Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 192118 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Brillianty Kartika Putri
"Aktivisme fans merupakan sarana yang dipakai fans untuk menyampaikan perhatiannya terhadap korporasi dan agensi pengelola produk budaya populer yang digemari fans tersebut. Namun, Jenkins (1992) melihat bagaimana media dan akademisi masih mencitrakan fans dari segi obsesi fans terhadap teks populer. Akan tetapi, penelitian Jenkins dan penelitian fan studies masih bias terhadap karya budaya populer Barat sehingga perlu diadakan kajian lebih lanjut terhadap pola aktivisme fans dari budaya populer non-Barat. Dalam mendalami kajian budaya populer non-Barat, tulisan ini mengkaji bagaimana aktivisme BTS dan BTS ARMY yang mampu membangun solidaritas global sebagai fokus kajian penelitian aktivisme fans dari karya budaya populer non-Barat. Untuk menjawab pertanyaan penelitian, tulisan ini menggunakan teori aktivisme fans oleh Henry Jenkins. Jenkins memaparkan bagaimana fans dapat dilihat sumbangsihnya dalam demokrasi dialog publik yang perlahan telah berkurang interaksinya di masyarakat. Dengan dialog yang diciptakan dalam komunitas fans, fans berusaha mengajukan komunitas sosial alternatif dimulai dari proses interpretatif fans terhadap suatu isu hingga diskusi atas nilai-nilai sosial yang tercermin dalam teks budaya populer. Dalam penelitian ini, kasus yang diangkat difokuskan pada isu transnasional yang terdiri atas White Paper Project dalam mengedukasi publik mengenai sejarah hubungan Korea dan Jepang, dukungan BTS dan BTS ARMY terhadap Black Lives Matter, serta dinamika BTS ARMY dalam mencari jalan keluar dalam problematika politik bisnis musik di Amerika Serikat. Penulis menemukan konteks tekno-orientalisme yang memproyeksikan citra masyarakat Asia dan budayanya sebagai objek dari ketakutan Barat dalam melihat kebangkitan kekuatan non-Barat. Penulis juga menggunakan tekno-orientalisme dalam mengisi celah riset terhadap fans yang memiliki bentuk yang beragam akibat dari berkembangnya teknologi.

Fan activism is a means used by fans to convey their concern for corporations and agencies that manage popular cultural products that fans like. However, Jenkins (1992) sees how the media and academics still view and perceive fans in terms of fans' obsession with popular texts. However, Jenkins' research and fan studies is still biased towards works of Western popular culture, so it is necessary to conduct further studies on the activism patterns of fans from non-Western popular culture. In exploring the study of non-Western popular culture, this paper examines how the activism of BTS and BTS ARMY is able to build global solidarity as the focus of research on fan activism from works of non-Western popular culture. To answer the research question, this paper uses the theory of fan activism by Henry Jenkins. Jenkins explained how fans can be seen for their contribution in a democratic public dialogue which has slowly reduced its interaction in society. With the dialogue created in the fan community, fans try to propose alternative social communities starting from the fan's interpretive process of an issue to discussion of social values ​​reflected in popular culture texts. In this research, the cases raised are focused on transnational issues consisting of the White Paper Project in educating the public about the history of Korean and Japanese relations, BTS and BTS ARMY's support for Black Lives Matter, as well as the dynamics of BTS ARMY in finding solutions to the political problems of the music business in the United States. The author finds the context of techno-orientalism which projects the image of Asian society and its culture as objects of Western fear in seeing the rise of non-Western forces. The author also uses techno-orientalism in filling the gap in research on fans who have various forms as a result of technological developments."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novrista Widiyanti
"Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana jaringan sosial dan framing terkait identitas kolektif yang diproduksi oleh aktor lokal mampu membentuk suatu aktivisme penggemar. Di Indonesia, popularitas grup idola K-Pop diiringi oleh banyaknya anak muda yang menjadi penggemar membentuk kekuatan baru di dalam fandom. Penggemar yang menjadi bagian dari suatu fandom dapat menggerakkan penggemar lain untuk berpartisipasi dalam aktivisme yang dilakukan. Studi terdahulu mengenai aktivisme penggemar menunjukkan bahwa aktivisme di dalam fandom dapat terwujud karena adanya budaya partisipatif (participatory culture) sebagai ruang yang dapat mendukung atau mendorong aktivisme. Akan tetapi, studi-studi terdahulu cenderung menyamakan aktivisme dengan budaya penggemar pada umumnya, seperti produksi teks atau konten yang mengekspresikan kecintaan mereka kepada idolanya. Oleh karena itu, bagaimana aktivisme penggemar dapat terjadi tidak terlihat dalam penjelasannya. Selain itu, dengan cara seperti apa penggemar menggunakan sumber daya yang ada untuk membentuk aktivisme belum nampak pembahasannya dalam studi-studi terdahulu. Peneliti berargumen bahwa aktivisme penggemar dapat terwujud karena kuatnya jaringan sosial dan adanya framing terkait identitas kolektif yang diproduksi oleh aktor lokal di media sosial. Metodologi kualitatif digunakan dalam penelitian ini. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan melalui wawancara mendalam terhadap aktor lokal dalam fandom grup idola K-Pop, serta observasi online di dalam platform Twitter.

