Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 89799 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Raisha Faradya Syanindita
"Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi makna penggunaan akun pseudonim pada platform Twitter. Beberapa studi terdahulu menemukan jika penggunaan akun pseudonim dianggap sebagai sarana untuk menyalurkan ekspresi secara bebas, berbagi cerita, dan keluh-kesah tentang kehidupan pribadi secara tersembunyi tanpa khawatir membawa efek reputasi ke dunia nyata. Namun, pembahasan studi terdahulu cenderung melihat pada motivasi individu dan sedikit sekali yang mengeksplorasi bagaimana proses pemaknaan atas tindakan menggunakan akun pseudonim berlangsung, yang mana hal ini dapat diidentifikasi melalui penelusuran hubungan timbal balik antara motif tindakan dan realitas interaksi sosial yang dialami oleh pengguna akun. Argumen ini didasari dari perspektif fenomenologi yang dikemukakan Alfred Schutz (1967) bahwa proses terjadinya sebuah makna dapat dipahami dengan menelusuri proses tipikasi, yakni pengelompokkan dan persebaran pengetahuan atas tindakan yang terjadi melalui interaksi sosial yang dialami individu sehari-hari. Diperlukan juga mengkaji motif-motif dibalik terjadinya sebuah tindakan untuk memahami latarbelakang munculnya sebuah makna. Dengan demikian, penelitian ini menemukan adanya empat bentuk makna terkait akun pseudonim yang disimpulkan dari para informan; (1) makna yang berorientasi pada identitas; (2) makna yang berorientasi pada informasi; (3) berorientasi pada jaringan interaksi sosial; dan (4) makna akun pseudonim yang berhubungan dengan pengembangan diri. Hasil penelitian dianalisis menggunakan metode kualitatif deskriptif. Teknik pengumpulan data berupa wawancara mendalam kepada pengguna Twitter dan observasi digital pada platform Twitter.

This study aims to explore the meaning of using pseudonymous accounts on the Twitter platform. Several previous studies have found that the use of pseudonymous accounts is considered a means to channel expression freely, share stories, and complain about personal life in secret without worrying about bringing reputation effects to the real world. However, the discussion in previous studies tends to look at individual motivation, and very little has explored how the process of interpreting the meaning of actions using pseudonymous accounts takes place, which can be identified through tracing the interrelationships between action motives and the reality of social interactions experienced by account users. This argument is based on the phenomenological perspective put forward by Alfred Schutz (1967) that the process of creating meaning can be understood by tracing the process of typification, namely the grouping and distribution of knowledge on actions that occur through social interactions experienced by individuals on a daily basis. It is also necessary to examine the motives behind the occurrence of an action to understand the background of the emergence of meaning. Thus, this study found that there were four forms of meaning related to pseudonymous accounts, which were inferred from the informants; (1) identity-oriented meaning; (2) information-oriented meaning; (3) oriented to social interaction network; and (4) the meaning of pseudonymous accounts related to self-development. The results of the study were analyzed using descriptive qualitative methods. Data collection techniques in the form of in-depth interviews with Twitter users and digital observations on the Twitter platform."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kinanty Tasya Octaviane
"Teknologi DNA microarray menghasilkan data ekspresi gen yang dapat digunakan untuk membantu berbagai pemecahan masalah dalam dunia kesehatan. Data ekspresi gen merupakan matriks berukuran besar berisi gen dan kondisi eksperimental yang tak jarang mengandung missing values dan outlier. Data yang mengandung missing values dapat mengganggu dan membatasi analisis. Untuk mengatasinya, metode komputasi dinilai layak untuk imputasi missing values pada data ekspresi gen sebelum dilakukan analisis lanjutan, terlebih untuk data yang memiliki outlier. Oleh karena itu, pada penelitian ini digunakan metode imputasi missing values NCBI-LPCM untuk mengatasi permasalahan missing values pada data ekspresi gen yang memiliki outlier. Metode NCBI-LPCM menggunakan ukuran korelasi LPCM yang dapat menangani keberadaan outlier untuk pembentukan bicluster dan imputasi least square yang merupakan metode imputasi dengan pendekatan lokal. LPCM mengidentifikasi gen-gen yang memiliki pola korelasi similar sehingga menjadi informasi lokal untuk dasar imputasi. Metode ini diterapkan pada data ekspresi gen pasien Leukemia Limfoblastik Akut pada missing rate 5%, 10%, 15%, 20%, 25%, 30%, dan 35%. Berdasarkan RMSE dan korelasi Pearson, metode NCBI-LPCM lebih baik jika dibandingkan dengan NCBI-SSSim yang juga dapat menangani keberadaan outlier.

