Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 63281 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Setto Lintang Agung Wahyudi
"Degrowth merupakan sebuah konsep ekonomi-politik-lingkungan yang mengadvokasikan penurunan aktivitas ekonomi secara menyeluruh—utamanya aktivitas produksi dan konsumsi masif—pada taraf global. Degrowth menggarisbawahi bagaimana ketimpangan struktur ekonomi politik internasional antara negara-negara Utara dengan negara-negara Selatan membawa implikasi bagi perlunya negara-negara Utara untuk menurunkan aktivitas ekonominya. Praktis, sebagai konsekuensinya, laju pertumbuhan ekonomi negara-negara Utara diekspektasikan akan turut menurun. Kendati demikian, pembahasan mengenai degrowth masih dibilang cukup minim dalam dimensi diskursus ekonomi politik internasional. Berangkat dari hal tersebut, penulis berupaya untuk mendudukkan pembahasan mengenai degrowth dalam konteks diskursus ekonomi politik internasional dengan menelaah perkembangan literatur akademik degrowth melalui metode komparatif-historis. Melalui penelusuran dan kemudian pengumpulan 18 literatur akademik mengenai degrowth oleh penulis, perkembangan literatur degrowth dapat dibagi menjadi tiga babak: 1) kemunculan awal diskursus degrowth, 2) diskursus degrowth dalam pusaran Krisis Finansial Global, dan 3) diskursus degrowth di era kontemporer. Setelah menguraikan dan memetakan masing-masing literatur tersebut sesuai dengan temanya, penulis kemudian menganalisis substansi sekaligus persebarannya dengan mengidentifikasi konsensus dan perdebatan, merumuskan temuan-temuan reflektif, serta menyusun sintesis. Berdasarkan tinjauan literatur yang telah dilakukan, tulisan ini melihat bagaimana sejumlah peristiwa internasional sepanjang tahun 2000-an hingga 2010-an telah mendongkrak popularitas degrowth dalam diskursus ekonomi politik internasional. Namun, uraian yang konkret pada taraf operasionalisasi dalam kajian ekonomi politik internasional sayangnya masih cukup minim ditemukan. Dengan minimnya pembahasan sekaligus maraknya pelibatan aspek lingkungan dan kesejahteraan sosial sebagai bagian penting dari perumusan kebijakan pada saat ini, penulis berkesimpulan bahwa degrowth dapat berpotensi untuk menjadi salah satu subjek bahasan yang signifikan dalam diskursus ekonomi politik internasional di masa mendatang.

Degrowth is a concept encompassing economy, politics, and environment which advocates reductions in economic activity generally, and massive production and consumption more specifically, on the global level. Degrowth emphasizes that the imbalances in the international political economy structure between the Global North and the Global South have brought the need for the Global North to reduce their economic activity As a consequence, the economic growth of Global North countries will also decline. However, the international political economy discourse is yet to develop a comprehensive discussion on degrowth Departing from this, the author tries to put the discussion on degrowth in the context of international political economy discourse by examining the development of degrowth academic literature using a historical-comparative method. Through the investigation of eighteen (18) academic literatures focusing on degrowth, this paper divides the discussions of degrowth into three phases: firstly, the early emergence of degrowth discourse; secondly, degrowth discourse amidst the Global Financial Crisis; and thirdly, degrowth discourse in the contemporary context. This paper will first describe and structure each of these literatures according to the aforementioned phases. Thus, it will analyze their substances, as well as their distributions, by identifying the following consensus and debates. This paper will then formulate reflective findings, and compile a synthesis. Based on the literature review, this paper argues that a number of international events throughout the 2000s to 2010s have boosted the popularity of degrowth in international political economy discourse. However, concrete degrowth operationalization proposals in the international political economy study are still minimum. With the discussion, or lack thereof, and the current widespread involvement of environmental and social welfare aspects as important parts of policy formulation, this paper concludes that degrowth holds the potential to be a significant subject in the discourse of the international political economy in the future."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ariobimo Herlambang
