Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 157914 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sihotang, Natalia
"Pemerintah Indonesia melalui penyederhanaan birokrasi berusaha untuk mencapai birokrasi yang ramping, lincah, dan profesional. Penyederhanaan birokrasi merupakan perwujudan dari praktik delayering diterapkan di Indonesia melalui pengalihan jabatan administrasi ke jabatan fungsional, penyederhanaan struktur, dan penyesuaian sistem kerja baru. Namun, masih terdapat permasalahan yang dihadapi dalam penyederhanaan birokrasi, seperti pengalihan jabatan yang tidak sesuai sistem merit, struktur organisasi yang baru hanya formalitas, dan adanya ketidakpahaman terhadap esensi sistem kerja yang baru. Penerapan penyederhanaan birokrasi merupakan perwujudan perubahan kelembagaan. Penelitian bertujuan menganalisis dinamika proses penyederhanaan birokrasi di Indonesia dalam perspektif institutional formation. Penelitian ini menggunakan kerangka institutional formation yang menggambarkan hubungan antara aturan, aktor, dan konteks dalam formasi kelembagaan. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan metode wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa interpretasi, intervensi, dan kontestasi aktor merupakan aspek paling memengaruhi dinamika penyederhanaan birokrasi sebab terdapat perbedaan interpretasi dari instruksi pimpinan sebagai cikal bakal kebijakan dan kontestasi aktif dari para aktor dalam mempertahankan kepentingan instansi masing-masing. Kemudian, ditemukan adanya hubungan konteks organisasi dan aturan terhadap dinamika penyederhanaan birokrasi. Dengan demikian, dinamika dalam penyederhanaan birokrasi dipengaruhi oleh aturan, aktor, dan konteks.

The Indonesian government, through simplification of the bureaucracy, seeks to achieve a lean, agile and professional bureaucracy. The simplification of the bureaucracy is a manifestation of the delayering practice implemented in Indonesia through the transfer of administrative positions to functional positions, simplification of structures, and adjustments to new work systems. However, there are still problems encountered in simplifying the bureaucracy, such as transferring positions that are not in accordance with the merit system, the new organizational structure is only a formality, and there is a lack of understanding of the essence of the new work system. The application of bureaucratic simplification is a manifestation of institutional change. This study aims to analyze the dynamics of the bureaucratic simplification process in Indonesia from the perspective of institutional formation. This study uses an institutional formation framework that describes the relationship between rules, actors, and context in institutional formation. This research uses a qualitative approach. Data collection techniques using in-depth interviews and literature studies. The results of the study show that actors' interpretation, intervention, and contestation are the aspects that most influence the dynamics of bureaucratic simplification because there are different interpretations of the leadership's instructions as the forerunner of policies and active contestation from actors in defending the interests of their respective agencies. Then, it was found that there was a relationship between organizational context and rules on the dynamics of bureaucratic simplification. Thus, the dynamics in bureaucratic simplification are influenced by rules, actors, and context."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alycia Octavianti Chartika
"Kesiapan pegawai untuk berubah berperan penting terhadap pelaksanaan perubahan dalam suatu organisasi. Sekretariat Jenderal DPD RI merupakan salah satu Lembaga Kesekretariatan Negara Pemegang Cabang Kekuasaan Negara yang turut serta melaksanakan kebijakan penyederhanaan birokrasi sebagai salah satu upaya pelaksanaan reformasi birokrasi.  Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kesiapan pegawai dalam mendukung pelaksanaan penyederhanaan birokrasi di lingkungan Sekretariat Jenderal DPD RI. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan termasuk ke dalam penelitian deskriptif. Data primer pada penelitian ini diperoleh melalui survei pegawai (n=81) dan wawancara mendalam bersama enam narasumber yang mewakili berbagai unit kerja di lingkungan Setjen DPD RI. Penelitian terhadap analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kesiapan pegawai dalam mendukung pelaksanaan penyederhanaan birokrasi di lingkungan Sekretariat Jenderal DPD RI berdasarkan teori kesiapan pegawai menurut Holt, dkk (2007) menunjukkan bahwa dimensi management support adalah faktor yang paling mempengaruhi tingkat kesiapan pegawai. Keyakinan pegawai Setjen DPD RI terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kesiapan pegawai dalam mendukung pelaksanaan penyederhanaan birokrasi tergolong kedalam kategori “sedang”.

