Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 179474 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gunawan Amrik Laowo
"Fenomena match fixing adalah fenomena yang masih terus menjadi masalah global, termasuk di Indonesia. Eksistensi yang masih terus terjadi tersebut tidak berbanding lurus dengan sejumlah studi terkait match fixing di dunia sepak bola Indonesia. Studi ilmiah terkait match fixing di dunia sepak bola Indonesia masih sangat terbatas dan penanganan yang telah dilakukan masih belum berhasil. Salah satu kasus match fixing yang terjadi di sepak bola Indonesia adalah kasus match fixing Budi dan Rudi. Skripsi ini menggunakan metode studi kasus untuk membahas kasus match fixing Budi dan Rudi secara lebih spesifik dan mendalam. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan faktor-faktor yang melatarbelakangi Budi dan Rudi melakukan aktivitas match fixing. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan teknik analisis narrative untuk mencoba mencapai tujuan tersebut. Analisis faktor yang melatarbelakangi tersebut didasari pada kerangka teori fraud triangle. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kasus match fixing Budi dan Rudi yang merupakan sebuah kejahatan fraud dan termasuk dalam bentuk white-collar crime dapat dianalisis menggunakan teori fraud triangle. Faktor-faktor yang melatarbelakangi Budi dan Rudi melakukan match fixing terdiri dari beberapa hal. Pertama, faktor tekanan, yaitu faktor tekanan finansial yang berupa gaji yang kecil dan didukung kondisi status sosial ekonomi yang cenderung menengah ke bawah, dan kalah dalam perjudian. Kemudian terdapat faktor tekanan non-finansial berupa pengaruh dari teman di sekitar. Kedua, faktor kesempatan, yakni general information yang berupa informasi terkait lemahnya tingkat deteksi serta pengendalian match fixing di sepak bola Indonesia., dan technical skill profesi sebagai seorang atlet sepak bola, secara khusus berposisi sebagai penjaga gawang. Terakhir, faktor rasionalisasi, yakni berbentuk perlakuan buruk organisasi, persepsi bahwa ‘mayoritas atau semua orang melakukannya’, dan penolakan cidera atau kerugian dalam tindakannya.

The phenomenon of match fixing is a phenomenon that continues to be a global problem, including in Indonesia. This ongoing existence is not directly proportional to a number of studies related to match fixing in the world of Indonesian football. Scientific studies related to match fixing in the world of Indonesian football are still very limited and the treatments that have been carried out have not been successful. One of the match fixing cases that occurred in Indonesian football was the case of Budi and Rudi's match fixing. This thesis uses the case study method to discuss the case of Budi and Rudi's match fixing in a more specific and in-depth manner. The purpose of this research is to explain the factors behind Budi and Rudi doing match fixing activities. This study uses a qualitative approach and narrative analysis techniques to try to achieve this goal. An analysis of the underlying factors has been imposed on the fraud triangle theoretical framework. The results of the study show that the case of Budi and Rudi's match fixing which is a fraud crime and is included in the form of white-collar crime can be analyzed using the fraud triangle theory. The factors behind Budi and Rudi's match fixing consisted of several things. First, the pressure factor, namely the pressure factor in the form of a small salary and supported by socio-economic conditions that tend to be middle to lower, and lose in gambling. Then there is the non-financial pressure factor in the form of influence from friends around. Second, the opportunity factor, namely general information in the form of information related to weaknesses in the level of detection and control of match fixing in Indonesian football, and professional technical skills as a soccer athlete, specifically in the position of goalkeeper. Finally, the rationalization factor, namely in the form of bad treatment of the organization, the perception that 'the majority or everyone does it', and the denial of injury or loss in their actions."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Athika Salsabilla
"Tindak pidana korupsi dianggap sebagai suatu tindak pidana serius yang penanganannya juga harus dilakukan secara serius karena sangat mengganggu hak ekonomi-sosial masyarakat dan negara dalam skala yang besar, dimana pembuktiannya membutuhkan langkah-langkah yang serius, profesional dan independen. Dalam UU Nomor 20 Tahun 2001, jika kita kaji lagi lebih dalam, maka sasaran yang sebenarnya ingin dicapai oleh legislator adalah bagaimana cara agar pekerjaan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam menangani tindak pidana korupsi dapat secara optimal mengembalikan kerugian keuangan negara. Selama ini, penjatuhan hukuman yang diterapkan pada penanganan tindak pidana korupsi tampaknya masih belum dapat secara optimal mengembalikan kerugian keuangan negara. Dalam hal ini, fokus utama dalam penyelesaian tindak pidana korupsi memanglah untuk mengembalikan kerugian keuangan negara. Namun perlu juga kita perhatikan berapa banyak uang negara yang dipakai untuk memproses suatu kasus tindak pidana korupsi. Hal ini juga perlu diperhitungkan agar negara nantinya tidak makin merugi, karena dengan pendekatan penjatuhan hukuman seperti yang dilakukan sekarang ini di dalam penanganan tindak pidana korupsi, memakan biaya sosial yang besar sehingga membuat negara pada akhirnya akan semakin merugi. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengoptimalkan pengembalian biaya yang dikeluarkan negara dengan pidana denda dalam penyelesaian tindak pidana korupsi. Hal ini sekiranya dapat dioptimalkan dengan memakai analisa ekonomi terhadap hukum (Analysis Economic of Law) dengan cara mengoptimalkan sanksi denda dengan menggunakan perhitungan berbasis konsep economic analysis of law tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis-normatif dengan pendekatan perundang-undangan, konsep dan perbandingan dan dikumpulkan dengan metode studi kepustakaan dan studi dokumen. Optimalisasi pengembalian biaya yang dikeluarkan negara dengan pidana denda dalam penyelesaian tindak pidana korupsi penting untuk dilakukan karena ada beberapa urgensi diantaranya korupsi merupakan tindak pidana yang merugikan keuangan dan perekonomian negara, penggunaan pidana denda dalam praktik peradilan tindak pidana korupsi yang masih minim, serta pertimbangan cost-benefit analysis. Dalam hal ini Penulis memberikan usulan untuk menekan keuntungan dari pelaku dan membuat negara menjadi lebih untung agar tercipta efek pencegahan dan efek jera bagi pelaku dan kebermanfaatan bagi negara yaitu dengan memasukkan rincian biaya yang dikeluarkan negara untuk penyelesaian tindak pidana korupsi ke dalam pidana denda, menerapkan pidana denda tanpa batas maksimum (unlimited fines) dalam tindak pidana korupsi, kewajiban pelunasan pidana denda tanpa pidana pengganti dalam tindak pidana korupsi.