This study aims to explain how social networks and collective identity framing produced by local actors are able to form fan activism. In Indonesia, K-Pop idol groups’ popularity followed by many young people who become fans is forming a new force in fandom. Fans who are part of a fandom can encourage other fans to participate in their activities. Previous studies on fan activism have shown that activism in fandom can be formed because of a participatory culture as a space that can support activism. However, previous studies tend to see activism as fan culture in general view, such as the production of texts or content that expresses their love for their idols. Therefore, how fan activism can occur is not seen in the explanation. In addition, the ways in which fans use existing resources to form activism have not been discussed in previous studies. The researcher argues that fan activism can be formed because of the strong social network and collective identity framing produced by local actors on social media. Qualitative methodology is used in this study. The data collection technique that is used through in-depth interviews with local actors in the K-Pop idol group fandom, and online observations on the Twitter.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Catharina Elsa Kawatu
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis interaktivitas BTS dan ARMY dalam ruang virtual melalui aplikasi ‘Weverse’. Penelitian ini didasari atas pemikiran computer mediated communication (CMC) yang mempengaruhi komunikasi interpersonal antarindividu dan menghasilkan model komunikasi hyperpersonal. Era digital memungkinkan seseorang menggunakan multimodalitas untuk menyampaikan pesan atau makna kepada orang lain. Aplikasi digital Weverse merupakan salah satu contoh penggunaan multimodalitas dimana pengguna dapat menyampaikan pesan berupa tulisan yang dilengkapi dengan gambar atau video. Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif untuk menganalisis teks multimodal dan menggunakan metode studi literatur berbasis data sekunder dengan fokus khusus pada tiap karakteristik komunikasi hypersonal, yaitu pengirim pesan, penerima pesan, pesan asinkronus, dan umpan balik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaktivitas BTS dan ARMY dalam ruang virtual Weverse mampu menghasilkan komunikasi hyperpersonal yang memiliki tingkat keintiman lebih dari komunikasi tatap muka. Namun, interaktivitas ini mampu menimbulkan celah bagi kapitalisme yang dimanfaatkan oleh perusahaan pembuat ruang virtual tersebut.