"Strukturalisme merupakan salah satu perspektif dalam kajian ekonomi politik internasional yang memiliki kontribusi serta pengaruh yang masif dalam wacana pembangunan dan hubungan internasional. Sayangnya, hingga kini pembahasan dari perspektif strukturalisme masih bersifat sporadis dan terpisah-pisah, upaya akademisi untuk memberikan sintesis terhadapnya sudah ada namun tidak menyeluruh. Melalui tinjauan pustaka ini, penulis berupaya untuk mengisi kekosongan ini dengan mengkaji, menganalisis, dan mensintesiskan 64 literatur-literatur strukturalisme dalam ekonomi politik internasional. Lebih lanjut tulisan-tulisan tersebut penulis klasifikasikan ke dalam tiga bahasan tematik yaitu: (1) pemahaman terhadap strukturalisme yang membahas soal definisi, argumen utama, serta sejarah keilmuan strukturalisme; (2) pembahasan terhadap teori-teori strukturalisme yaitu Teori Sistem Dunia dan Teori Dependensi; serta (3) strukturalisme dan topik pembahasan kajian ekonomi politik internasional yaitu isu rantai komoditas global, perdagangan internasional, bantuan luar negeri serta investasi asing langsung. Tinjauan pustaka ini menganalisis kesepakatan, debat, dan kesenjangan literatur dan berhasil menemukan beberapa sintesis kunci, yaitu: (1) strukturalisme merupakan salah satu paradigma dalam studi ekonomi politik internasional; (2) seiring waktu terdapat diversifikasi topik riset strukturalisme; (3) tulisan didominasi oleh akademisi Amerika Serikat, Eropa, dan Amerika Latin sementara fokus pembahasan didominasi oleh kajian terhadap Amerika Latin; (4) masih terdapat senjang dalam literatur strukturalisme khususnya literatur-literatur yang: berorientasi kebijakan, memperhitungkan struktur nonmateril, menggunakan perspektif pascakolonialisme, dan memberikan inovasi kajian.

Structuralism is one of the international political economy perspectives that has a massive contribution and influence in the discourse of development and international relations. Unfortunately, until now the available academic discussion about structuralism is still sporadic and fragmented, several efforts has been made to provide a synthesis of it yet it’s comprehensive nor holistic. Through this literature review, the author attempts to fill this academic gap by reviewing, analyzing, and synthesizing 64 structuralism literatures in international political economy. Furthermore, the authors classify these writings into three thematic topics, namely: (1) understanding of structuralism which discusses the definition, main arguments, and scientific history of structuralism; (2) discussion of structuralism theories, namely World System Theory and Dependency Theory; and (3) structuralism and international political economy issues, which discusses the issue of global commodity chains, international trade, foreign aid and foreign direct investment. This literature review and analyzes the agreement, debate, and gaps in the literature and finds several key syntheses, namely: (1) structuralism is one of the paradigms in the study of international relations; (2) over time there has been a diversification of structuralism research topics; (3) structuralist writings are dominated by academics from the United States, Europe, and Latin America while the focus of the discussion is dominated by studies on Latin America; (4) there are still gaps in the structuralism literature, especially the literature that: more policy-oriented, takes into account non-material structures, uses a post-colonial perspective, and provides research innovations."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Garda Arian Perdana
"Populisme merupakan sebuah instrumen politik yang efektif dalam realm demokrasi; populisme dapat mengartikulasikan apa yang menjadi kehendak mayoritas masyarakat, yang seringkali tidak selalu rasional, sebagai diskursus untuk menekan tatanan pemerintahan domestik. Keterkaitan antara politik domestik dengan hubungan internasional menjadikan fenomena kebangkitan populisme problematis, sebab narasi-narasi yang banyak diangkat justru merupakan anti-tesis terhadap apa yang membentuk stabilitas tatanan dunia internasional saat ini. Kemunculan populisme sayap kanan yang semakin lazim di berbagai tataran politik domestik kontemporer mengisyaratkan adanya sebuah tren baru dalam dinamika politik internasional yang menyebabkan narasi-narasi populisme sayap kanan radikal menjadi lebih diminati dan memperoleh basis politik yang besar di tingkat domestik; serta menghasilkan tekanan yang besar terhadap keberlangsungan tata kelola dunia internasional saat ini. Tulisan ini berupaya untuk melihat bagaimana perkembangan narasi-narasi populisme dalam diskursus politik internasional pasca Perang Dunia II, serta lebih jauh lagi berupaya untuk menganalisis dan menjelaskan mengapa varian populisme sayap kanan kemudian mampu mendominasi diskursus politik internasional kontemporer.