DNA microarray technology produces gene expression data that can be used to help solve various problems in healthcare. Gene expression data is a large matrix of genes and experimental conditions that often contains missing values and outliers. Data containing missing values can interfere with and limit analyses. To overcome this, computational methods are considered feasible for imputing missing values in gene expression data before further analysis is carried out, especially for data that has outliers. Therefore, in this study, the NCBI-LPCM missing values imputation method was used to overcome the problem of missing values in gene expression data with outliers. The NCBI-LPCM method uses the LPCM correlation measure which can handle the presence of outliers for bicluster formation and least square imputation which is an imputation method with a local approach. LPCM identifies genes that have similar correlation patterns so that they become local information for the basis of imputation. This method was applied to gene expression data of Acute Lymphoblastic Leukaemia patients at missing rates of 5%, 10%, 15%, 20%, 25%, 30%, and 35%. Based on RMSE and Pearson correlation, the NCBI- LPCM method is better than NCBI-SSSim which can also handle the presence of outliers."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tati Mulyawati
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1999
S2629
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sophia Rebecca Adventa
"Latar Belakang: Status kebersihan rongga mulut yang buruk ditandai dengan biofilm dalam jumlah banyak. Biofilm terbentuk dari perlekatan bakteri ke permukaan padat dan dengan bakteri lain. Bakteri later colonizers patogen periodontitis di biofilm seperti Treponema denticola bergantung pada early colonizers seperti Veillonella parvula. Protein VtaA dan Msp berperan dalam fungsi perlekatan Veillonella parvula dan Treponema denticola. Akumulasi biofilm dapat menyebabkan periodontitis. Akan tetapi periodontitis tidak umum dibahas pada anak. Tujuan: Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan jumlah Veillonella parvula dan Treponema denticola, serta ekspresi gen VtaA dan Msp spesifik tiap bakteri dari saliva anak terhadap status rongga mulut. Metode: Penelitian ini menggunakan 40 sampel saliva anak yang dikelompokkan berdasarkan kategori OHI-S. Ekstraksi RNA untuk analisis ekspresi gen dan DNA untuk jumlah bakteri target dari sampel menggunakan GeneZol Kit. Konversi RNA menjadi cDNA menggunakan SensiFast cDNA Kit. Ekstrak DNA dan cDNA diuji dengan Real-time PCR. Analisis jumlah bakteri menggunakan kuantifikasi absolut dan tingkat ekspresi gen menggunakan kuantifikasi relatif. Hasil: Tidak ada perbedaan bermakna antara jumlah kedua bakteri maupun tingkat kedua ekspresi gen di antara kategori OHI-S. Jumlah Veillonella parvula cenderung menurun dan Treponema denticola cenderung meningkat seiring memburuknya skor OHI-S. Kesimpulan: Deteksi peningkatan jumlah Veillonella parvula tidak dapat menjadi bioindikator inisiasi penyakit periodontal. Ekspresi gen VtaA dan Msp tidak dapat digunakan sebagai bioindikator pembentukan biofilm dalam jumlah tinggi.

