Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 159027 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sefanya Pricilla Kardia
"Subjective well-being individu dapat dipengaruhi dengan berbagai aspek dalam kehidupan. Pada kalangan dewasa muda, subjective well-being umumnya berkaitan dengan tugas eksplorasi yang sedang dilakukan, seperti membentuk identitas dan menjalin hubungan dekat dengan orang lain. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, individu dapat melakukan celebrity worship. Di Indonesia, celebrity worship seringkali ditemukan pada penggemar K-POP dan dapat memberikan dampak positif maupun negatif, termasuk pada subjective well-being. Peneliti ingin mempelajari hubungan antara celebrity worship dan subjective well-being pada kalangan penggemar K-POP serta menggali perbedaan jika ditinjau berdasarkan jenis kelamin. Penelitian ini menggunakan Celebrity Attitude Scale (CAS) (McCutcheon, Lange, & Houran, 2002) adaptasi dari Faizah (2022). The PERMA-Profiler (Butler & Kern, 2016) adaptasi dari Elfida, dkk. (2021) dan menyertakan sebanyak 237 partisipan laki-laki dan perempuan penggemar K-POP berusia 18-25 tahun (M= 21.57, SD=1.64). Hasil analisis data menggunakan korelasi Spearman’s Rho menunjukkan adanya korelasi positif dan signifikan antara celebrity worship dan subjective well-being dengan kekuatan korelasi yang lemah. Selain itu, melalui analisis Mann-Whitney U ditemukan bahwa tidak ada perbedaan pada celebrity worship dan subjective well-being jika ditinjau dari jenis kelamin.