The criminal act of corruption is considered a serious crime which must also be handled seriously because it greatly disrupts the economic-social rights of the community and the state on a large scale, where proof requires serious, professional and independent steps. In Law Number 20 of 2001, if we examine it more deeply, the real target that legislators want to achieve is how to ensure that the work carried out by law enforcement officials in dealing with criminal acts of corruption can optimally return state financial losses. So far, the sentences applied to the handling of criminal acts of corruption have not been able to optimally recover state financial losses. In this case, the main focus in solving corruption is indeed to restore state financial losses, but we also need to pay attention to how much state money is used to process a corruption case. This also needs to be taken into account so that the state does not suffer further losses in the future, because with the sentencing approach as is currently being carried out in handling corruption, it takes large social costs so that in the end the state will lose even more. Therefore, it is very important to optimize the recovery of costs incurred by the state with fines in the settlement of corruption. This can be optimized by using economic analysis of law (Economic Analysis of Law) by optimizing fines by using calculations based on the concept of economic analysis of law. The method used in this research is juridical-normative with statutory, concept and comparison approaches and collected by library research and document study methods. Optimizing the return of costs incurred by the state with criminal fines in the settlement of corruption crimes is important to do because there are several urgencies including corruption is a criminal act that harms the state's finances and economy, the use of criminal fines in the practice of corruption crimes is still minimal, as well as consideration of cost-benefit analysis. In this case, the author proposes to suppress the benefits of the perpetrators and on the contrary make the state more profitable in order to create a preventive and deterrent effect for the perpetrators and benefits for the state, namely including details of the costs incurred by the state for the settlement of corruption crimes into the fines, applying unlimited fines in corruption crimes, the obligation to pay fines without substitute punishment in corruption crimes."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suci Amelia Harlen
"Tesis ini membahas zona integritas sebagai bentuk kontrol sosial dalam upaya pengendalian korupsi pada BPK Sumbar dan BKKBN Sumbar. Hal ini berangkat dari masih tingginya kasus korupsi pada sektor pemerintahan di Indonesia dan masih rentannya institusi pemerintahan tersandung kasus korupsi. Penelitian ini bertujuan menganalisis zona integritas pada satker yang sudah mendapatkan predikat Wilayah Bebas Korupsi, dalam hal ini BPK Sumbar dan BKKBN Sumbar. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus dimana peneliti melakukan teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah containment theory dan social bonding theory. Hasil penelitian menunjukkan kedua teori ini dapat dipertimbangkan dalam mengendalikan korupsi karena indikator-indikator dalam kedua teori ini terdapat pada diri agen perubahan dan dalam program zona integritas. Dalam penelitian ini, terdapat anomali dari containment theory sebagai ciri khas dari pengendalian korupsi yaitu penguatan kelompok hanya untuk penugasan jangka pendek dan perlunya tambahan faktor kesempatan dan rotasi tempat untuk mengendalikan korupsi. Di dalam penelitian ini terdapat saran yakni agar monitoring dan evaluasi dilakukan secara berkala dan sosialisasi lebih intens lagi dilakukan. Pengembangan ke depan, program zona integritas dapat diterapkan pada instansi swasta ataupun BUMN dengan penyesuaian pada indikator-indikatornya.