Populism is an effective political instrument within the realm of democracy; which articulates what was considered the general will of the society, which often proved to be irrational, as the counter-narrative to the dominance of established political elites and their discourses. The linkage between domestic politics and international relations has framed the rise of the populists to be problematic: as the narrative that they (populists) endorse has pushed the idea of anti-globalization, anti-establishment, and anti-internationalist, which poses a threat to the very stability of contemporary international order. The rise of right-wing populism that prevails on many domestic-level politic, implies the existence of a new trend on the dynamic of international politic which favored the narrative of radical right-wing populism into the mainstream political discourses. This writing attempts to signify the development of the narrative of right-wing populism within the discourse of post-World War international political order. It also attempts to analyze and explain why the variety of right-wing populism has successfully dominating the discourses of contemporary international politics."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Jonathan William
"Proliferasi perdagangan bebas telah mendorong perpajakan internasional menjadi isu yang semakin penting. Selagi aktor-aktor swasta berlomba-lomba untuk memanfaatkan keuntungan yang disediakan oleh dunia yang semakin terglobalisasi, pemerintah-pemerintah lazimnya ingin memastikan bahwa transaksi lintas yurisdiksi tersebut tidak luput dari pemajakan. Tulisan ini menelaah isu perpajakan internasional dan mencoba menggambarkan seluk beluk isu-isu yang terkait melalui tinjauan literatur. Terdapat 36 literatur terpilih yang dipaparkan, dibahas, dan kemudian diolah untuk menunjukkan konsensus serta perdebatan yang ada. Menggunakan metode taksonomi, tinjauan pustaka ini menemukan bahwa topik perpajakan dalam ekonomi politik internasional dapat dikategorikan menjadi tiga tema utama: (1) konseptualisasi perpajakan internasional; (2) tantangan-tantangan; serta (3) ragam aktor yang mempengaruhi dan dipengaruhi dalam tatanan perpajakan internasional. Tulisan ini mengidentifikasi bahwa perpajakan internasional merupakan topik yang menjadi ranah utama ilmu hukum, terutama hukum perpajakan internasional, sementara pengkajian pajak melalui kaca mata hubungan internasional masih belum banyak ditemukan. Perdebatan dalam literatur meliputi perbedaan pendapat mengenai kebijakan mana yang ideal serta konseptualisasi koordinasi. Terakhir, tinjauan literatur ini memberi rekomendasi dalam ranah akademis berupa pendalaman studi perpajakan internasional menggunakan kerangka hubungan internasional, serta rekomendasi bagi Indonesia untuk memperkuat kerja sama bilateral dan multilateral, serta meningkatkan kerja sama ranah pajak di tingkat regional.

