Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 61621 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Harry Farinuddin
"Artikel ini menganalisis pemberitaan surat kabar Berita Yudha dalam melawan propaganda komunis Indonesia pasca terjadinya Gerakan 30 September (G30S) 1965. Berita Yudha adalah surat kabar afiliasi TNI-AD yang bertugas sebagai penghubung antara TNI-AD kepada masyarakat, serta secara propagatif mempertinggi ketahanan perjuangan Indonesia. Alasan Berita Yudha menjadi kompetitor media komunis karena surat kabar ini didirikan oleh mantan pegawai-pegawai Berita Indonesia. Adapun Berita Indonesia dahulu tergabung sebagai bagian dari aliansi Badan Pendukung Sukarnoisme (BPS) yang dibubarkan dan media afiliasinya dibredel karena sikap antikomunisnya. Dalam penelitian ini ditemukan fakta bahwa Berita Yudha berhasil menghalau propaganda PKI karena mampu memberitakan peristiwa G30S secara faktual yang telah diputarbalikkan Harian Rakjat sebagai media afiliasi PKI. Kebaruan dalam historiografi Indonesia oleh penelitian ini dapat dilihat dari temuan bahwa berdirinya Berita Yudha dapat memanfaatkan posisinya sebagai satu dari dua surat kabar yang diperbolehkan menerbitkan surat kabarnya untuk memberitakan G30S secara faktual yang menunjukkan PKI sebagai dalang di balik aksi. Topik pembahasan yang menjadikan Berita Yudha sebagai episentrum penelitian belum banyak dibahas karena penelitian-penelitian sebelumnya masih berfokus pada G30S. Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah yang terdiri dari empat tahapan, yaitu heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi. Sumber yang digunakan dalam penelitian ini adalah surat-surat kabar Berita Yudha dan Harian Rakjat, serta berbagai buku, majalah, dan jurnal penelitian terkait yang diperoleh secara daring maupun luring. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan kejelasan mengenai dinamika BPS, serta peran media afiliasi TNI-AD dalam penanggulangan pasca peristiwa G30S.

This article analyses the news coverage of Berita Yudha newspaper in dismissing the propaganda of Indonesian Communist Party (PKI) after the 30th September Movement of 1965 (G30S). Berita Yudha is a TNI-AD affiliated newspaper that serves as a liaison between the TNI-AD and the public, as well as propagatively enhancing the resilience of the Indonesian struggle. The reason why Berita Yudha became a competitor of communist media was because the newspaper was founded by former employees of Berita Indonesia. As for Berita Indonesia, it used to be part of the alliance of the Sukarnoism Supporting Agency (BPS), which was disbanded, and its affiliated media banned due to its anti-communist stance. This research found that Berita Yudha succeeded in containing PKI propaganda because they were able to factually report the G30S events that had been distorted by Harian Rakjat as a PKI-affiliated media. The novelty in Indonesian historiography by this research can be seen from the finding that the establishment of Berita Yudha was able to utilise its position as one of the two newspapers allowed to publish its newspapers to report the G30S in a factual manner that showed the PKI as the mastermind behind the action. The topic of discussion that makes Berita Yudha the epicentre of research has not been widely discussed because previous studies have focused on the G30S. This research uses the historical research method which consists of four stages, namely heuristics, source criticism, interpretation, and historiography. The sources used in this research are the newspapers Berita Yudha and Harian Rakjat, as well as various books, magazines, and related research journals obtained online and offline. It is hoped that this research can provide clarity on the dynamics of BPS, as well as the role of TNI-AD affiliated media in the post G30S countermeasures.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Isfina Fadillah
