Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 163951 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mifta Adhistya
"Negara Indonesia merupakan negara yang berpotensi mengalami berbagai jenis bencana, kegiatan penanggulangan bencana di Indonesia dilakukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) selaku Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang bertugas dalam penanggulangan bencana secara nasional yang berkedudukan dibawah dan bertanggungjawab langsung kepada Presiden. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) merupakan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang memiliki tugas dalam penanggulangan bencana pada daerah yang berkedudukan dibawah dan bertanggungjawab kepada Pemerintah Daerah. Hal ini yang mendorong dilakukannya penelitian ini yang bertujuan untuk melihat gambaran bagaimana tata kelola koordinasi yang dilakukan oleh BNPB dengan BPBD Kabupaten Pandeglang Banten pada saat melakukan penanggulangan bencana gempa bumi yang terjadi di Kabupaten Pandeglang Banten dengan merujuk teori model Multi Level Governance yang memiliki dimensi diantaranya Koordinasi dan Otoritas, Partisipasi Pihak Lain, Pembuatan Keputusan Bersama sebagai Sebuah Pengetahuan, Penyediaan Kapasitas SDM, Melindungi Manfaat Tambahan Bulkeley & Betsill (2018). Pendekatan penelitian yang digunakan adalah post-positivist dengan Teknik pengumpulan data kualitatif melalui wawancara mendalam, observasi langsung, serta studi Pustaka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tata kelola koordinasi penanggulangan bencana yang dilakukan oleh BNPB dan BPBD Kabupaten Pandeglang telah berjalan dengan baik. Berdasarkan analisis data yang diperoleh bahwa tata kelola koordinasi telah dilakukan secara berstruktur dan sesuai dengan peraturan terkait penanggulangan bencana yang telah ditetapkan, walaupun terdapat hambatan dalam pelaksanaannya, namun BNPB dan BPBD Kabupaten Pandeglang mendapatkan keputusan bersama sebagai solusi dalam meminimalisir hambatan tersebut.

Indonesia is a country that has the potential to experience various types of disasters, disaster management activities in Indonesia are carried out by the National Disaster Management Agency (BNPB) as a Non-Ministerial Government Agency in charge of disaster management nationally which is domiciled under and directly responsible to the President. The Regional Disaster Management Agency (BPBD) is a Regional Apparatus Organization (OPD) that has the task of disaster management in the region which is under and responsible to the Regional Government. This is what encourages this research which aims to see an overview of how the coordination governance carried out by BNPB with BPBD Pandeglang Banten Regency during earthquake disaster management that occurred in Pandeglang Banten Regency by referring to the Multi Level Governance model theory which has dimensions including Coordination and Authority, Other Party Participation, Joint Decision Making as Knowledge, Provision of Human Resources Capacity, Protecting Additional Benefits Bulkeley & Betsill (2018). Approachment method which had been used for this research is post-positivist by collecting the qualitative data techniques by doing in-depth interview, observation, and literature review. The results showed that the governance of disaster management coordination carried out by BNPB and BPBD Pandeglang Regency has been running well. Based on the data analysis obtained, the coordination governance has been carried out in a structured manner and in accordance with the regulations related to disaster management that have been established, although there are obstacles in its implementation, but BNPB and BPBD Pandeglang Regency get a joint decision as a solution in minimizing these obstacles."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soraya Hariyani Putri
"ABSTRAK
Penelitian ini mencoba untuk mengetahui dan mengukur tingkat pengetahuan dasar arsiparis mengenai prosedur manajemen bencana arsip di Badan Nasional Penanggulangan Bencana melalui empat kategori penelitian yaitu kebijakan, khasanah arsip vital, sumber daya manusia serta sarana dan prasarana. Penelitian ini juga mencoba mengaitkan antara tingkat pengetahuan dengan peran dan pengalaman arsiparis mengenai manajemen bencana. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif dengan menggunakan teknik skala Likert. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner dan studi literatur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan dasar manajemen bencana yang dimiliki setiap arsiparis memiliki rata-rata sebesar 3, 0 di setiap kategori penilaian. Namun, kendala yang terjadi adalah rata-rata pengetahuan arsiparis terampil lebih tinggi daripada arsiparis ahli di beberapa kategori penilaian. Hubungan antara tingkat pengetahuan dan peran serta pengalaman arsiparis menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan muncul karena adanya peran dan pengalaman.