The proliferation of free trade has propelled international taxation into newfound significance. As private actors rush to exploit the benefits of a world more globalized than ever, governments often, but not always, proactively try to make sure that these cross-jurisdiction transactions do not go untaxed. This paper examines the issues surrounding international taxation and attempts to portray the intricacies through a literature review. A total of 36 selected literature sources are presented, discussed, and analysed to reveal existing consensus and debates. Using the taxonomy method, the literature review identifies three main themes in the field of international political economy of taxation: (1) the conceptualization of international taxation, (2) challenges, and (3) the various actors that influence and are influenced within the international taxation landscape. This study highlights that international taxation is predominantly studied within the domain of legal scholarship, particularly in the field of international tax law, while the examination of taxation through the lens of international relations is relatively limited. Meanwhile debates in the literature include disagreements on which policy (or policies) is ideal and the conceptualization of coordination. Lastly, this literature review provides recommendations in the academic realm, including deeper exploration of international taxation studies using an international relations framework. Furthermore, practical recommendations for Indonesia involve strengthening bilateral and multilateral cooperation and enhancing tax-related collaboration at the regional level."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Meidhi Alkibzi
"Tesis ini membahas tentang ekonomi politik perdagangan komoditas. Secara khusus untuk meneliti faktor-faktor yang mendorong terbentuknya kerangka kerjasama ITRO. ITRO dibentuk oleh negara-negara produsen utama karet alam yaitu Indonesia, Malaysia, dan Thailand. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian ini berdasarkan perspektif kartel dan kebijakan ekonomi luar negeri. Hasil dari penelitian ini mendapati bahwa ITRO dibentuk karena ketiadaan kerjasama yang mampu mengakomodir kepentingan negara produsen dalam perdagangan internasional dan merupakan upaya untuk menjaga stabilitas harga yang menguntungkan bagi negara-negara penghasil karet alam.

This research discuss about the political economy of commodity trading. Specifically to examine the factors that encourage the formation of the International Tripartite Rubber Organization (ITRO). ITRO formed by the major natural rubber producing countries, namely Indonesia, Malaysia, and Thailand. This research used qualitative methods. This research is based on the perspective of the cartel and foreign economic policy. The results of this research found that ITRO formed in the absence of co-operation which is able to accommodate the interests of producer countries in international trade and an effort to maintain price stability favorable for natural rubber producing countries."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T41986
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Keisha Marsha Tuffahati
"Tulisan ini akan mencoba memahami bagaimana istilah human security dipahami dalam konteks studi keamanan internasional dari 3 sudut pandang: human security sebagai Hak Asasi Manusia, human security sebagai freedom from fear, dan human security sebagai freedom from want. Human security sebagai Hak Asasi Manusia menekankan pada pentingnya diseminasi norma HAM yang diwujudkan dalam bentuk agenda human security serta peran berbagai aktor dalam upaya diseminasi norma tersebut. Human security sebagai freedom from fear menekankan perlindungan terhadap manusia dari situasi konflik serta justifikasi terhadap intervensi kemanusiaan. Sedangkan human security sebagai freedom from want menekankan perlindungan terhadap martabat dan pemberdayaan manusia melalui program pembangunan. Analisis juga meliputi bagaimana kontribusi human security bagi studi keamanan serta penjajaran perbedaan kedua konsep tersebut.
Tulisan ini berargumen bahwa human security memperkaya khasanah kajian keamanan internasional dengan memperluas agenda keamanan dan pengadopsian agenda normatif. Selain itu, tulisan ini menyimpulkan bahwa meskipun diklaim sebagai perusak koherensi intelektual kajian keamanan, konsep human security tetap relevan dalam studi keamanan internasional karena konsep tersebut berorientasi pada pembuatan kebijakan. Pada praktiknya, konsep human security digunakan sebagai jargon dalam mempromosikan agenda keamanan dan pembangunan oleh institusi internasional seperti PBB serta negara middle power seperti Kanada dan Jepang.

This paper aims to seek how human security is understood from 3 standpoints human security as human rights, human security as freedom from fear, and human security as freedom from want. Human security as human rights emphasizes dissemination of human rights norms manifested in the form of human security agenda and the role of various actors in the dissemination of the norms. Human Security as freedom from fear emphasizes protection of the people in conflict situations and justification towards humanitarian intervention agenda. Meanwhile, human security as freedom from want emphasizes the protection of human dignity and human empowerment through development program. It also highlights the contribution of human security to security studies as well as juxtaposition of the two concepts.
