Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 27177 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jihan Nurul Pasha
"Pergerakan massa tanah jenis rayapan umumnya berlangsung lambat dan dapat merusak infrastruktur yang ada. Litologi batuan penyusunnya dapat mengendalikan jenis longsoran ini; misalnya, batulempung, yang sebagian besar membentuk daerah penelitian, memiliki daya tahan rendah ketika mengalami pembasahan dan pengeringan berulang kali. Hal ini mengakibatkan penurunan sifat mekanik dan dinamis secara dominan. Adanya rekatan pada daerah penelitian juga menjadi faktor pengendali gerakan tanah. Retakan ini terjadi akibat pengembangan dan penyusutan serta peralihan parameter dari kategori batuan ke tanah akibat proses pelapukan sehingga menyebabkan penurunan kekuatan lempung. Secara morfologi daerah penelitian memiliki kemiringan lereng agak curam hingga curam, dan terdapat perbukitan intrusive di sekelilingnya serta area gerakan massa yang teraktivasi kembali. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik litologi daerah penelitian yang mengendalikan pergerakan massa dan kestabilan lereng. Metode yang digunakan adalah analisis XRD dan SEM, uji sifat fisik dan mekanik tanah, kemudian dikorelasikan dengan metode geolistrik dalam menganalisis karakteristik batulempung, metode kesetimbangan batas dengan prinsip Janbu. Hasil pemetaan geologi teknik membagi dua satuan yang terdiri dari pasir, lempung atau lanau dan andesit. Kontak antara kedua satuan tersebut menjadi bidang lemah atau bidang gelincir yang diperoleh dari pengolahan data geolistrik pada kedalaman 18 – 22meter dengan litologi napal. Kelompok mineral lempung ditemukan pada hasil uji SEM, dan terdapat indikasi mineral swelling yang diuji menggunakan glikol pada uji XRD. Analisis kestabilan lereng menghasilkan nilai faktor keamanan dari tiga bidang gelincir yang berbeda yaitu 0.849, 0.825, dan 0.818 sehingga mengklasifikasikan lereng dalam kondisi labil dengan tipe longsoran progresif. Intensitas hujan yang tinggi serta aliran sungai yang tertutup membuat tanah menjadi tidak stabil, sehingga longsoran mengalami perluasan. Oleh karena itu, diperlukan analisis lebih lanjut mengenai stabilisasi tanah lempung dan perencanaan penggunaan lahan di wilayah studi.

Mass movement with creep generally takes place slowly and can damage existing infrastructure. The lithology of the constituent rocks can control this type of landslide; for example, claystone, which mainly forms the study area, has meagre resistance when subjected to repeated wetting and drying. This results in decreasing mechanical and dynamic properties dominantly. The existence of fractures in the study area also becomes a controlling factor for creeping landslides. These fractures occur as a result of swelling and shrinkage as well as the transition of parameters from rock to soil categories due to weathering processes, causing a decrease in shale clay strength. Morphologically the study area slopes to a slightly steep to steep, and intrusive hills surround it, and reactivated mass movement areas. This study aims to identify the lithological characteristics of the study area that control mass movement and slope stability. The methods used are XRD and SEM analysis, physical and mechanical properties of the soil, then correlated with the geoelectric method in analysing the characteristics of claystone, and the limit equilibrium method with the Janbu principle is used. The study results are a technical geological mapping divide rock and soil units based on physical properties and geomorphological condition into two units. The contact between these two units becomes a weak field or slip plane obtained from geoelectric data processing at a depth 18 - 22 meters with marl lithology. Clay mineral groups was found in the SEM test results, and there were indications of swelling minerals tested using glycol in the XRD test. Slope stability analysis produces a safety factor value with a three different slip planes, 0.849, 0.825, dan 0.818, thus classifying the slope unstable condition and with a progressive landslide. High-intensity and continuous rainfall and flooded river flows cause stagnant water, making the soil unstable, so the creeping landslide will be estimated to expand. Therefore, further analysis is needed regarding the stabilization of clay soil and land use planning in the study area."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arini Gusti Cahyaningrum
