Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 186276 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dwitiyanti
"Anredera cordifolia (Ten.) Steenis (binahong) merupakan salah satu bahan alam yang memiliki potensi dan digunakan untuk pengobatan tradisional. Efek farmakologi tanaman binahong dapat digunakan sebagai alternatif menurunkan kadar glukosa darah. Penelitian terdahulu melaporkan bahwa penggunaan bersama herbal dengan obat sintetik dapat menyebabkan terjadi perubahan pada farmakodinamika dan farmakokinetika obat sintetik. Informasi mengenai interaksi antara obat herbal dengan obat sintetik masih terbatas sehingga perlu diketahui efektivitas penggunaan kombinasi tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya interaksi farmakodinamika dan farmakokinetika kombinasi ekstrak daun binahong dengan glibenklamid yang diberikan secara oral sebagai antidiabetes. Penelitian ini dilakukan secara ekperimental dan non ekperimental. Penelitian eksperimental dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama adalah pengujian interaksi farmakodinamika untuk efek antidiabetes dengan metode pengukuran kadar glukosa secara enzimatik. Kadar glukosa darah diukur sebelum perlakuan, setelah induksi pakan tinggi lemak (sukrosa 20 %, lemak sapi 20 %, mentega 10% dan pakan standar 50 %) dan setelah pemberian sediaan uji. Pengambilan sampel darah digunakan untuk pengujian TTGO, profil asam amino dan profil asam lemak. Bagian kedua adalah pengujian interaksi farmakokinetika dengan mengambil darah tikus pada titik tertentu setelah pemberian ekstrak daun binahong dan obat glibenklamid. Konsentrasi glibenklamid diukur dengan menggunakan kromatografi cair kinerja ultra tinggi-tandem spektrometri massa (KCKUT-SM/SM), selanjutnya dihitung nilai AUC, Tmaks, Cmaks, T1/2 dan Ke. Penelitian non ekperimental dilakukan drug design untuk memprediksikan ikatan antara kandidat molekul obat glibenklamid dan vitexin (senyawa yang terdapat dalam ekstrak binahong) sebagai antidiabetes dengan protein target CYP3A4 secara in silico dengan menggunakan molecular docking serta memprediksi interaksi antarprotein. Hasil uji pada farmakodinamika diperoleh kadar glukosa darah pada kombinasi glibenklamid (4,5 mg/kgBB) dengan ekstrak daun binahong dosis 1 (17,5 mg/kgBB), dosis 2 (35 mg/kgBB) dan dosis 3 (70mg/kgBB) dapat menurunkan kadar glukosa darah kembali normal namun persentase penurunan kadar glukosa pada hari ke 21 terbesar terdapat pada kelompok kontrol positif. Pada pengujian tes toleransi glukosa kelompok kombinasi memperoleh nilai AUC sebanding dengan nilai AUC kelompok positif yang diberi glibenklamid. Hasil penelitian pada profil asam lemak dan profil asam amino menunjukkan kelompok kombinasi obat dengan ekstrak daun binahong mengalami penurunan asam lemak dan peningkatan asam amino. Hasil uji profil farmakokinetika glibenklamid berbeda antara pemberian tunggal dengan kombinasi ekstrak daun binahong. Pemberian glibenklamid (4,5 mg/kgBB) dengan ekstrak daun binahong (70mg/kgBB) dapat menurunkan AUC dan Cmaks serta memperpanjang Tmaks. Hasil energi bebas gibs (ΔG) pada molecular docking diperoleh nilai glibenklamid dan vitexin yang berikatan dengan reseptor CYP3A4 dengan score ChemPLP sebesar -4,4 kkal/mol, glibenclamid dengan reseptor -3,2 kkal/mol dan vitexin dengan reseptor yaitu -3,2 kkal/mol, dapat disimpulkan bahwa pemberian kombinasi glibenklamid (4,5 mg/kgBB) dengan ekstrak daun binahong dosis 1 (17,5 mg/kgBB), dosis 2 (35 mg/kgBB) dan dosis 3 (70mg/kgBB) secara oral dapat menurunkan kadar glukosa darah pada tikus yang diinduksi pakan tinggi lemak. Persentase penurunan kadar glukosa darah lebih tinggi pada kelompok yang hanya diberikan glibenklamid 4,5 mg/kgBB (kelompok positif), sementara pada kelompok pemberian tunggal (ekstrak binahong dosis 1,2 dan 3), mengalami penurunan kadar glukosa tetapi tidak lebih tinggi persentase penurunan kadar glukosa darah dibandingkan dengan kelompok kontrol positif. Pada uji farmakokinetika pemberian kombinasi glibenklamid (4,5 mg/kgBB) dengan ekstrak daun binahong (70 mg/kgBB) secara oral dapat menurunkan kadar obat glibenklamid dalam plasma tikus.