Backgrounds: Poor oral hygiene status is marked by large amount of biofilms. Biofilms are made from bacterial adhesion to solid surfaces and to other bacteria. Later colonizers periodontitis pathogenic bacteria in biofilms like Treponema denticola, depend on early colonizers such as Veillonella parvula. VtaA and Msp are proteins that function in adhesion of Veillonella parvula and Treponema denticola. Biofilms accumulation can cause periodontitis. However, periodontitis is not a common discussion on children. Objectives: This research aims to analyze the correlation between the quantity of Veillonella parvula and Treponema denticola, also VtaA and Msp gene expression with oral status from children’s saliva. Methods: This study uses 40 samples of children’s saliva which has been grouped according to OHI-S category. RNA extraction to analyze gene expression and DNA extraction to quantify target bacteria from samples using GeneZol Kit. RNA conversion to cDNA uses SensiFast cDNA Kit. DNA extract and cDNA are tested using Real-time PCR Analysis of bacteria quantity with absolute quantification dan gene expression levels with relative quantification. Results: There is no significant difference between target bacteria quantity also gene expression levels between the OHI-S categories. Veillonella parvula’s quantity tends to decrease and Treponema denticola tends to increase as OHI-S scores worsens. Conclusions: Detection of increasing quantity of Veillonella parvula cannot be used as a bioindicator of periodontal disease initiation. VtaA and Msp gene expression cannot be used as a bioindicator of high rates of biofilm’s formation."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rachellina Noor Al Maghfira
"Sindrom ovarium polikistik (SOPK) merupakan gangguan reproduksi yang disebabkan oleh berbagai faktor endokrin dan metabolisme. Penderita SOPK merupakan wanita usia reproduktif (8—10%) disertai dengan kondisi obesitas (50—80%; IMT≥25). Meski etiologi SOPK belum sepenuhnya diketahui, namun kelainan endokrin seperti abnormalitas rasio kadar LH (luteinizing hormone) dan FSH (follicle stimulating hormone) merupakan penyebab utama terjadinya SOPK. Gen KISS1, TAC3, dan PDYN, diketahui dapat memengaruhi pulsatilitas GnRH (gonadotropin releasing hormone) yang meregulasi sekresi LH dan FSH. Gangguan ekspresi pada ketiga gen ini akan menyebabkan gangguan pada sistem endokrin yang mengarah pada SOPK. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ekspresi mRNA gen KISS1, TAC3, dan PDYN pada wanita SOPK dan non-SOPK dengan obesitas dan non-obesitas. Penelitian dilakukan pada masing-masing 10 sampel darah perifer yang dibagi ke dalam empat kelompok, yaitu non-SOPK non-obesitas, SOPK non-obesitas, non-SOPK obesitas, dan SOPK obesitas. Ekspresi mRNA dianalisis menggunakan teknik quantitative real time PCR (qPCR) dan dikuantifikasi secara relatif menggunakan metode Livak. Hasil penelitian menunjukkan ekspresi mRNA gen KISS1 dan TAC3 ditemukan lebih tinggi pada wanita SOPK dibandingkan wanita non-SOPK dengan obesitas maupun non-obesitas, sedangkan ekspresi mRNA gen PDYN lebih rendah pada wanita SOPK dibandingkan wanita non-SOPK dengan obesitas maupun non-obesitas. Namun, berdasarkan hasil uji statistik, tidak seluruh pasangan kelompok memiliki perbedaan ekspresi yang signifikan. Meski begitu, hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ekspresi mRNA gen KISS1, TAC3, dan PDYN pada darah perifer terkait dengan SOPK dan obesitas.