Subjective well-being is found to be associated with various aspects in an individual's life. Among young adults, subjective well-being is linked with how well their exploration task is going, such as forming identity dan close relationships with others. As a way to fulfill these needs, young adults tend to do celebrity worship. In Indonesia, celebrity worship is very common among K-POP fans and is found to have positive and negative impacts, including on subjective well-being. This study aimed to find out the relationship between celebrity worship and subjective well-being among K-POP fans and also see if there are any differences based on gender. Using the Celebrity Attitude Scale (CAS) (McCutcheon, Lange, & Houran, 2002) adapted by Faizah (2022) and The PERMA-Profiler (Butler & Kern, 2016) adapted by Elfida, et al. (2021), this study included 237 participants who are male and female K-POP fans at the age of 18-25 (M= 21.57, SD=1.64). Pre-Spearman’s Rho analysis showed a positive and significant correlation between celebrity worship and subjective well-being with a weak relationship. This study also found that there are no significant differences on celebrity worship and subjective well-being based on gender using Mann Whitney U."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zahrotul Mufidah Rahiyan
"Penggemar budaya industri K-Pop semakin banyak bermunculan dari berbagai kalangan, tidak terkecuali remaja. Fenomena terkini menunjukkan bahwa penggemar K-Pop memiliki well-being yang baik. Salah satu faktor yang memengaruhi well-being adalah self-eficacy. Self-eficacy individu dapat berbeda-beda pada setiap domain spesifik dalam kehidupan mereka, salah satunya domain sosial. Penelitian ini melihat hubungan antara social self-eficacy dan well-being menggunakan metode kuantitatif. Karakteristik partisipan penelitian ini adalah remaja berusia 15–19 tahun dan penggemar K-Pop (N = 579). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Self-Ef icacy Questionnaire for Children dan EPOCH Measure of Adolescents Well-Being. Hasil analisis korelasi Pearson menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara social self-ef icacy dan well-being (r(579) = .523). Hubungan positif yang signifikan juga ditemukan antara social self-ef icacy dan engagement (r(579) = .184), perseverance (r(579) = .368), optimism (r(579) = .325), connectedness (r(579) = .428), serta happiness (r(579) = .432). Implikasi dari penelitian ini adalah remaja dan orang dewasa di sekitarnya perlu bekerja sama untuk berpartisipasi dalam membangun self-ef icacy pada diri remaja karena semakin baik tingkat self-ef icacy pada domain sosial, maka akan semakin baik pula well-being mereka, dan sebaliknya.
Fans of the South Korean pop music industry’s culture are increasingly emerging from various backgrounds, including teenagers. Recent phenomena show that K-Pop fans have good well-being. One of the factors that influence well-being is self-efficacy. Individual self-efficacy can vary in each specific domain in their life. This study looks at the relationship between social self-efficacy and well-being using quantitative methods. The participants in this study were adolescents aged 15–19 years and K-Pop fans (N = 579). The instruments used in this study were the Self-Efficacy Questionnaire for Children and the EPOCH Measure of Adolescents Well-Being. The results of the Pearson correlation analysis show that there is a significant positive relationship between social self-efficacy and well-being (r(579) = .523). Significant positive relationship also found between social self-efficacy and engagement (r(579) = .184), perseverance (r(579) = .368), optimism (r(579) = .325), connectedness (r(579) = .428), also happiness (r(579) = .432). The implication of this research is that adolescents and adults around them need to work together to participate in building self-efficacy in adolescents because the better the level of social self-efficacy, the better their well-being will be, and vice versa."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Tsana Dhia
"K-Pop merupakan fenomena global yang marak di Indonesia, terutama selama beberapa tahun terakhir. Penelitian ini bertujuan melihat hubungan prediktif distress psikologis terhadap celebrity worship serta peran maladaptive daydreaming sebagai mediator. Penelitian sebelumnya menemukan bahwa distress psikologis memiliki hubungan yang signifikan dengan celebrity worship dan maladaptive daydreaming berperan sebagai mediator (Zsila et al., 2019). Meskipun telah diteliti, penelitian ini dilakukan khusus pada penggemar K-Pop (N = 252) kalangan usia emerging adulthood, yaitu 18-25 tahun (M = 21.04, SD = 1.713). Celebrity worship diukur menggunakan Celebrity Attitude Scale oleh Maltby et al. (2002), sedangkan distress psikologis diukur dengan The Kessler Psychological Distress Scale (K10) oleh Kessler et al. (2002). Maladaptive Daydreaming Scale-16 (MDS-16) oleh Somer et al. (2017b) digunakan untuk mengukur Maladaptive Daydreaming. Analisis mediasi dilakukan menggunakan fitur PROCESS Versi 4.0 dari SPSS Versi 24. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan langsung antara distress psikologis dan celebrity worship (𝛽 = -.0289, > .05). Namun, penelitian ini membuktikan bahwa maladaptive daydreaming berperan sebagai mediator dalam hubungan distress psikologis dan celebrity worship (𝛽 = .20, BootSE = .06, Cl 95% [.08, .34]). Apabila distress psikologis naik, maladaptive daydreaming juga akan naik. Seiring dengan kenaikan maladaptive daydreaming, celebrity worship pun akan mengalami kenaikan.

