Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 177923 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yuthika Jusfayana
"Aksi kolektif seperti demonstrasi dan protes adalah bagian dari proses demokrasi untuk menyampaikan aspirasi untuk mengubah keadaan yang lebih berkeadilan. Terdapat berbagai kerangka teoretis yang menjelaskan demonstrasi dan protes yang merupakan bagian dari aksi kolektif. Namun demikian, masih jarang yang membahas bagaimana aktivis yang terlibat dalam aksi tersebut memiliki motivasi berupa kebermaknaan dan keberhargaan. Teori quest for significance dapat menjelaskan proses kebermaknaan yang dialami aktivis melalui proses identifikasinya dengan kelompok dan internalisasi prinsip-prinsip moral. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan proses kebermaknaan membuat seseorang memiliki keinginan untuk melibatkan dirinya dalam suatu aksi kolektif peduli lingkungan (normatif maupun non normatif).  Penelitian dilakukan desain crosssectional pada WNI berusia 18 tahun ke atas, didapatkan sebanyak 308 partisipan (71.75% perempuan dan 28.25% laki-laki).  Analisis SEM membuktikan bahwa model quest for significance for climate action memiliki indeks fit yang lebih baik dibandingkan model SIMCA dan Extended SIMCA. Selain melakukan pengujian model, penulis juga menguji hubungan variabel yang menunjukkan terdapat model mediasi antara kebermaknaan dengan aksi normatif melalui kewajiban moral. Kebermaknaan memiliki prediksi langsung terhadap aksi non normatif. Variabel identitas memiliki pengaruh baik pada aksi kolektif normatif dan non normatif.

There are various theoretical frameworks that could explain why demonstration and protest as a part of collective action. However, it is still rare to discuss how the activists involved in the collective action have a motivation such as meaningfulness, which is discussed by the quest for significance. The Quest for Significance (QFS) theory could explain the meaningfulness experienced by activists. This study aimed to prove whether the process of meaningfulness affected individual to involve himself in peaceful and radical action, mediated by group identification. The study was conducted by survey of Indonesian citizens aged over 18 years, obtaining 308 participants (71.75% women and 28.25% men). SEM analysis proven that the quest for significance for the climate action model has a better fit index than the SIMCA and Extended SIMCA models. In addition, the researcher also examined the relationship between variables which indicated mediation model between meaningfulness and normative action through moral obligations. Meaningfulness had a direct prediction of non-normative action. Identity variables had a significance influence on normative and non-normative collective action."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Abdan Shadiqi
"ABSTRAK
Demonstrasi, protes, tanda tangan petisi, aksi anarkis, dan aksi terorisme
merupakan contoh aksi kolektif. Terdapat dua bentuk aksi kolektif, yakni aksi
damai (normatif) dan kekerasan (tidak-normatif). Intensi aksi kolektif solidaritas
merupakan fokus kajian pada penelitian terkait dengan solidaritas Muslim
Indonesia pada konflik Palestina-Israel. Penelitian ini berusaha untuk menggali
apa saja faktor yang melandasi sekumpulan orang ingin melakukan aksi kolektif
solidaritas bentuk normatif atau tidak-normatif pada konteks konflik Palestina-
Israel. Melalui studi survei korelasional, penelitian ini menganalisis data yang
berasal dari 460 mahasiswa Muslim Indonesia. Data diperoleh dengan survei
online dan paper-and-pencil menggunakan 8 alat ukur yang valid dan reliabel
terdiri dari skala intensi aksi kolektif solidaritas bentuk normatif, intensi aksi
kolektif solidaritas bentuk tidak-normatif, identitas sosial politik, efikasi
kelompok, emosi berbasis kelompok yang terdiri dari emosi marah, merendahkan, bangga, dan berani. Kami menggunakan uji confirmatory factor analysis (CFA), regresi, dan uji pemodelan atau structural equation modeling (SEM) untuk analisis statistik melalui Lisrel pada pengujian validitas dan reliabilitas alat ukur dan semua hipotesis. Hasil temuan penelitian ini adalah identitas sosial politik merupakan sentral dari prediktor aksi kolektif solidaritas bentuk normatif ataupun tidak-normatif. Pada aksi kolektif normatif dipengaruhi secara positif oleh identitas sosial politik, emosi marah berbasis kelompok dan efikasi. Sementara itu, pada aksi kolektif tidak-normatif diprediksi secara positif oleh identitas sosial politik dan secara negatif oleh efikasi kelompok. Temuan ini erat kaitannya dengan konteks penelitian yang terkait dengan isu keadilan, kekerasan suci, dan keagamaan.

