Ditemukan 109093 dokumen yang sesuai dengan query
Aditya Prasetyo
"Anjing dan kucing merupakan hewan yang didomestikasi oleh manusia, dengan salah satu tujuannya adalah sebagai hewan peliharaan. Sebagai hewan peliharaan, kesejahteraan mereka bergantung kepada manusia. Akan tetapi, dalam interaksinya dengan manusia, hewan peliharaan dapat menjadi korban dari kekejaman manusia. Penelitian ini menggunakan konsepsi species justice yang ada di dalam green criminology untuk mengonstruksikan kekejaman terhadap hewan sebagai kejahatan lingkungan dan juga menganalisis penanganan terhadap kasus kekejaman terhadap hewan peliharaan yang terjadi di Indonesia. Kekejaman terhadap hewan peliharaan di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi kekerasan terhadap hewan, penelantaran terhadap hewan, serta perdagangan daging anjing dan kucing. Dalam kasus kekerasan terhadap hewan, untuk pelanggaran pertama, pelaku diberikan masa percobaan dan hewan dapat disita dari kepemilikan pelaku. Untuk pelanggaran berulang, pelaku dipidana dengan penjara atau denda. Dalam kasus penelantaran terhadap hewan, pelaku diberikan penyuluhan untuk meningkatkan kesadaran akan kesejahteraan hewan. Hewan disita dari pelaku jika pelaku dinilai tidak lagi mampu memberikan perawatan terhadap hewan. Dalam kasus perdagangan daging anjing dan kucing, pelaku dipidana dengan penjara dan denda. Dalam setiap kasus, kerja sama antara organisasi pemerhati hewan dengan aparat penegak hukum sangat dibutuhkan untuk mencegah dan menangani kekejaman terhadap hewan peliharaan.
Dogs and cats are domesticated by humans with one of the aims was as companion animals. As companion animals, their welfare is dependent on human. However, in their interactions with human, companion animals could be victims of human cruelty. This research used species justice conception in green criminology to construct companion animal cruelty as environmental crime and to analyze handling of companion animal cruelty cases that happened in Indonesia. Companion animal cruelty that happened in Indonesia can be grouped into animal abuse, animal neglect, and dog and cat meat trade. In cases of animal abuse, for the first offence, the perpetrator was given probational period and the animal could be confiscated from the perpetrator. For repeated offence, the perpetrator was sentenced to imprisonment and fined. In cases of animal neglect, the perpetrator was educated to raise his or her awareness of animal welfare. Animal was confiscated if only the perpetrator was deemed no longer able to give care for the animal. In cases of dog and cat meat trade, the perpetrator was sentenced to imprisonment and fined. In each case, cooperation between animal welfare organization and law enforcement officers were needed to prevent and to handle cases of companion animal abuse."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Chandrika Putri Larasati
"
ABSTRACTKeberadaan lumba-lumba untuk pertunjukan satwa merupakan praktik yang sudah dilarang di berbagai belahan dunia, namun tidak di Indonesia. Berlindung dibawah dalih konservasi dan edukasi, praktik ini menuai kritik karena terdapat indikasi kekejaman terhadap lumbalumba dalam prosesnya. Peraturan-peraturan yang ada bukan menjadi penghalang bagi penyelenggara untuk tetap menjalankan bisnisnya. Proses pemanfaatan satwa tersebut penulis kategorikan menjadi tiga bagian, yaitu perekrutan, penangkaran dan pelatihan, serta pertunjukan. Berbagai temuan data dalam tulisan ini menunjukan adanya bentuk kekejaman terhadap lumba-lumba yang melanggar kelima prinsip kebebasan satwa dan tingkat kekejaman paling tinggi ada pada proses penangkaran dan pelatihan. Fenomena ini juga akan dijelaskan melalui konsep species justice dan non-speciesist criminology yang akan dibahas di dalam perspektif green criminology.
ABSTRACTThe existence of dolphins for animal shows is a practice that is banned in various parts of the world, but not in Indonesia. Using conservation and education as an excuse, this practice receives criticism as there is some indication that animal cruelty is involved in the process. The existing rules couldn't prevent the organizers in running their business. Here, the writer divided the animal exploitation process into three parts, which are the recruitment, the captivity and the training, as well as the show. Many findings in this journal show that there are some forms of cruelty towards the dolphins that are violating the Five Freedoms for Animals, where the worst form of cruelty takes place in the process of capturing and training. This phenomenon will also be explained using the concept of species justice and nonspeciesist criminology which will be discussed from the perspective of green criminology."