Anredera cordifolia (Ten.) Steenis (binahong) is a natural ingredient with potential and is used in traditional medicine. The pharmacological effect of the binahong plant can be used as an alternative to lower blood glucose levels. Previous studies have reported that the concomitant use of herbs with synthetic drugs can cause changes in the pharmacodynamics and pharmacokinetics of synthetic drugs. Information regarding the interaction between herbal medicines and synthetic drugs is still limited, so it is necessary to know the effectiveness of using these combinations. This study aims to prove the pharmacodynamic and pharmacokinetic interactions of the combination of binahong leaf extract with glibenclamide administered orally as an anti-diabetic. This research was conducted experimentally and non-experimentally. Experimental research is divided into two parts. The first step is to test the pharmacodynamic interactions for the anti-diabetic effect using the enzymatic method of measuring glucose levels. Blood glucose level pressure was measured before treatment, after induction of a high-fat diet (20% sucrose, 20% beef fat, 10% butter, and 50% standard feed), and after administration of the test preparation. Blood sampling was used for testing OGTT, the amino acid profile, and the fatty acid profile. The second part is testing pharmacokinetic interactions by taking rat blood at a certain point after administration of binahong leaf extract and glibenclamide drug. The concentration of glibenclamide was measured using ultra-high performance liquid chromatography-tandem mass spectrometry (KCKUT-SM/SM), then the AUC, Tmax, Cmax, T1/2, and Ke values were calculated. Non-experimental research was conducted with drug design to predict the bond between candidate drug molecules glibenclamide and vitexin, one of the compounds contained in binahong extract as an anti-diabetic with CYP3A4 target protein in silico, by using molecular docking and predicting interactions between proteins. The results of the pharmacodynamic test obtained blood glucose levels in the combination of glibenclamide (4.5 mg/kg BW) with binahong leaf extract dose 1 (17.5 mg/kg BW), dose 2 (35 mg/kg BW), and dose 3 (70mg/kg BW) can reduce blood glucose levels back to normal, but the percentage of decrease in glucose levels on the 21st day is greatest in the positive control group. In the glucose tolerance test, the combined group obtained an AUC value comparable to the one in the positive group given glibenclamide. The study's results on the fatty acid profile and amino acid profile showed that the combination group of drugs with binahong leaf extract experienced a decrease in fatty acids and an increase in amino acids. The test results of the pharmacokinetic profile of glibenclamide were different between a single administration and a combination of binahong leaf extract. Giving glibenclamide (4.5mg/kg BW) with binahong leaf extract (70mg/kg BW) can reduce AUC and Cmax and prolong Tmax. The results of gibs free energy (ΔG) on molecular docking obtained the values of glibenclamide and vitexin, which bind to the CYP3A4 receptor with a ChemPLP score of -4.4 kcal/mol, glibenclamide with a receptor -3.2 kcal/mol and vitexin with a receptor of-3,2 kcal/mol. Conclusion The results of this study show that the administration of a combination of glibenclamide (4.5 mg/kg BW) with binahong leaf extract dose 1 (17.5 mg/kg BW), dose 2 (35 mg/kg BW) and dose 3 (70mg/kg BW) orally can lower blood glucose levels in rats induced by a high-fat diet, but the percentage reduction in blood glucose levels was better in the group that was only given glibenclamide 4.5 mg/kgBW (positive group), while in the group that was only given binahong extract doses of 1,2 and 3 also experienced a decrease in glucose levels but the percentage decrease in glucose levels was not greater than the positive control group. In the pharmacokinetic test orally administering a combination of glibenclamide (4.5 mg/kg BW) with binahong leaf extract (70 mg/kg BW) can reduce glibenclamide drug levels in rat plasma."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Anredera cordifolia (Ten.) Steenis (binahong) merupakan salah satu bahan alam yang memiliki potensi dan digunakan untuk pengobatan tradisional. Efek farmakologi tanaman binahong dapat digunakan sebagai alternatif menurunkan kadar glukosa darah. Penelitian terdahulu melaporkan bahwa penggunaan bersama herbal dengan obat sintetik dapat menyebabkan terjadi perubahan pada farmakodinamika dan farmakokinetika obat sintetik. Informasi mengenai interaksi antara obat herbal dengan obat sintetik masih terbatas sehingga perlu diketahui efektivitas penggunaan kombinasi tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya interaksi farmakodinamika dan farmakokinetika kombinasi ekstrak daun binahong dengan glibenklamid yang diberikan secara oral sebagai antidiabetes. Penelitian ini dilakukan secara ekperimental dan non ekperimental. Penelitian eksperimental dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama adalah pengujian interaksi farmakodinamika untuk efek antidiabetes dengan metode pengukuran kadar glukosa secara enzimatik. Kadar glukosa darah diukur sebelum perlakuan, setelah induksi pakan tinggi lemak (sukrosa 20 %, lemak sapi 20 %, mentega 10% dan pakan standar 50 %) dan setelah pemberian sediaan uji. Pengambilan sampel darah digunakan untuk pengujian TTGO, profil asam amino dan profil asam lemak. Bagian kedua adalah pengujian interaksi farmakokinetika dengan mengambil darah tikus pada titik tertentu setelah pemberian ekstrak daun binahong dan obat glibenklamid. Konsentrasi glibenklamid diukur dengan menggunakan kromatografi cair kinerja ultra tinggi-tandem spektrometri massa (KCKUT-SM/SM), selanjutnya dihitung nilai AUC, Tmaks, Cmaks, T1/2 dan Ke. Penelitian non ekperimental dilakukan drug design untuk memprediksikan ikatan antara kandidat molekul obat glibenklamid dan vitexin (senyawa yang terdapat dalam ekstrak binahong) sebagai antidiabetes dengan protein target CYP3A4 secara in silico dengan menggunakan molecular docking serta memprediksi interaksi antarprotein. Hasil uji pada farmakodinamika diperoleh kadar glukosa darah pada kombinasi glibenklamid (4,5 mg/kgBB) dengan ekstrak daun binahong dosis 1 (17,5 mg/kgBB), dosis 2 (35 mg/kgBB) dan dosis 3 (70mg/kgBB) dapat menurunkan kadar glukosa darah kembali normal namun persentase penurunan kadar glukosa pada hari ke 21 terbesar terdapat pada kelompok kontrol positif. Pada pengujian tes toleransi glukosa kelompok kombinasi memperoleh nilai AUC sebanding dengan nilai AUC kelompok positif yang diberi glibenklamid. Hasil penelitian pada profil asam lemak dan profil asam amino menunjukkan kelompok kombinasi obat dengan ekstrak daun binahong mengalami penurunan asam lemak dan peningkatan asam amino. Hasil uji profil farmakokinetika glibenklamid berbeda antara pemberian tunggal dengan kombinasi ekstrak daun binahong. Pemberian glibenklamid (4,5 mg/kgBB) dengan ekstrak daun binahong (70mg/kgBB) dapat menurunkan AUC dan Cmaks serta memperpanjang Tmaks. Hasil energi bebas gibs (ΔG) pada molecular docking diperoleh nilai glibenklamid dan vitexin yang berikatan dengan reseptor CYP3A4 dengan score ChemPLP sebesar -4,4 kkal/mol, glibenclamid dengan reseptor -3,2 kkal/mol dan vitexin dengan reseptor yaitu -3,2 kkal/mol, dapat disimpulkan bahwa pemberian kombinasi glibenklamid (4,5 mg/kgBB) dengan ekstrak daun binahong dosis 1 (17,5 mg/kgBB), dosis 2 (35 mg/kgBB) dan dosis 3 (70mg/kgBB) secara oral dapat menurunkan kadar glukosa darah pada tikus yang diinduksi pakan tinggi lemak. Persentase penurunan kadar glukosa darah lebih tinggi pada kelompok yang hanya diberikan glibenklamid 4,5 mg/kgBB (kelompok positif), sementara pada kelompok pemberian tunggal (ekstrak binahong dosis 1,2 dan 3), mengalami penurunan kadar glukosa tetapi tidak lebih tinggi persentase penurunan kadar glukosa darah dibandingkan dengan kelompok kontrol positif. Pada uji farmakokinetika pemberian kombinasi glibenklamid (4,5 mg/kgBB) dengan ekstrak daun binahong (70 mg/kgBB) secara oral dapat menurunkan kadar obat glibenklamid dalam plasma tikus.