"Artikel ini membahas tentang Kekerasan terhadap Perempuan Pasca Gerakan 30 September 1965 di Pulau Jawa (1965-1979). Pembahasan dimulai dengan peran TNI-Angkatan Darat dan kelompok sipil dalam aksi penangkapan, para perempuan yang mengalami penangkapan dan kekerasan, serta dampak kekerasan yang dialami oleh perempuan tersebut. Penelitian sebelumnya yang membahas tentang kekerasan terhadap perempuan dalam tragedi 1965 lebih menekankan pada budaya patriarki yang menjadi faktor utama terjadinya kekerasan terhadap perempuan pasca G30S 1965. Pembahasan mengenai faktor-faktor lainnya serta kekerasan yang dialami para perempuan yang tidak terlibat dalam organisasi afiliasi PKI belum dibahas dalam penelitian sebelumnya. Penulisan artikel ini menggunakan metode sejarah yang terdiri dari langkah heuristik, verifikasi, interpretasi, dan historiografi. Dalam tahap heuristik, peneliti menggunakan wawancara lisan terhadap beberapa mantan tahanan politik ’65 serta perempuan yang anggota keluarganya pernah ditangkap, koran sezaman, buku, jurnal, dan majalah. Hasil dari penelitian ini mengungkapkan bahwa perempuan yang mengalami penahanan dan kekerasan disebabkan oleh jalannya aksi pembersihan oleh Kopkamtib yang tidak sesuai prosedur hukum, informasi-informasi yang termuat dalam media TNI-AD, serta rendahnya budaya kritis dalam menerima informasi oleh masyarakat Indonesia. Kekerasan yang dialami oleh para perempuan yang ditahan begitu ragam, mulai dari kekerasan verbal, fisik, hingga seksual. Kekerasan tersebut mengakibatkan berbagai kerugian, baik secara fisik maupun psikologis.

This article discusses Violence against Women after the September 30th Movement in Java (1965-1979). The discussion begins with the role of the Indonesian Army and civilian groups in the arrests, women who experienced arrests and violence, and the impact of violence experienced by these women. Previous studies that discussed violence against women in the 1965 tragedy emphasized patriarchal culture as the main factor in violence against women after the 1965 G30S. Discussions on other factors and violence experienced by women who were not involved in PKI-affiliated organizations have not been discussed in previous studies. This article uses a historical method consisting of heuristic, verification, interpretation, and historiography steps. In the heuristic stage, the researcher used oral interviews with several former political prisoners of '65 and women whose family members had been arrested, contemporary newspapers, books, journals, and magazines. The results of this study revealed that women who experienced detention and violence were caused by the course of the Kopkamtib clean-up action that was not in accordance with legal procedures, information contained in the TNI-AD media, and the low critical culture in receiving information by the Indonesian people. The violence experienced by the women who were detained was very diverse, ranging from verbal, physical, to sexual violence. This violence resulted in various losses, both physically and psychologically."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Abdul Haris, 1918-2000
Jakarta: [Publisher not identified], 2000
320.959 8 NAS c (1)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
R.A. Soffie Andriani Hadi
"Penelitian dilakukan dengan menggunakan sumber primer yaitu Surat Kabar Asia Raja dilakukan dari bulan Juni 2002-Februari 2003 (di bawah bimbingan Dwi Mulyatari, M.A. Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2003). Tujuannya ialah untuk mengetahui peran foto dan teks berita yang terdapat pada Surat Kabar Asia Raja yang digunakan oleh Jepang untuk melakukan propaganda politiknya. Dalam melakukan penulisan menggunakan metode sejarah. Pengumpulan data dengan menggunakan sumber primer dalam hal ini Surat Kabar Asia Raja yang hanya terdapat pada Perpustakaan Nasional RI dan juga mewawancarai saksi-saksi sejarah seperti H. Rosihan Anwar yang merupakan wartawan dari Surat Kabar Asia Raja, S.K Trimurti seorang Jurnalis dan Yudhi Irawan Soerjoatmodjo seorang Kurator Foto ANTARA. Sumber primer dan sekunder yang didapat kemudian dikritik dan diinterprestasikan berdasarkan data yang didapatkan. Kemudian dituliskan berdasarkan penulisan sejarah.
