Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 176657 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sihotang, Natalia
"Pemerintah Indonesia melalui penyederhanaan birokrasi berusaha untuk mencapai birokrasi yang ramping, lincah, dan profesional. Penyederhanaan birokrasi merupakan perwujudan dari praktik delayering diterapkan di Indonesia melalui pengalihan jabatan administrasi ke jabatan fungsional, penyederhanaan struktur, dan penyesuaian sistem kerja baru. Namun, masih terdapat permasalahan yang dihadapi dalam penyederhanaan birokrasi, seperti pengalihan jabatan yang tidak sesuai sistem merit, struktur organisasi yang baru hanya formalitas, dan adanya ketidakpahaman terhadap esensi sistem kerja yang baru. Penerapan penyederhanaan birokrasi merupakan perwujudan perubahan kelembagaan. Penelitian bertujuan menganalisis dinamika proses penyederhanaan birokrasi di Indonesia dalam perspektif institutional formation. Penelitian ini menggunakan kerangka institutional formation yang menggambarkan hubungan antara aturan, aktor, dan konteks dalam formasi kelembagaan. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan metode wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa interpretasi, intervensi, dan kontestasi aktor merupakan aspek paling memengaruhi dinamika penyederhanaan birokrasi sebab terdapat perbedaan interpretasi dari instruksi pimpinan sebagai cikal bakal kebijakan dan kontestasi aktif dari para aktor dalam mempertahankan kepentingan instansi masing-masing. Kemudian, ditemukan adanya hubungan konteks organisasi dan aturan terhadap dinamika penyederhanaan birokrasi. Dengan demikian, dinamika dalam penyederhanaan birokrasi dipengaruhi oleh aturan, aktor, dan konteks.

The Indonesian government, through simplification of the bureaucracy, seeks to achieve a lean, agile and professional bureaucracy. The simplification of the bureaucracy is a manifestation of the delayering practice implemented in Indonesia through the transfer of administrative positions to functional positions, simplification of structures, and adjustments to new work systems. However, there are still problems encountered in simplifying the bureaucracy, such as transferring positions that are not in accordance with the merit system, the new organizational structure is only a formality, and there is a lack of understanding of the essence of the new work system. The application of bureaucratic simplification is a manifestation of institutional change. This study aims to analyze the dynamics of the bureaucratic simplification process in Indonesia from the perspective of institutional formation. This study uses an institutional formation framework that describes the relationship between rules, actors, and context in institutional formation. This research uses a qualitative approach. Data collection techniques using in-depth interviews and literature studies. The results of the study show that actors' interpretation, intervention, and contestation are the aspects that most influence the dynamics of bureaucratic simplification because there are different interpretations of the leadership's instructions as the forerunner of policies and active contestation from actors in defending the interests of their respective agencies. Then, it was found that there was a relationship between organizational context and rules on the dynamics of bureaucratic simplification. Thus, the dynamics in bureaucratic simplification are influenced by rules, actors, and context."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widya Rachmawati
"Skripsi ini membahas mengenai manajemen perubahan dalam proses penyederhanaan birokrasi di Ombudsman Republik Indonesia. Peneliti menggunakan konsep manajemen perubahan (increase urgency, build the guiding team, get the vision right, communicate for buy in, empower action, create short term wins, don’t let up, make change stick) dalam melakukan analisis perubahan penyederhanaan birokrasi di Ombudsman RI. Manajemen perubahan merupakan suatu proses yang dibutuhkan untuk mengelola perubahan dalam reformasi birokrasi. Peneliti menggunakan pendekatan post-positivist dimana teori Kotter menjadi dasar analisis temuan penelitian. Peneliti menggunakan teknik pengumpulan data kualitatif melalui wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Kemudian, analisis dari hasil penelitian ini disajikan secara deskriptif yang menghasilkan temuan bahwa dari delapan tahapan manajemen perubahan, tahapan increase urgency dan get the vision right berbeda penerapannya dengan konsep yang dikemukakan Kotter, namun tidak memengaruhi jalannya penyederhanaan birokrasi. Sementara itu, pada tahapan don’t let up dan make change stick masih belum optimal. Oleh karena itu, salah satu saran yang diberikan adalah melakukan evaluasi pasca penyederhanaan birokrasi untuk memastikan bahwa perubahan ini berdampak terhadap kinerjanya organisasi.