"Sungai Cipamingkis termasuk ke dalam Formasi Jatiluhur yang memiliki umur Miosen Tengah-Miosen Akhir, serta memiliki litologi batuan sedimen campuran silisiklastik dan karbonat dengan kandungan foraminifera besar. Pemahaman mengenai distribusi dan karakteristik foraminifera besar pada batuan sedimen campuran silisiklastik dan karbonat dapat membantu menginterpretasikan lingkungan pengendapan dan sedimentasi pada suatu daerah. Pada studi ini, dilakukan metode stratigrafi terukur dan analisis petrografi dari menghasilkan empat fasies batuan sedimen karbonat yaitu Foraminiferal Packestone, Foraminiferal Rudstone, Foraminiferal Bivalvia Rudstone, dan Coral Foraminiferal Bindstone dan fasies batuan sedimen campuran silisiklastik dan karbonat, yaitu Foraminiferal Algae Sandy Allochem Limestone, Quartz Muddy Sandstone, Foraminiferal Algae Allochem Sandstone, Foraminiferal Bivalvia Sandy Allochem Limestone. Berdasarkan kandungannya, terdapat lima genus foraminifera besar, yaitu Heterostegina (Ht), Operculina (Op), Lepidocyclina (Le), Amphistegina (Amp), dan Cycloclypeus (Cy) yang menunjukan lingkungan laut dangkal dengan salinitas normal. Pengendapan pada daerah penelitian dibagi menjadi empat fase yang berhubungan dengan naik dan turunnya muka air laut, sehingga terjadinya pencampuran berupa punctuated mixing dan facies mixing. Lingkungan pengendapan daerah penelitian masuk ke dalam lingkungan laut zona foreslope hingga open shelf.

The Cipamingkis River is included in the Jatiluhur Formation which has a Middle Miocene-Late Miocene age, and has a sedimentary rock lithology of mixed of siliciclastic and carbonate with large foraminifera content. An understanding of the distribution and the characteristics of large foraminifera in a mixed siliciclastic and carbonate sedimentary rocks can help interpreting the depositional and sedimentary environment of an area. In this study, measured stratigraphic methods and petrographic analysis were carried out to produce four carbonate sedimentary rock facies, namely Packestone Foraminiferal, Rudstone Foraminiferal, Bivalvia Rudstone Foraminiferal, and Bindstone Coral Foraminiferal and a mixed siliciclastic and carbonate sedimentary rock facies, namely Algae Sandy Quartz Foraminiferal, Foraminiferal Muddy Sandstone, Foraminiferal Algae Allochem Sandstone, Foraminiferal Bivalvia Sandy Allochem Limestone. Based on the content, there are five larger foraminifera genera, namely Heterostegina (Ht), Operculina (Op), Lepidocyclina (Le), Amphistegina (Amp), and Cycloclypeus (Cy) which show a shallow marine environment with normal salinity. Sedimentation in the study area is divided into four phases associated with the rising and the falling of sea levels, resulting in a mixing in the form of punctuated mixing and facies mixing. The depositional environment of the study area falls into the marine environment, from the foreslope zone to the open shelf."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ditha Kusumaningtyas
"ABSTRAK
Skripsi ini mengaji human-animal communication pada petani dengan sapinya di Desa Cisarua, Kecamatan Tegalwaru, Kabupaten Purwakarta. Human-animal communication menjadi fokus utama penelitian ini karena petani menganggap sapi mengerti bahasa manusia dan dapat menerima instruksi petani. Petani pun meyakini bahwa ada bahasa khusus antara manusia dan sapi yang hanya dipahami oleh keduanya. Keyakinan tersebut didasari oleh adanya mite mengenai sapi pada zaman kenabian seperti yang tertera dalam Al Quran. Komunikasi dalam bentuk penyampaian pesan yang terjalin antara petani dan sapi antara lain adalah melalui eok, sebuah nyanyian pemberi semangat pada sapi, dan dalam kegiatan angon sapi. Petani pun menginterpretasi berbagai sign dari sapi yang dipahami melalui antropomorfisme, yaitu melakukan penyetaraan-penyetaraan sifat dan karakter dengan manusia sebagai refleksi petani dalam memahami sapi. Penangkapan pesan dari sapi ke petani pun tidak lepas dari adanya pengalaman yang dialami oleh petani sebagai dasar pengetahuan mereka dalam menginterpretasi perilaku sapi.