Anredera cordifolia (Ten.) Steenis (binahong) is a natural ingredient with potential and is used in traditional medicine. The pharmacological effect of the binahong plant can be used as an alternative to lower blood glucose levels. Previous studies have reported that the concomitant use of herbs with synthetic drugs can cause changes in the pharmacodynamics and pharmacokinetics of synthetic drugs. Information regarding the interaction between herbal medicines and synthetic drugs is still limited, so it is necessary to know the effectiveness of using these combinations. This study aims to prove the pharmacodynamic and pharmacokinetic interactions of the combination of binahong leaf extract with glibenclamide administered orally as an anti-diabetic. This research was conducted experimentally and non-experimentally. Experimental research is divided into two parts. The first step is to test the pharmacodynamic interactions for the anti-diabetic effect using the enzymatic method of measuring glucose levels. Blood glucose level pressure was measured before treatment, after induction of a high-fat diet (20% sucrose, 20% beef fat, 10% butter, and 50% standard feed), and after administration of the test preparation. Blood sampling was used for testing OGTT, the amino acid profile, and the fatty acid profile. The second part is testing pharmacokinetic interactions by taking rat blood at a certain point after administration of binahong leaf extract and glibenclamide drug. The concentration of glibenclamide was measured using ultra-high performance liquid chromatography-tandem mass spectrometry (KCKUT-SM/SM), then the AUC, Tmax, Cmax, T1/2, and Ke values were calculated. Non-experimental research was conducted with drug design to predict the bond between candidate drug molecules glibenclamide and vitexin, one of the compounds contained in binahong extract as an anti-diabetic with CYP3A4 target protein in silico, by using molecular docking and predicting interactions between proteins. The results of the pharmacodynamic test obtained blood glucose levels in the combination of glibenclamide (4.5 mg/kg BW) with binahong leaf extract dose 1 (17.5 mg/kg BW), dose 2 (35 mg/kg BW), and dose 3 (70mg/kg BW) can reduce blood glucose levels back to normal, but the percentage of decrease in glucose levels on the 21st day is greatest in the positive control group. In the glucose tolerance test, the combined group obtained an AUC value comparable to the one in the positive group given glibenclamide. The study's results on the fatty acid profile and amino acid profile showed that the combination group of drugs with binahong leaf extract experienced a decrease in fatty acids and an increase in amino acids. The test results of the pharmacokinetic profile of glibenclamide were different between a single administration and a combination of binahong leaf extract. Giving glibenclamide (4.5 mg/kg BW) with binahong leaf extract (70mg/kg BW) can reduce AUC and Cmax and prolong Tmax. The results of gibs free energy (ΔG) on molecular docking obtained the values of glibenclamide and vitexin, which bind to the CYP3A4 receptor with a ChemPLP score of -4.4 kcal/mol, glibenclamide with a receptor -3.2 kcal/mol and vitexin with a receptor of-3,2 kcal/mol. Conclusion The results of this study show that the administration of a combination of glibenclamide (4.5 mg/kg BW) with binahong leaf extract dose 1 (17.5 mg/kg BW), dose 2 (35 mg/kg BW) and dose 3 (70mg/kg BW) orally can lower blood glucose levels in rats induced by a high-fat diet, but the percentage reduction in blood glucose levels was better in the group that was only given glibenclamide 4.5 mg/kgBW (positive group), while in the group that was only given binahong extract doses of 1,2 and 3 also experienced a decrease in glucose levels but the percentage decrease in glucose levels was not greater than the positive control group. In the pharmacokinetic test orally administering a combination of glibenclamide (4.5 mg/kg BW) with binahong leaf extract (70 mg/kg BW) can reduce glibenclamide drug levels in rat plasma with binahong leaf extract (70 mg/kg BW) can reduce glibenclamide drug levels in rat plasma"
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Djamil
"Telah dilakukan penelitian isolasi dan identifikasi untuk mengungkapkan kandungan senyawa kimia dari daun tanaman Anredera cordifolia (Ten.) Steenis yang dikenal dengan nama binahong dan diperoleh dari perkebunan tanaman obat BALITTRO , Lembang. Sampel daun kering diekstraksi dengan metanol dan hasilnya difraksinasi dengan n-heksana, etil asetat dan n-butanol. Setiap fraksi dilakukan uji aktivitas, yang meliputi uji toksisitas terhadap larva udang A. salina Leach, antioksidan dengan metode DPPH, antimikroba serta uji sitotoksisitas terhadap sel leukemia murine P388 dan sel kanker payudara T-47D. Isolasi dilakukan dengan teknik kromatografi kolom, dilanjutkan dengan pemurnian menggunakan teknik kromatogafi lapis tipis preparatif dan HPLC preparatif. Penentuan struktur molekul dilakukan dengan menganalisis data spectrum UV-Vis, Infra merah, LC-MS, 1H-NMR, 13C-NMR, DEPT, 2D-NMR meliputi HMQC dan HMBC.