Polycystic ovary syndrome (PCOS) is a reproductive disorder caused by complex endocrine and metabolic factors. This syndrome occurs in reproductive age women (8—10%) with obesity (50—80%; BMI≥25). Although its etiology is not fully understood, endocrine disorders such as ratio abnormality of LH (luteinizing hormone) and FSH (follicle stimulating hormone) is the main causes of PCOS. KISS1, TAC3, and PDYN gene expression are known to affect the pulsatility of GnRH (gonadotropin releasing hormone) which regulates LH and FSH secretion. Abnormality of these gene expressions will cause endocrine disruption that leads to PCOS. This study aimed to determine KISS1, TAC3, and PDYN mRNA gene expression levels in PCOS and non-PCOS with obese and non-obese women. The study was conducted on each of 10 peripheral blood samples divided into four group, non-PCOS non-obese, non-PCOS obese, PCOS non-obese, and PCOS obese. The mRNA expression was analyzed using quantitative real time PCR (qPCR) with Livak relative quantification method. This study found that both KISS1 and TAC3 mRNA gene expressions were higher in PCOS than non-PCOS in both obese and non-obese women, while PDYN mRNA gene expression was lower in PCOS than non-PCOS in both obese and non-obese women. However, not all pair of groups had statistically significant differences. Nevertheless, the result of this study suggests that KISS1, TAC3, and PDYN mRNA gene expressions in peripheral blood are related with PCOS and obesity."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azzahra Fauzia Hanaum
"Gen EHMT2 dapat meregulasi metilasi protein histon yang berdampak pada disregulasi epigenetik dan terganggunya proses transkripsi. Hal tersebut dapat menjadi faktor yang memengaruhi metastasis tumor pada kanker paru. Salah satu inhibitor spesifik yang dapat digunakan untuk menghambat aktivitas dan menurunkan ekspresi gen EHMT2 adalah BIX01294. Sejauh ini, konsentrasi inhibitor BIX01294 yang digunakan untuk penelitian ekspresi gen EHMT2 pada kanker paru berkisar pada 2–10 μM. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lanjutan terkait efektivitas inhibitor BIX01294 untuk menurunkan ekspresi gen EHMT2 dengan konsentrasi >10 μM. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas dari inhibitor BIX01294 dalam menurunkan ekspresi gen EHMT2 pada sel kanker paru A549 melalui empat konsentrasi inhibitor yang berbeda, yakni 12,5 μM, 15 μM, 17,5 μM, dan 20 μM. Metode yang digunakan adalah RT-qPCR. Hasil penelitian menujukkan bahwa inhibitor BIX01294 dapat memengaruhi konfluensi dan viabilitas sel kanker paru A549. Sampel sel kanker paru A549 yang tidak diberi perlakuan dengan inhibitor BIX01294 memiliki konfluensi sel dan nilai viabilitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan sampel seri inhibitor BIX01294. Selain itu, inhibitor BIX01294 juga dapat menurunkan ekspresi gen EHMT2 sel kanker paru A549 secara dose - dependant . Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa inhibitor BIX01294 dengan konsentrasi 12,5 μM; 15 μM; 17,5 μM; dan 20 μM dapat menurunkan ekspresi gen EHMT2 dan viabilitas pada sel kanker paru A549 secara dose-dependant.

The EHMT2 gene has the ability to control the methylation of histone proteins, which can lead to disruptions in epigenetic regulation and the transcription process. This can be a factor influencing tumor metastasis in lung cancer. A specific EHMT2 gene inhibitor, BIX01294, has been identified as an effective agent in inhibiting the activity of the EHMT2 gene. Previous research on lung cancer used BIX01294 concentrations between 2–10 μM. As a result, additional studies are needed to evaluate the efficacy of the BIX01294 inhibitor in reducing EHMT2 gene expression at concentrations greater than 10 μM. The objective of this study is to evaluate the potency of the BIX01294 inhibitor in reducing EHMT2 gene expression within A549 lung cancer cells at four different concentrations: 12.5 μM, 15 μM, 17.5 μM, and 20 μM. The method used in this study is RT-qPCR. The study’s findings reveal that the BIX01294 inhibitor can impact the confluence and viability of A549 lung cancer cells. The A549 lung cancer cell samples that were not subjected to the BIX01294 inhibitor exhibited higher cell confluence and viability values compared to those that were treated with the inhibitor. Furthermore, the BIX01294 inhibitor can also decrease the expression of the EHMT2 gene in A549 lung cancer cells in a dose-dependent manner. Therefore, it can be concluded that the BIX01294 inhibitor, at concentrations of 12.5 μM, 15 μM, 17.5 μM, and 20 μM, demonstrates a dose-dependent reduction in EHMT2 gene expression and the viability of A549 lung cancer cells."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akhmad Sarif