2019
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Monica Ayu Sudiro
"Tulisan ini membahas mengenai tindakan animal cruelty yang terjadi pada konten kekerasan di media sosial dalam perspektif green criminology. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bentuk animal cruelty dan tujuan pelaku melakukan animal cruelty. Berdasarkan data yang didapatkan dari artikel berita dan film dokumenter Narasi, dari tahun 2019 sampai dengan 2022 ditemukan 12 kasus konten kekerasan terhadap hewan yang diunggah di media sosial. Media sosial ini mencakup Instagram, Facebook, Youtube, dan Telegram. Dalam kasus-kasus tersebut, hewan yang menjadi korban adalah spesies kucing, biawak, owa, dan monyet. Dari hasil analisis ditunjukan bahwa, motivasi pelaku untuk melakukan kekerasan dan mengunggah konten kekerasan pada umumnya adalah untuk memerankan sadisme non-spesifik, menghibur orang lain, mengontrol hewan, dan memenuhi prasangka terhadap suatu spesies. Disini hubungan yang dimiliki oleh manusia dengan hewan merupakan hubungan yang bersifat
utilitarian, dominionistic, dan negativistic. Pelaku pembuat konten kekerasan di media sosial disini tergolong sebagai pelaku animal harm traditional criminal dan stress offender. Hal ini dapat dikatakan demikian karena pelaku pembuat konten kekerasan pada umumnya melihat hewan sebagai suatu objek yang dapat dan layak untuk disiksa demi memberikan keuntungan maupun kesenangan bagi manusia. Lebih lanjut, media sosial memiliki peran dalam kasus kekerasan terhadap hewan dengan menjadi fasilitator konten kekerasan terhadap hewan dengan memberikan tempat untuk mengunggah konten dan mempertemukannya dengan penonton.
This article discusses animal cruelty in violent content on social media through a green criminology perspective. This research aims to know the type of animal that becomes the victim of animal cruelty content and the purpose of the perpetrators. Based on data obtained from news articles and the Narasi documentary film, from 2019 to 2022, 12 cases of animal violence content were found uploaded on social media. These social media include Instagram, Facebook, Youtube, and Telegram. In these cases, the animals that became victims were cats, monitor lizards, gibbons, and monkeys. From the results of the analysis, it is shown that, the common motivation for animal cruelty in this case is to act out non-specific sadism, entertain others, to gain control of animals, and fulfill prejudices against a certain species. In this case the relationship that human and animal have is a relationship that based on utilitarian, dominionistic, and negativistic value. The perpetrators of violent content creation on social media are classified as animal harm, traditional criminal, and animal harm stress offenders. The perpetrator here seems to commit animal cruelty to gain benefits in both material and non-material forms. They see animals as creatures that are not equal to humans and deserve to be hurt. Furthermore, social media has a role in animal cruelty by becoming a facilitator. Social media, in this case, has provided a place for the perpetrator to upload dan distribute animal cruelty content to the audience."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Richard Francisco
"
ABSTRAKTugas Karya Akhir ini membahas peran kelompok PETA-INDIA terhadap kebijakan pencegahan kekejaman terhadap hewan India pada tahun 2017. Pembahasan mengangkat strategi yang digunakan oleh kelompok PETA-INDIA dalam upaya melihat peran kelompok tersebut pada kebijakan pencegahan kekejaman terhadap hewan India pada tahun 2017. PETA-INDIA menggunakan strategi direct action yaitu kampanye dan lobi. Dengan menggunakan strategi tersebut dapat terlihat bahwa kelompok PETA-INDIA mempunyai peran tertentu dalam pembentukan kebijakan The Prevention of Cruelty to Animals India Rules 2017.
ABSTRACTThis study examines the role from PETA INDIA group to the policy of The Prevention of Cruelty to Animals India Rules 2017. This study explain the strategy from PETA INDIA to give influence on the policy of The Prevention of Cruelty to Animals India Rules 2017. PETA INDIA use the direct action strategy known as campaign and lobby. Using the direct action strategy this study can explain how PETA INDIA group give influences to The Prevention of Cruelty to Animals India Rules 2017. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Abdel Rama
"
ABSTRAKPerdagangan satwa ilegal bukan merupakan suatu permasalahan yang baru, namun yang menjadi perhatian saat ini adalah aktivitas tersebut terus berlangsung hingga sekarang karena kondisi Indonesia sebagai Negara mega biodiversity. Hal tersebut menjadikan Indonesia sebagai salah satu Negara yang menjadi sasaran aktivitas kejahatan perdagangan satwa ilegal yang melintasi batas-batas Negara dan secara terorganisir. Tugas Karya Akhir ini membahas mengenai operasi INTERPOL Thunderstorm sebagai bentuk upaya penanganan kasus perdagangan satwa ilegal tahun 2018. Tujuan dari tulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana operasi ini di jalankan dan apa hasilnya dengan melihatnya dari konsep kejahatan transnasional terorganisir, green criminology, dan teori double crime triangle. Pada tulisan ini, ditemukan bahwa operasi ini bertujuan untuk menangani kasus perdagangan satwa ilegal melalui kerjasama antar Negara yang berpartisipasi dan lembaga-lembaga internasional, lemahnya regulasi maupun aparat penegak hukum menjadikan aktivitas kejahatan ini terus berlangsung setiap tahunnya sehingga keterlibatan Indonesia dalam Operasi INTERPOL Thunderstorm ini diharapkan dapat menjadi penanganan kasus perdagangan satwa ilegal yang efektif, baik di Indonesia maupun di dunia.