Hasil isolasi terhadap ekstrak daun A. cordifolia diperoleh 3 senyawa, yaitu satu senyawa yang diusulkan sebagai senyawa baru pada tanaman A.cordifolia yaitu 8-Glucopyranosyl-4',5,7-trihydroxyflavone, dan 2 senyawa lainnya yaitu senyawa adenine dan senyawa (9'Z,9''Z)-propane-1,2,3-triyl trioleat.
Berdasarkan hasil uji bioaktivitas BSLT, ekstrak metanol, n-heksana, etil asetat, n-butanol dan isolat 8-Glucopyranosyl-4',5,7-trihydroxyflavone toksik terhadap larva udang A. salina masing-masing mempunyai nilai LC50 46,19; 542,05; 32,06; 79,72 dan 24,74 μg/mL. Hasil uji aktivitas antioksidan seluruh ekstrak bersifat aktif, kecuali ekstrak n-heksana tidak aktif, masing-masing dengan nilai IC50 53,11, 256,23 57,96 , 132,39 dan 68,07μg/mL.
Hasil uji aktivitas antibakteri terhadap S. aureus, E.coli dan C. albicans, ekstrak n-heksana tidak memiliki daya hambat, ekstrak etil asetat lebih aktif dibandingkan dengan ekstrak metanol, dan n-butanol terhadap bakteri S.aureus, pada konsentrasi 500 mg/1mL. Ekstrak metanol daun A. cordifolia tidak mempunyai potensi aktif terhadap sel murine P388 dan T-47D, tetapi ekstrak etil asetat mepunyai potensi aktif terhadap sel murine P388 dengan IC50 62,74 μg/mL. Senyawa 8-Glucopyranosyl-4',5,7-trihydroxyflavon, tidak aktif terhadap sel T-47D tetapi aktif terhadap sel P388 dengan nilai IC50 87,13 μg/mL. Isolat adenine mempunyai potensi aktif terhadap sel murine P388 maupun sel kanker payudara T-47D dengan nilai IC50 89,08 dan 39 μg/mL.

A research has been conducted to reveal the isolation and identification of bioactive constituents of leaves Anredera cordifolia (Ten.) Steenis ( local name known as binahong) and obtained from the plantation of medicinal plants in BALITTRO, Lembang. Dried leaf samples were extracted with methanol and the results were fractionated with n-hexane, ethyl acetate and n-buthanol respectively. It was tested biological activity ,to toxicity on Brine shrimp test of A.salina Leach, an antioxidant with the DPPH method, antimicrobial and cytotoxicity test against murine P388 leukemia cells and breast cancer cells T-47D. Isolation was carried out by column chromatography techniques, followed by purification using preparative thin layer chromatography techniques and preparative HPLC. Determination of molecular structure performed by analyzing the UV-Vis spectrum data, Infrared, LC-MS, 1H-NMR, 13C-NMR, DEPT, 2D-NMR include HMQC and HMBC.
The results of isolation of the leaf extract of A.cordifolia were obtained three compounds, a compound that is proposed as a new compound in this plant that is 8-Glucopyranosyl-4?,5,7-trihydroxyflavone and two other compounds are adenine and (9?Z,?Z)-propane-1,2,3-tryl trioleat.
The results of bioactivity BSLT, methanol extract, n-hexane, ethyl acetate, n-buthanol and isolates 8-Glucopyranosyl-4?,5,7-trihydroxyflavone were toxic to shrimp larvae A.salina with LC50 values : 53,11; 256,23; 57,96; 132,39; and 68,07μg/mL. The results antioxidant activity, all of extract active except for n-hexane fraction with IC50 values 53,11; 256,23; 57,96; 132,39 and 68,07 μg/mL.
The results of the antibacterial activity against S.aureus, E.coli and C.albicans , n-hexane extracts had no inhibitory power, the ethyl acetate extract was more active than the methanol and n-buthanol extract against bacteria S.aureus at a concentration of 500 mg/1 mL. Methanol extract of leaves of A.cordifolia was not potentially active against murine P388 and T-47D cells, ethyl acetate extract was shown activity against murine P388 cells with IC50 values 62,74 μg/mL. The compounds 8-Glucopyranosyl-4?,5,7-trihydroxyflavone, not active against T-47D cells but was active against P388 cells with IC50 values 87,13 μg/mL. Isolate adenine was active against murine P388 cells and breast cancer cells T-47D with IC50values 89,08 and 39 μg/mL, respectively.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
D1377
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Nofi Yani
"Daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis)telah diketahui memiliki aktivitas antibakteri namun belum diketahui aktivitasnya terhadap Propionibacterium acnes sebagai salah satu bakteri yang berperan dalam patogenesis jerawat. Dalam penelitian ini ekstrak daun binahong mengandung asam ursolat 1,28% kemudian diuji secara in vitro terhadap Propionibacterium acnes sehingga didapatkan konsentrasi bunuh minimum sebesar 0,05%. Emulgel yang dibuat dari ekstrak daun binahong dalam penelitian ini memiliki stabilitas fisik yang baik selama 12 minggu dan jumlah kumulatif asam ursolat yang terpenetrasi dari sediaan ini dengan sel difusi franz yaitu pada formula 1 adalah 38,60 μgcm-2 dan emulgel formula 2 yaitu 107,37 μgcm-2. Sediaan emulgel ekstrak daun binahong didapatkan zona hambat terhadap bakteri Propionibacterium acnes dari sediaan emulgel lebih besar dibandingkan klindamisin fosfat 1,2% yaitu pada formula 1 sebesar 19,67 mm dan formula 2 sebesar 20,67 mm sedangkan klindamisin fosfat 1,2% memiliki zona hambat yaitu 16,33 mm.