"Perkembangan teknologi pemrosesan citra digital berjalan dengan pesat seiring dengan banyaknya pemanfaatan teknologi tersebut di berbagai bidang kehidupan manusia. Bidang kehidupan manusia yang memanfaatkan teknologi pemrosesan citra digital antara lain adalah: interasi kumputer-manusia, kesehatan, keamanan dan keselamatan, transportasi, robotika. Salah satu penerapan teknologi pemrosesan citra digital adalah pengenalan ekspresi wajah atau Facial Expression Recognition (FER). Wajah manusia dapat menampilkan berbagai macam ekspresi yang berbeda seperti ekspresi senang, sedih, marah, takut, terkejut, jijik dan sebagainya. Perbedaan ekspresi wajah ini menjadi tantangan bagi komputer untuk dapat mengenali dan membedakannya secara akurat. Salah satu teknologi yang digunakan pada aplikasi FER adalah CNN (Convolutional Neural Networks). Penelitian ini menggunakan model CNN AlexNet yang telah dilakukan perbaikan parameter (fine-tuning) untuk diaplikasikan pada pengenalan ekspresi wajah pada citra digital. Fine-Tuning yang dilakukan adalah dengan mengubah beberapa parameter dari model AlexNet. Parameter yang diubah antara lain: normalisasi input (dari normalisasi cross channel menjadi normalisasi batch), fungsi aktivasi dari ReLU (Rectified Linear Unit) menjadi Leaky ReLU, nilai dua buah dropout yang masing-masing bernilai 50% diubah menjadi 30% dan 20%. Program pengenalan ekspresi wajah yang dibuat kemudian diaplikasikan tearhadap dua buah dataset FER yaitu dataset CK+ (Extended Cohn-Kanade) dan KDEF (The Karolinska Directed Emotional Faces). Tahapan pre-processing yang dilakukan adalah mengubah tingkat kekontrasan citra dataset menggunakan metode CLAHE (Contrast Limited Adaptive Histogram Equalization). Hasil pengujian menunjukkan bahwa metode yang menggunaan prosedur CLAHE serta model fine-tuning AlexNet miliki kinerja yang lebih baik dari pada model AlexNet standard. Penggunaan metode ini pada dataset CK+ meningkatkan akurasi rata-rata sebesar 19,01% dan ketika metode ini digunakan pada dataset KDEF mampu meningkatkan akurasi rata-rata sebesar 14,82% dibandingkan pada saat menggunakan model konvensional AlexNet serta tidak melakukan prosedur CLAHE pada citra dataset. Dari hasil pengujian juga diketahui prosedur CLAHE dan fine-tuning AlexNet mampu melakukan klasifikasi ekspresi wajah secara akurat pada citra yang diuji. Sedangkan model konvensional AlexNet dalam beberapa percobaan gagal mengklasifikasikan ekspresi wajah secara tepat pada citra yang diuji.

The development of digital image processing technology is progressing rapidly along with the many uses of this technology in various fields of human life. Fields of human life that utilize digital image processing technology include robotics, human-computer interaction, healthcare, security and safety, and transportation. One application of digital image processing technology is facial expression recognition (FER). The human face can display a variety of different expressions such as expressions of happiness, sadness, anger, fear, surprise, disgust, and so on. There is a challenge for the computer to recognize the difference in facial expressions. One of the technologies used in facial expression recognition applications in digital images is artificial intelligence technology especially CNN (Convolutional Neural Networks). In this study, AlexNet, a CNN model was fine-tuned and combined with CLAHE (Contrast Limited Adaptive Histogram Equalization) procedure toward images dataset for facial expression recognition applications. Fine-Tuning AlexNet model were made by changing some of AlexNet's standard parameters. These parameters include: input initialization (from local normalization to batch normalization), activation function (from ReLU to Leaky ReLU), and dropout value changed from 50%; 50% to 30% and 20%. The facial expression recognition program created was then implemented in two FER (Facial Expression Recognition) datasets, namely CK+ and KDEF. After testing, the results showed that the CLAHE and Fine-Tuning AlexNet model had better performance than the basic AlexNet model. When applying the CK+ dataset that had CLAHE procedure with the Fine-Tuning AlexNet model increases the average of accuracy up to 19,01%, when applying to the KDEF dataset, this method increases accuracy up to 14,82%. From the test results it is known that the CLAHE and the Fine-Tuning AlexNet model model gives better results than the original AlexNet model. Fine-Tuning of the AlexNet model is able to give accurate classification of facial expressions in the tested images. While the original AlexNet model in several experiments failed to accurately clasify facial expressions in the tested images.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Choirul Ikhsan