This thesis discusses the management of change in the process of simplifying employees at the Ombudsman of the Republic of Indonesia. Researchers use the concept of change management (increasing urgency, building a guiding team, getting the right vision, communicating to buy, empowering action, creating short-term wins, building change, making a change stick) to analyze changes in bureaucratic trimming in the Ombudsman of the Republic of Indonesia. Change management is a process that needed to manage change in bureaucratic reform. Researcher used a post-positivist approach used qualitative data collection techniques through in-depth interviews and literature study. Then, the analysis of the results presented in a descriptively which results in the finding that of the eight stages of change management, the stages of increase urgency and get the vision right different in their application to the concept proposed by Kotter, but do not affect the course of bureaucratic simplification. Meanwhile, the don’t let up and make change stick stages are still not optimal. Therefore, one of the suggestions given is to conduct a post-simplification evaluation of the bureaucracy to ensure that these changes have an impact on organizational performance."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alycia Octavianti Chartika
"Kesiapan pegawai untuk berubah berperan penting terhadap pelaksanaan perubahan dalam suatu organisasi. Sekretariat Jenderal DPD RI merupakan salah satu Lembaga Kesekretariatan Negara Pemegang Cabang Kekuasaan Negara yang turut serta melaksanakan kebijakan penyederhanaan birokrasi sebagai salah satu upaya pelaksanaan reformasi birokrasi.  Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kesiapan pegawai dalam mendukung pelaksanaan penyederhanaan birokrasi di lingkungan Sekretariat Jenderal DPD RI. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan termasuk ke dalam penelitian deskriptif. Data primer pada penelitian ini diperoleh melalui survei pegawai (n=81) dan wawancara mendalam bersama enam narasumber yang mewakili berbagai unit kerja di lingkungan Setjen DPD RI. Penelitian terhadap analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kesiapan pegawai dalam mendukung pelaksanaan penyederhanaan birokrasi di lingkungan Sekretariat Jenderal DPD RI berdasarkan teori kesiapan pegawai menurut Holt, dkk (2007) menunjukkan bahwa dimensi management support adalah faktor yang paling mempengaruhi tingkat kesiapan pegawai. Keyakinan pegawai Setjen DPD RI terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kesiapan pegawai dalam mendukung pelaksanaan penyederhanaan birokrasi tergolong kedalam kategori “sedang”.