Binahong (Anredera cordifolia (Ten) Steenis) leaves have been known to have antibacterial activity but it is not known activity against Propionibacterium acnes as one of the bacteria that play a role in the pathogenesis of acne. In this study, binahong leaves extract containing 1,28% Ursolic acid and then in vitro testing of binahong leaves extract against Propionibacterium acnes have a minimum bactericidal concentration is 0,05%. Emulgel made from binahong leaves extract in this study had good physical stability for 12 weeks and the cumulative amount Ursolic acid which penetrated from emulgel by Franz diffusion cell that is in formula 1 is 38, 60 μgcm-2 and emulgel formula 2 is 107,37 μgcm-2. Inhibition zone of emulgel is greater than clindamycin phosphate 1,2% against Propionibacterium acnes , which is in formula 1 is 19,67 mm and formula 2 is 20,67 mm while clindamycin phosphate 1,2% have a inhibition zone is 16,33 mm.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
T45920
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irfan Dhianugraha
"Leukotrien adalah salah satu mediator inflamasi yang dihasilkan dari asam arakhidonat melalui jalur lipoksigenase. Pembentukan leukotrien dapat dicegah melalui penghambatan aktivitas enzim lipoksigenase dengan cara mengkhelat besi pada enzim lipoksigenase, sehingga tidak bereaksi dengan substrat untuk membentuk leukotrien. Daun Anredera cordifolia (Ten.) Steenis telah diteliti memiliki efek antiinflamasi pada dosis 50,4 mg/200 g BB dengan persentase penghambatan edema sebesar 10,49 %, namun aktivitas dalam menghambat enzim lipoksigenase belum diteliti. Tujuan dari penelitian ini adalah menguji efek antiinflamasi ekstrak etanol 96% dan fraksi daun Anredera cordifolia (Ten.) Steenis dengan metode penghambatan aktivitas enzim lipoksigenase yang diukur pada λ = 234 nm. Ekstrak etanol 96% diekstraksi secara maserasi dan diremaserasi sebanyak 10 kali. Selanjutnya difraksinasi secara partisi cair-cair, kemudian diuji penghambatan lipoksigenase. Hasil uji menunjukkan nilai IC50 yang diperoleh dari ekstrak etanol 96% adalah 0,115 μg/mL. Fraksi dengan aktivitas penghambatan tertinggi dari daun Anredera cordifolia (Ten.) Steenis adalah fraksi etil asetat diikuti oleh fraksi n-butanol dan fraksi n-heksana (IC50 0,197; 2,262 dan 7,812 μg/mL). Daun Anredera cordifolia (Ten.) Steenis memiliki aktivitas penghambatan enzim lipoksigenase yang tinggi bila dibandingkan dengan baikalein sebagai kontrol positif.

Leukotrienes are one of the mediators of inflammation which produced from arachidonic acid through the lipoxygenase pathway. The formation of leukotrienes can be prevented through the inhibition of lipoxygenase enzyme activity by chelated iron on lipoxygenase enzyme, so it does not react with the substrate to produce leukotrienes. Anredera cordifolia (Ten.) Steenis leaves have been studied have anti-inflammatory effects at a dose of 50,4 mg/200 g BB with edema inhibition percentage of 10,49%, but the activity in inhibiting the enzyme lipoxygenase has not been studied. The purpose of this study was to test the anti-inflammatory effects of ethanol 96% extract and fractions of Anredera cordifolia (Ten.) Steenis leaves by inhibiting the lipoxygenase enzyme activity measured at λ = 234 nm. Ethanol 96% extract extracted by maceration and 10 times remaceration. Furthermore fractionated by liquid-liquid partition then tested its inhibition of lipoxygenase. The test results showed IC50 values were obtained from the ethanol 96% extract was 0,115 μg/mL. The fraction with the highest inhibitory activity of Anredera cordifolia (Ten.) Steenis leaves is a fraction of ethyl acetate followed by a fraction n-butanol and n-hexane fraction (IC50 0,197; 2,262 and 7,812 μg/mL). Anredera cordifolia (Ten.) Steenis leaves has high activity for inhibiting the enzyme lipoxygenase if compared to baicalein as a positive control.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
S65614
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggi Gayatri
"Relaps masih menjadi masalah dalam eradikasi malaria vivaks. Primakuin adalah satu-satunya antihipnozoit yang saat ini tersedia di pasaran. Efikasi primakuin diperoleh oleh farmakokinetik dan farmakodinamik obat. Kemampuan CYP2D6 memetabolisme primakuin menjadi bentuk aktif akan memengaruhi kadar primakuin dan efikasi klinisnya. Pada penelitian ini dilakukan analisis farmakokinetik dan farmakodinamik primakuin dengan pendekatan populasi pada subjek dengan malaria vivaks; serta menganalisis hubungan variasi jumlah salinan gen CYP2D6 dengan kejadian relaps.