ABSTRACT
Demonstration, protest, signing the petition, anarchist acts, and terrorism are the examples of the collective action. There are two forms of such action, the peaceful acts (normative) or violence acts (non-normative). This study examined the intention to conduct solidarity collective action among Indonesian Moslems in the context of Palestinian-Israeli conflict. The factors underlying this intention of people to take a solidarity collective action with normative or non-normative forms in the context of Palestinian-Israel conflict were being investigated. Through a correlational survey study, this study analyzed the predictors of intention to conduct solidarity collection action in 460 Indonesian Moslems students. The data was gathered by online survey and paper-and-pencil methods by using 8 measurements: intention of conducting solidarity normative collective action, intention of solidarity non-normative collection action, social political identity, group-efficacy, group-based emotion scale which consist of anger, contempt, pride, and brave. We administered the confirmatory factor analysis (CFA), regression, and structural equation modelling (SEM) in the series of statistical analysis with Lisrel to test the validity and reliability of measurements and to test all our hypotheses. We found that socio-political identity to be a central predictor of intention for conducting solidarity collective action (normative and non-normative). Specifically, intention of solidarity normative collective action is predicted positively by socio-political identity, group-based anger, and group
efficacy. Meanwhile, the intention of conducting solidarity non-normative
collective action is predicted positively by socio-political identity and negatively by group efficacy. This finding is closely related to the context of studies with justice, sacred violence, and religion as the issues."
2017
T47988
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Raka Dewantoro
"Skripsi ini membahas mobilisasi aksi kolektif yang dilakukan oleh Serikat Pekerja Jakarta International Container Terminal (JICT) dalam menolak perpanjangan konsesi antara Hutchison Port Holding Group dengan Pelindo II. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dan menggunakan metode wawancara, studi literatur, observasi, dan studi dokumentasi dalam mengumpulkan data. Skripsi ini menggunakan teori Mobilisasi yang digunakan sebagai pisau analisia untuk menjelaskan perjuangan SP JICT dalam menolak perpanjangan konsesi HPH Group dengan Pelindo II. Dasar kepentingan yang sama yang dimiliki oleh SP JICT menjadi pemicu yang kuat dalam melakukan respon politik anggota SP JICT. Rasa ketidakadilan yang juga dibalut oleh rasa nasionalisme sebagai isu yang dibawa untuk menarik dukungan public membuat SP JICT secara kolektif melakukan perlawanan berhadapan dengan modal dan negara. Kapasitas aksi kolektif yang dimiliki oleh SP JICT berhasil membuat sumber daya yang dimiliki dapat dimobilisasi dengan baik untuk melakukan aksi kolektif.

This thesis explains the mobilization of collective action carried out by Jakarta International Container Terminal (JICT) in rejecting the extention of the concession between Hutchison Port Holding Group and Pelindo II. This research is a qualitative research and uses interview methods, literature studies, observations, and documentation studies in collecting data. This thesis uses Mobilization theory which is used as a tool of analysis to explain the struggle of SP JICT in rejecting the extention of HPH Group concession with Pelindo II. The same basic interests which SP JICT have became a powerful trigger in carrying out the political response of SP JICT members. The sense of injustice that was also wrapped by a sense of nationalism as an issue brought to attract public support made SP JICT collectively put up a fight against capital and the state. The collective action capacity which SP JICT have, has succeded in making available resources mobilized to carry out collective action."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Soleh Nurfatoni
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas mengenai aksi kolektif masyarakat Urut Sewu di Kecamatan Mirit terhadap konflik agraria dan sumber daya alam yang terjadi di kawasan tersebut. Terdapat tiga sebab munculnya aksi kolektif masyarakat, dimana sengketa lahan antara masyarakat dengan TNI AD menjadi satu sebab paling dominan. Aksi kolektif dalam bentuk pemblokiran dan pengusiran adalah yang paling efektif, meskipun sifatnya hanya sementara. Resolusi yang ada saat ini adalah dalam bentuk kontrak sosial lama, dengan kriteria sifat penyelesaian sementara, konflik dalam masyarakat sendiri, dan konflik secara keseluruhan masih berlanjut. Metode Pendekatan penelitian kualitatif dipilih guna mendapatkan data mendalam dari 6 informan yang dipilih secara purposif dan snowball.