This study aims to analyze the interactivity of BTS and ARMY in a virtual space through an application called ‘Weverse’. This research is based on the idea of computer mediated communication (CMC) which affects interpersonal communication between individuals and produces a hyperpersonal communication model. The digital era allows a person to use multimodality to send messages or meanings to others. The Weverse application is an example of the use of multimodality where users can send messages in the form of text equipped with images or videos. This research uses a qualitative approach to analyze multimodal texts and uses a literature study method based on secondary data. The results showed that the interactivity between BTS and ARMY in the virtual space ‘Weverse’ is able to produce hyperpersonal communication that is more intimate than face-to-face communication. However, this interactivity is also able to create a gap for capitalism that is exploited by the company that creates the virtual space."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Rachma Salsa Sifana
"Saat ini Hallyu telah berkembang menjadi New Hallyu atau Hallyu 2.0. Dalam Hallyu 2.0, salah satu fandom terbesar saat ini adalah fandom ARMY. ARMY merupakan fandom boyband BTS. Aktivitas ARMY dalam mendukung BTS juga menjadi media dalam penyebaran konten Hallyu 2.0. Penelitian ini menganalisis mengenai partisipasi fandom ARMY Indonesia dalam penyebaran konten Hallyu 2.0 melalui dukungan terhadap BTS. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan aktivitas fandom ARMY Indonesia dalam mendukung BTS yang berpengaruh terhadap penyebaran konten budaya Hallyu 2.0. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-kualitatif dengan teori budaya partisipatoris dan fandom. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aktivitas ARMY Indonesia dalam fandom mendukung penyebaran konten budaya Hallyu 2.0 yang meliputi makanan Korea (hansik), bahasa Korea, K-fashion, dan pariwisata. Media sosial (Twitter, WhatsApp, dan Instagram) digunakan sebagai sarana ARMY Indonesia untuk menyebarkan konten Hallyu 2.0. Penyebaran konten Hallyu 2.0 dilakukan secara tidak langsung melalui budaya partisipatoris ARMY Indonesia.

Currently, Hallyu has developed into Hallyu 2.0. BTS`s fandom, ARMY is one of the biggest fandoms in Hallyu 2.0. ARMY`s activities in supporting BTS also became an instrument in the spread of Hallyu 2.0 contents. This research analyzes the participation of Indonesian ARMY in the spread of Hallyu 2.0 contents through their support for BTS. This research aims to explain the fandom activity of Indonesian ARMY in supporting BTS that affects the spread of Hallyu 2.0 cultural contents. This research is using descriptive qualitative analysis methods with participatory cultural theory and fandom theory. The results of this study show that Indonesian ARMY`s activities in fandom support the spread of Hallyu 2.0 cultural contents that include Korean food (hansik), Korean language, K-Fashion, and tourism. Various social media (Twitter, WhatsApp, and Instagram) are used as an instrument by Indonesian ARMY to spread Hallyu 2.0 contents. The spread of Hallyu 2.0 contents by Indonesian ARMY is done indirectly through participatory culture in fandom.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Jasmine Qurrota Ayuni Perwiradmoko
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat pemaknaan dari BTS ARMY terhadap rekonstruksi maskulinitas yang dilakukan oleh K-Pop Idol BTS. Studi-studi sebelumnya telah menunjukkan bahwa K-Pop Male Idol merekonstruksi maskulinitas dan rekonstruksi maskulinitas oleh K-Pop Male Idol tersebut dikonsumsi oleh para penggemar perempuan. Namun, dalam studi-studi tersebut masih belum menjelaskan mengenai pandangan maupun pemaknaan para penggemar tersebut mengenai rekonstruksi maskulinitas yang terjadi, terutama jika dikontekskan pada konstruksi maskulinitas di Indonesia. Penelitian ini berargumen bahwa beragam produk budaya populer Korea atau Hallyu, yang dalam konteks penelitian ini adalah musik dan konten BTS yang tersebar melalui berbagai media digital, yang menampilkan konstruksi maskulinitas yang berbeda dari konstruksi maskulinitas yang hegemonik di masyarakat Indonesia, yang pada akhirnya mampu membuat BTS ARMY menegosiasikan pemaknaan maskulinitas yang berbeda dengan maskulinitas hegemonik di masyarakat mereka. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu adalah pendekatan kualitatif dengan melakukan reception analysis pada konten BTS dengan cara melakukan wawancara mendalam pada BTS ARMY terkait dengan image maskulinitas BTS yang dibawakan melalui konten-konten yang diproduksinya. Hasil temuan menemukan bahwa BTS menampilkan rekonstruksi maskulinitas dengan mematahkan norma yang selama ini ada pada maskulinitas yang menghegemoni, dengan cara mereka berpenampilan dan berperilaku melalui musik dan kontennya yang tersebar melalui berbagai media digital. Terkait dengan rekonstruksi tersebut BTS ARMY mendapatkan pemahaman baru mengenai konsep maskulinitas yang berbeda dari maskulinitas hegemonik yang ada di masyarakatnya.