This thesis discusses the integrity zone as a form of social control in an effort to control corruption at the West Sumatra BPK and West Sumatra BKKBN. This departs from the high number of corruption cases in the government sector in Indonesia and the vulnerability of government institutions to corruption cases. This study aims to analyze the integrity zone of the satker that has received the predicate of a corruption-free area, in this case the West Sumatra BPK and West Sumatra BKKBN. This study uses a qualitative method with a case study approach where the researcher performs data collection techniques through in-depth interviews. The theory used in this research is containment theory and social bonding theory. The results show that these two theories can be considered in controlling corruption because the indicators in both theories are found in the change agent and in the integrity zone program. In this study, there is an anomaly from containment theory as a characteristic of controlling corruption, namely group strengthening only for short-term assignments and the need for additional opportunity factors and rotation of places to control corruption. In this study, there are suggestions, namely that monitoring and evaluation be carried out regularly and socialization is carried out more intensely. In the future development, the integrity zone program can be applied to private institutions or BUMN with adjustments to the indicators."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusuf Prabowo Putra Arindra
"ABSTRAK
Tugas karya akhir ini membahas mengenai korupsi suap jual-beli jabatan ASN yang terjadi di Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) X.  Bupati Syahrini mengakui bahwa korupsi tersebut sudah berlangsung lama dan menjadi tradisi di Pemkab X. Tradisi suap tersebut terbentuk dari sebuah proses normalisasi korupsi yang terjadi di dalam Pemkab X. Proses normalisasi korupsi terdiri dari: institutionalisasi, rasionalisasi, dan sosialisasi. Normalisasi perilaku korupsi akan memberikan anggapan bahwa perilaku tersebut sebagai suatu hal yang wajar. Data yang diperoleh melalui media online dan dokumen turunan putusan pengadilan selanjutnya akan di analisis menggunakan teori Proses Normalisasi Korupsi terhadap sebuah data kasus tersebut. Tugas karya akhir ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk melihat lebih dalam penyebab korupsi suap jual-beli jabatan ASN dilakukan terus menerus di wilayah pemerintahan kabupaten.

ABSTRACT
his final paper discusses about corruption of the bribery transaction for Civil Servants positions that occur in local government area X. Regent Syahrini acknowledges that corruption has been going on for a long time and has become a tradition there. The tradition of bribery is formed from a normalization of corruption that occurs within local government area X. The process of normalizing corruption consists of: institutionalization, rationalization and socialization. Normalization of corrupt behavior will give the assumption that the behavior is a natural thing. Data obtained through online media and derivative documents of court decisions will then be analyzed using the Corruption Normalization theory. The task of this final work is expected to be a reference to look deeper into the causes of corruption in the bribe of transaction for Civil Servants positions carried out continuously in the local government area.

"
2019
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Manion, Melanie
Cambridge, UK: Harvard University Press, 2004
364.132 3 MAN c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Naufal Nazhif Sujudi
"Fenomena match-fixing merupakan gejala sosial yang mengancam integritas, peran ekonomi, serta nilai-nilai yang dicerminkan olahraga. Kasus-kasus match-fixing dalam bulu tangkis telah ada sejak lama dan terus ditemukan hingga sekarang. Sementara itu, penelitian terkait match-fixing dalam cabang olahraga bulu tangkis masih belum mendapat perhatian. Terlebih dari itu, penelitian yang sudah ada belum melihat konteks sosial dari fenomena tersebut. Tulisan ini memiliki tujuan untuk memperkaya literatur terkait match-fixing dalam olahraga bulu tangkis dengan memberikan analisis terhadap tiga kasus yang meliputi tiga tim Asia, yakni kasus match-fixing pelatih tim nasional Tiongkok, kasus match-fixing pebulu tangkis Malaysia, dan kasus match-fixing pebulu tangkis Indonesia melalui lensa Kriminologi. Ketiga kasus match-fixing dalam bulu tangkis yang dibahas dalam tulisan ini kemudian diidentifikasi sebagai sebuah bentuk kejahatan korupsi dan fraud. Selanjutnya, elemen-elemen yang ada dalam teori The New Fraud Triangle diuji untuk dapat menjelaskan faktor-faktor yang mendorong pelaku untuk melakukan fraud, dalam kasus ini match-fixing. Terakhir, pola-pola yang dapat diidentifikasi dari ketiga kasus diperbandingkan persamaan dan perbedaannya.