This paper argues that human security has enriched the repertoire of security studies by expanding the scope of security and adopting normative agenda. This paper concludes that although human security is claimed to be damaging to intellectual coherence of security studies, the concept itself remains relevant in international security studies due to its policy orientedness. In practice, human security is used as a jargon in promoting security and development agenda by international insitutions such as the United Nations as well as middle power countries such as Canada and Japan.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ferga Aristama
"Penelitian ini bertujuan untuk memahami pemaknaan identitas Indonesia sebagai destinasi investasi asing oleh Pemerintahan Joko Widodo. Pada masa Pemerintahan Joko Widodo telah terjadi reformulasi kebijakan investasi asing dalam Undang-Undang Cipta Kerja yang dilakukan secara cepat dan masif di tengah pertentangan domestik dalam era Reformasi yang menghadirkan paradigma pentingnya mendengar aspirasi masyarakat luas, serta pandangan terhadap sistem internasional yang konfliktual. Penelitian terdahulu telah banyak membahas mengenai dinamika investasi asing di Indonesia, namun abai dalam menganalisis faktor identitas serta kurang memperhatikan process tracing melalui pidato pemerintah dalam memaknai realitas reformulasi kebijakan investasi asing di Indonesia. Dengan menggunakan paradigma konstruktivisme dalam Kajian Ekonomi Politik Internasional (Abdeal, 2009) dan konsep identitas (Abdelal, dkk, 2006) serta metode penelitian kualitatif melalui analisis isi (content analysis) dengan Aplikasi MAXQDA Versi 22.7.0 terhadap 371 Pidato Presiden Joko Widodo dalam periode waktu April 2014 sampai dengan Oktober 2020, penelitian ini menemukan bahwa norma konstitutif berupa ketentuan informal, tujuan-tujuan sosial, perbandingan relasi melalui kepercayaan pasar dan daya saing, serta model kognitif politik dan ekonomi ala pemerintahan Joko Widodo menentukan konstruksi identitas Indonesia sebagai destinasi investasi asing yang ramah investor. Penelitian ini berkontribusi dalam menghadirkan indikator-indikator yang mengkonstruksi identitas Indonesia sebagai destinasi investasi asing oleh Pemerintahan Joko Widodo, dalam body of literature.

This study aims to understand the meaning of Indonesia’s identity as a foreign investment destination by Joko Widodo Administration. In his period, the foreign investment policies reformulation in the Job Creation Law carried out quickly and massively amidst domestic protest, in the Reformation era which presented a paradigm about the importance of public aspiration as well as views on the conflictual international system. Existing literature has widely discussed about the dynamics of foreign investment in Indonesia, but neglected to analyze identity as a variable and government speeches’ processing tracing on understanding the reformulation of foreign investment policies in Indonesia. Deploying the concept of identity (Abdelal, et al, 2006) on the constructivism paradigm in International Political Economy (Abdelal, 2009) and qualitative methods through content analysis with the MAXQDA application Version 22.7.0 to 371 Speeches by President Joko Widodo period April 2014 to October 2020, this study found that constitutive norms in the form of informal provisions, social goals, comparative relations through market trust and competitiveness, as well as Joko Widodo’s political and economic cognitive models contributed to construct Indonesia's identity as an investor-friendly foreign investment destination. This study contributes to explore indicators constructing Indonesia’s identity as foreign investment destination under Joko Widodo administration, in the body of literature.
"
Depok: 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wiwiek Rukmi Dwi Astuti
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh cita-cita Indonesia dalam mewujudkan swasembada daging sapi telah dimulai sejak tahun 2000. Indonesia secara berturut-turut mencanangkan program swasembada daging sapi ke dalam tiga periode: 2000-2005; 2005-2010; 2010-2014. Namun, di penghujung tahun 2014, pencapaian swasembada daging sapi di Indonesia dinyatakan belum tercapai. Maka, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor internal dan eksternal yang menyebabkan kegagalan program swasembada sapi pada periode tahun 2010-2014.