This study have an aim to see the reception analysis from BTS ARMY towards the reconstruction of masculinity that BTS do. The previous studies showed that the K-Pop Male Idol have reconstructed the meaning of masculinity, and also see how the masculinity reconstruction that the K-Pop Male Idol did has been consumed by the fangirls. However, those studies have not explained about how the fangirls point of view about the reconstruction of masculinity, especially if it is contexted in Indonesia’s masculinity construction. This study argues that the various product of Korean popular culture or Hallyu, which in the context of this research is BTS’s musics and content that is spread through a lot of digital media, that shows masculinity construction which different from the hegemonic masculinity construction in Indonesian society, which in the end is able to make BTS ARMY negotiate the meaning of the masculinity that is different from their society’s hegemonic masculinity. The research method is a qualitative approach by conducting a reception analysis to the BTS content by conducting an indepth interviews to BTS ARMY related to the BTS masculinity image that is delivered through the content that they produced. The findings found that, BTS showing a reconstruction of masculinity by breaking the norms which in all this time exist in the hegemonic masculinity, by how the way they look and behaving through their musics and contents which was spread through various digital media. So by through it, the informant ARMY precisely gain a new comprehension about masculinity concept which is different than the hegemonic masculinity that exists in their society. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aritonang, Pangeran Arga
"Kampanye #OnMyMind yang diinisiasi oleh BTS bersama UNICEF menyoroti isu kesehatan mental dan perjuangan sehari-hari, yang berhasil menciptakan dominasi sentimen positif di kalangan audiens. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas kampanye tersebut dalam membangun citra merek (brand image) BTS melalui pendekatan marketing public relations (MPR). Dengan menggunakan metode kualitatif dengan analisis konten, data dikumpulkan dari total 580 konten yang sudah diseleksi menjadi 29 konten, dari berbagai platform media sosial, seperti Twitter, Instagram, TikTok, dan YouTube, serta artikel berita untuk menganalisis respons audiens terhadap kampanye ini. Analisis sentimen menunjukkan bahwa tidak ada respons negatif, melainkan dominasi sentimen positif yang mencerminkan apresiasi audiens terhadap pesan kampanye yang autentik dan relevan secara emosional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa isu kesehatan mental sebagai topik universal berkontribusi signifikan dalam membangun hubungan emosional yang kuat antara BTS dan audiensnya. Selain itu, kolaborasi strategis dengan UNICEF memperkuat kredibilitas kampanye sekaligus memperluas dampaknya di tingkat global. Kesimpulannya, kampanye ini tidak hanya berhasil meningkatkan kesadaran tentang kesehatan mental tetapi juga memperkuat citra BTS sebagai figur publik yang peduli terhadap isu-isu sosial. Penelitian ini memberikan wawasan penting bagi praktisi komunikasi dalam merancang kampanye sosial yang berdampak dan berkelanjutan.

The #OnMyMind campaign initiated by BTS in collaboration with UNICEF highlights mental health issues and daily struggles, successfully creating a dominance of positive sentiments among the audience. This study aims to evaluate the effectiveness of the campaign in building BTS’s brand image through the marketing public relations (MPR) approach. Using a qualitative method with content analysis, data was collected from a total of 580 pieces of content, which were narrowed down to 29 selected pieces from various social media platforms, such as Twitter, Instagram, TikTok, and YouTube, as well as news articles, to analyze audience responses to this campaign. Sentiment analysis revealed no negative responses; instead, there was a dominance of positive sentiments, reflecting the audience's appreciation for the campaign's authentic and emotionally relevant messages. The findings indicate that mental health as a universal topic significantly contributes to building strong emotional connections between BTS and their audience. Furthermore, the strategic collaboration with UNICEF enhanced the campaign's credibility while extending its global impact. In conclusion, the campaign not only succeeded in raising awareness about mental health but also strengthened BTS's image as public figures committed to social issues. This study provides valuable insights for communication practitioners in designing impactful and sustainable social campaigns."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Mizanie
"Fandom merupakan subkultur yang menjadi salah satu fitur penting dalam budaya
populer. Bagi industri K-Pop misalnya, kehadiran fandom berperan banyak untuk
mencapai popularitas. Kesuksesan BTS sebagai sebuah fenomena budaya juga tidak
lepas dari dukungan fandomnya yaitu ARMY yang kini telah menjadi sebuah fandom
global. Dengan fitur yang dimiliki masyarakat jejaring, fandom seperti ARMY sangat
aktif memproduksi media penggemar dan membagikannya di media sosial.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode analisis etnografi
digital terhadap ARMY yang aktif di media sosial khususnya Twitter. Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara semi terstruktur sebagai data
primer, sementara observasi pasif sebagai data sekunder.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan kegiatan produktivitas media fandom ditandai
dengan membuat dan menyebarkan konten penggemar, melakukan promosi, dan
memberikan afeksi kepada objek fandom. Dalam penelitian ini juga tergambar
bagaimana produktivitas penggemar ini membentuk suatu budaya penggemar yang
unik. Ikatan emosional yang dirasakan ARMY juga menjadi penting untuk menjaga
mereka untuk tetap loyal terhadap fandom.