K-Pop ia  a rising global phenomenon in Indonesia, especially the last several years. This study aims to evaluate the predictive relationship between psychological distress and celebrity worship, also the role of maladaptive daydreaming as mediator. Previous studies found that psychological distress has a significant relationship with celebrity worship and maladaptive daydreaming is one of the mediator (Zsila et al., 2019). However, this study specifically aimed to emerging adult K-Pop fans (N = 252) age 18-25 years old (M = 21.04, SD = 1.713). Celebrity worship measured by Celebrity Attitude Scale (CAS) by Maltby et al. (2002) and psychological distress used The Kessler Psychological Distress Scale (K10) by Kessler et al. (2002). Maladaptive Daydreaming Scale-16 (MDS-16) by Somer et al. (2002) used for maladaptive daydreaming. Mediation was analyzed using PROCESS 4.0 from SPSS version 24. This study found that psychological distress has no direct effect on celebrity worship (𝛽 = -.0289, p > .05). However, maladaptive daydreaming was found as a mediator (𝛽 = .20, BootSE = .06, Cl 95% [.08, .34]). In conclusion, an increase in psychological distress is followed by an increase in maladaptive daydreaming then an increase in maladaptive daydreaming is followed by an increase in celebrity worship."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daniella Geona Margaretta Bangun
"Maraknya paparan terhadap internet dan sosial media, khususnya selama pandemi COVID-19, meningkatkan popularitas Korean Wave di Indonesia. Bertebarnya konten budaya pop Korea di internet dan sosial media meningkatkan penggemar K-Pop. Salah satu selebriti yang berhasil menarik banyak penggemar adalah girl group K-Pop. Tidak hanya remaja laki-laki, girl group K-Pop juga berhasil menarik remaja perempuan untuk menjadi penggemar. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara pemujaan selebriti girl group K-Pop dan body dissatisfaction pada remaja perempuan. Partisipan penelitian ini merupakan 418 remaja perempuan berusia 15–19 penggemar girl group K-Pop. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif, non-eksperimental korelasional. Hasil penelitian menunjukkan korelasi positif yang signifikan antara pemujaan selebriti komponen entertainment-social (r(418) = 0,120, p<0,01, d=0,242) dan borderline-pathological (r(418) = 0,109, p <0,05, d=0,219) dan body satisfaction. Effect size untuk analisis ini merupakan small effect untuk kedua komponen. Sehubungan dengan tujuan penelitian yang bermaksud untuk melihat body dissatisfaction pada remaja perempuan penggemar girl group K-Pop, hasil penelitian ini mengimplikasikan bahwa pemujaan terhadap girl group K-Pop yang tinggi pada komponen entertainment-social dan borderline-pathological berhubungan dengan menurunnya body dissatisfaction pada remaja perempuan.

The rise of exposure to the internet and social media, especially during the COVID-19 pandemic, has increased the popularity of the Korean Wave in Indonesia. The spread of Korean pop culture content on the internet and social media has increased K-Pop fans. The type of celebrity that has managed to attract a lot of fans is the K-Pop girl group. Not only teenage boys, K-Pop girl groups have also succeeded in attracting adolescent girls to become their fans. This study aims to examine the relationship between K-Pop girl group celebrity worship and body dissatisfaction among female adolescents. The participants in this study were 418 female adolescents aged 15–19 who are fans of K-Pop girl groups. This study uses a quantitative research method, non-experimental correlation. The results showed a significant positive correlation between celebrity worship with the entertainment-social component (r(418) = 0,120, p <0,01, d=0,242) and borderline-pathological (r(418) = 0,109, p <0,05, d=0,219) and body satisfaction. The effect size of both components are considered as small effects. According to the research objective, which examines body dissatisfaction among female adolescent fans of K-Pop girl group, the results of this study indicate that worshiping K-pop girl groups, with particularly high in entertainment-social and borderline-pathological components, result in lower body dissatisfaction."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfida Hanum
"

Perilaku menggemari selebritas disebut dengan celebrity worship, yang tergambarkan melalui perilaku mulai dari mendiskusikan selebritas bersama teman hingga memuja selebritas ke tahap yang lebih ekstrem. Celebrity worship ditandai dengan adanya keterlibatan emosional antara penggemar dengan selebritas. Namun, ikatan dan paparan pada selebritas secara terus menerus dapat menimbulkan kecenderungan penggemarnya untuk melakukan perbandingan diri. Perbandingan diri tersebut dapat memicu ketidakpuasan pada citra tubuh yang kemudian dapat mengarah pada perilaku makan terganggu. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran Body Image Dissatisfaction (BID) sebagai mediator hubungan antara celebrity worship dengan perilaku makan terganggu pada sampel penggemar K-Pop usia emerging adulthood (18-25 tahun). Hasil penelitian pada penggemar K-Pop (N = 219) menggunakan Celebrity Attitude Test (CAS), Eating Attitude Test-8 (EAT-8), dan Body Shape Questionnaire-Revised-10 (BSQ-R-10) menunjukkan bahwa terdapat indirect effect yang signifikan antara celebrity worship dan perilaku makan terganggu melalui BID (𝛽 = .07, BootSE = .01, CI = [.0425 – .0987]). Hasil penelitian ini mendukung hipotesis penelitian bahwa BID memediasi hubungan antara celebrity worship dan  perilaku makan terganggu. Temuan ini mengimplikasikan bahwa semakin tinggi celebrity worship pada penggemar K-Pop, maka semakin tinggi pula BID yang dirasakan, hingga meningkatkan perilaku makan terganggu pada penggemar K-Pop. 