ABSTRACT
This thesis examines human-animal communication between the peasants and their cows in Cisarua village, Tegalwaru district, Purwakarta Regency. Human-animal communication has been the focus on this study since I have found out that the peasants assume that cow understands human's language and therefore it is able to receive human's instructions. The peasants also believe that there are special languages between human and cow which are only understood by both. This kind of belief is being used by the peasants among them based on local myth about cow in the prophecy era as it is written in Al Quran. Eok, which is basically a song to encourage the cow, is the kind of communication in the form of messages-delivery between the peasants and their cows. Another communication forms between the peasants and their cows is also being used in cowherd activity. Besides, the peasants interpret various signs from their cows through anthropomorphism. It is a way to understand the cow by reflecting its characters to humans', considering that they are all equal. Each peasant's experiences as a basic knowledge in understanding and interpreting cows' behaviors also influence how the signs are accepted."
2015
S59645
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Motota, Naufal Ammar
"Formasi Subang merupakan salah satu formasi dalam Cekungan Bogor (martodjojo, 1983). Menurut Assa (1980) Formasi Subang tersingkap di 3 daerah, yaitu Karawang, Purwakarta, dan Subang ketebelan dari Formasi Subang akan semakin menebal dengan arah pengendapan ke timur. Provenance menjadi fokus utama dalam penelitian kali ini, pengukuran ketebalan lapisan dan pengambilan sampe dengan ukuran hand specimen dilakukan untuk membantu penelitian. Analisis granulometri turut dilakukan untuk menentukan lingkungan pengendapan dan melakukan analisis butir. Namun, metode analisis utama yang digunakan adalah petrografi dengan komponen Q-F-L, Qp-Lv-Ls,dan Qm-F-L dipublikasikan oleh Dickinson & Suzcek (1979) dan Ingersoll & Suzcek (1979). Berdasarkan hasil analisis provenance utama daerah penelitian masuk ke dalam tipe magmatic arc menggunakan komponen Qp-Lv-Ls (Ingersoll & Suzcek, 1979), untuk sub-provenance masuk ke dalam undissected arc menggunakan komponen Q-F-L (Dickinson & Suzcek, 1979), dan dalam analisis provenance menggunakan komponen Qm-F-L (Dickinson & Suzcek, 1979) Qp-Lv-Ls (Ingersoll & Suzcek, 1979) didapatkan daerah penelitian masuk ke dalam tipe lithic recycled dan arc orogen. Tatanan tektonik yang sesuai dengan umur dan karakteristik batupasir daerah penelitian, yaitu Sunda arc (Jawa & Sumatera), Banda arc, Sulawesi, dan Halmahera. Namun, menggunakan analisis kualitatif arus purba merujuk Alam (2012) provenance daerah penelitian berasal dari Sunda arc (Jawa).

The Subang Formation is one of the formations within the Bogor Basin (Martodjojo, 1983). According to Assa (1980), the Subang Formation is exposed in three areas, namely Karawang, Purwakarta, and Subang. The thickness of the Subang Formation increases towards the east during deposition. Provenance is the main focus of this research, where thickness measurements of layers and collection of hand specimen-sized samples were conducted to aid the study. Granulometric analysis was also performed to determine the depositional environment and conduct grain analysis. However, the primary analytical method used was petrography with Q-F-L, Qp-Lv-Ls, and Qm-F-L components, as published by Dickinson & Suzcek (1979) and Ingersoll & Suzcek (1979). Based on the analysis results, the main provenance of the research area falls into the magmatic arc type using Qp-Lv-Ls components (Ingersoll & Suzcek, 1979), while the sub-provenance falls into the undissected arc type using Q-F-L components (Dickinson & Suzcek, 1979). In provenance analysis, the Qm-F-L (Dickinson & Suzcek, 1979) and Qp-Lv-Ls (Ingersoll & Suzcek, 1979) components indicate that the research area falls into lithic recycled and arc orogen types. The tectonic setting corresponds to the age and characteristics of the sandstone in the research area, which are the Sunda arc (Java & Sumatra), Banda arc, Sulawesi, and Halmahera. However, using qualitative analysis of ancient currents referring to Alam (2012), the provenance of the research area is believed to originate from the Sunda arc (Java)."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Grace Sondang Yunika
"Waduk Jatiluhur memiliki fungsi utama untuk PLTA serta dimanfaatkan untuk budidaya KJA dengan pola pemberian pakan sebanyak-banyaknya. Pakan ikan yang tidak termakan, mengendap dan mencemari kualitas air waduk. Penelitian ini bertujuan menganalisis kualitas air waduk; menganalisis pengetahuan petani KJA; menghitung nilai keuntungan dari KJA. menganalisis daya tampung waduk untuk KJA; merumuskan KJA yang tepat agar dapat mewujudkan waduk berkelanjutan. Metode yang digunakan adalah analisis dengan CCME, analisis deskriptif untuk pengetahuan petani, benefit cost ratio dan perhitungan DTBPA sesuai PermenLH 28/2009. Hasil penelitian menunjukkan nilai status mutu kualitas air waduk menurun dari kelas baik menjadi sangat buruk; Pengetahuan petani KJA termasuk dalam kategori rendah; Budidaya KJA layak untuk dijalankan; Daya tampung waduk untuk KJA sebesar 10.004 petak, kondisi eksisting KJA 22.265 petak, sehingga harus mengurangi jumlah KJA sebanyak 55%; Budidaya KJA berbasis waduk berkelanjutan dilakukan dengan memperhatikan status mutu kualitas air, peningkatan pengetahuan petani, pemenuhan kelayakan usaha, dan daya tampung waduk.