Subjek studi adalah 174 orang Tentara Nasional Indonesia yang terinfeksi malaria vivaks dan diterapi dengan kombinasi skizontisida dan primakuin selama 14 hari. Kejadian relaps diamati selama satu tahun. Model farmakokinetik-farmakodinamik primakuin yang dikembangkan dengan metode mixed effect non linier menggunakan piranti lunak NONMEM versi 7.4.1. Kuantifikasi jumlah salinan gen CYP2D6 dilakukan pada 49 subjek. Jumlah salinan ditentukan berdasarkan nilai Cq hasil amplifikasi intron 6 dengan qPCR real-time. Jumlah salinan dihitung sesuai dengan rumus 2-ΔΔCq x jumlah salinan DNA Kalibrator, ΔΔCq = ΔCq (kalibrator)  ΔCq (sampel) dan ΔCq = Cq (CYP2D6) - Cq (RNAse P). Hubungan jumlah salinan gen CYP2D6 dan kejadian relaps malaria vivaks dianalisis dengan uji Chi-square.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar primakuin plasma paling baik dideskripsikan oleh model satu kompartemen dengan penyerapan orde pertama. Berat badan diimplementasikan sebagai fungsi alometrik pada clearance (CL) dan distribusi volume (Vd). Piperakuin maupun pironaridin menurunkan CL dan Vd primakuin sebesar 3354%. Faktor genetik CYPD6 tidak memengaruhi CL primakuin. Risiko kejadian relaps malaria vivaks dideskripsikan dengan model constant hazard pada model time-to-event. Peningkatan satu poin skor aktivitas gen CYP2D6 menurunkan risiko relaps sebesar 88,3%, sehingga dapat disangkal bahwa faktor genetik CYP2D6 menjadi salah satu faktor yang dapat memengaruhi risiko kambuh vivaks malaria. Tidak didapatkan hubungan antara AUC primakuin dan kejadian relaps, sehingga hasil ini tidak dapat digunakan untuk menghitung dosis primakuin yang optimal. Kuantifikasi jumlah salinan gen CYPD6 dilakukan pada 21 subjek relaps dan 28 subjek kontrol. Mayoritas subjek memiliki jumlah salinan ≥ 2 (39 dari 49 orang). Tidak ditemukan hubungan antara jumlah salinan gen CYP2D6 dan kejadian relaps (p = 0,155).
Relapse is still a problem in vivax malaria eradication. Primakuine is the only antihipnozoite currently available on the market. The efficacy of primaquine is obtained by the pharmacokinetics and pharmacodynamics of the drug. The ability of CYP2D6 to metabolize primaquine to its active form will affect primakuine levels and clinical efficacy. In this study, a pharmacokinetic and pharmacodynamic analysis of primaquine was carried out with a population approach in subjects with vivax malaria; and to analyze the relationship between variations in the number of copies of the CYP2D6 gene with the incidence of relapse.
Study subjects were 174 Indonesian National Armed Forces infected with vivax malaria and treated with a combination of schizonticides and primaquine for 14 days. Relapse incidence was observed for one year. The primakuine pharmacokinetic-pharmacodynamic model was developed using a non-linear mixed effect method using NONMEM software version 7.4.1. Quantification of the number of copies of the CYP2D6 gene was performed in 49 subjects. The number of copies is determined based on the Cq value of the intron 6 amplification with real-time qPCR. The number of copies is calculated according to the formula 2-ΔΔCq x number of copies of the DNA Calibrator, ΔΔCq = ΔCq (calibrator)  ΔCq (sample) and ΔCq = Cq (CYP2D6) - Cq (RNAse P). The association between copy number of CYP2D6 gene and the incidence of vivax malaria relapse was analyzed using Chi-square test.
The results showed that plasma primquine levels were best described by a one-compartment model with first-order absorption. Body weight is implemented as an allometric function on clearance (CL) and volume distribution (Vd). Piperakuine and pyronaridin reduce CL and Vd primakuin by 3354%. CYPD6 genetic factor does not affect CL primaquine. The risk of vivax malaria relapse was described using the constant hazard model in the time-to-event model. One point increase in the CYP2D6 gene activity score reduced the risk of relapse by 88.3%, so it can be denied that CYP2D6 genetic factor is one of the factors that can affect the risk of malaria vivax relapse. There was no relationship between AUC of primaquine and the incidence of relapse, so these results cannot be used to calculate the optimal primquine dose. CYPD6 gene copy count quantification was performed in 21 relapsed subjects and 28 control subjects. The majority of subjects had a number of copies ≥ 2 (39 of 49 people). No association was found between the number of copies of the CYP2D6 gene and the incidence of relapse (p = 0.155)."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Geraldi Andika Pangestu
"ABSTRAK
Pelarut yang paling umum digunakan dalam proses ekstraksi adalah pelarut organik konvensional. Namun, sebagian besar pelarut organik konvensional ini telah terbukti memiliki sifat yang berbahaya terhadap kesehatan manusia dan volatilitas yang tinggi. Berbagai usaha telah banyak dilakukan untuk mengembangkan pelarut jenis lain, seperti ionic liquid IL dan deep eutectic solvent DES . Yang cukup mendapat perhatian tinggi saat ini adalah deep eutectic solvent DES yang memiliki karakteristik fisis yang mirip dengan IL, namun ramah lingkungan. DES merupakan campuran dua atau lebih senyawa padat yang terdiri dari golongan garam dengan pendonor ikatan hidrogen Hydrogen Bond Donors / HBD , yang saling membentuk ikatan hidrogen intermolecular. Pelarut DES yang menggunakan senyawa golongan garam dari metabolit primer sel makhluk hidup disebut sebagai natural deep eutectic solvent NADES .Pada penelitian ini, dilakukan optimasi pada penggunaan NADES untuk ekstraksi senyawa vitexin dan total fenolik dari daun binahong. Penelitian difokuskan kepada formulasi NADES berbasis betain dengan berbagai variasi jenis HBD. Variasi HBD yang digunakan berasal dari senyawa golongan alkohol, yaitu 1,2 propanediol, 1,3 propanediol, 1,2 butanediol, dan 1,3 butanediol dengan suhu ekstraksi 27?C dan waktu pengadukan 4 jam yang didasarkan pada penelitian sebelumnya. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi ekstraksi, seperti viskositas, polaritas, struktur molekul, dll. Pada penelitian ini, faktor yang paling mempengaruhi hasil ekstraksi dari vitexin adalah struktur molekul dari HBD yang digunakan. HBD yang memiliki struktur molekul dengan jarak gugus OH berjauhan dan tidak bercabang memberikan hasil ekstraksi tertinggi. Dalam hal ini adalah HBD jenis 1,3-propanediol yang memiliki struktur molekul terbuka sehingga tegangan permukaan rendah dan yield vitexin tertinggi.

