Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 176312 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Maria Tiffany Candra
"Tulisan ini membahas mengenai utilisasi tari Waacking di Korea Selatan dan Indonesia. Waacking merupakan genre tari modern yang mulai berkembang pada tahun 1970-an. Lahir dari komunitas klub gay di Los Angeles, Waacking menjadi salah satu media ekspresi diri bagi kaum homoseksual pada masa itu. Para penari menggunakan Waacking untuk mengungkapkan perasaannya melalui gerakan-gerakan yang juga berarti sebagai simbol identitas diri mereka. Melalui gerakan ini, penari menyampaikan makna-makna subjektif mereka kepada para penonton. Seiring berjalannya waktu, Waacking mulai dikenal masyarakat di berbagai negara, tidak terkecuali di Korea Selatan dan di Indonesia. Meski teknik yang digunakan masih sama, terdapat perkembangan fungsi Waacking di kedua negara tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis penggunaan Waacking sebagai media pengenalan budaya nasional oleh waackers Korea Selatan dan Indonesia. Adapun metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif dengan teknik studi pustaka. Tulisan ini mengacu pada teori tari sebagai sistem simbol dan tari sebagai sarana komunikasi lalu hasil temuan dianalisis dengan sudut pandang artikulasi budaya. Melalui tulisan ini dapat disimpulkan bahwa meski awalnya Waacking digunakan sebagai sarana ekspresi diri dari penindasan, kini Waacking digunakan sebagai sarana pengenalan identitas budaya nasional.

This paper discusses the utilization of Waacking dance in South Korea and Indonesia. Waacking is a modern dance genre that began to develop in the 1970s. Born from the gay club community in Los Angeles, Waacking became one of the media of selfexpression for homosexuals at that time. Dancers use Waacking to express their feelings through movements that also symbolize their self-identity. Through these movements, dancers conveyed their subjective meanings to the audience. Over time, Waacking began to be recognized by people in various countries, including South Korea and Indonesia. Although the techniques used are still the same, there are developments in the function of Waacking in both countries. The purpose of this study is to analyze the use of Waacking as a medium for introducing national culture by South Korean and Indonesian waackers. The method used is descriptive qualitative method with literature study technique. This paper refers to the theory of dance as a symbol system and dance as a means of communication and then the findings are analyzed from the point of view of cultural articulation. Through this paper, it can be concluded that although initially Waacking was used as a means of self-expression from oppression, now Waacking is used as a means of recognizing national cultural identity."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"On performing arts in Indonesia, according to Islamic perspectives; collection of articles."
Jakarta Timur: Balai Penelitian Pengembangan Agama Jakarta, 2015
297.267 FUN
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Holt, Claire
New York: Cornell University Press, 1967
709.92 HOL a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
R.M. Soedarsono
"Performing arts in Indonesia from political and socioeconomic perspectives"
Bulaksumur, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 2011
790.2 SOE s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"Merangkum berbagai topik kesenian, baik yang menyangkut konsepsi, gagasan, fenomena maupun kajian"
Bali: Pusat Penerbitan LPPM Institut Seni Indonesia,
700 MUDRA
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
"Perkembangan di bidang teknologi dan informasi saat ini telah menghadirkan berbagai alternatif hiburan kepada masyarakat. Hal itu membuat seni pertunjukan tradisi yang salah satu fungsinya memberi hiburan, mendapat tantangan. Agar tetap bertahan dan diminati oleh masyarakat, seni pertunjukan tradisi dituntut juga untuk memenuhi selera masyarakat. Salawat Dulang (SD) sebagai salah satu seni pertunjukan tradisi
dari Minangkabau yang saat ini masih bertahan dan masih diminati oleh masyarakat. Pertunjukan SD ini masih banyak ditemui dan grup-grup SD ini pun masih terus bermunculan. Salah satu hal yang membuat seni pertunjukan ini bertahan adalah penyajian
hiburannya. Bentuk hiburan tersebut salah satunya adalah penyajian humor-humor yang dapat memancing perhatian dan juga tawa dari penonton dan disesuaikan dengan selera penontonnya. Melalui penelitian ini penulis memaparkan bentuk-bentuk humor yang
disajikan oleh tukang salawat dalam pertunjukannya. Pada dasarnya humor yang disajikan dalam pertunjukan SD adalah humor verbal, yaitu berupa permainan kata. Berdasarkan temanya, humor tersebut
berisi sindiran, cemoohan terhadap penonton maupun grup lawan. "
899 WE 1:1 (2010)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Luambek is a performance art tradition which is an integral part of socio-cultural life of Nagari Kepala Hilalang. For the people, this social ceremony enlivened by Luambek called Alek Pauleh, which create a social force in the nagari and reflect direct relationship within social structure.
The existence of Luambek is related to the ownership of art itself. Furthermore, Luambek is positioned as "suntiang niniak-mamak, pamenan anak-mudo mudo" (jewelery of ninik-mamak or traditional leaders, elders, and children's game)."
899 WE 3:1 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Leiden: KITLV press, 2011
899.222 FRO
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Kerjasama Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia dengan Ford Foundation , {s.a.}
791 JSPI (12) 2003/2004
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Seaoul: The Korean Foundation, 1996,
R 951.9 KOR III
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>