The Jatiluhur Reservoir has the main function for hydropower plants and is used for KJA cultivation with a pattern of feeding as much as possible. Uneaten fish feed settles and pollutes the quality of reservoir water. This study aims to analyze the quality of reservoir water; analyze the knowledge of KJA farmers; calculate the profit value of KJA; analyzing the reservoir capacity for KJA; formulating the right KJA to create a sustainable reservoir. The method used is analysis with CCME, descriptive analysis for farmer knowledge, benefit-cost ratio, and calculation of DTBPA according to PermenLH 28/2009. The results showed that the status value of reservoir water quality decreased from good to very bad; KJA farmers' knowledge is in a low category; KJA cultivation is feasible to run; The reservoir capacity for floating cage is 10,004 plots, the existing condition is 22,265 plots of cage, so it must reduce the number of the marine cage by 55%; Sustainable reservoir-based floating net cage culture is carried out by taking into value of status of water quality, increasing farmers' knowledge, fulfilling business feasibility, and reservoir capacity."
Depok: Sekolah Ilmu Lingkungan Uiniversitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afifah Luthfiyyah
"Penelitian ini merupakan langkah awal yang terbilang baru di Formasi Jatiluhur, Sungai Cibeet untuk menganalisis proses diagenesis, mengidentifikasi fitur diagenesis dan sejarahnya. Daerah penelitian tersusun oleh batuan silisiklastik berupa batupasir, batulanau, batulempung, terdapat pula batuan bersifat karbonatan. Sebanyak sepuluh sampel dilakukan analisis petrografi untuk menentukan karakterisasi tekstur dan mineralogi batuan. Selain analisis petrografi, analisis SEM dan XRD sebanyak masing-masing tiga sampel dapat digunakan untuk studi diagenesis. Beberapa proses diagenesis seperti kompaksi, sementasi, disolusi, dan penggantian mineral dapat memengaruhi keterbentukan batuan Formasi Jatiluhur. Proses kompaksi menghasilkan kontak antarbutir berupa point, long, concavo-convex, dan sutured serta semen yang ditemukan berupa semen kalsit dan mineral lempung seperti albit, ilit, kaolinit, dan smektit. Mineral kuarsa, mika, dan feldspar mengalami penggantian. Proses-proses diagenesis tersebut mengakibatkan perubahan porositas dari batuan. Tipe-tipe porositas didominasi oleh tipe intergranular dan intrapartikel dengan persentase antara 5-30%. Sejarah diagenesis pada daerah penelitian diawali oleh tahap eogenesis, mesogenesis, dan telogenesis. Dengan adanya pelaksanakan studi diagenesis, maka kualitas reservoar (misalnya) dapat ditentukan. Penelitian ini menunjukan bahwa proses diagenesis mengakibatkan adanya heterogenitas batuan Formasi Jatiluhur di sekitar aliran Sungai Cibeet.