The employee readiness for change in the internal organization office system plays an important part. The Secretariat General at the Regional Representative Council of the Republic of Indonesia is one of the State Secretariat Institutions holding the Branch of State Power carries out bureaucratic simplification policy as one of the efforts to implement bureaucratic reform. This study aims to identify and analyze the factors that influence the level of employees readiness in supporting the implementation of bureaucratic simplification at the Secretariat General of the Regional Representative Council of the Republic of Indonesia. This research employs quantitative approach and categorized as a descriptive research. Primary data in this study were obtained through an employee survey (n = 81) and in-depth interviews with six resource persons representing various working units within the Secretariat General of the Regional Representative Council of the Republic of Indonesia. Research on analysis of the factors that influence the level of employee readiness in supporting the implementation of bureaucratic simplification within the Secretariat General of the Regional Representative Council of the Republic of Indonesia based on the Theory of Employee Readiness for Change developed by Holt, et al (2007) shows that the management support dimension is the factor that most influences the level of employee readiness. The confidence of the employees of the Secretariat General of the Regional Representative Council of the Republic of Indonesia in the factors that influence the level of employees readiness in supporting the implementation of bureaucratic simplification is classified into the "medium" category."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harsja W. Bachtiar, 1934-
Jakarta: FSUI , 1972
301.4 HAR f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Kurniawan Jabar Malik
"Tindak lanjut penyederhanaan birokrasi Kementerian Keuangan dilakukan dengan memperhatikan arahan pimpinan untuk melakukan secara bertahap dan hati-hati. Hingga tahun 2022, penyederhanaan birokrasi masih menjadi catatan dalam Laporan Hasil Evaluasi Reformasi Birokrasi dan Sekretariat Jenderal masih terus memproses penyederhanaan tersebut. Penelitian post positivis ini dirancang untuk mendalami dan mendeskripsikan kesiapan organisasi Sekretariat Jenderal untuk berubah dan faktor-faktor yang mempengaruhi dalam mengimplementasikan penyederhanaan birokrasi sesuai teori Weiner (2009). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesiapan organisasi Sekretariat Jenderal belum sepenuhnya optimal, meskipun komitmen dan kepercayaan telah dipahami. Sekretariat Jenderal lebih mengutamakan strategi pada unit yang benar-benar memiliki tugas dan fungsi serta karakteristik organisasi yang tepat dan sesuai dengan jenis Jabatan Fungsional yang akan digunakan. Sementara, kondisi kesiapan organisasi secara mayoritas dipengaruhi oleh faktor kontekstual mengenai kondisi budaya yang terdapat pada organisasi. Pimpinan berperan dalam mendorong, memfasilitasi, dan memberikan arahan serta menjalin komunikasi dengan jajarannya untuk menentukan arah organisasi. Proses bisnis dan pola kerja merupakan hal prioritas yang menjadi kewajiban ketika terdapat penggunaan struktur baru. Kompetensi organisasi diperlukan untuk menerapkan perubahan secara teknis maupun untuk mengelolanya. Manfaat perubahan merupakan faktor terakhir yang dirasakan ketika seluruh aspek organisasi memahami perubahan secara luas dan diimbangi dengan penyesuaian proses bisnis, penerapan change management yang konsisten, serta pemanfaatan IT.