ABSTRACT
This research attemps to know and measure archivists basic knowledge level concerning archives disaster management procedures conducted in National Agency of Disaster Management by four assessment including policy, vital records collection, human resources, and structure & infrastructures. This research attemps to link between knowledge level of archivists role and experience about disaster management. This research is a quantitative descriptive research using Likert scale technique. Questioner and document study are used for obtaining data. This research shows disaster management as a basic knowledge of every archivist. Every assessment has mean 3, 0 in every categories. Mean of skilled archivist is higher than profesional archivist in some categories. Relation between knowledge level and experience of archivists shows that basic knowledge can appear because their role and experience.
"
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2015
S62446
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Ghofari Azzahra
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan collaborative dynamics di Kelurahan Tegal Alur melalui program Kota Tanpa Kumuh KOTAKU . KOTAKU merupakan program yang bertujuan untuk mewujudkan permukiman yang layak huni hingga tercapai 0 Ha kumuh tanpa menggusur. Teori yang digunakan adalah collaborative dynamics yang dikemukakan oleh Emerson, Nabatchi Balogh 2011 . Pendekatan penelitian ini adalah post-positivist dengan teknik pengumpulan data wawancara mendalam dan studi literatur. Adapun pihak yang berkolaborasi dalam Program KOTAKU adalah masyarakat dan pemerintah. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat 10 sub-dimensi dari 12 sub-dimensi yang terpenuhi yakni 1 penemuan, 2 definisi, 3 pertimbangan, 4 penentuan, 5 kepercayaan, 6 legitimasi, 7 prosedur dan pengaturan kelembagaan, 8 kepemimpinan, 9 pengetahuan, dan 10 sumber daya.Kata Kunci: Collaborative dynamics; collaborative governance; masyarakat; pemerintah; permukiman kumuh.

ABSTRACT
This research aims to describe collaborative dynamics in Tegal Alur Urban Village through Kota Tanpa Kumuh KOTAKU program. KOTAKU is a program is that aims to realize settlements that are habitable to reach 0 Ha slum without displacing. This research uses Emerson, Nabatchi, Balogh rsquo s theory 2011 . Research approach is post positivist that utlizes in depth interview and literature study. The people who take side at collaboration KOTAKU rsquo s Program Planning are community and government. The result shows that there are 10 sub dimensions of 12 sub dimensions that are fulfilled which is 1 discovery, 2 definition, 3 deliberation, 4 determination, 5 mutual trust, 6 legitimacy internal, 7 procedural institutuional arrangements, 8 leadership, 9 knowledge, and 10 resource. Keywords Collaborative dynamics collaborative governance community government slum settlement "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rudi Kristian PM
"Tesis ini membahas tentang implementasi kebijakan yang dituangkan dalam Sistem Penanggulangan Bencana pada penanganan bencana erupsi gunung Sinabung di Kabupaten Karo, provinsi Sumatera Utara. Banyaknya terjadi bencana dan khususnya jumlah gunung api aktif di Indonesia yang mencapai 122 gunung aktif, harus di sikapi dengan pembuatan kebijakan.
Penelitian ini menggunakan model analisis implementasi George Edward III, yang terdiri dari faktor komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi. Kebijakan penanggulangan bencana yakni Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 yang di tuangkan dalam Sistem Penanggulangan Bencana harus dilakukan di semua daerah. Sistem penanggulangan bencana ini terdiri dari enam aspek, yaitu (1) aspek legislasi, (2) aspek kelembagaan, (3) aspek perencanaan, (4) aspek pendanaan/penganggaran, (5) aspek pengembangan kapasitas dan (6) aspek penyelenggaraan penanggulangan bencana. Sistem penanggulangan bencana yang akan dianalisis adalah (1) aspek legislasi, (2) aspek kelembagaan, (3) aspek perencanaan, (4) aspek pendanaan (5) aspek penyelenggaraan penanggulangan bencana. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data primernya menggunakan wawancara.
Berdasarkan hasil penelitian, implementasi kebijakan penanggulangan bencana melalui sistem penanggulangan bencana daerah masih buruk, aspek legislasi, aspek kelembagaan, aspek perencanaan, aspek pendanaan, dan aspek penyelenggaraan penanggulangan bencana belum bisa dilaksanakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor disposisi pemerintah menjadi faktor paling dominan yang mempengaruhi faktor-faktor lainnya.