This research is a relatively new to conduct in the Jatiluhur Formation, especially Cibeet River that aimed to analyse the diagenesis process and identify diagenesis features and its history. The research area is composed of siliciclastic rocks in the form of sandstone, siltstone, and claystone but there are also carbonate rocks. A total of ten samples were subjected to petrographic analysis to determine the characterisation of rock textures and mineralogy. In addition to petrographic analysis, SEM and XRD analysis of three samples each are used for diagenesis studies. Several diagenesis processes such as compaction, cementation, dissolution, and mineral replacement affected the rock formation of the Jatiluhur Formation. The compaction process produced contact between grains in the form of point, long, concavo-convex, and sutured contacts as well as cement found in the form of calcite cement and clay minerals such as albite, illite, kaolinite, and smectite. Quartz, mica, and feldspar minerals underwent mineral replacement. These diagenesis processes resulted in changes in the rock porosity. The types of porosity are dominated by intergranular and intraparticle types with the percentage between 5-30%. The history of diagenesis in the research area began with the stages of eogenesis, mesogenesis, and telogenesis. With the implementation of a diagenesis study, the quality of the reservoir (for example) can be defined. This study shows that the diagenesis process resulted in the heterogeneity of the Jatiluhur Formation rocks around the Cibeet River streams."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Rahmat Adil Yusuf
"Formasi jatiluhur merupakan salah satu formasi yang terletak di utara cekungan Bogor dengan persebaran lateral yang cukup luas dan diperkirakan diendapkan pada Miosen tengah hingga Miosen akhir. Formasi Jatiluhur merupakan formasi yang disusun oleh litologi campuran sedimen klastik berupa batupasir, batulanau, batulempung dan batugamping. Daerah penelitian berada di sepanjang Sungai Cipamingkis yang terletak di Desa Sukamakmur, Kecamatan Jonggol - Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan karakteristik litologi yang ada pada daerah penelitian yang nantinya akan digunakan dalam penentuan kelompok mikrofasies yang ada pada daerah penelitian. Terdapat tiga metodologi digunakan oleh penulis dalam penelitian ini yaitu pengukuran penampang stratigrafi, analisis petrografi dan analisis mikropaleontologi. Panjang lintasan yang didapatkan pada pengukuran penampang stratigrafi adalah sekitar 280 meter dengan total data sampel yang didapatkan adalah sebanyak 27 sampel. Dari 27 sampel yang didapatkan dipilih sebanyak 14 sampel untuk dilakukan analisis petrografi dan 5 sampel untuk dilakukan analisis mikropaleontologi. Secara umum ukuran butir penyusun batuan pada daerah penelitian didominasi oleh pasir halus hingga silt dan keseluruhan sampel memiliki kandungan karbonat dengan struktur bioturbasi yang cukup dominan. Dari hasil analisis sayatan tipis, dihasilkan tiga Standard Microfacies (SMF) pada daerah penelitian yaitu SMF-18, SMF-23, dan SMF-24. Ketiga mikrofasies tersebut, penulis namakan SMF-18 sebagai Fasies C, SMF-23 sebagai Fasies B, dan SMF-24 sebagai Fasies A. Berdasarkan semua data yang telah terkumpul, dihasilkan tiga event atau kejadian geologi yang terjadi pada daerah penelitian dengan lingkungan pengendapan berada pada brackish-clastic dominated, brackish-marine dominated dan platform interior restricted.

Jatiluhur Formation is one of the unique formations found in the North of Bogor Basin which spread widely and deposited in the Middle Miocene to Upper Miocene. Jatiluhur Formation consists of mixed siliciclastics with carbonate such as sandstone, siltstone, claystone, and limestone. The research area is along the Cipamingkis River which is located in Sukamakmur Village, Jonggol District - Bogor. This study aims to determine the lithological characteristics present in the study area which will later be used in determining the microfacies groups present in the study area. There are three methodologies used by the authors in this study, namely stratigraphic cross-sectional measurements, petrographic analysis and micropaleontological analysis. The path length obtained from the stratigraphic cross-section measurement is about 280 meters with a total sample data obtained of 27 samples. Of the 27 samples obtained, 14 samples were selected for petrographic analysis and 5 samples for micropaleontological analysis. In general, the grain size of the rock constituents in the study area was dominated by fine sand to silt and all samples contained carbonate with a fairly dominant bioturbation structure. From the results of thin section analysis, three Standard Microfacies (SMF) were produced in the study area, namely SMF-18, SMF-23, and SMF-24. The authors call the three microfacies SMF-18 as Facies C, SMF-23 as Facies B, and SMF-24 as Facies A. Based on all the data that has been collected, three geological events have occurred in the study area with depositional environments on brackish-clastic dominated, brackish-marine dominated and restricted interior platforms."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Imanda