ABSTRACT
The most common used solvent in extraction process is conventional organic solvent. However, most of these organic solvents have been evident for having hazardous properties for human health and high volatility. Lot of effort has been done to develop other type of solvent, such as ionic liquid IL dan deep eutectic solvent DES . The type of solvent which gain a lot of scientist rsquo awareness is deep eutectic solvent DES , having similar properties with IL, but environmentally friendly. DES is a mixture of two or more solid compounds consist of salt and Hydrogen Bond Donors HBD , which form intermolecular hydrogen bond. DES solvent using salt compound which come from primary metabolite cell of organism is called natural deep eutectic solvent NADES .This research optimize the using of NADES for vitexin and total phenolic extraction from binahong leaves. Research will be focusing on NADES formulation based on betaine and HBD type variation. The variety of HBD comes from alcohol group, such as 1,2 propanediol, 1,3 propanediol, 1,2 butanediol, dan 1,3 butanediol. Temperature and mixing period of extraction are 27 C and 4 hours, based on the previous research. There are few factors affecting extraction yield, such as viscosity, polarity, molecular structure, etc. In this research, the most influential factor is molecular structure of HBD. Type of HBD having distance OH group and few branches on its structure will give higher vitexin yield. 1,3 propanediol has fair molecular structure resulting low surface tension and highest vitexin yield.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S67168
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elly Wardani
"Peneliti terdahulu melaporkan adanya penggunaan bersama salah satu jamu yang mengandung daun kemuning dengan simvastatin memungkinkan potensi adanya interaksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya interaksi farmakodinamika dan farmakokinetika simvastatin kombinasi dengan ekstrak daun kemuning sebagai antihiperlipidemia. Pengujian dilakukan 2 tahap yaitu farmakodinamika dan farmakokinetika. Pengujian farmakodinamika meliputi kadar profil lipid darah, asam lemak dan asam amino. Hewan coba dibagi menjadi 9 kelompok yaitu kelompok normal, negatif, positif simvastatin (9 mg/kg BB), ekstrak daun kemuning dosis 1 (157,5 mg/kg BB), dosis 2 (315 mg/kg BB) dan dosis 3 (630 mg/kg BB) serta kelompok kombinasi simvastatin dengan ekstrak daun kemuning dosis 1, dosis 2, dan dosis 3. Pengukuran kadar profil lipid menggunakan spektrofotometer klinikal. Pengujian farmakokinetika diberikan simvastatin 9 mg/kg BB dan kombinasi simvastatin dengan ekstrak daun kemuning 630 mg/kg BB. Konsentrasi simvastatin dalam plasma diukur menggunakan LCMS/MS selanjutnya dihitung nilai AUC, Tmaks, Cmaks. T1/2, Cl/F dan Vz/F. Penelitian secara in-silico menggunakan molecular docking dan molecular dynamic. Pemberian ekstrak daun kemuning maupun kombinasi simvastatin dengan ekstrak daun kemuning mampu menurunkan kadar profil lipid darah kembali normal namun persentase penurunan tertinggi pada kelompok simvastatin. Pada uji farmakokinetika dapat menurunkan kadar simvastatin dalam plasma tikus dan mempengaruhi aktivitas enzim CYP3A4 secara in silico.

Previous researchers reported the joint use of one of the herbs containing kemuning leaves with simvastatin allow for potential interactions. This study aimed to determine the pharmacodynamic and pharmacokinetic interactions of simvastatin in combination with kemuning leaf extract as an antihyperlipidemic agent. The research was conducted pharmacodynamics and pharmacokinetics. Pharmacodynamic testing was carried out to test blood lipid profile levels, fatty acid and amino acid profiles. The experimental animal were divided into 9 groups: normal, negative, positive simvastatin (9 mg/kg BW), kemuning leaf extract dose 1 (157,5 mg/kg BW), dose 2 (315 mg/kg BW) and dose 3 (630 mg/kg BW) and the combination group of simvastatin with kemuning leaf extract dose 1, dose 2, and dose 3. Blood lipid profile levels test used a clinical spectrophotometer. Pharmacokinetic testing was given with simvastatin 9 mg/kg BW and a combination of simvastatin with kemuning leaf extract 630 mg/kg BW. The concentration of simvastatin in plasma was measured using LCMS/MS and then the AUC, Tmax, Cmax, T1/2, Cl/F and Vz/F values were calculated. In-silico study was conducted using molecular docking and molecular dynamics. Administration of kemuning leaf extract or the combination of simvastatin with kemuning leaf extract was able to reduce blood lipid profile levels back to normal, but the percentage of reduction was highest in the simvastatin group. In pharmacokinetic tests, can reduce simvastatin levels in the plasma of the rats and influence the activity of the CYP3A4 enzyme in silico."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zahriah
"Berbagai penelitian telah membuktikan khasiat ekstrak air rosella (Hibiscus sabdariffa L) dalam pemeliharaan fungsi kardiovaskular. Penggunaan ekstrak air rosella yang dikoadministrasikan dengan aspirin berpotensi untuk terjadi, karena aspirin merupakan terapi yang juga digunakan dalam pemeliharaan fungsi kardiovaskular, khususnya sebagai antiplatelet. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak air rosella terhadap farmakokinetik dan farmakodinamik aspirin. Studi interaksi farmakokinetik dan farmakodinamik ekstrak air rosella dengan aspirin terbagi dalam beberapa kelompok perlakuan, yaitu kelompok aspirin tunggal, rosella tunggal dan tiga kelompok ko-administrasi ekstrak air rosella dengan aspirin. Ekstrak air rosella dalam tiga variasi dosis yang diberikan secara ko-administrasi dengan aspirin tidak memberikan pengaruh yang signifikan secara statistik terhadap AUC, Cmaks, tmaks, Vd, Klirens, dan t1/2 asam salisilat. Selain itu, pemberian ekstrak air rosella secara ko-administrasi dengan aspirin tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan waktu perdarahan dan survival rate dari tikus uji. Berdasarkan  hasil penelitian ini disimpulkan, ekstrak air rosella yang digunakan secara ko-administrasi dengan aspirin pada tikus tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap farmakokinetik dan farmakodinamik aspirin.