This thesis discusses the implementation of the policies outlined in the Disaster Management System in the handling of the eruption of Mount Sinabung in Karo, North Sumatra province. The number of disasters and in particular the number of active volcanoes in Indonesia which reaches 122 active volcanoes, must be take action with policy making.
This study uses implementation analysis model of George Edward III, which consists of factors communication, resources, disposition and bureaucratic structure. Disaster management policies that Act No. 24 of 2007 which showcased the Disaster Management System should be made in all areas. The disaster management system consists of six aspects, namely (1) the aspect of legislation, (2) institutional aspects, (3) aspects of planning, (4) the aspect of funding / budgeting, (5) and capacity development aspects (6) aspects of disaster management , Disaster management system that will be analyzed are: (1) aspects of legislation, (2) institutional aspects, (3) aspects of planning, (4) financing aspect (5) aspects of disaster management. This study used a qualitative approach. The primary data collection techniques using interviews.
Based on the research results, the implementation of disaster management policies through local disaster management system is still bad, legislative aspects, institutional aspects, aspects of planning, financing aspects, and aspects of disaster management cannot be implemented. The results showed that the government dispositions factors become the most dominant factor that affecting other factors.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
T44379
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Billy Gabriel Toar Sumuan
"Penelitian ini membahas tentang asesmen kapasitas penanggulangan bencana partisipatif di Kabupaten Flores Timur, provinsi Nusa Tenggara Timur dengan menggunakan instrumen kaji Local Government Self Assessment Tool (LGSAT). Instrumen ini mengukur kapasitas penanggulangan bencana yang secara kolaboratif dimiliki oleh pemangku kepentingan kebencanaan di Kabupaten Flores Timur termasuk pemerintah, lembaga non pemerintah dan masyarakat. Karena sifatnya yang partisipatif maka penilaian tersebut dikonsultasikan bersama dan ditetapkan bersama oleh para pemangku kepentingan kebencanaan di Flores Timur.
Hasil analisa memperlihatkan bahwa terdapat beberapa indikator esensi ketangguhan bencana yang masih perlu ditingkatkan kapasitasnya. Instrumen LGSAT yang digunakan juga perlu disesuaikan dengan konteks dan pemahaman di masyarakat.

The research is focused on disaster management participatory capacity assessment in East Flores District, using the Local Government Self Assessment Tool (LGSAT). This tool was used to assess the capacity on disaster management which collaboratively done by various stakeholders in East Flores. Since this was a participatory process, the assessment result was jointly discussed and agreed by all the stakeholders.
The result showed that some indicators from 10 Resiliency Essentials still need to be improved. It is suggested that the LGSAT instrument used in this assessment need to be adjusted with local context and understanding of the community.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yerry Purba Wiratama
"Erupsi Gunung Merapi pada tahun 2010 membawa dampak kerusakan yang luas di daerah Kabupaten Sleman, khususnya Desa Argomulyo, kecamatan Cangkringan. Tak ingin dampak tersebut terulang kembali, Pemerintah mengeluarkan program Desa Tangguh Bencana yang ditujukan agar masyarakat memiliki kapasitas dalam mengurangi resiko bencana diwilayahnya. Tujuan dari penelitian untuk menganalisis implementasi pengurangan resiko bencana pemerintah berbasis masyarakat melalui Program Desa Tangguh bencana di Desa Argomulyo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus, serta pengumpulan data yang dilakukan melalui observasi, wawancara dengan stakeholders terkait di Desa Argomulyo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman dan studi pustaka. Hasil penelitian implementasi program Desa Tangguh Bencana di Desa Argomulyo menunjukkan adanya pola sinergitas multistakeholders baik Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Sleman, Non-Governmental Organization/Lembaga Swadaya Masyarakat, maupun masyarakat setempat yang tergabung dalam komunitas relawan Forum Pengurangan Resiko Bencana Desa Argomulyo. Dalam interaksi antar aktor tersebut, masyarakat Desa Argomulyo tidak lagi menjadi obyek, namun pelaku utama yang bergerak dari bawah ke atas (bottom up) dalam upaya pengurangan resiko bencana di wilayahnya dengan keaktifannya menangani sejumlah bencana serta meningkatkan kapasitasnya melalui berbagai pelatihan dan simulasi kebencanaan. Meskipun demikian, dalam implementasi program tersebut juga menemui kendala seperti minimnya pendanaan, terlebih dengan tidak adanya keterlibatan peran dari sektor swasta. Disamping itu, perlu juga menemukan pendekatan dalam menjaga antusiasme masyarakat terhadap kegiatan pelatihan simulasi.

