%.

Jengkol (Pithecellobium jiringa) is a horticultural plant whose number always increases every year. Jengkol skin is thought to contain bioactive compounds of alkaloids, flavonoids, and tannins which are toxic to pests. This study tested the flavonoid compounds contained in the skin of jengkol along with the extract yield with a ratio of simplicia and solvent of 1:25gr/mL. Extraction is carried out with the help of ultrasonic waves (Ultrasound-Assisted Extraction) with a variety of solvents used are distilled water, ethanol 30%, 50%, 70%, and absolute ethanol. The results showed that the highest extract yield was obtained using 50% ethanol as a solvent, which was 25.51±1.82%w/w. The best extract TFC content was obtained with 70% ethanol solvent, which was 1.643±0.026 mg QE/g dry jengkol skin, and the compounds identified by LC-MS were phenolic acids, fatty acids, flavonoids, phytoalexins, and coumarins. Based on statistical analysis carried out by ANOVA (α = 5%) and followed by LSD test, it showed that solvent variation had a significant effect on the yield and TFC value of the extract. Jengkol peel extract with 70% ethanol solvent is recommended for the manufacture of bioinsecticides. This is due to the number of flavonoids contained ± 73% greater than the extract using 50% ethanol solvent."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara A. Wanatami
"Pada kegiatannya rumah sakit menghasilkan limbah yang apabila tidak dikelola dengan baik akan memberikan dampak negatif bagi masyarakat dan lingkungan. Tingkat hunian (BOR) sebesar 65% tentu akan menghasilkan limbah padat yang cukup banyak. Pengelolaan limbah padat rumah sakit ini belum dikelola dengan baik sesuai dengan peraturan. Pelaksanaan minimisasi limbah padat belum cukup dilakukan dengan baik. Penelitian ini bertujuan untuk pengetahui pengelolaan dan upaya minimisasi limbah padat. Metode penelitian dilakukan dengan pendekatan kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan jumlah timbulan limbah padat medis rata-rata 118,95 kg/hari atau 0,46 kg/hari/tempat tidur dan jumlah timbulan limbah padat non medis rata-rata adalah 189,4 kg. Penggunaan insinerator belum optimal sehingga mengakibatkan pemborosan dalam penggunaan bahan bakarnya sebanyak 450 liter atau senilai Rp. 3.600.000,- setiap bulan. Minimisasi limbah non medis melalui daur ulang atau penjualan kembali ini akan membawa nilai manfaat ekonomi yaitu menambah pendapatan RSUD Raden Mattaher Jambi sebesar Rp. 82.479.600,- per tahun.

Hospitals in their activities will produce some solid waste that if not good manage will give a negative impact for the soiciety itself and the environment With Bed Occupancy rate BOR of 65 this hospital generates quite a lot of solid waste The Management of solid wasteand minimization activity in this hospital has not been managed well according to Government Decree and Health Minister Decision This reasearch aims to know how the hospital minimize and process the solid waste This research used kuantitative approach The result of this research showed the generation of medical solid waste every day an average of 118 95 kg or 0 46 kg bed day and the generation of non medical solid waste every day an average of 189 4 kg The usage of insinerator has not been optimum this may cause the excessive use of fuels as 450 liters or worth as Rp 3 600 000 The waste minimization activities such as recycle by reselling will bring economic benefit that add value RSUD Raden Mattaher Jambi income of Rp 52 743 600 per year."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
B. Handoko Purwojatmiko
"Penanganan limbah elektronik yang tidak tepat dapat menyebabkan dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan manusia. Limbah elektronik dihasilkan dari perkembangan pesat teknologi manufaktur yang mendorong revolusi industri sehingga berdampak pada pertumbuhan ekonomi, terutama di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Extended Producer Responsibility (EPR) adalah pendekatan kebijakan lingkungan yang berorientasi terhadap tanggung jawab produsen. Akan tetapi perkembangan EPR di negara berkembang masih kurang, dimana sistem pengumpulan dan daur ulang belum cukup diperhatikan. Di sisi lain, motivasi produsen dari sektor industri belum memiliki perhatian yang cukup untuk memperluas tanggung jawab produk mereka hingga tahap pasca konsumsi, terutama untuk mengambil kembali, memulihkan dan membuang. Studi ini mengeksplorasi faktor-faktor kunci yang dapat memotivasi produsen untuk sepenuhnya mengadopsi konsep EPR dalam industri elektronik di Indonesia. Model yang dibangun berdasarkan pada Theory of Planned Behavior (TPB) yang diperluas dalam konteks EPR. Model ini dibentuk oleh tiga konstruksi utama: perilaku individu, norma subyektif dan persepsi kontrol perilaku, serta tiga faktor lain yang diidentifikasi dari tinjauan pustaka dan wawancara kepada perwakilan perusahan yaitu insentif ekonomi, insentif administrasi dan insentif logistik. Faktor-faktor tersebut terlibat dalam membentuk intensi untuk melakukan suatu perilaku. Hasil yang didapatkan dari analisis jalur bahwa faktor insentif administrasi hanya dapat mempengaruhi intensi sedangakan insentif logistik dapat mempengaruhi perilaku produsen elektronik untuk mengadopsi EPR

Improper handling of WEEE (Waste Electrial and Electronic Equipment) can cause negative impacts on the environment and human health. WEEE is generated from the rapid development of manufacturing technology that has pushed the industrial revolution to have an impact on economic growth, especially in developing countries such as Indonesia. Extended Producer Responsibility (EPR) is an environmental policy approach that is oriented towards producer responsibility. However, the development of EPR in developing countries is still lacking, where the collection and recycling system has not been adequately addressed. On the other hand, the motivation of producers from the industrial sector does not have enough attention to expand their product responsibilities to the post-consumption stage, especially to take back, recover and dispose. This study explores the key factors that can motivate producers to fully adopt the EPR concept in the electronics industry in Indonesia. The model built based on extended Theory of Planned Behavior (TPB) in the context of EPR. This model is formed by three main constructs: attitude, subjective norms and perceived behavioral control, and three other factors that identified from literature reviews and interviews with producer representatives namely economic incentives, administrative incentives and logistic incentives. These factors are involved in forming the intention to behavior. The results obtained from the path analysis that administrative incentive factors can only influence intention while logistic incentives can influence the behavior of electronic producers to adopt EPR."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
T54370
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>