The employee readiness for change in the internal organization office system plays an important part. The Secretariat General at the Regional Representative Council of the Republic of Indonesia is one of the State Secretariat Institutions holding the Branch of State Power carries out bureaucratic simplification policy as one of the efforts to implement bureaucratic reform. This study aims to identify and analyze the factors that influence the level of employees readiness in supporting the implementation of bureaucratic simplification at the Secretariat General of the Regional Representative Council of the Republic of Indonesia. This research employs quantitative approach and categorized as a descriptive research. Primary data in this study were obtained through an employee survey (n = 81) and in-depth interviews with six resource persons representing various working units within the Secretariat General of the Regional Representative Council of the Republic of Indonesia. Research on analysis of the factors that influence the level of employee readiness in supporting the implementation of bureaucratic simplification within the Secretariat General of the Regional Representative Council of the Republic of Indonesia based on the Theory of Employee Readiness for Change developed by Holt, et al (2007) shows that the management support dimension is the factor that most influences the level of employee readiness. The confidence of the employees of the Secretariat General of the Regional Representative Council of the Republic of Indonesia in the factors that influence the level of employees readiness in supporting the implementation of bureaucratic simplification is classified into the "medium" category."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harsja W. Bachtiar, 1934-
Jakarta: FSUI , 1972
301.4 HAR f
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Kurniawan Jabar Malik
"Tindak lanjut penyederhanaan birokrasi Kementerian Keuangan dilakukan dengan memperhatikan arahan pimpinan untuk melakukan secara bertahap dan hati-hati. Hingga tahun 2022, penyederhanaan birokrasi masih menjadi catatan dalam Laporan Hasil Evaluasi Reformasi Birokrasi dan Sekretariat Jenderal masih terus memproses penyederhanaan tersebut. Penelitian post positivis ini dirancang untuk mendalami dan mendeskripsikan kesiapan organisasi Sekretariat Jenderal untuk berubah dan faktor-faktor yang mempengaruhi dalam mengimplementasikan penyederhanaan birokrasi sesuai teori Weiner (2009). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesiapan organisasi Sekretariat Jenderal belum sepenuhnya optimal, meskipun komitmen dan kepercayaan telah dipahami. Sekretariat Jenderal lebih mengutamakan strategi pada unit yang benar-benar memiliki tugas dan fungsi serta karakteristik organisasi yang tepat dan sesuai dengan jenis Jabatan Fungsional yang akan digunakan. Sementara, kondisi kesiapan organisasi secara mayoritas dipengaruhi oleh faktor kontekstual mengenai kondisi budaya yang terdapat pada organisasi. Pimpinan berperan dalam mendorong, memfasilitasi, dan memberikan arahan serta menjalin komunikasi dengan jajarannya untuk menentukan arah organisasi. Proses bisnis dan pola kerja merupakan hal prioritas yang menjadi kewajiban ketika terdapat penggunaan struktur baru. Kompetensi organisasi diperlukan untuk menerapkan perubahan secara teknis maupun untuk mengelolanya. Manfaat perubahan merupakan faktor terakhir yang dirasakan ketika seluruh aspek organisasi memahami perubahan secara luas dan diimbangi dengan penyesuaian proses bisnis, penerapan change management yang konsisten, serta pemanfaatan IT.

The follow-up to simplify the Ministry of Finance's bureaucracy was carried out by paying attention to the leadership's direction to do it gradually and carefully. Until 2022, bureaucratic simplification progress is still be noted in the Bureaucratic Reform Evaluation Results Report, and the Secretariat General is still processing this simplification. This post-positivist research was designed to explore and describe the readiness of the Secretariat General's organization to change and the factors that influence it according to Weiner's (2009) theory. The research results show that the organizational readiness of the Secretariat General still needs to be optimal, even though commitment and trust have been understood. The Secretariat General prioritizes strategy on units with the right tasks and functions as well as organizational characteristics and are by the type of Functional Position that will be used, meanwhile, contextual factors regarding the most organizational readiness conditions. Leaders have a crucial role in encouraging, facilitating, and providing direction and establishing communication with their staff to determine the organization's direction. Business processes and work patterns are priorities that become mandatory when a new structure is used. Competence in the organization is needed to implement changes technically and to manage them. The change valence is the final factor that is felt when all aspects of the organization broadly understand the changes and are balanced with adjustments to business processes, consistent implementation of change management, and use of IT."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chelika Alticia Yudhanto