ABSTRACT
This study discusses the people?s collective action of Urut Sewu in Mirit Subdistrict against agrarian and natural resources conflicts. There are three reasons the emergence of people?s collective action, which land disputes between communities and Army being the most dominant cause. Collective action in the form of blocking and expulsion is the most effective, although it is only temporary. The current resolution is in the form of the old social contract, with the criteria are the temporary completion, the conflict within the community itself, and the overall conflict continues. The method chosen qualitative research approach in order to get the depth data from 6 informants were selected purposively and snowball.
"
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S62325
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Syaeful Anam
"Tesis ini membahas bagaimana upaya perlawanan melalui gerakan SayaGolput dalam konteks momentum politik 2019. Penelitian ini menggunakan konseptual contentious politics dan mobilisasi collective action. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara mendalam terhadap informan kunci yaitu aktor-aktor gerakan SayaGolput. Hasil penelitian ini beberapa faktor yang mendorong kemunculan SayaGolput, pertama, demokrasi sosial dan politik belum dijalankan sepenuhnya. Kedua, Kedua, kekecewaan terhadap pendukung Jokowi terhadap keputusan diusungnya Maruf Amin menjadi cawapres. Ketiga, beberapa kalangan melihat iklim demokrasi yang sudah dijalankan bertumpu pada kepentingan borjuasi. Keempat, ketidakpercayaan terhadap pemilu dan segala bentuk hierarki. SayaGolput sebagai aliansi yang cair dan dinamis. SayaGolput gabungan aktivis lintas sektor dan ideologis. SayaGolput sebagai titik temu dan kompromi aktor-aktor gerakan yang mengalami kebuntuan dalam upayanya memajukan advokasi-advokasi yang ada. Pada temuan di lapangan ketiga elemen subjek (aktor gerakan), klaim (publik) dan objek (petahana dan elite) terjadi persinggungan yang dinamis. Subjek melihat sepuluh agenda perjuangan merupakan problem yang menjadi titik tolak gerakan. Agenda pejuangan kerakyatan ditujukan sebagai klaim untuk mempersuasi massa. Mobilisasi SayaGolput mendapatkan perlawanan dari objek, yang diinisiasi oleh kalangan petahana dan pendukungnya. Pertarungan politik (contentious politics) tergambarkan dalam pembentukan wacana terkait golput utamanya perang narasi di media sosial. Mobilisasi sumber daya yang timpang membuat kubu petahana dapat mengontrol pembentukan opini. Media sosial dikapitalisasi menjadi alat pengorganisiran dalam SayaGolput. Hal tersebut menjadi anomali pada teori gerakan sosial Charles Tilly.

This thesis discusses how the efforts of resistance through the SayaGolput movement in the context of 2019 political momentum. This study uses conceptual contentious politics and mobilization of collective action. This study uses a qualitative approach with the type of case study research. Data collection was done by in-depth interviews with key informants namely SayaGolput movement actors. The results of this study are several factors that led to the emergence of SayaGolput, first, social and political democracy has not been fully implemented. Second, the frustration of Jokowis supporters over the decision that Maruf Amin brought to be vice president. Third, some circles see the already democratic climate centered on the interests of the bourgeoisie. Fourth, distrust of elections and all forms of hierarchy. SayaGolput as a liquid and dynamic alliance movement. SayaGolput movement is combination of cross-sector and ideological activists. SayaGolput as a meeting point and compromise of movement actors who are at a standstill in their efforts to advance existing advocacies. In the findings in the field of the three elements of the subject (movement actors), claims (public) and objects (incumbent and elite) there is a dynamic conflict. The subject sees the ten agendas of struggle as a problem that is the starting point of the movement. The peoples struggle agenda is intended as a claim to appease the masses. SayaGolput mobilization gets resistance from the object, which is initiated by the tenants and their supporters. Political fight (contentious politics) is illustrated in the formation of the discourse regarding the war abstentions main narrative in social media. Accelerated mobilization of resources makes the camp of camps able to control the formation of opinions. Social media is capitalized on as an organizing tool in SayaGolput. This is an anomaly in Charles Tillys theory of social movement. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ernest Alto
"Tesis ini membahas peranan perusahaan melalui konsep aksi bersama melawan korupsi yang melibatkan 3 pilar yaitu pemerintah, masyarakat, dan kalangan dunia usaha. Upaya sendiri-sendiri oleh pemerintah, masyarakat dan kalangan dunia usaha memiliki dampak yang lebih kecil daripada apabila dilakukan secara bersama-sama. Aksi bersama melawan korupsi ini mengacu pada Collective Action Guideline yang dikeluarkan oleh World Bank Institute yang bekerjasama dengan Siemens, Transparency International, CIPE, UN Global Compact. Menarik untuk disimak bagaimana penerapan Collective Action tersebut di Indonesia dan seberapa jauh efektivitas dari penerapan aksi bersama tersebut.