"Chikungunya merupakan penyakit menular yang bersifat re-emerging dan ditransmisikan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti & Aedes albopictus. Penyakit yang disebabkan virus chikungunya ini memiliki manifestasi klinis non-spesifik sehingga dibutuhkan metode diagnosis yang cepat dan akurat. Protein E2 yang dikode oleh gen E2 virus chikungunya berpotensi digunakan dalam proses diagnosis penyakit chikungunya. Protein rekombinan E2 diekspresikan pada inang Pichia pastoris-X33 Mut+ koloni B4, F, dan N. Penelitian ini bertujuan menghasilkan protein rekombinan E2 serta didapatkan waktu inkubasi dan konsentrasi induksi metanol optimum pada sistem ekspresi Pichia pastoris. Hasil penelitian ini digunakan sebagai bahan dasar produksi antibodi monoklonal yang akan digunakan dalam pengembangan perangkat diagnostik penyakit chikungunya. Metode yang digunakan pada adalah inokulasi Pichia pastoris pada medium MM dan MD. Induksi koloni pada medium BMGY dan BMMY selama 24, 48, dan 72 jam inkubasi. Koloni diinduksi dengan metanol murni dengan variasi konsentrasi akhir 0,5%, 1%, dan 2%. Verifikasi ekspresi protein melalui SDS-PAGE dan Western blot. Hasil penelitian menunjukkan koloni Pichia pastoris yang membawa gen pPICZaA-E2 dapat mengekspresikan protein E2 berukuran 35-38 pada koloni pada setiap variasi induksi dan waktu inkubasi.Waktu inkubasi terbaik adalah 72 jam dan induksi metnaol akhir terbaik adalah 0,5%

Chikungunya is known as an infectious disease that re-emerging and transmitted by Aedes aegypti & Aedes albopictus mosquitoes. This chikungunya infectious has non-specific clinical manifestation so it requires a rapid and accurate diagnostic method for its detection. Envelope 2 (E2) protein coded by E2 gene in the genome of the virus has potential to be used for diagnosis. B4, F and N colonies of Pichia pastoris X33 Mut+ used as the expression system. This research is aimed to obtain E2 recombinant protein, then to obtain the optimum of incubation times and methanol induction. This result used as a basic material for monoclonal antibody production in chikungunya rapid diagnostic test kit development. The method used in the expression of E2 recombinant protein in Pichia pastoris host cells was Pichia pastoris inoculation on MM and MD medium. Colony induction on BMGY and BMMY medium for 24, 48, and 72 hours of incubation. Colonies were induced with pure methanol with various final concentrations of 0,5%, 1%, and 2%. Verification of protein expression through SDS-PAGE and Western blot. The results showed that Pichia pastoris colonies carrying the pPICZaA-E2 gene were able to express 35—38 kDa. Protein E2 on SDS-PAGE results indicating that E2 protein was successfully expressed on each induction and times. The optimum incubation time is 72 hours and 0,5 % methanol induction"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Alam, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afiyya Sarah Azzahrah
"Latar Belakang: Partikel mirip logam telah terdeteksi pada apusan mukosa peri-implan dari sampel klinis yang menderita peri-implantitis maupun sample yang tidzak menderita peri-implantitis dengan menggunakan sitologi eksfoliatif sel epitel dan makrofag. Ion metal titanium yang sudah terlepas dari ikatannya akan menginduksi kejadian dan reaksi biologis yang menyebabkan hilangnya stabilitas biologis dan meningkatnya osteolisis lokal di sekitar implan gigi. Penelitian in vitro menunjukkan bahwa peningkatan ekspresi sitokin inflamasi dan aktivasi osteoklas terjadi ketika ion titanium hadir. Berdasarkan penelitian yang dilakukan sebelumnya, diketahui terdapat perbedaan signifikan dari hasil polimorfisme gen CXCR2 antara pasien dengan peri-implantitis dan pasien control. Namun, kemampuan ekspresi gen CXCR2 pasien sehat pengguna Implan Gigi masih belum ditentukan.
Tujuan: Menganalisis ekspresi gen pada pasien pengguna implan gigi dibandingkan dengan individu sehat yang tidak menggunakan implant gigi.