"Penyederhanaan birokrasi merupakan salah satu prioritas kerja presiden Jokowi pada masa pemerintahannya di tahun 2019 - 2024. Penyederhanaan birokrasi dilakukan dengan tiga tahap yaitu melalui transformasi organisasi dengan penyederhanaan struktur organisasi, transformasi SDM melalui pengalihan jabatan, dan transformasi sistem kerja melalui penyesuaian mekanisme sistem kerja baru setelah penyederhanaan. Penyederhanaan birokrasi pada awalnya hanya dianggap sebagai formalitas dan tidak dapat dilakukan dengan optimal karena banyak aspek yang perlu diperhatikan dan disesuaikan kembali terutama pada aspek SDM yang memiliki peran penting dan Kementerian PANRB merupakan kementerian yang bergerak di arah reformasi birokrasi sehingga harus menjadi contoh pelaksanaannya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mengidentifikasi pelaksanaan transformasi organisasi melalui penyederhanaan struktur organisasi di Kementerian PANRB. Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah post-positivist dengan Teknik pengumpulan data berupa wawancara dengan pihak terkait dan melalui studi pustaka. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan transformasi organisasi melalui penyederhanaan struktur organisasi yang dianalisis dengan dimensi reframing, restructuring, revitalization dan renewal pada dasarnya sudah berjalan di Kementerian PANRB yaitu telah melakukan restrukturisasi dengan memangkas struktur menjadi dua level, melakukan pembaruan dengan pihak lain dengan baik, meningkatkan kemampuan SDM dengan baik. Namun, dalam pelaksanaannya perlu dioptimalkan kembali terutama terkait dengan peran pemimpin yang kurang memperhatikan pegawai. Adapun hambatan yang terjadi yaitu pada motivasi SDM yang perlu lebih diperhatikan akibat jenjang karir serta kesenjangan jumlah beban kerja dan jumlah pegawai yang tersedia. Hal ini dapat disiasati dengan pembentukan agen perubahan, memperkuat peran pemimpin, membangun kembali reward system untuk meningkatkan motivasi pegawai dan memperbaiki penataan SDM agar semakin optimal.

Simplifying the bureaucracy is one of President Jokowi's work priorities during his reign in 2019 - 2024. Simplifying the bureaucracy is carried out in three stages, namely through organizational transformation by simplifying the organizational structure, human resource transformation through position transfers, and work system transformation through adjustment of the new work system mechanism after simplification. Initially, the simplification of the bureaucracy was only considered as a formality and could not be carried out optimally because there were many aspects that needed to be considered and readjusted, especially in the HR aspect which had an important role and the Ministry of Administrative and Bureaucratic Reform is a ministry that moves in the direction of bureaucratic reform so it must be an example of its implementation. This study aims to analyze and identify the implementation of organizational transformation through simplification of the organizational structure at the Ministry of Administrative and Bureaucratic Reform. The approach used in this study was post- positivist with data collection techniques in the form of interviews with related parties and through literature study. The results of this study indicate that the implementation of organizational transformation through simplification of the organizational structure analyzed by the dimensions of reframing, restructuring, revitalization and renewal has basically been running at the Ministry of Administrative and Bureaucratic Reform, restructuring by cutting the structure into two levels, updating with other parties well, increasing good HR skills. However, in practice it needs to be optimized again, especially related to the role of leaders who pay less attention to employees. The obstacles that occur are the motivation of human resources which needs more attention due to career paths and the gap in the number of workloads and the number of available employees. This can be circumvented by forming agents of change, strengthening the role of leaders, rebuilding the reward system to increase employee motivation and improving human resource management to make it more optimal."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Lina Arifianti