The follow-up to simplify the Ministry of Finance's bureaucracy was carried out by paying attention to the leadership's direction to do it gradually and carefully. Until 2022, bureaucratic simplification progress is still be noted in the Bureaucratic Reform Evaluation Results Report, and the Secretariat General is still processing this simplification. This post-positivist research was designed to explore and describe the readiness of the Secretariat General's organization to change and the factors that influence it according to Weiner's (2009) theory. The research results show that the organizational readiness of the Secretariat General still needs to be optimal, even though commitment and trust have been understood. The Secretariat General prioritizes strategy on units with the right tasks and functions as well as organizational characteristics and are by the type of Functional Position that will be used, meanwhile, contextual factors regarding the most organizational readiness conditions. Leaders have a crucial role in encouraging, facilitating, and providing direction and establishing communication with their staff to determine the organization's direction. Business processes and work patterns are priorities that become mandatory when a new structure is used. Competence in the organization is needed to implement changes technically and to manage them. The change valence is the final factor that is felt when all aspects of the organization broadly understand the changes and are balanced with adjustments to business processes, consistent implementation of change management, and use of IT."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chelika Alticia Yudhanto
"Penyederhanaan birokrasi merupakan salah satu prioritas kerja presiden Jokowi pada masa pemerintahannya di tahun 2019 - 2024. Penyederhanaan birokrasi dilakukan dengan tiga tahap yaitu melalui transformasi organisasi dengan penyederhanaan struktur organisasi, transformasi SDM melalui pengalihan jabatan, dan transformasi sistem kerja melalui penyesuaian mekanisme sistem kerja baru setelah penyederhanaan. Penyederhanaan birokrasi pada awalnya hanya dianggap sebagai formalitas dan tidak dapat dilakukan dengan optimal karena banyak aspek yang perlu diperhatikan dan disesuaikan kembali terutama pada aspek SDM yang memiliki peran penting dan Kementerian PANRB merupakan kementerian yang bergerak di arah reformasi birokrasi sehingga harus menjadi contoh pelaksanaannya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mengidentifikasi pelaksanaan transformasi organisasi melalui penyederhanaan struktur organisasi di Kementerian PANRB. Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah post-positivist dengan Teknik pengumpulan data berupa wawancara dengan pihak terkait dan melalui studi pustaka. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan transformasi organisasi melalui penyederhanaan struktur organisasi yang dianalisis dengan dimensi reframing, restructuring, revitalization dan renewal pada dasarnya sudah berjalan di Kementerian PANRB yaitu telah melakukan restrukturisasi dengan memangkas struktur menjadi dua level, melakukan pembaruan dengan pihak lain dengan baik, meningkatkan kemampuan SDM dengan baik. Namun, dalam pelaksanaannya perlu dioptimalkan kembali terutama terkait dengan peran pemimpin yang kurang memperhatikan pegawai. Adapun hambatan yang terjadi yaitu pada motivasi SDM yang perlu lebih diperhatikan akibat jenjang karir serta kesenjangan jumlah beban kerja dan jumlah pegawai yang tersedia. Hal ini dapat disiasati dengan pembentukan agen perubahan, memperkuat peran pemimpin, membangun kembali reward system untuk meningkatkan motivasi pegawai dan memperbaiki penataan SDM agar semakin optimal.

Simplifying the bureaucracy is one of President Jokowi's work priorities during his reign in 2019 - 2024. Simplifying the bureaucracy is carried out in three stages, namely through organizational transformation by simplifying the organizational structure, human resource transformation through position transfers, and work system transformation through adjustment of the new work system mechanism after simplification. Initially, the simplification of the bureaucracy was only considered as a formality and could not be carried out optimally because there were many aspects that needed to be considered and readjusted, especially in the HR aspect which had an important role and the Ministry of Administrative and Bureaucratic Reform is a ministry that moves in the direction of bureaucratic reform so it must be an example of its implementation. This study aims to analyze and identify the implementation of organizational transformation through simplification of the organizational structure at the Ministry of Administrative and Bureaucratic Reform. The approach used in this study was post- positivist with data collection techniques in the form of interviews with related parties and through literature study. The results of this study indicate that the implementation of organizational transformation through simplification of the organizational structure analyzed by the dimensions of reframing, restructuring, revitalization and renewal has basically been running at the Ministry of Administrative and Bureaucratic Reform, restructuring by cutting the structure into two levels, updating with other parties well, increasing good HR skills. However, in practice it needs to be optimized again, especially related to the role of leaders who pay less attention to employees. The obstacles that occur are the motivation of human resources which needs more attention due to career paths and the gap in the number of workloads and the number of available employees. This can be circumvented by forming agents of change, strengthening the role of leaders, rebuilding the reward system to increase employee motivation and improving human resource management to make it more optimal."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Yatiman
"Pelaksanaan otonomi seluas-luasnya pasca reformasi berdampak pada meningkatkan keinginan daerah untuk melakukan pemekaran daerah. Pemekaran daerah di Indonesia menjadi fenomena yang tidak dapat dibendung. Pembentukan DOB di Kabupaten Paser merupakan salah satu upaya untuk mensejahterakan rakyat melalui pemerataan pembangunan dan mendekatkan pelayanan publik. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang ditujukan untuk menganalisis dinamika pembentukan DOB Kabupaten Paser Tengah dan Kabupaten Paser Selatan di Kabupaten Paser.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa proses pembentukan DOB di Kabupaten Paser memiliki banyak hambatan karena adanya perebutan daerah yang menjadi wilayah cakupan terhadap dua calon DOB dan adanya konflik penetapan ibukota. Konflik dalam pembentukan DOB di Kabupaten Paser mempengaruhi ketahanan daerah di bidang keamanan.