The phenomenon of match-fixing is a social phenomenon that threatens the integrity, role of the economy, and the values reflected by sport. Cases of match-fixing in badminton have existed for a long time and continue to be found until now. However, studies on the prevalence of match-fixing in badminton are scarce. Moreover, existing study has not looked at the social context of the phenomenon. Thus, this paper aims to enrich the literature related to match-fixing in badminton by providing an analysis of three cases covering three Asian teams, namely the match-fixing case of the Chinese national team coach, the match-fixing case of Malaysian badminton player and the match-fixing case of Indonesian badminton player through the lens of Criminology. The three match-fixing cases in badminton discussed in this paper were then identified as a form of corruption and fraud. Furthermore, the elements in The New Fraud Triangle theory are tested to be able to explain the factors that encourage perpetrators to commit fraud, in this case match-fixing. Finally, the patterns that can be identified from the three cases are compared for similarities and differences."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Raka Kusumah Sastranegara
"ABSTRAK
Berbagai permasalahan match fixing pada kompetisi sepakbola Indonesia yang tidak bisa diselesaikan oleh Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) menyebabkan dilakukanlah suatu proses collaborative governance dalam menangani permasalahan match fixing pada kompetisi sepakbola Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis penerapan collaborative governance dalam menangani permasalahan match fixing pada kompetisi sepakbola Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan post positivist dan teknik pengumpulan datanya menggunakan wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat sebelas sub dimensi pada collaborative governance dalam menangani match fixing di kompetisi sepakbola Indonesia, yaitu: Multiple Actor, Common Goals, Preliminary Rules, Inclusive Deliberative Process, Commitment to the Collaboration Process, Trust Building, Internal and External Relationships, Consensus Building, Knowledge Management, Accountability, dan Discourse and Practice. Penerapan sub dimensi tersebut telah memberikan manfaat yang baik bagi sepakbola Indonesia diantaranya yaitu, kompetisi sepakbola yang lebih bersih dari praktik match fixing, pemain dan wasit lebih nyaman untuk melakukan sebuah pertandingan, serta meningkatkan kepercayaan publik terhadap PSSI.

ABSTRACT
Various match fixing problems in Indonesian football competitions that cannot be resolved by the Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) lead to a collaborative governance process in dealing with match fixing problems in Indonesian football competitions. The purpose of this study was to analyze the application of collaborative governance in dealing with match fixing problems in Indonesian football competitions. This research was conducted with a post positivist approach and the data collection techniques used in-depth interviews and literature study. The results show that there are eleven sub-dimensions of collaborative governance in handling match fixing in Indonesian football competitions, namely: Multiple Actor, Common Goals, Preliminary Rules, Inclusive Deliberative Process, Commitment to the Collaboration Process, Trust Building, Internal and External Relationships, Consensus Building, Knowledge Management, Accountability, and Discourse and Practice. The application of these sub-dimensions has provided kind of benefits for Indonesian football, namely, football competition that is cleaner than match fixing practices, players and referees are more comfortable to do a match and increase public trust in PSSI."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfero Septiawan
"ABSTRACT
Pengaturan skor adalah ancaman terbesar yang ada dalam dunia olahraga.
Kejahatan ini terjadi dalam setiap jenis olahraga, termasuk sepak bola. Di sepak
bola, kejahatan pengaturan skor saat ini bukan lagi kejahatan sederhana, tetapi ia
telah berkembang menjadi kejahatan internasional yang terorganisir. Dan, oleh
karena itu, FIFA sebagai induk organisasi sepak bola dunia meminta kepada
seluruh pemangku kepentingan yang peduli pada sepak bola untuk memeranginya,
termasuk dengan penggunaan hukum pidana sebagai alat untuk membuat langkahlangkah
preventif dan represif terhadap kejahatan ini. Di Indonesia, kejahatan
pengaturan skor saat ini baru tertuang dalam R-KUHP, akan tetapi, apabila
dicermati lebih lanjut, kejahatan pengaturan skor ini relevan dengan ketentuanketentuan
dalam hukum pidana Indonesia.