The eruption of Mount Merapi in 2010 brought widespread damage to the Sleman Regency, especially Argomulyo Village. Government issued a program called Desa Tangguh Bencana to improve the ability or capacity of the local community to reduce the risk of disasters in their areas. The purpose of the study was to analyze the implementation of community-based disaster risk reduction through Desa Tangguh Bencana Program in Argomulyo Village. This research is a qualitative research with a case study approach, as well as data collection conducted through interviews with relevant stakeholders in Argomulyo Village. The results of this research show a pattern of multistakeholder interaction between Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman, Non-Governmental Organizations, and local communities. In the interaction between these actors, the people of Argomulyo Village are no longer the objects of the program, but the main actors in the program to reduce disaster risk in their area by actively handling a number of disasters and increasing their capacity through various training and disaster simulations. However, in the implementation of the program also encountered obstacles such as lack of funding and maintaining the enthusiasm of the local community.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2019
T54918
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Dewi Lestari
"Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, Indonesia, sebuah wilayah yang rentan akan bencana gempa bumi akibat letaknya di antara tiga lempeng tektonik. Sejarah mencatat aktivitas gempa di daerah ini, seperti pada tahun 1990 dan 2001, yang memiliki dampak signifikan terutama di Kabupaten Majalengka. Metode Horizontal to Vertical Spectral Ratio (HVSR) digunakan dengan data mikrotremor untuk mengidentifikasi potensi kerusakan. Pendekatan Nakamura (1989) membandingkan rasio kerusakan dengan indeks kerentanan seismik. Tujuan studi ini adalah menganalisis indeks kerentanan seismik Kabupaten Majalengka berdasarkan frekuensi natural (f0), amplifikasi tanah (A0), dan indeks kerentanan seismik (Kg). Penelitian menggunakan data mikrotremor yang diukur oleh BMKG pada tahun 2014 di 30 stasiun pengukuran di Kabupaten Majalengka. Indeks kerentanan seismik dihitung berdasarkan rumus yang melibatkan frekuensi natural dan amplifikasi tanah. Analisis indeks kerentanan seismik menggambarkan tingkat kerentanan tanah dan infrastruktur terhadap gempa bumi, dengan nilai indeks yang bervariasi dari 0.301811783 hingga 76.63016638. Pemetaan risiko bencana gempa bumi memperlihatkan daerah dengan tingkat kerentanan rendah hingga tinggi, membaginya menjadi tiga kategori: aman, rentan, dan sangat rentan. Daerah dengan kerentanan aman berada di bagian barat dan Selatan daerah penelitian, sedangkan yang sangat rentan berada di bagian timur daerah penelitian.

Majalengka Regency, West Java, Indonesia, is a region vulnerable to earthquake disasters due to its location between three tectonic plates. History records earthquake activities in this area, such as in 1990 and 2001, which had significant impacts, especially in Majalengka Regency. The Horizontal to Vertical Spectral Ratio (HVSR) method is employed with microtremor data to identify potential damage. Nakamura's approach (1989) compares the damage ratio with the seismic vulnerability index. The aim of this study is to analyze the seismic vulnerability index of Majalengka Regency based on natural frequency (f0), soil amplification (A0), and seismic vulnerability index (Kg). The research utilizes microtremor data measured by BMKG in 2014 at 30 measurement stations in Majalengka Regency. The seismic vulnerability index is calculated based on formulas involving natural frequency and soil amplification. The analysis of the seismic vulnerability index describes the level of vulnerability of the soil and infrastructure to earthquakes, with index values ranging from 0.301811783 to 76.63016638. The mapping of earthquake disaster risks shows areas with low to high vulnerability, categorizing them into three levels: safe, vulnerable, and highly vulnerable. Areas with safe vulnerability are located in the western and southern parts of the research area, while highly vulnerable areas are in the eastern part."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Yaneri
"Berdasarkan hapir setiap tahun terjadi bencana maka dibentuklah Tagana di Kabupaten Deli Serdang yang bertindak dalam penanggulangan bencana. Maka untuk itu melalui pendekatan kualitatif, penelitian tesis ini bermaksud mendeskripsikan bagaimana intervensi komunitas oleh Tagana di Kabupaten Deli Serdang dalam penanggulangan bencana alam sehingga menciptakan kemandirian masyarakat dalam menyelesaikan masalah terutama kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana alam.
Hasil temuan di lapangan, pelaksanaan intervensi komunitas oleh Tagana dalam penanggulangan bencana alam sudah maksimal karena adanya beberapa faktor pendukung seperti: (a) partisipasi masyarakat; dan (b) tenaga profesional dalam hal kebencanaan. Tidak terlepas dari itu, Tagana juga menghadapi faktor penghambat dalam pelaksanaan intervensi komunitas seperti : (a) predisposisi; dan (b) ketergantungan masalah dana.

Based on the high possibility of disaster in the region, hence, Tagana was established in Deli Serdang regency which acted alertly and responsively when a disaster occurred. Therefore, through a qualitative approach, this thesis was conducted to describe how community intervention applied by Tagana in Deli Serdang regency in managing natural disaster so that it creates self-community in solving the problems, particularly the alertness in preparation to face natural disaster.
The research findings show that, implementation of community interventions by Tagana in disaster management in Deli Serdang has a maximum are because of several supporting factors such as: (a) people’s participation; and (b) professional personnel in terms of disaster expertise. In addition, Tagana is also facing the obstacle factors in the implementation of community interventions such as: (a) the predisposition; and (b) the dependence on funding.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2015
T43895
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: P3-TPSLK BPPT dan HSF, 2004
624.157 PER
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Carter, W. Nick
Manila: ADB, 1991
R 658.47 CAR d
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>