The implementation of autonomy after the reform impact on proliferation of administrative regions. The formation of new autonomous region in Paser Municipal is one of efforts of people welfare provision through equitable development and public service. This study used qualitative to analyze the dynamic of new autonomous region of Central Paser Municipal and South Paser Municipal in Paser Municipal.
The result of the study showed the process of forming the new autonomous region in Paser Municipal had many obstacles caused by the struggle for territory within the new two autonomous regions and also the conflict in deciding the capital. The conflict of the formation new autonomous region in Paser Municipal affects the security in regional resilience.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rionanda Dhamma Putra
"Indonesia adalah negara dengan ketimpangan antarwilayah yang tinggi. Nilai Indeks Williamson sebesar 0,76 pada tahun 2016 menunjukkan kesenjangan ekonomi yang lebar antara Indonesia bagian Barat dan Timur. Hal ini seharusnya tidak terjadi dalam paradigma Neoklasik karena Indonesia Timur akan memiliki kekuatan sentripetal yang menarik aktivitas ekonomi. Oleh karena itu, penelitian ini akan menguji pengaruh faktor-faktor seperti lokasi, ketimpangan kaya-miskin, ketimpangan miskin-miskin, dan demokrasi terhadap modal manusia di Indonesia serta hubungan dua arah antara modal manusia dan kemakmuran ekonomi di Indonesia. Penelitian ini menggunakan model regresi variabel instrumental (IV) panel simultan dalam penelitian ini. Hasil dari penelitian ini akan memberikan kontribusi pada bukti empiris pengaruh ketimpangan dalam hal pendapatan dan kualitas demokrasi, terhadap modal manusia. Oleh karena itu, model ini menemukan bahwa ketimpangan kaya-miskin merupakan satu-satunya faktor signifikan yang berhubungan dengan modal manusia di seluruh wilayah di Indonesia, di mana setiap kenaikan 1% akan menurunkan kualitas modal manusia sebesar 0,06-0,21%. Kemakmuran ekonomi dan modal manusia juga memiliki hubungan yang positif signifikan di Indonesia bagian Barat dan Timur. Oleh karena itu, disimpulkan bahwa ketimpangan sosial ekonomi merupakan satu-satunya faktor signifikan dari dinamika kelembagaan yang berhubungan dengan kualitas modal manusia, dan hubungan rekursif juga terjadi antara modal manusia dan kemakmuran ekonomi di Indonesia dari tahun 2010 hingga 2021.

Indonesia is the country with a high degree of interregional inequality. The Williamson Index score of 0.76 in 2016 shows a wide economic gap between Western and Eastern Indonesia. That should not happen in the Neoclassical paradigm because Eastern Indonesia will have a centripetal force that attracts economic activity. Hence, this research will examine the influence of factors like location, rich-poor inequality, poor-poor inequality (poverty severity), and democracy on the human capital in Indonesia and the two-way relationship between human capital and economic prosperity in Indonesia. It would employ a simultaneous panel instrumental variable (IV) regression model in this examination. The result of this research would contribute to the empirical proof of inequality's influence, in terms of income and the quality of democracy, on human capital. Hence, this model found out that rich-poor inequality is the only significant factor that relates to human capital across Indonesia's regions, with a 1% increase would reduce human capital quality by 0.06-0.21%. Economic prosperity and human capital also had positive significant relationships in Western and Eastern Indonesia. Therefore, this paper conclude that socioeconomic inequality is the only significant factor from institutional dynamics that relates to human capital quality, and a simultaneous two-way relationship also exists between human capital and economic prosperity in Indonesia from 2010 to 2021."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mustari Irawan
"Masalah desentralisasi di Indonesia berkaitan dengan pengalihan urusan ke daerah yang dimaknai dan diwujudkan dalam pembentukan organisasi perangkat daerah melalui regulasi lokal. Organisasi perangkat daerah yang dibentuk belum sepenuhnya mengakomodir prinsip dan karakter desentralisasi. Sebagai kota periphery dari Jakarta, kota Tangerang dijadikan sebagai city example. Organisasi Perangkat Daerah dianalisis dengan mengadopsi konsep hirarkhi proses kebijakan dari Broomley, berfokus pada analisis tiga level pelembagaan regulasi, regulasi nasional pada level makro, regulasi daerah pada level meso dan mikro. Soft Systems Methodology (SSM) digunakan sebagai analisis metodologi karena bersifat holistic serta pendekatan kualitatif dengan sumber data melalui wawancara terhadap beberapa key informant.
Kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa pada level makro, analisis penataan ulang pembentukan organisasi perangkat daerah mengisyaratkan perlunya merevisi Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah terkait muatan tentang kelembagaan organisasi perangkat daerah dengan mempertimbangkan kebutuhan Kota. Pada level meso, penerapan desentralisasi dilakukan dengan mengubah Peraturan Daerah sesuai dengan UU dan PP; pada level mikro-1, organisasi efektif dapat terbentuk apabila SKPD mampu bersifat adaptif, pimpinan yang memiliki kapabilitas dan kapasitas kompetensi dan manajemen kerja yang didukung SDM aparatur. Pada level mikro-2, peningkatan efektifitas organisasi dapat terbentuk apabila dilaksanakan optimalisasi struktur, tugas pokok dan fungsi organisasi yang adaptif terhadap kebutuhan lingkungan.
Rekomendasi level makro adalah revisi dan pengesahan UU dan PP tentang Pembentukan Organisasi Perangkat Daerah; pada level meso Peraturan Daerah tentang SKPD segera disusun dan diformulasikan agar organisasi perangkat daerah dapat terbentuk sesuai dengan prinsip desentralisasi; pada level mikro-1, pengembangan struktur, tugas pokok dan fungsi secara organisasional dilakukan agar organisasi perangkat daerah dapat adaptif dengan dinamika perubahan; pada level mikro-2, dilakukan melalui penyusunan struktur, tugas pokok dan fungsi berdasarkan pada konsep local governance.

The problem of decentralization in Indonesia is related to transfer of control to local government. This has been implemented by the formation of local government organization under various forms of local regulations. However, this formation has not yet in line with the principles and characteristics of decentralization. As the peripheral city, Tangerang was considered as a city example. The organization of local government was analyzed by adopting the Broomley?s hierarchy concept of policy process. It focused on three levels of institutional regulation, namely national regulation on macro level, and local regulation on mezzo and micro levels. Soft Systems Methodology (SSM) was used as the methodology analysis for its holistic nature. Qualitative method with data source from interviews of some key informant was also employed in this research.
The research concluded that on macro level, the analysis of reconstructing the organization formation indicated that it is required to revise the Law on Local Government and the Government Regulation on Organization of Local Government in accordance with the needs of the city. On mezzo level, the implementation of decentralized system can be employed efficiently by revising Local Regulations in accordance with the Law and the Government Regulation; on micro-1 level, an effective formation of organization shall be formed when the local government is adaptive and that the senior officers in that organization obtain good capability and capacity. Moreover, they ought to develop work management which will be supported by their staffs. On micro-2 level, the effectiveness of organization shall be achieved when the structures, tasks and functions of organization is optimal and adaptive towards the environment.
The recommendation of macro level is that there is a need of revising and stipulating of the Law and Government Regulation on the Formation of Local Government Organization; on mezzo level, it is concluded that the Local Regulation on the Local Government Organization needs to drafted and formulated so that it can be utilized in accordance with the principles of decentralization; on micro-1 level, the structures, tasks and functions development needs to organized so that it will be adaptive towards the dynamic changes; on micro-2 level, there is a need of revising structures, tasks, and functions that are based on the local governance concept.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
D2065
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dharmanita Marlisza
"International Monetary Fund (IMF) mempublikasikan data Tax Audit Coverage Ratio (ACR) tahun 2010 dari negara-negara anggotanya dengan rata-rata tingkat ACR sebesar 3% - 5%. Laporan Kinerja DJP tahun 2018 menunjukan bahwa tingkat ACR Indonesia pada tahun 2018 adalah sebesar 1,61%. Data tersebut menunjukan bahwa Indonesia memiliki tingkat ACR dibawah tingkat ACR ideal IMF. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat ACR di Indonesia serta memberikan rekomendasi hal-hal yang perlu diperhatikan oleh DJP guna meningkatkan kinerja pemeriksaan pajak. Analisis dalam studi ini menggunakan komponen-komponen dari teori Institutional Logics yaitu Symbolic carrier yang berupa Peraturan dan Kebijakan DJP dan Material Carrier yang berupa Aktor, Routines dan Artifacs. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif, dengan menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner dan wawancara. Hasil penelitian menunjukan faktor-faktor yang perlu di perhatikan oleh DJP untuk meningkatkan kinerja pemeriksaan pajaknya. Dari sisi aktor, hal-hal yang perlu diperhatikan mencakup jumlah SDM pemeriksa pajak, kompetensi pemeriksa pajak dan motivasi pemeriksa pajak. Dari sisi artifacs (hal-hal pendukung), hal-hal yang harus diperhatikan adalah kemudahan dan ketersediaan data dan integrasi sistem informasi dan teknologi. Sedangkan dari sisi budaya organisasi, hal-hal yang harus diperhatikan adalah sinergi tim, komunikasi dengan seksi lain dan pola kepemimpinan atasan.