ABSTRACT
Match fixing is the biggest threat in sport existence around the world. This crime
is happened in any kind of sports event, including football. This crime has
developed becoming an international organized crime, not just an ordinary crime.
As a governing ruled body in the world football, FIFA declare to every
stakeholders who care about this sport to fight against this crime, including using
the criminal law as a tool to generate the preventive and repressive measures
against this crime. In Indonesia nowadays, the match fixing crime is going to be
regulated in the R-KUHP, but if observed further, it is relevant to the provisions
of Indonesia?s criminal law.
"
Jakarta: [Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Universitas Indonesia], 2014
T41807
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lisa Larasaty
"Kecemasan timbul akibat adanya stressor yang dirasakan oleh setiap individu. Salah satu individu yang rentan mengalami kecemasan yaitu seorang atlet. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kecemasan pada atlet hockey dalam menghadapi pertandingan. Desain penelitian adalah Cross Sectional dengan jumlah sampel 65 responden menggunakan teknik total sampling. Metode pengumpulan data dengan cara pengisian kuesioner.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa sebanyak 73,85 atlet mengalami kecemasan dengan tingkat agak tinggi-tinggi. Hasil penelitian juga menunjukkan terdapat hubungan antara lamanya atlet bermain hockey, pengalaman bertanding, lawan bertanding dan cuaca dengan kecemasan pada atlet hockey dalam menghadapi pertandingan p value.

The factors associated with anxiety of hockey athletes in facing the match. Anxiety arises due to the stressor felt by each individual. One of the most vulnerable individuals experiencing anxiety is the athlete. Purpose of this study is to find out the factors associated with anxiety of hockey athletes in facing the match. The research design is Cross Sectional with the total sample is 65 respondents using total sampling technique. Data collection method by filling questionnaire.
The results showed that 73,85 of athletes experienced anxiety with a rather high ndash high level. The statistical analysis shows that there is a relationship between the length of athletes playing hockey, the experience of match, the opponent of the game, and the weather, with anxiety of hockey athletes in facing the match p value 0.05. The researcher recommends to Universitas Indonesia 39s Student Sports Sub division to make training on sports psychology management to help prevent or reduce sports anxiety felt by athletes in the game.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nehemia Putro Adi
"Skripsi ini merupakan studi replikasi yang bertujuan untuk memperkuat konsep komunikasi dalam kaitannya dengan kelelahan penggunaan media sosial. Studi ini berusaha untuk menganalisis hubungan antara faktor-faktor boredom proneness, kelebihan informasi, kelebihan komunikasi dan social media fatigue atau kelelahan penggunaan media sosial di Indonesia selama pandemi COVID-19. Hubungan antar variabel dibalut dengan kerangka S-S-O untuk memudahkan pemahaman korelasi antar faktor. Intensitas penggunaan media sosial dalam penelitian ini digunakan sebagai faktor yang memoderasi hubungan antara kelebihan informasi dan komunikasi dengan kelelahan penggunaan media sosial. Hasil penelitian terhadap 226 mahasiswa dari salah satu universitas di Jawa Barat mengungkapkan adanya hubungan positif antara boredom proneness, kelebihan informasi, dan kelebihan komunikasi terhadap kelelahan penggunan media sosial. Namun, intensitas penggunaan media sosial tidak memoderasi hubungan antara kelebihan informasi dan komunikasi dengan kelelahan penggunaan media sosial secara signifikan, dengan asumsi adanya perubahan perilaku pengguna media sosial selama pandemi COVID-19. Sehingga, perlu dilakukan penelitian kualitatif untuk dapat lebih memahami alasan tidak signifikannya faktor intensitas penggunaan media sosial.

This study of replication aims to strengthen communication concept related to social media fatigue. Through this study, researcher analyzed correlations between the factors of boredom proneness, information overload, communication overload and social media fatigue amid COVID-19 pandemic. Stress-strain-outcome (S-S-O) framework was used for further understanding of the correlation between factors. In this study, social media use intensity moderated the relations between information and communication overload toward social media fatigue. The result of the study conducted to 226 participants from a university in West Java shows that there are positive correlation between boredom proneness, information overload, communication overload, and social media fatigue. However, social media use intensity does not significantly moderate the correlation between information overload, communication overload, and social media fatigue. The assumption is that there are behavioral changes of social media usage during COVID-19 pandemic. Thus, qualitative research is needed to further discuss the reason why the factor of social media use intensity is not significant."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>