"Penelitian ini dilakukan pada Formasi Jatiluhur, Kecamatan Jonggol, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Tujuan dari penelitian ini untuk menentukan lingkungan pengendapan berdasarkan data fosil jejak, fasies batuan, dan data pengukuran penampang stratigrafi. Sebanyak tujuh spesies fosil jejak dan satu trackway pada daerah penelitian berupa Thalassinoides, Scolicia, Opiomorpha, Planolites, Circulichnis, Rhizocorallium, dan Taenidium yang kemudian akan menjadi 5 asosiasi fosil jejak yaitu, asosiasi fosil jejak Scolicia-Thalassinoides, asosiasi fosil jejak Thalassinoides-Circulichnis,asosiasi fosil jejak Rhizocorallium-Thalassinoides, asosiasi fosil jejak Planolites, dan asosiasi fosil jejak Taenidium. Hasil analisis tersebut dapat digunakan untuk menentukan kondisi paleokologi saat pengendapan terjadi terkait kandungan oksigen, energi, dan suplai makanan. Sebanyak sembilan fasies batuan pada daerah penelitian yaitu, fasies batuan perselingan batulempung dan batupasir (CS), fasies batupasir bioturbasi (BB), fasies batulempung (MC), fasies batulanau (MT), fasies batupasir laminasi (LS), fasies batupasir gampingan (AS), fasies batupasir endapan slump (SS), fasies batupasir hummocky (HS), dan fasies batupasir wave-ripple (WS). Hasil analisis tersebut dapat digunakan sebagai data pendukung untuk menentukan lingkungan pengendapan. Nilai indeks bioturbasi pada daerah penelitian menunjukkan nilai yang didominasi nilai yang hampir nol. Hal tersebut menunjukkan kecepatan sedimentasi yang rendah. Lingkungan pengendapan pada Formasi Jatiluhur bagian tengah khususnya di Sungai Cipamingkis berdasarkan fosil jejak, fasies batuan, dan nilai indeks bioturbasi dapat disimpulkan bahwa Formasi Jatiluhur bagian tengah memiliki lingkungan pengendapan berupa laut dalam sampai bagian slope-marine dengan kondisi oksigen yang rendah, suplai makanan yang sedikit, dan energi yang mengontrol semakin muda semakin meningkat.

This research was conducted in the Jatiluhur Formation, Jonggol District, Bogor Regency, West Java Province. The purpose of this study was to determine the depositional environment based on trace fossil data, lithofacies, and stratigraphy logs data. A total of seven species of trace fossils and one trackway in the research area are Thalassinoides, Scolicia, Opiomorpha, Planolites, Circulichnis, Rhizocorallium, and Taenidium which will then become 5 trace fossil associations, such as, Scolicia-Thalassinoides association Thalassinoides-Circulichnis association, Rhizocorallium-Thalassinoides association, Planolites association, and Taenidium association. The results of this analysis can be used to determine paleoecological conditions when deposition occurred in terms of oxygen content, energy, and food supply. There are nine lithofacies in the study area, such as, alternating claystone and sandstone facies (CS), bioturbated sandstone facies (BB), massive claystone facies (MC), massive siltstone facies (MT), laminated sandstone facies (LS), allochemic sandstone (AS), slump sandstone facies (SS), hummocky sandstone facies (HS), and wave-ripple sandstone facies (WS). The results of this analysis can be used as supporting data to determine the depositional environment. The bioturbation index value in the study area shows a value dominated by a value that is almost zero. This indicates a low sedimentation rate. The depositional environment in the middle of Jatiluhur Formation, especially in Cipamingkis River based on trace fossils, lithofacies, and bioturbation index values can be concluded that the middle of Jatiluhur Formation has a depositional environment in the form of the deep sea to slope-marine parts with low oxygen conditions, less food supply, and energy that controls the younger it gets increased."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Johana Wynne Mulyo
"Batupasir Formasi Jatiluhur merupakan lapisan yang merupakan analogi singkapan yang baik dari salah satu lapangan migas di Cekungan Jawa Barat Utara. Aktivitas tektonik sejak Miosen Tengah telah menyebabkan lapisan ini pecah, terlipat, dan terpapar ke permukaan, yang menyebabkan lapisan ini mengalami proses diagenesis secara bertahap. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tahapan dan proses diagenesis yang terjadi serta pengaruhnya terhadap porositas batuan. Data dalam penelitian ini berasal dari pengukuran potongan stratigrafi yang kemudian dimasukkan ke dalam laboratorium petrografi dan SEM. Hasil analisis petrografi menunjukkan bahwa batupasir Formasi Jatiluhur telah mengalami proses diagenesis berupa pemadatan, pelarutan, dan sementasi. Pemadatan meliputi penataan kembali butiran sedimen dan rekahan dalam sampel batuan. Sementasi terlihat pada analisis SEM yang menunjukkan bahwa semen pada batupasir adalah kalsit, ilit, smektit, dan pirit mineral autigenik. Pelarutan sampel batuan membentuk porositas sekunder, sehingga meningkatkan bilangan porositas. Porositas berkisar antara 1-20%. Variasi nilai porositas ini disebabkan oleh proses sementasi dan pelarutan yang intensif. Dari hasil integrasi analisis petrografi dan SEM, disimpulkan bahwa batupasir Formasi Jatiluhur telah mengalami regim mesogenesis diagenesis.