Hasilnya menunjukkan bahwa memang Jepang menggunakan berbagai media yang ada ketika itu, dan salah satu medianya adalah surat kabar Asia Raja. Surat Kabar ini sangat efektif dalam melancarkan dengan apa yang dinamakan publik opini, di mana foto dan teks berita yang diberitakan harus sesuai dengan apa yang diinginkan oleh Pemerintah Jepang, terkait dengan kebijakan yang Jepang lakukan setiap tahunnya pada masa pendudukannya di Indonesia. Sehingga jelas terlihat pola-pola kebijakan pemerintah Jepang di Indonesia ketika itu dituangkan dalam pemberitaan_-pemberitaan yang terdapat di surat kabar Asia Raja. Antara foto dan teks berita sangat terkait erat, karena bentuk visualisasi dari teks berita adalah foto. Foto tidak bisa berbicara banyak bila tidak digandengkan dengan teks berita, sedangkan berita bila tidak digandengkan dengan foto menyebabkan berita kurang diminati untuk dibaca. Akhirnya antara foto dan teks berita adalah dua hal yang tidak bisa terpisah, walaupun bisa terpisah menyebabkan salah satunya menjadi kurang diminati."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2003
S12575
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Alim Zhafran
"Penulisan tugas akhir ini bertujuan untuk memahami bagaimana framing yang dilakukan oleh media massa milik ABRI terhadap PKI dalam pemberitaan tentang Gerakan 30 September 1965 (G30S). Lebih lanjut, data pada penulisan ini adalah Surat Kabar Angkatan Bersendjata (AB) edisi Oktober 1965–Juli 1966. Penulisan ini menggunakan Teori Framing dan kerangka analisis dari Pan & Kosicki (1993) sebagai acuan dalam menelaah data lebih lanjut. Penulis mengidentifikasi dan menganalisis framing dengan beracuan pada struktur sintaksis, struktur skrip, struktur tematik, dan struktur retorika. Secara umum pemberitaan di surat kabar AB, pada analisis struktur sintaksis, cenderung bersifat subyektif, sudah menentukan sikap dan memposisikan diri sebagai Anti-PKI. Pada analisis struktur skrip, terdapat beberapa unsur yang lebih terlihat dari setiap artikel berita yang dianalisis karena disesuaikan dengan sudut pandang narasumber. Lalu pada struktur tematik, disimpulkan bahwa AB terlihat berusaha memperkecil dan cenderung meniadakan unsur why dalam pemberitaannya tentang G30S sehingga berita-berita tersebut cenderung melihat G30S sebagai “sebab”, bukan “akibat” atau satu kesatuan. Terakhir, hasil analisa struktur retorika menunjukkan bahwa secara umum AB menggunakan kata negatif yang menyudutkan PKI.

This paper is written to understand how framing that was done by ABRI owned mass media against PKI in the reporting of Gerakan 30 September 1965 (G30S). Moreover, the data in this paper is the Angkatan Bersendjata (AB) newspaper with editions ranging from October 1965 to July 1966. This thesis uses the Framing analysis devices by Pan & Kosicki (1993) as the reference to analyze the data further. Writer identified and analyzed the framing by referencing the syntax structure, script structure, thematics structure, and rhetorics structure. Generally, the reportings in AB syntactically tend to be subjective and has positioned themself as Anti-PKI. On the script structure analysis, there were a number of elements that was more visible in each of the news articles analyzed due to adjustments with the source's point of view. Thematically, it can be concluded that AB tried to diminish and remove the why element in its reportings of G30S and saw the G30S as the “cause”, not “effect or as a single unit”. Lastly, rhetorical structure analysis shows that generally, AB used negative words to put PKI in a corner."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silitonga, Yudha
"ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji fenomena anomali pada
konsep kegagalan intelijen milik Thomas Copeland dalam konteks Peristiwa
Gerakan 30 September 1965.
Didalam memperoleh pengetahuan terkait fenomena anomali tersebut,
penulis menggunakan analisa dekomposisi dan rekomposisi. Pada analisa
dekomposisi penulis memecah temuan yang diperoleh dengan analisa hubungan,
analisa kebudayaan, analisa anomali, analisa antisipatip serta analisa resiko
politik. Setelah itu, penulis menyatukan kembali data-data tersebut dengan
menggunakan analisa rekomposisi. Tahap akhir, penulis menggunakan analisa
sintesis guna memperoleh suatu pengetahuan yang komprehensif.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah fenomena anomali atas konsep
kegagalan intelijen Thomas Copeland dalam konteks Gerakan 30 September 1965
disebabkan karena faktor sosial budaya yang khas serta faktor politik. Faktor
sosial budaya telah mematahkan penyebab kegagalan intelijen dalam hal
permasalahan birokrasi dan organisasi intelijen, sedangkan faktor politik,
khususnya politik kekuasaan yang diterapkan oleh Presiden Soekarno menjadi
pemicu munculnya anomali.