For the K-Pop industry, for example, the presence of fandom played a role in achieving
popularity. The success of BTS as a cultural phenomenon is also inseparable from the
support of the fandom, ARMY, which has become a global fandom. With the features
of the network society, fandoms like ARMY are very active in producing fan media
and sharing them on social media.
This study uses a qualitative approach with digital ethnographic analysis methods of
ARMY who are active on social media, especially Twitter. The data technique used
was semi-structured interviews as primary data, while passive observation was
secondary data.
The results of this study indicate the productivity of fandom media that creates and
approaches fans, promotes, and gives affection to fandom objects. This research also
illustrates how fan productivity forms a unique fan culture. The emotional bond
between BTS and ARMY is also important to keep them loyal to the fandom"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Callista Tesalonika
"Pesatnya akses internet di Indonesia membuka kesempatan masyarakat untuk mengeksplorasi dan menikmati
berbagai topik dan minat. Eksposur dinamis media digital melalui algoritme ini menciptakan penggemar yang
mempraktikkan budaya fandom. Sementara penelitian sebelumnya berfokus pada bagaimana sosok budaya
partisipatif melalui para penggemarnya bekerja pada budaya fandom, Liang dan Shen (2016) secara unik
meneliti lebih lanjut peran budaya fandom pada model bisnis bagi publik yang mereka minati secara signifikan;
Fan Economy. Di sini, penelitian ini akan secara eksplisit mengkaji fenomena sukses besar dan terbaru dari
penggemar dan pemasaran di Indonesia, yaitu penjualan BTS Meal, yaitu menu kolaborasi antara Bangtan Boys
(BTS) dan McDonald. Penelitian ini ingin melihat efektivitas budaya penggemar dengan mengikuti bagaimana
Fan Economy mengiringi konsumen atau perjalanan pembelian penggemar melalui Model Perkembangan dari
Hierarki Efek. Metodologi yang digunakan ada analisa kuantitatif dari hasil survey.

The rapid accessibility of the internet in Indonesia exposed the public to explore and enjoy various subjects
and interests. This dynamic exposure of the digital media through algorithms creates fans that are
practising fandom culture. While previous research focuses on how the figure of participatory culture
through its fans labour on fandom culture, Liang and Shen (2016) uniquely further examining the role of
fandom culture on the business model for the public they have significant interest; fan economy. Here, the
research will explicitly examine the latest and massive success of fan and marketing phenomenon in
Indonesia, which is the sale of BTS Meal, i.e. the collaboration menu between Bangtan Boys (BTS) and
McDonald. The research would like to see the effectiveness of fan culture by following how the fan
economy accompanies the consumer or the fan buying journey through the Developed Hierarchy of effect
model. The methodology of collecting data will involve analysis of quantitative research from survey responds.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Callista Tesalonika
"The rapid accessibility of the internet in Indonesia exposed the public to explore and enjoy various subjects and interests. This dynamic exposure of the digital media through algorithms creates fans that are practising fandom culture. While previous research focuses on how the figure of participatory culture through its fans labour on fandom culture, Liang and Shen (2016) uniquely further examining the role of fandom culture on the business model for the public they have significant interest; fan economy. Here, the research will explicitly examine the latest and massive success of fan and marketing phenomenon in Indonesia, which is the sale of BTS Meal, i.e. the collaboration menu between Bangtan Boys (BTS) and McDonald. The research would like to see the effectiveness of fan culture by following how the fan economy accompanies the consumer or the fan buying journey through the Developed Hierarchy of effect model. The methodology of collecting data will involve analysis of quantitative research from survey responds.