Various studies have proven the efficacy of Roselle (Hibiscus sabdariffa L) in maintaining cardiovascular function. The use of aqueous extract of Roselle with aspirin has the potential to occur, because aspirin is a therapy that is also used in the maintenance of cardiovascular function, especially as antiplatelet. This study aimed to determine the effect of aqueous extract of Roselle on the pharmacokinetics and pharmacodynamics of aspirin. The study of pharmacokinetic and pharmacodynamic interactions of aqueous extract of Roselle with aspirin was divided into several treatment groups: single aspirin group, single Roselle and three co-administration groups of aqueous extract of Roselle with aspirin. Co-administration aqueous extract of Roselle with aspirin did not have a significant difference on AUC, Cmax, Tmax, Vd, clearance, and t½ salicylic acid. In addition, co-administration aqueous extract of Roselle and aspirin did not show a significant increase in the bleeding time and survival rate of rats. In conclusion, aqueous extract of Roselle used by co-administration with aspirin in rats did not have a significant effect on the pharmacokinetics and pharmacodynamics of aspirin."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2019
T54283
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jonathan Hartanto
"Pendahuluan: Saat ini, dunia secara global termasuk Indonesia tengah mengalami tren pesat peningkatan populasi lansia. Hal ini dapat menjadi tantangan kesehatan besar karena penuaan meningkatkan kerentanan terjadinya penyakit degeneratif. Sayangnya, agen antipenuaan seperti suplemen vitamin masih sulit terjangkau secara biaya atau diperoleh secara luas. Centella asiatica L. (CA) adalah tanaman herbal tradisional yang dilaporkan memiliki efek antiinflamasi dan antioksidan poten dalam banyak studi. Namun, studi yang meneliti efek CA dalam konteks penuaan masih sangat terbatas. Tujuan: Studi ini meneliti efek pemberian ekstrak etanol CA terhadap kadar TNF-α pada jantung dan ginjal tikus Sprague-Dawley tua Metode: Tikus Sprague Dawley jantan usia 8-12 minggu dan 20-24 bulan dibagi menjadi empat kelompok uji: kontrol positif (vitamin E 6 IU), kontrol negatif (air ad libitum), CA 300 (CA 300 mg/kgBB), dan kontrol muda (tikus usia 8-12 minggu dengan air ad libitum). Setelah 28 hari perlakuan, tikus diterminasi. Organ jantung dan ginjal setiap tikus diambil dan melewati pengukuran kadar TNF-α dengan metode enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). Hasil: Pada kelompok CA 300, terdapat penurunan kadar TNF-α jantung secara signifikan (p = 0,023) disertai penurunan kadar TNF-α ginjal secara tidak signifikan (p = 0,574). Namun, kadar TNF-α ginjal pada kelompok yang diberikan CA tetap paling rendah dibandingkan kelompok lainnya. Kesimpulan: Pemberian ekstrak etanol CA menurunkan kadar TNF- α jantung secara signifikan pada tikus Sprague-Dawley tua namun tidak berpengaruh terhadap kadar TNF-α ginjal. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menyelidiki efek CA sebagai agen antipenuaan.

Introduction: Currently, the world including Indonesia are experiencing a trend of rapid growth in aging population. This poses a major challenge to healthcare due to increasing incidence of degenerative diseases. In spite of this, preventive antiaging agents such as vitamin supplements are not widely available nor affordable. Centella asiatica L. (CA), a traditional herbal plant native to Southeast Asia, has been widely studied and demonstrated potent anti-inflammatory and antioxidant effects in clinical studies. However, studies examining effects of CA in aging population are very limited. Objective: This study investigates effects of CA treatment on aged Sprague-Dawley rats. Methods: Male Sprague-Dawley rats aged 8-12 weeks and 20-24 months were split into four experimental groups: positive control (vitamin E 6 IU), negative control (water ad libitum), CA 300 (CA 300 mg/kgBW), and young control (young rats given water ad libitum). After 28 days of treatment, the rats underwent termination with kidneys and hearts harvested. TNF-α concentration were determined using enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) method. Results: In the CA 300 group, there was a significant decrease in heart TNF-α levels (p = 0,023) accompanied by an insignificant decrease in kidney TNF-α levels (p = 0,574). However, renal TNF-α levels in the group given with CA is still the lowest among all groups. Conclusion: The administration of CA ethanolic extract on aged Sprague-Dawley rats significantly reduced heart TNF-α level and had no effect on the kidney TNF-α level. Further research and exploration needs to be made to investigate the effects of CA as an antiaging agent"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>