Celebrity worship is a form of idolizing celebrities that ranges from discussing celebrity with friends to worshiping celebrities to a more extreme level. Celebrity worship is referred to as a one-sided emotional attachment to a celebrity. However, continuous exposure to celebrities could lead to a tendency for fans to do self-comparisons that trigger dissatisfaction with body image and further become disordered eating behavior. This study aims to see whether Body Image Dissatisfaction (BID) mediates the relationship between celebrity worship and disordered eating behavior among emerging adulthood (18-25 years of age) K-Pop fans. The results of this study (N = 219) using Celebrity Attitude Test (CAS), Eating Attitude Test-8 (EAT-8), dan Body Shape Questionnaire-Revised-10 (BSQ-R-10) showed that there was a significant indirect effect between celebrity worship and disordered eating behavior through BID (𝛽 = . 07, BootSE = .01, CI = [.0425 – .0987]). The results of this study proved that BID mediates the relationship between celebrity worship and disordered eating behavior. This finding implies that the higher the celebrity worship of K-Pop fans, the higher the perceived BID, which then increases the tendency of disordered eating behavior among K-Pop fans.

"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atsarina Adani Soetikno
"ABSTRAK

Motivasi merupakan faktor utama yang menentukan efek hijab terhadap pemakainya, dan efek tersebut dapat memengaruhi subjective well-being. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara motivasi untuk memakai hijab dengan subjective well-being yang dimiliki muslimah yang bersangkutan. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain korelasional. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Subjective Happiness Scale yang dikembangkan oleh Lyubomirsky dan Lepper (1999) untuk mengukur subjective well-being serta Relative Autonomy Index yang digunakan oleh Sheldon, Ryan, Deci, dan Kasser (2004) untuk mengukur motivasi berhijab. Pengambilan data dilakukan Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi berhijab dengan subjective well-being partisipan.


ABSTRACT

Motivation is a major factor that determines the effect of hijab to its wearer, and these effects can influence subjective well-being. This study aims to find the relationship between motivation to wear hijab and subjective well-being of muslim women. This research is a quantitative research with correlational design. This study used Subjective Happiness Scale developed by Lyubomirsky and Lepper (1999) to measure subjective well-being and the Relative Autonomy Index by Sheldon, Ryan, Deci, and Kasser (2004) to measure motivation to wear hijab. The results showed that there was no significant relationship between motivation to wear hijab and subjective well-being of participants.

"
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S55325
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Syifadewi
"Subjective well-being merupakan salah satu topik psikologi positif yang penting untuk dikaji dalam tahapan usia emerging adult. Berbagai tantangan dan permasalahan yang dilalui dapat menjadi faktor risiko bagi well-being mereka. Di antara berbagai aspek yang dapat berhubungan dengan subjective well-being, solitude diasumsikan berperan sebagai faktor protektif bagi well-being. Solitude merupakan kondisi objektif dari kesendirian yang umumnya digunakan secara konstruktif. Oleh karena itu, penelitian ini hendak melihat hubungan solitude dan subjective well-being pada emerging adulthood. Terdapat 317 partisipan berusia 18-25 tahun (M = 21.51, SD = 1.78) yang berpartisipasi dalam penelitian ini. Hasil penelitian menggunakan alat ukur Perth A-Loneness Scale (PALs) (Houghton dkk., 2014) dan The PERMA-Profiler adaptasi Indonesia (Elfida dkk., 2021) menunjukkan bahwa solitude berhubungan positif signifikan dengan subjective well-being. Temuan ini dapat diartikan bahwa semakin tinggi kecenderungan dewasa muda menerapkan solitude maka semakin tinggi tingkat subjective well-being.