The Jatiluhur Formation Sandstone is a layer which is an analogy of a good outcrop from one of the oil and gas fields in the North West Java Basin. Tectonic activity since the Middle Miocene has caused this layer to break, fold, and be exposed to the surface, which causes this layer to undergo a gradual diagenetic process. This research was conducted to determine the stages and processes of diagenesis that occur and their effect on rock porosity. The data in this study came from measurements of stratigraphic pieces which were then entered into the petrographic laboratory and SEM. The results of petrographic analysis show that the sandstones of the Jatiluhur Formation have undergone diagenetic processes in the form of compaction, dissolving, and cementation. Compaction includes the rearrangement of sediment grains and fractures in rock samples. Sementation can be seen in SEM analysis which shows that the cement in the sandstones is calcite, illite, smectite, and autigenic mineral pyrite. The dissolving of rock samples forms secondary porosity, thereby increasing the porosity number. The porosity ranges from 1-20%. This variation in the porosity value is caused by the intensive cementation and dissolving processes. From the results of the integration of petrographic and SEM analysis, it is concluded that the sandstones of the Jatiluhur Formation have undergone a mesogenesis diagenesis regime.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasti Luftyanie Mustopa
"ABSTRAK
Angka keberhasilan pengobatan (Success rate) merupakan indikator yang digunakan untuk mengukur keberhasilan penanggulangan TB serta untuk mengevaluasi pengobatan pasien TB secara nasional. Kecamatan Jatiluhur merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Purwakarta dengan angka keberhasilan pengobatan TB terendah se-kabupaten dan masih dibawah target nasional yakni sebesar 69,77%. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi angka keberhasilan pengobatan TB, salah satunya adalah faktor dari pasien itu sendiri, faktor pelayanan kesehatan, serta faktor keberadaan pengawas menelan obat selama masa pengobatan. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan pengobatan TB paru BTA+ di Kecamatan Jatiluhur Kabupaten Purwakarta tahun 2019. Data yang digunakan adalah data register pasien TB dan Form pasien TB01 di Puskesmas Jatiluhur dari bulan Januari hingga Desember tahun 2019. Analisis data dilakukan secara univariat dan bivariat. Angka keberhasilan pengobatan pada pasien baru TB paru BTA+ di Kecamatan Jatiluhur tahun 2019 adalah sebesar 67,34%. Hasil analisis uji chi square menunjukkan bahwa penelitian ini tidak dapat membuktikan adanya hubungan antara faktor karakteristik pasien (usia dan jenis kelamin), tipe pengobatan, dan peran PMO dengan angka keberhasilan pengobatan TB paru BTA+ (p-value > 0,05).

Treatment success rate is a national indicators that use to measure the success of tuberculosis control programme and to evaluate treatment outcomes of tuberculosis patients. Jatiluhur subdistrict is one of the subdistricts in Purwakarta Regency with the lowest TB treatment success rate among all subdistricts in Purwakarta and still below the national target at 69,77%. Many factors can influence the success rate of TB treatment, such as factor of the patient himself, health care provider, and the presence of patient’s drug supervisor during the treatment period. This study used a cross sectional design aimed to determine independent factors in affecting treatment success rate of smear-positive pulmonary tuberculosis patients at Jatiluhur Subdistrict 2019. The data used is data on register TB patients in Jatiluhur subdistrict public health center who strated treatment between January-December 2019. The analysis used is univariate and bivariate. The results of success rate of smear-positive pulmonary tuberculosis patients 2019 is at 67,34%. The results of the chi square test analysis of the relation between independent factors, such as patient characteristics (age and gender), type of treatment, presence of patient’s drug supervisor, and success rate of smear-positive pulmonary tuberculosis patient there is no significant difference (p-value > 0,05).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>