ABSTRACTIllegal wildlife trade is not a new issue, but the concern now is that the activity continues until now due to the condition of Indonesia as a mega biodiversity country. This makes Indonesia one of the countries targeted by illegal wildlife trafficking activities that cross national boundaries and organized. This Final Project discusses the operation of INTERPOL Thunderstorm as a form of effort to handle illegal wildlife trade in 2018. The purpose of this paper is to find out how this operation is carried out and what the results are by looking at the concept of transnational organized crime, green criminology, and double crime triangle theory. In this paper, it is found that this operation aims to deal with cases of illegal wildlife trade through cooperation between participating countries and international institutions, weak regulation and law enforcement officers making this criminal activity continue every year so that Indonesia's involvement in Operation INTERPOL Thunderstorm is expected can be an effective handling of illegal wildlife trade cases, both in Indonesia and in the world."
2020
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Gandes Rasyida
"
ABSTRAKPenulisan ini disusun dalam upaya menjelaskan pemanfaatan media sosial Facebook sebagai sarana reaksi sosial informal atas fenomena pengunggahan foto penganiayaan hewan oleh pelaku. Reaksi sosial informal yang disampaikan oleh masyarakat untuk menanggapi postingan pelaku melalui kolom komentar akan dijelaskan dengan menggunakan teori Labeling oleh Howard S. Becker. Pelaku pengunggah foto penganiayaan hewan ke akun media sosialnya tersebut di label oleh masyarakat sebagai penyimpang. Indikator penyimpangan tersebut dinilai berdasarkan tipe-tipe penyimpangan Becker, yaitu, tuduhan palsu Falsely Accused , penyimpangan murni Pure Deviance , konformis Conforming , dan penyimpangan rahasia Secret Deviance .
ABSTRACTThis study aims to explain societal reaction against animal abuse expressed through Facebook. Utilizes Howard S. Becker 39 s Labelling Theory to explain the use of social media as a mechanism of social control. Users who uploaded pictures of themselves abusing animals are labelled as deviants. There are four indicators of deviance used for this research Falsely Accused, Pure Deviance, Conforming, and Secret Deviance. Based on those parameters, this research concludes that the acts of cruelty against animals which are uploaded to Facebook can be defined as deviance."
2017
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Zaradea Azalia
"Video sebagai suatu bagian dari media massa, memiliki berbagai fungsi dalam masyarakat. Dengan adanya video yang ditampilkan oleh berbagai media massa, dapat mengubah perspektif masyarakat akan berbagai hal juga dapat menjadi sebuah agen kontrol sosial masyarakat, salah satunya perspektif dan kontrol sosial terhadap perlindungan satwa. Video dianalisis dengan menggunakan teori Agenda Setting, Kontrol Sosial dan Kriminologi Hijau, penulisan ini berusaha untuk membuktikan bahwa video dapat digunakan sebagai agen kontrol sosial terhadap perlindungan satwa.
Video as a part of the mass media, has a variety of functions in society. With the video shown by various media, they can change people's perspectives and also can be as an agent of social control, either perspectives and social control over wildlife protection. The video analyzed by using the theory of Agenda Setting, Social Control and Green Criminology, this paper seeks to prove that the video could be used as an agent of social control over wildlife protection."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Mayr, Ernst
Cambridge, UK: Belknap Press, 1963
591.38 MAY p
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Singer, Peter
2009
179.3 SIN a
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Mellisa Anggiarti
"Perlakuan etis terhadap hewan sudah menjadi salah satu pertimbangan di dalam penerapan etika lingkungan. Kemunculan Animal Rights sebagai advokasi yang berangkat dari perlakuan etis bersifat serius, manambahkan perlindungan hukum sebagai jalan keluar. Skripsi ini bertujuan memaparkan penerapan yang dilakukan Animal Rights, serta konsekuensinya melalui analisis konsep tentang perlakuan etis yang telah mengalami pergeseran makna. Pengembalian kemanusiaan dan peran manusia sebagai moral agent menjadi titik tolak dari penentangan perlakuan etis yang berlebihan melalui Animal Rights.
Ethical treatment of animals has become one of the considerations in the application of environmental ethics. Emerging of Animal Rights as advocating that departs from the ethical treatment of a serious nature, adding legal protection as a way out. This thesis aims to describe the implementation carried Animal Rights, and its consequences through the analysis of the concept of ethical treatment that has undergone a shift in meaning. Returns humanity and the role of humans as moral agents became the starting point of opposition to the ethical treatment of excessive through Animal Rights."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S46973
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library