Metode:Sampel RNA pasien pengguna implan (n=9), dan sample pasien control non-pengguna (n=9) diperoleh dan disimpan di Laboratorium Oral Biologi  Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Kemudian, dilakukan esktraksi RNA, sintesis cDNA dan pengecekan konsentrasi sampel hasil sintesis cDNA. Selanjutnya, ekspresi gen CXCR2 dan gen referensi GAPDH diuji dengan quantitative reverse-transcription PCR (RT-qPCR).
Hasil: Tidak   terdapat perbedaan bermakna ekspresi gen CXCR2, antara pasien pengguna implant gigi dan pasien yang tidak menggunakan implant gigi (p≥0,05).
Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik antara perbedaan ekspresi gen CXCR2 pada

Background: Exfoliative cytology of epithelial cells and macrophages has been used to identify metal-like particles in peri-implant mucosal smears from clinical samples with and without peri-implantitis. Free titanium ions cause biological processes and reactions that result in localized osteolysis surrounding dental implants and a loss of biological stability. In vitro studies have shown that inflammatory cytokine expression and osteoclast activation increase when titanium ions are present. Based on previous studies, it is known that there are significant differences in the results of CXCR2 gene polymorphisms between patients with peri-implantitis and control patients. However, the expression ability of the CXCR2 gene in healthy patients using dental implant has not been determined.
Objective: To analyze gene expression in patients with dental implants compared to healthy individuals who do not use dental implants.
Methods: RNA samples from implant users (n=9), and non-user control patient samples (n=9) were obtained and stored at the Oral Biology Laboratory, Faculty of Dentistry, University of Indonesia. Then, RNA extraction, cDNA synthesis was carried out and checking the concentration of the cDNA synthesized samples. Next, the expression of the CXCR2 gene and the GAPDH reference gene were tested by quantitative reverse-transcription PCR (RT-qPCR).
Results: There was no significant difference in CXCR2 gene expression between patients with implants. Conclusion: There is no statistically significant difference between differences in gene expression in dental implant users and non-users.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Gen DefH9-iaaM merupakan gen pengkode senyawa prekursor
pembentukan auksin. Kandungan auksin yang tinggi menginduksi
pembentukan buah partenokarpi, tanpa melalui polinasi dan fertilisasi. Tiga
galur tanaman tomat transgenik yang membawa insersi dan
mengekspresikan gen DefH9-iaaM, yaitu OvR1#14-4, OvM2#10-1, dan
OvM2#6-2, telah dihasilkan melalui transformasi genetik dengan
Agrobacterium oleh kelompok peneliti di BB-BIOGEN. Penelitian bertujuan
menguji stabilitas insersi dan mengetahui ekspresi gen DefH9-iaaM pada
tanaman T3 dari ketiga galur tersebut. Uji stabilitas gen dilakukan dengan
metode PCR menggunakan primer spesifik IAAM 5 dan IAAM 3. Kedua
primer tersebut menghasilkan fragmen gen iaaM sebesar ± 148 pb. Fragmen
DNA produk PCR divisualisasikan menggunakan gel elektroforesis. Hasil uji
molekuler dianalisis menggunakan uji chi-square dengan level of significant
0,05. Galur OvR1#14-4 memiliki insersi gen yang telah stabil dengan
perbandingan filial transgenik dan non transgenik yang memenuhi
perbandingan penyilangan monohibrid Mendel yaitu 3:1. Tanaman dengan
hasil uji molekuler positif kemudian ditanam di lapang untuk uji ekspresi
fenotipik dan evaluasi daya hasil. Hasil uji fenotipik dianalisis dengan uji
ANOVA level of significant 0,05. Ekspresi gen partenokarpi DefH9-iaaM pada
tanaman tomat transgenik meningkatkan jumlah tandan sebesar 191--227%,
jumlah bunga sebesar 191--310%, dan jumlah buah sebesar 331--426% dibandingkan dengan kontrol Opal, serta menyebabkan terbentuknya buah tomat berbiji sedikit dan tanpa biji. Galur OvR1#14-4 menghasilkan jumlah tandan, jumlah bunga, dan jumlah buah paling tinggi dibandingkan dua galur lain."
Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>