ABSTRAK
The purpose of this study is to examine the anomalous phenomena of the
concept intelligence failure belonging to Thomas Copeland-in the context of
events Movement 30 September 1965.
In acquiring knowledge related to the anomalous phenomena, the authors
used analysis of decomposition and recomposition. In the decomposition analysis
the authors break down the findings obtained by analysis of the relationship,
cultural analysis, anomaly analysis, antisipatip analysis and political risk analysis.
After that, the author reunite these data using analysis recomposition. The final
stage, the author uses the synthesis analysis in order to obtain a comprehensive
knowledge.
The conclusion of this study is anomalous phenomena on the concept of
intelligence failures in the context of Thomas Copeland Movement 30 September
1965 due to the unique socio-cultural factors and political factors. Socio-cultural
factors have broken the cause of the failure of intelligence in terms of the
problems of bureaucracy and intelligence organizations, while political factors,
especially political power imposed by President Soekarno to trigger the
emergence of anomalies."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rita Ria Kadir Hadi
"ABSTRAKSI. Rita Ria Kadir Hadi. Masalah Kepemimpinan Nasional Setelah peristiwa 30 September 1965 Hingga Penyerahan Kekuasaan 20 pebruari 1967. Fakultas Sastra Universitas Indonesia. 1987. Skripsi ini mencoba menjelaskan permasalahan yang mun_cul setelah terjadinya peristiwa 30 September 1965 hingga penyerahan kekuasaan 20 Pebruari 1967, khususnya mengenai masalah pimpinan negara Republik Indonesia. Akibat peristi_wa 30 September 1965 telah membawa negara Republik Indone_sia dalam keadaan kacau, berhubungan dengan sikap Presiden Soekarno yang tidak pernah memberikan penyelesaian politik terhadap masalah Gerakan 30 September 1965. Upaya ke arah itu segera dilaksanakan oleh Letnan Jenderal Soeharto setelah ia menerima mandat berupa Surat Pe_rintah 11 Maret dari presiden Soekarno. Berdasarkan instruk_si pemulihan ketertiban dan keamanan, dilakukan usaha mem-bubarkan PKI, menahan para menteri yang dinilai terlibat da_lam peristiwa. 30 September dan kemudian memberikan peranan yang sesungguhnya pada lembaga pemerintahan, Majelis Permu_syawaratan Rakyat Sementara dan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong. Hak tersebut mengakibatkan timbulnya 2 kepemimpinan pe_merintahan, yaitu presiden Soekarno yang masih menjabat se_bagai presiden, di pihak lain Letnan Jenderal Soeharto se_laku pengemban Supersemar. Pendekatan secara pribadi terha_dap presiden menghasilkan Penyerahan Kekuasaan tanggal 20 pebruari 1967."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1987
S12398
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aloysius Gonzaga Eka Wenats Wuryanta
"Penelitian ini sebenarnya mau mencoba memberikan pandangan awal bagaimana para Indonesia merajut pengalaman dalam bentuk berita, terutama ketika para Indonesia dan bangsa Indonesia sendiri sedang mengalami krisis sosial pada pertengahan dekade tahun 1960-an. Dalam studi ini, fokus penelitian akan memusatkan pada simpul utama representasi ideologis dan konteks sosialekonomi-politik yang mempengaruhi produksi dan pemaknaan tekstual, terutama dalam konteks situasi krisis dan transisi sosial multidimensi yang dialami oleh masyarakat Indonesia pada tahun 1965 - 1968.