"Penyederhanaan birokrasi pada instansi pemerintah dilakukan dengan pemangkasan struktur organisasi menjadi dua level, penyetaraan jabatan dan penyesuaian sistem kerja. Tindak Lanjut penyederhanaan birokrasi dilakukan di Sekretariat Daerah Provinsi DKI Jakarta dilakukan dengan memperhatikan karakteristik DKI Jakarta dan memperhatikan arahan pimpinan untuk memastikan jalannya pelayanan publik tetap berjalan dengan optimal. Sampai dengan Tahun 2023 Pemerintah Provinsi DKI Jakarta masih menindaklanjuti kebijakan penyederhanaan birokrasi dengan terus memproses penyusunan kebijakan turunan penyesuaian sistem kerja untuk penyederhanaan birokrasi. Penelitian ini menggunakan paradigma post positivis dan penelitian dilakukan dengan metode kualitatif untuk mendalami implementasi kebijakan penyederhanaan birokrasi, faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan penyederhanaan birokrasi dan hambatan-hambatan dalam pelaksanaan kebijakan penyederhanaan birokrasi di Sekretariat Daerah Provinsi DKI Jakarta yang dikemukakan menggunakan teori Merilee S. Grindle (1980). Hasil penelitian menunjukan bahwa implementasi kebijakan penyederhanaan birokrasi di lingkungan sekretariat daerah belum sepenuhnya sesuai dengan model kebijakan yang diamanatkan pemerintah pusat dengan adanya pembentukan unit kerja non struktural yang ditetapkan dengan Peraturan Gubernur Nomor 57 Tahun 2022 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah. Hasil penelitian menunjukan bahwa kebijakan penyederhanaan birokrasi di Sekretariat Daerah belum dapat memberikan dampak yang positif terhadap percepatan pengambilan keputusan. Sementara dalam implementasinya banyak hambatan-hambatan seperti kesenjangan TPP antara Jabatan Fungsional dan Jabatan Struktural, masih menjalankan pola organisasi yang kaku dan tidak fleksibel, terbatasnya Jabatan fungsional yang sesuai tugas dan fungsi. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan penyederhanaan birokrasi seperti adanya pengaruh kepentingan pimpinan untuk memastikan pelayanan publik tidak terhambat dan karakteristik organisasi Setda DKI Jakarta yang berbeda dengan Perangkat Daerah lain. Perubahan yang terjadi dengan adanya penyederhanaan birokrasi masih bersifat administratif dan legalistik dan belum berdampak pada percepatan pengambilan keputusan dan percepatan pelayanan publik.

Simplification of bureaucracy in government agencies was carried out by cutting the organizational structure into two levels, equalizing positions and adjusting work systems. The follow-up to the bureaucratic simplification carried out at the DKI Jakarta Provincial Secretariat was carried out by paying attention to the characteristics of DKI Jakarta and paying attention to the leadership's directions to ensure that public services continued to run optimally. Until 2023, the DKI Jakarta Provincial Government is still following up on the bureaucratic simplification policy by continuing to process the preparation of derivative policies to adjust the work system to simplify the bureaucracy. This research uses a post-positivist paradigm and the research was carried out using qualitative methods to explore the implementation of bureaucratic simplification policies, the factors that influence the implementation of bureaucratic simplification policies and obstacles in implementing bureaucratic simplification policies at the DKI Jakarta Provincial Secretariat which were put forward using Merilee S's theory. Grindle (1980). The research results show that the implementation of the bureaucratic simplification policy within the regional secretariat is not fully in accordance with the policy model mandated by the central government with the establishment of non-structural work units as stipulated in Governor Regulation Number 57 of 2022 concerning Organization and Work Procedures of Regional Apparatus. The research results show that the bureaucratic simplification policy at the Regional Secretariat has not been able to have a positive impact on accelerating decision making. Meanwhile, in its implementation there are many obstacles such as the TPP gap between Functional Positions and Structural Positions, still implementing a rigid and inflexible organizational pattern, limited functional positions that suit their duties and functions. Factors that influence bureaucratic simplification policies include the influence of leadership interests in ensuring that public services are not hampered and the organizational characteristics of the DKI Jakarta Regional Secretariat which are different from other regional apparatus. The changes that occur with the simplification of the bureaucracy are still administrative and legalistic in nature and have not had an impact on accelerating decision making and accelerating public services."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Yatiman
"Pelaksanaan otonomi seluas-luasnya pasca reformasi berdampak pada meningkatkan keinginan daerah untuk melakukan pemekaran daerah. Pemekaran daerah di Indonesia menjadi fenomena yang tidak dapat dibendung. Pembentukan DOB di Kabupaten Paser merupakan salah satu upaya untuk mensejahterakan rakyat melalui pemerataan pembangunan dan mendekatkan pelayanan publik. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang ditujukan untuk menganalisis dinamika pembentukan DOB Kabupaten Paser Tengah dan Kabupaten Paser Selatan di Kabupaten Paser.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa proses pembentukan DOB di Kabupaten Paser memiliki banyak hambatan karena adanya perebutan daerah yang menjadi wilayah cakupan terhadap dua calon DOB dan adanya konflik penetapan ibukota. Konflik dalam pembentukan DOB di Kabupaten Paser mempengaruhi ketahanan daerah di bidang keamanan.