Penelitian ini bertujuan untuk memahami praktik dan dinamika perdagangan internasional komoditas pangan strategis, serta gesekannya terhadap kepentingan nasional. Penelitian ini menunjukkan bahwa dalam dinamika ekonomi politik internasional, upaya swasembada pangan yang dilihat dari perspektif nasionalisme ekonomi berada dalam kepungan liberalisasi perdagangan internasional. Oleh karena itu, dibutuhkan integritas dari semua pihak yang berkepentingan agar suatu negara dapat mencapai swasembada pangan.

The background of this research is Indonesia's attempt to achieve beef self-sufficiency that has been started since 2000. Indonesia has launched beef self-sufficiency programs consecutively into three periods: 2000-2005; 2005-2010; 2010-2014. However, in the end of 2014, Indonesia still has not reached its target. Thus, this study is conducted to determine the internal and external factors that cause the failure in beef self-sufficiency program in the period 2010-2014.
This research aims to understand the practices and the dynamics of strategic food commodities international trade, as well as its friction against the national interest. The results of this research revealed that in the dynamics of the international political economy, the efforts to achieve food self-sufficiency, which are viewed from the economic nationalism perspective, were surrounded by the liberalization of international trade. Therefore, it takes the integrity of all the stakeholders so that a nation can achieve food self-sufficiency.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
T43853
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Yolam Riwinda
"Globalisasi dan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi merupakan dua hal yang mendorong interkoneksi di abad 21. Perkembangan teknologi ini mendorong digitalisasi ekonomi, atau yang biasa disebut dengan ekonomi digital. Sejak pertama kali dibahas pada tahun 1990an, ekonomi digital terus berkembang secara praktis, maupun akademis melalui literatur-literatur yang membahasnya. Tulisan ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan bagaimana ekonomi digital dilihat dalam ilmu Hubungan Internasional? Dengan menggunakan perspektif ilmu HI, penulis mengkaji literatur-literatur yang membahas ekonomi digital. Penulis berpendapat bahwa ekonomi digital merupakan fenomena hubungan internasional yang  berpengaruh pada pergeseran peran aktor internasional, serta menciptakan dimensi baru dalam tata kelola global.Di era ekonomi digital, muncul aktor-aktor non negara yang memainkan peranan penting, hingga pada titik tertentu bersaing dengan negara dalam mengatur tata kelola. Ekonomi digital juga bersifat multidimensional, karena berdampak pada berbagai sektor. Pertama, memunculkan jenis pasar baru seperti e-commercedi sektor ekonomi. Kedua, mendorong e-government sebagai dampak di sektor politik. Ketiga, memunculkan isu keamanan cyber di sektor keamanan. Terakhir, di sektor pembangunan global, muncul dimensi baru, yakni pertimbangan aspek digital dalam pembangunan berkelanjutan.

.Globalization and the development of information and communication technology are two things which encourage interconnection in the 21stcenturyTechnological developments encourage economic digitalization, or what is commonly referred to as the digital economy. Since it’s first discussed during the 1990s, digital economy has been developing practically, as well as academically through the literatures. This paper aims to answer the following question: how is the digital economy seen in International Relations? Using IR perspective, this writing examines some of the literatures about digital economy. Digital economy is an international relations phenomenon which influences the shifting role of international actors, and creates a new dimension in global governance. In this era, the role of non-state actors emerge – to some extent – compete with the state in regulating governance. The digital economy is also multidimensional, as it affects various sectors. First, in the economy sector, it creates new types of markets, such as e-commerce. Second, in the politics, digital transformation enables e-government for the state. Third, in the security sector, it raises concern towards cybersecurity. Fourth, in the global development sector, a new dimension emerges, namely the consideration of digital aspects in sustainable development."
2019
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Anggi Yuanita Rachmat
Jakarta: Teraju, 2003
330 Joh k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>