Penelitian ini akan lebih berfokus menjawab tiga pertanyaan pokok sekaligus tujuan penelitian ini. Satu, representasi krisis macam apa yang direkam oleh media massa, terutama koran "Angkatan Bersenjata? dan "Berita Yudha? ? Bentuk representasi ideologi kapitalisme macam apa yang ada dalam dua harian surat kabar ?Angkatan Bersenjata? dan "Berita Yudha" ? Dua, bagaimana pola pembingkaian teks media massa berpengaruh proses legitimasi dan delegitimasi ? Bagaimana teks tersebut dapat dipahami secara lebih menyeluruh ? Tiga, mengapa ideologi represif dalam komunikasi krisis macam itu yang akhirnya banyak mempengaruhi proses legitimasi dan delegitimasi dalam seluruh proses kognisi social masyarakat Indonesia ?
Penelitian yang berupaya membongkar keterkaitan ideologi, media massa dan politik militerisme di Indonesia termasuk dalam kategori perspektif ekonomi politik kritis. Oleh sebab itu, penelitian ini memakai pendekatan kualitatif dengan paradigma kritis. Sementara itu, varian perspektif sosial politik media yang digunakan adalah perspektif instrumentalisme. Perspektif ini memberikan penekanan pada determinisme ekonomi, di mana segala sesuatu pada akhirnya akan dikaitkan secara langsung dengan kekuatan-kekuatan ekonomi. Perspektif ini melihat media sebagai instrumen dari kelas yang mendominasi.
Penelitian teks media yang dilakukan lebih diletakkan dalam kesadaran bahwa teks atau wacana dalam media massa mempunyai pengaruh yang sedemikian rupa pada manusia. Dengan demikian, penelitian juga meletakkan seluruh proses analisis dalam kerangka pemikiran analisis wacana kritis. Pada tataran makro, penelitian melihat struktur sosiokultural Indonesia pada era tahun 1960-an. Pada tataran mesa, analisis lebih melihat struktur dan industri pers Indonesia waktu itu. Sementara pada tataran mikro, analisis dilakukan dengan melakukan analisa framing model Robert Entman.
Seluruh aktivitas dan pemaknaan simbolik dapat dilakukan dalam teks media massa. Pada titik kesadaran pokok manusia, teks selalu memuat kepentingan. Teks pada prinsipnya telah diambil sebagai realitas yang memihak. Tentu saja teks dimanfaatkan untuk memenangkan idea, kepentingan atau ideologi tertentu kelas tertentu.
Pada tataran makro, penelitian ini menemukan bahwa situasi sosialekonomi dan politik global dan Indonesia mempengaruhi keberadaan dua harian tersebut. Setidaknya, pers berbasis militer ini membawa kepentingan Angkatan Bersenjata, terutama Angkatan Darat dalam melakukan perubahan mendasar, melegitimasikan kepentingan kapitalisme birokratik dengan simbolisasi "amanat penderitaan rakyat" dan mendelegitimasikan idea - kepentingan pemikiran sosialistik-komunis, diktatorial-populistik Soekamo dan praktek politik borjuistik tradisional.
Pada tataran meso, penelitian ini mengidentifikasi bahwa industri para militer diadakan dan dibentuk untuk melakukan wacana tandingan terhadap media berbasis komunis dan Orde Lama. Segala bentuk massifikasi dan pengontrotan media massa dilakukan oleh faksi militer demi tujuan ekonomi-politik militer waktu itu. Ada proses politik dagang sapi yang dilakukan oleh militer. Angkatan Bersenjata memetik keuntungan opini publik dari media massa tersebut tapi di lain pihak media massa diberi kesempatan hidup sejauh relevan dan berkepentingan sama dengan faksi militer.
Pada tataran mikro, terlihat bahwa teks memberikan pembingkaian penuh pada proses mendelegitimasikan sekaligus meminggirkan PKI/Soekarno, melegitimasikan Angkatan Darat sebagai pelaku perubahan social yang konstruktif, pemulihan ekonomi menuju sistern kapitalistik, baik secara global maupun nasional.
Temuan lain yang menonjol dan layak diperhatikan adalah bahwa pola pembingkaian dalam serial editorial dan beberapa teks utama yang ada dalam Berita Yudha dan Angkatan Bersenjata memakai pola alterasi-konflik-negasi- dan legitimasi. Strategi pembingkaian kedua harian militer rupanya mengarahkan opini publik dalam tiga ragam strategi, yaitu strategi opini, strategi kontroversi dan strategi moral.