The implementation of autonomy after the reform impact on proliferation of administrative regions. The formation of new autonomous region in Paser Municipal is one of efforts of people welfare provision through equitable development and public service. This study used qualitative to analyze the dynamic of new autonomous region of Central Paser Municipal and South Paser Municipal in Paser Municipal.
The result of the study showed the process of forming the new autonomous region in Paser Municipal had many obstacles caused by the struggle for territory within the new two autonomous regions and also the conflict in deciding the capital. The conflict of the formation new autonomous region in Paser Municipal affects the security in regional resilience.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rionanda Dhamma Putra
"Indonesia adalah negara dengan ketimpangan antarwilayah yang tinggi. Nilai Indeks Williamson sebesar 0,76 pada tahun 2016 menunjukkan kesenjangan ekonomi yang lebar antara Indonesia bagian Barat dan Timur. Hal ini seharusnya tidak terjadi dalam paradigma Neoklasik karena Indonesia Timur akan memiliki kekuatan sentripetal yang menarik aktivitas ekonomi. Oleh karena itu, penelitian ini akan menguji pengaruh faktor-faktor seperti lokasi, ketimpangan kaya-miskin, ketimpangan miskin-miskin, dan demokrasi terhadap modal manusia di Indonesia serta hubungan dua arah antara modal manusia dan kemakmuran ekonomi di Indonesia. Penelitian ini menggunakan model regresi variabel instrumental (IV) panel simultan dalam penelitian ini. Hasil dari penelitian ini akan memberikan kontribusi pada bukti empiris pengaruh ketimpangan dalam hal pendapatan dan kualitas demokrasi, terhadap modal manusia. Oleh karena itu, model ini menemukan bahwa ketimpangan kaya-miskin merupakan satu-satunya faktor signifikan yang berhubungan dengan modal manusia di seluruh wilayah di Indonesia, di mana setiap kenaikan 1% akan menurunkan kualitas modal manusia sebesar 0,06-0,21%. Kemakmuran ekonomi dan modal manusia juga memiliki hubungan yang positif signifikan di Indonesia bagian Barat dan Timur. Oleh karena itu, disimpulkan bahwa ketimpangan sosial ekonomi merupakan satu-satunya faktor signifikan dari dinamika kelembagaan yang berhubungan dengan kualitas modal manusia, dan hubungan rekursif juga terjadi antara modal manusia dan kemakmuran ekonomi di Indonesia dari tahun 2010 hingga 2021.