One of the important areas of positive psychology to research in emerging adult period is subjective well-being. The various challenges and problems they go through can be a risk factor for their well-being. Among the various aspects that can be related to subjective well-being, solitude is assumed to act as a protective factor for well-being. Solitude is an objective condition of solitude that is generally used constructively. Therefore, this study aims to examine the relationship between solitude and subjective well-being in emerging adulthood. There were 317 participants between the ages of 18-25 (M = 21.51, SD = 1.78) who participated in this study. The results of the study using the Perth A-Loneness Scale (Houghton et al., 2014) and The PERMA-Profiler (Elfida et al., 2021) measurement tools showed that solitude was significantly positively related to subjective well-being. This finding can be interpreted that the higher the tendency of young adults to practice solitude, the higher the level of subjective well-being."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Hanny Kurniawan
"Peer attachment pada masa remaja awal merupakan salah satu faktor penting untuk kesehatan dan kesejahteraan (well-being) baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Perkembangan teknologi memudahkan remaja mencari hiburan saat pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat guna menekan penyebaran COVID-19 salah satunya dalah untuk mengakses musik K-Pop. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara peer attachment dan well-being pada remaja dengan relasi parasosial penggemar K-Pop. Hipotesis utama pada penelitian ini adalah terdapat hubungan yang signifikan dan positif antara peer attachment dan well-being. Analisis pada penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan melihat nilai besaran korelasi Pearson pada 615 remaja penggemar K-Pop WNI berusia 15–19 tahun. Instrumen yang digunakan untuk mengukur variabel peer attachment adalah Inventory of Parent and Peer Attachment (IPPA) dan EPOCH (Engagement, Perseverance, Optimism, Connectedness, dan Happiness) untuk well-being. Kuesioner disebarkan secara daring menggunakan Google Form. Hasil menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan dan positif antara peer attachment dan well-being pada remaja penggemar K-Pop dengan relasi parasosial. Berdasarkan hasil tersebut, diketahui hasil penelitian ini mendukung hipotesis yang sudah disusun. Implikasi penelitian ini adalah sebagai pengembangan dan penambahan pengetahuan terkait hubungan peer attachment dan well-being.

Peer attachment in early adolescence is an important factor for health and well-being in bot.h the short and long term. Technological developments make it easier for teenagers to find entertainment when restrictions on community activities are imposed to suppress the spread of COVID-19, one of which is to access K-Pop music. This study aims to look at the relationship between peer attachment and well-being in adolescents with K-Pop fans' parasocial relationships. The main hypothesis in this study is that there is a significant and positive relationship between peer attachment and well-being. The analysis in this study used a quantitative method by looking at the value of the Pearson correlation in 615 young Indonesian K-Pop fans aged 15–19 years. The instruments used to measure peer attachment variables are the Inventory of Parent and Peer Attachment (IPPA) and EPOCH (Engagement, Perseverance, Optimism, Connectedness, and Happiness) for well-being. The questionnaire was distributed online using the Google Form. The results show that there is a significant and positive relationship between peer attachment and well-being in young K-Pop fans with parasocial relationships. Based on these results, it is known that the results of this study support the hypotheses that have been prepared. The implication of this research is to develop and add knowledge regarding the relationship between peer attachment and well-being"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiyari Ayunindya Mudyaningrum
"Pandemi COVID-19 membawa berbagai perubahan dan tantangan bagi individu di seluruh dunia. Berbagai permasalahan muncul dan kemudian menurunkan kebahagiaan (subjective well-being) individu terhadap hidupnya. Salah satu aspek penting yang juga berpengaruh dalam hidup individu yaitu hubungan sosial yang di dalamnya terdapat hubungan berpacaran. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara subjective well-being (SWB) dengan kepuasan berpacaran pada individu dewasa muda di masa Pandemi COVID-19. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif cross-sectional dengan strategi penelitian non-eksperimental. Sebanyak 222 individu dewasa muda yang menjalani hubungan berpacaran mengisi alat ukur Subjective Happiness Scale yang disusun oleh Lyubomirsky dan Lepper (1999), serta alat ukur Relationship Assessment Scale yang disusun oleh Hendrick (1988). Melalui teknik analisis korelasi, ditemukan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara SWB dengan kepuasan berpacaran. Hasil lain yang didapatkan dari penelitian ini yaitu sebagian besar individu memiliki SWB dan kepuasan berpacaran yang tergolong sedang. Dikarenakan Pandemi COVID-19 diasosiasikan dengan permasalahan yang berdampak negatif, individu dianjurkan untuk tetap menjaga dan/atau meningkatkan perasaan positif terhadap hidup maupun pasangan. Selain itu, individu dianjurkan untuk dapat menyelesaikan atau meminimalisir berbagai permasalahan yang dialami selama Pandemi COVID-19 secara efektif agar tidak menurunkan kebahagiaan dan kepuasan berpacaran.