Pesatnya akses internet di Indonesia membuka kesempatan masyarakat untuk mengeksplorasi dan menikmati berbagai topik dan minat. Eksposur dinamis media digital melalui algoritme ini menciptakan penggemar yang mempraktikkan budaya fandom. Sementara penelitian sebelumnya berfokus pada bagaimana sosok budaya partisipatif melalui para penggemarnya bekerja pada budaya fandom, Liang dan Shen (2016) secara unik meneliti lebih lanjut peran budaya fandom pada model bisnis bagi publik yang mereka minati secara signifikan; Fan Economy. Di sini, penelitian ini akan secara eksplisit mengkaji fenomena sukses besar dan terbaru dari penggemar dan pemasaran di Indonesia, yaitu penjualan BTS Meal, yaitu menu kolaborasi antara Bangtan Boys (BTS) dan McDonald. Penelitian ini ingin melihat efektivitas budaya penggemar dengan mengikuti bagaimana Fan Economy mengiringi konsumen atau perjalanan pembelian penggemar melalui Model Perkembangan dari Hierarki Efek. Metodologi yang digunakan ada analisa kuantitatif dari hasil survey."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Prima Kurniastuti
"Rencana Pitalebar Indonesia (RPI) merupakan perpres no 96 tahun 2014 yang dibuat untuk memeratakan koneksi internet di seluruh Indonesia. Target yang diinginkan adalah 100% populasi urban dan 52% populasi rural bisa merasakan internet dengan kecepatan rata-rata 1 Mbps. Dari target dan latar belakang tersebut daerah perbatasan menjadi lokasi prioritas. Lokasi perbatasan menjadi prioritas karena merupakan gambaran Indonesia di mata negara tetangga. Target meratanya koneksi internet di seluruh Indonesia dibatasi oleh waktu dan tentunya efisiensi biaya.
Pada penelitian ini dikaji mengenai analisis keekonomian untuk teknologi apa saja yang mampu menunjang percepatan program RPI ini sehingga dana yang dikeluarkan lebih efisien dan tidak merugi. Meskipun demikian, daerah LOKPRI merupakan daerah yang selalu dikatakan sebagai daerah tidak layak investasi, dengan demikian harus ada subsidi dari pemerintah agar tujuan dari RPI ini bisa terealisasi.
Analisis implementasi model teknologi ini menunjukkan bahwa semua teknologi yang ditawarkan, yaitu BTS, VSAT, dan PLC bisa diimplementasikan di tiga daerah LOKPRI perbatasan (Paloh, Entikong, dan Badau) hanya saja tidak layak secara ekonomi. Dengan demikian pemerintah harus memberikan subsidi agar target RPI ini terlaksana. Subsidi diberikan pada komponen biaya yang digunakan bersama-sama yaitu biaya sewa transmisi

Indonesia Broadband Plan (IBP) is the Presidential Regulation No.96 of 2014 that made to equalize the internet connection throughtout Indonesia. Target IBP are 100% urban population and 52% rural population can feel internet with average speed 1 Mbps. From this target and background the border area become priority area.It is become priority because border area is picture of the country itself. IBP are limited with time and of course implementation cost.
In this study assessed about economy analysis for every technology that will implemented, so the cost that expense is more efficient. Nontheless, economic analysis for priority location are always not feasible to be implemented. If it is not feasible, the government must subsidise in order that IBP can be realized.
This technology implementation model shows that all technology given (BTS, VSAT, PLC) can be implemented in border priority area especially in three areas, Paloh, Entikong and Badau. Although it is not feasible, so government must subsidise so that IBP target can be reached. The subsidy is given for transmission cost.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
T45646
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>