Indonesia is the country with a high degree of interregional inequality. The Williamson Index score of 0.76 in 2016 shows a wide economic gap between Western and Eastern Indonesia. That should not happen in the Neoclassical paradigm because Eastern Indonesia will have a centripetal force that attracts economic activity. Hence, this research will examine the influence of factors like location, rich-poor inequality, poor-poor inequality (poverty severity), and democracy on the human capital in Indonesia and the two-way relationship between human capital and economic prosperity in Indonesia. It would employ a simultaneous panel instrumental variable (IV) regression model in this examination. The result of this research would contribute to the empirical proof of inequality's influence, in terms of income and the quality of democracy, on human capital. Hence, this model found out that rich-poor inequality is the only significant factor that relates to human capital across Indonesia's regions, with a 1% increase would reduce human capital quality by 0.06-0.21%. Economic prosperity and human capital also had positive significant relationships in Western and Eastern Indonesia. Therefore, this paper conclude that socioeconomic inequality is the only significant factor from institutional dynamics that relates to human capital quality, and a simultaneous two-way relationship also exists between human capital and economic prosperity in Indonesia from 2010 to 2021."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tinashe Clive Gondo
"Bencana mengancam masyarakat dan perekonomian. Untuk menjaga kesejahteraan mereka, negara-negara memerlukan manajemen bencana yang kuat. Studi ini membandingkan Indonesia dan Zimbabwe, negara-negara yang berbeda secara geografis dan budaya. Meskipun terdapat perbedaan struktur tata kelola (Indonesia-desentralisasi, Zimbabwe-sentralisasi), lembaga ini fokus pada kerangka manajemen bencana. Keduanya memiliki peraturan inti bencana yang sama. Dengan menganalisis sistem ini, penelitian ini bertujuan untuk mencapai tujuan berikut; melakukan analisis komparatif terhadap kerangka peraturan dan kelembagaan dalam manajemen bencana dengan mengidentifikasi komponen-komponen utama dan bidang-bidang yang potensial untuk ditingkatkan. Kedua, untuk menilai efektivitas struktur kelembagaan di Indonesia dan Zimbabwe dalam memfasilitasi upaya kesiapsiagaan, respons, dan pemulihan bencana. Ketiga, melakukan analisis komparatif terhadap sistem penanggulangan bencana di Indonesia dan Zimbabwe, dengan menyoroti persamaan dan perbedaan. Terakhir, untuk mengidentifikasi tantangan yang dihadapi oleh kedua negara dalam meningkatkan kemampuan manajemen bencana mereka dan menjajaki peluang perbaikan, termasuk pemanfaatan teknologi baru, memperkuat keterlibatan masyarakat, dan membina kerja sama internasional. Penelitian ini menggunakan wawancara mendalam dan data dari jurnal ilmiah, laporan, dan undang-undang nasional. Studi ini menemukan bahwa kerangka penanggulangan bencana di Indonesia sudah sejalan dengan standar internasional, sementara Zimbabwe masih memerlukan perbaikan. Rekomendasinya mencakup pembaruan kebijakan di Zimbabwe dan investasi dalam pengurangan risiko bencana (sistem peringatan dini, peningkatan infrastruktur) untuk kedua negara. Selain itu, penelitian dan inovasi dalam teknologi dan pendekatan manajemen bencana juga sangat penting. Langkah-langkah ini akan meningkatkan ketahanan dan mengurangi dampak bencana terhadap masyarakat.

Disasters threaten societies and economies. To safeguard their well-being, nations need strong disaster management. This study compares Indonesia and Zimbabwe, geographically and culturally distinct countries. Despite contrasting governance structures (Indonesia-decentralized, Zimbabwe-centralized), it focuses on their disaster management frameworks. Both share core disaster regulations. By analyzing these systems, the study aims to achieve the following objectives; conduct a comparative analysis of the regulatory and institutional frameworks for disaster management identifying key components and potential areas for improvement. Secondly, to assess the effectiveness of institutional structures in Indonesia and Zimbabwe in facilitating disaster preparedness, response, and recovery efforts. Thirdly, to conduct a comparative analysis of the disaster management systems in Indonesia and Zimbabwe, highlighting similarities and differences. Finally, to identify challenges faced by both countries in enhancing their disaster management capabilities and explore opportunities for improvement, including utilizing new technologies, strengthening community engagement, and fostering international cooperation. The research used in-depth interviews and data from scientific journals, reports, and national laws. The study finds that Indonesia's disaster management framework aligns well with international standards, while Zimbabwe's needs improvement. Recommendations include policy updates in Zimbabwe and investment in disaster risk reduction (early warning systems, infrastructure upgrades) for both countries. Additionally, research and innovation in disaster management technologies and approaches are crucial. These measures will enhance resilience and lessen the impact of disasters on communities."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>