The International Monetary Fund (IMF) published 2010 Tax Audit Coverage Ratio (ACR) data from its member countries with an average ACR rate of 3% - 5%. The 2018 DGT Performance Report shows that Indonesia's ACR rate in 2018 was 1.61%. The data shows that Indonesia has an ACR level below the IMF's ideal ACR level. This study aims to identify factors related to the level of ACR and provide recommendations to DGT in order to improve tax audit performance. The analysis in this study uses components of Institutional Logics theory, namely Symbolic carriers in the form of DGT Regulations and Policies and Material Carriers in the form of Actors, Routines, and Artifacts. This study uses a descriptive qualitative approach and uses questionnaires and interviews as research instruments. The results of the study indicate from the actor's point of view, factors that need to be considered include the number of human resources for tax auditors, competence, and motivation of tax auditors. From artifacts (supporting matters), the factors are the ease and availability of data and the integration of information systems and technology. From organizational culture, the factors are team synergy, communication with other sections, and leadership patterns."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Elsa Karina
"Kajian ini menganilisis isu pembajakan maritim pasca-terbentuknya ASEAN Maritime
Forum pada tahun 2010. Sejak akhir tahun 1980-an, Asia Tenggara telah menjadi salah
satu lokasi incaran global dalam serangan pembajakan maritim. Untuk menjawab
permasalahan tersebut, AMF dihadirkan sebagai jembatan terbentuknya kerja sama
maritim di antara negara-negara ASEAN. Namun demikian permasalahan pembajakan
maritim nyatanya masih bertahan hingga saat ini, terlebih di sekitar perairan Indonesia.
Kajian terdahulu perihal penanganan pembajakan maritim secara garis besar terbagi
menjadi tiga sudut pandang yaitu, pembajakan maritim, politik luar negeri, dan kerja
sama maritim. Kajian-kajian tersebut sudah menunjukkan adanya upaya dalam
penanggulangan masalah, namun belum mampu menjelaskan kejadian actual di lapangan
yang malah menunjukkan bahwa tingkat pembajakan maritim masih berlangsung
langgeng hingga saat ini. Studi ini menggunakan perspektif liberalisme institusional
sebagai kerangka analisis dan metode penelitian causal-process tracing. Studi ini
kemudian menunjukkan bahwa faktor-faktor dalam mencapai keberhasilan kerja sama di
kawasan seperti mutualitas, bayangan masa depan, jumlah aktor, jangka waktu yang
lama, keteraturan situasi, pertukaran informasi, dan umpan balik yang cepat, belum
mampu menekan peningkatan pembajakan di kawasan Asia Tenggara

This study analyzes the issue of sea piracy after the formation of ASEAN Maritime Forum
in 2010. Since the late 1980s, Southeast Asia has been a global target for sea piracy
attacks. To answer these problems, AMF is presented as a bridge to establish maritime
cooperation between ASEAN countries. However, the problem of sea piracy still persists
today, especially around Indonesian waters. Previous studies regarding the handling of
sea piracy are broadly divided into three perspectives, sea piracy, foreign policy, and
maritime cooperation. These studies have shown that there are efforts in overcoming the
problem, but have not been able to explain the actual events on the ground which
actually show that the level of sea piracy is still ongoing to this day. This study uses the
perspective of institutional liberalism as an analytical framework and causal-process
tracing on research method. Furthermore, this study shows that factors in achieving
successful cooperation in the region such as mutuality, future images, number of actors,
length of time, regularity of situation, exchange of information, and fast feedback, have
not been able to suppress the increase of piracy in the Southeast Asia region
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>