Pada tingkatan akademik, penelitian ini menemukan bahwa proses komunikasi krisis terutama ketika kepentingan ideologi masuk menjadi penentu signifikan maka pers atau media massa bisa menjadi alat efektif penyebaran dan hegemonisasi ideologis. lni berarti media massa merupakan garda paling depan alat ideologi negara atau alat represif ideologi. Padahal di sisi lain, media massa diharapkan menjadi alat kritik dan pengawasan sosial masyarakat terhadap Negara."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13845
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alif Faisal Athallah
"Pada masa Perang Dingin, baik Amerika Serikat maupun Uni Soviet sangat bergantung pada propaganda untuk mempromosikan ideologinya. Dalam hal ini bagi propagandis Amerika Serikat yang ingin menyebarkan ide anti-komunis kepada publik, biasanya menggunakan berbagai media massa termasuk buku komik. Penyebaran ide atau pesan anti-komunis melalui komik tidak hanya dilakukan oleh Pemerintah Amerika Serikat, melainkan dilakukan oleh para penerbit swasta. Hal ini karena seiring dengan meningkatnya sentimen anti-komunis di Amerika Serikat akibat Perang Dingin membuat para penerbit komik berupaya untuk mendapatkan keuntungan serta menunjukkan patriotisme mereka dengan cara memasukkan muatan anti-komunis di dalam komiknya. Salah satu komik yang terbit dengan muatan anti-komunis adalah komik pahlawan super Sub-Mariner yang rilis pada tahun 1953-1955 di Amerika Serikat. Artikel ini fokus menganalisis bagaimana muatan propaganda anti-komunis digambarkan pada komik pahlawan super Sub-Mariner yang rilis pada tahun 1953-1955 di Amerika Serikat. Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah yang terdiri dari tahap pemilihan topik, pengumpulan sumber, verifikasi, interpretasi, dan historiografi, kemudian untuk menganalisis komik Sub-Mariner digunakan pendekatan semiotik. Penelitian ini menemukan bahwa meskipun tidak ada intervensi langsung dari pemerintah AS dalam proses pembuatan komik Sub-Mariner di tahun 1953-1955, ia mencerminkan dan menyebarkan sentimen anti-komunis masyarakat Amerika Serikat melalui indoktrinasi eksepsionalisme Amerika dan kebijakan pembendungan (Containment). Oleh karena itu secara tidak langsung komik Sub-Mariner menjadi alat propaganda anti-komunis yang membuat para pembacanya mengidentifikasi komunis sebagai ancaman terhadap Amerika Serikat dan meningkatkan pandangan anti-komunis di dalam masyarakat Amerika.

During the Cold War, both the United States and the Soviet Union heavily relied on propaganda to promote their ideologies. In this regard, American propagandists who disseminated anti-communist ideas to the public often used various mass media, including comic books. The dissemination of anti-communist ideas and messages through comics was not only carried out by the U.S. government but also by private publishers. As anti-communist sentiment in the United States grew due to the Cold War, comic publishers sought to profit and demonstrate their patriotism by incorporating anti-communist content into their comics. One such comic that featured anti-communist content was the Sub-Mariner superhero comic, which was released in the United States from 1953 to 1955. This article focuses on analyzing how anti-communist propaganda was depicted in the Sub-Mariner superhero comics released from 1953 to 1955 in the United States. The research employs historical research methods that include topic selection, source collection, verification, interpretation, and historiography. Additionally, a semiotic approach was used to analyze the Sub-Mariner comics. This study finds that although there was no direct intervention from the U.S. government in the creation process of the Sub-Mariner comics from 1953 to 1955, the comics reflected and disseminated anti-communist sentiments of American society through the indoctrination of American exceptionalism and the containment policy. Thus, indirectly, the Sub-Mariner comics became an anti-communist propaganda tool, prompting readers to identify communism as a threat to the United States and increasing anti-communist views within American society."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2025
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Komando Operasi Pemulihan, Keamanan dan Ketertiban, 1978
324.2 GER
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>