The COVID-19 Pandemic brings various changes and challenges for individuals around the world. Various problems arise and then reduce the individual's happiness (subjective well-being) towards their life. One important aspect that also influences an individual's life is the social relationship, which include dating relationship. This research aims to see the relationship between subjective well-being (SWB) and dating satisfaction among young adults in COVID-19 Pandemic. This research is a cross-sectional quantitative approach with a non-experimental research strategy. A total of 222 young adults in dating relationships completed the Subjective Happiness Scale by Lyubomirsky and Lepper (1999), as well as the Relationship Assessment Scale by Hendrick (1988). Correlation analysis found that there was a positive and significant relationship between SWB and dating satisfaction. Another result obtained from this study is that most individuals have moderate SWB and dating satisfaction. Because the COVID-19 Pandemic is associated with problems that have a negative impact, individuals are suggested to maintain and increase positive affect towards life and their partners. In addition, individuals are suggested to be able to solve various problems experienced during the COVID-19 Pandemic effectively to avoid decrease lowering of happiness and satisfaction with dating."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aisyah Qonita
"Religious coping pada penelitian sebelumnya menunjukkan efikasi dan peran yang berbeda-beda dalam hal signifikansi hubungannya dengan subjective well being. Penelitian ini bertujuan untuk menguji kembali hubungan religious coping dengan subjective well being pada populasi emerging adulthood, dengan metode korelasional. Instrumen yang digunakan Brief RCOPE dan The PERMA Profiler. Partisipan penelitian berjumlah 278 partisipan, yang berusia 18-25 tahun (M = 21.48, SD = 1.714) dan berkewarganegaraan Indonesia. Hasil penelitian menunjukan bahwa hipotesis peneliti diterima. Pertama, didapatkan bahwa penggunaan positive religious coping berasosiasi dengan subjective well being yang lebih tinggi pada emerging adulthood. Kedua, negative religious coping berasosiasi dengan subjective well being yang lebih rendah pada emerging adulthood. Hasil ini dapat menjadi bahan pertimbangan intervensi maupun prevensi untuk emerging adult yang menggunakan negative religious coping.

Religious coping in previous studies showed different efficacy and roles in terms of the significance of the relationship with subjective well being. This study aims to re-examine the relationship between religious coping and subjective well-being among emerging adults, using the correlational method. The instruments used were Brief RCOPE and The PERMA Profiler. There were 278 participants in the study, aged 18-25 years (M = 21.48, SD = 1.714) and Indonesian citizens. The results showed that the research hypothesis was accepted. First, it was found that the use of positive religious coping was associated with higher subjective well being in emerging adulthood. Second, negative religious coping is associated with lower subjective well being in emerging adulthood. These results can be used as material for consideration of interventions and prevention for emerging adults who use negative religious coping."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>