This thesis discuss the role of company through collective action in fighting against corruption which involved 3 pillar i.e. government, civil society, and business. Inividual action have little impact compare to collective action. The Collective Action refer to Collective Action Guideline established by World Bank Institute in cooperation with Siemens, Transparency International, CIPE, UN Global Compact. Interesting to learn how is the implementation of Collective Action in Indonesia and how effective is the implementation of the collective action."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28047
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Bhekti Merina
"Tesis ini membahas tentang tindakan kolektif yang dilakukan oleh kelompok nelayan non rumpon di komunitas nelayan Puger. Tindakan kolektif ini merupakan hasil atau bagian dari konflik rumpon yang terjadi dikomunitas nelayan Puger, yaitu konflik antara nelayan yang tidak memiliki rumpon dengan yang memiliki rumpon. Tindakan kolektif yang dilakukan oleh kelompok nelayan non rumpon ini berupa aksi protes kepada pemerintahan lokal yaitu Dinas Perikanan dan Peternakan Jember. Dalam aksi protes tersebut nelayan mengorganisir diri kemudian melakukan suatu mobilisasi dengan mengumpulkan berbagai sumber daya yang ada. Tindakan protes tersebut dipicu oleh beberapa aspek yaitu aspek kepemilikan sumber daya laut, ekonomi, alat tangkap, iklim/cuaca, personal, keluarga, kepentingan, rumpon bantuan, serta ketidaktegasan Dinas Perikanan dan Peternakan kabupaten Jember. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Maksud pemilihan pendekatan ini adalah untuk memahami, mendalami, mengambarkan dan menganalisa bagaimana aksi kolektif dari konflik rumpon antara nelayan non rumpon dengan nelayan rumpon.

The focus of this study is about collective action that had done by fisherman as a collective group who does not have rumpon as their tools for fishing. Those collective actions are contributed by the conflict between non rumpon and rumpon fishermen concerning rumpon that took place in the community. Among other forms of collective actions is protest organized by the non-rumpon fishermen. The protest was directed to Dinas perikanan dan peternakan (fishery and agriculture office at the government level). By the protest, the non-rumpon fishermen organized and mobilized themselves using various kinds of resources. Various factors had stimulated the protest, such as property, access to resources in the fishing field, tools for fishing, climates, personal issues and rumpon aid. This study applied a qualitative research method to gain data in the field."
Depok: Universitas Indonesia, 2010
T28009
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
M. Mardani Arrahman
"Collective Security Treaty Organization (CSTO) merupakan sebuah pengaturan keamanan regional di kawasan Asia Tengah. Keberadaan CSTO diharapkan bisa menciptakan stabilitas maupun perdamaian bagi negara-negara anggotanya. Terdapat tiga paradigma utama dalam Ilmu Hubungan Internasional yaitu realisme, liberalisme dan konstruktivisme. Masing-masing paradigma memiliki pandangan yang berbeda terhadap suatu institusi pengaturan keamanan regional. Realisme dengan teori collective defense melihat suatu institusi pengaturan keamanan akan membentuk suatu aliansi militer sebagai bentuk pertahanan diri terhadap ancaman. Liberalisme dengan teori collective security melihat sebuah institusi pengaturan keamanan sebagai institusi yang dapat menjaga negara-negara anggotanya untuk tidak berkonfrontasi antara satu dengan yang lain. Konstruktivisme dengan teori security community memiliki pandangan bahwa suatu institusi pengaturan keamanan bisa membuat negara-negara anggotanya untuk tidak melakukan tindakan koersif dalam penangan konflik maupun reaksi terhadap ancaman. Karya tulis ini akan menganalisa karakteristik CSTO sebagai organisasi keamanan di kawasan Asia Tengah melalui tiga teori tersebut."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1970
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Luh Maitra Agastya
"Tahap identifikasi kebutuhan dan permasalahan (assessment) adalah tahapan kedua dalam pemberdayaan masyarakat setelah melakukan 'proses menjalin relasi' (engagement). Tahapan identifikasi kebutuhan dan permasalahan merupakan tahapan yang penting dalam proses pemberdayaan masyarakat. Tanpa hasil identifikasi kebutuhan dan permasalahan yang memadai, tujuan pengembangan masyarakat sulit tercapai. Tahapan identifikasi kebutuhan dan permasalahan dalam proses pemberdayaan masyarakat seharusnya tidak menjadi langkah awal yang kaku dalam sebuah proyek kegiatan. Sebaliknya, tahapan tersebut merupakan salah satu langkah yang ada dalam siklus kegiatan program berkelanjutan dalam rangka upaya pembelajaran masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dan menyelesaikan permasalahannya.
Artikel ini mendeskripsikan kegiatan pemberdayaan masyarakat yang diselenggarakan oleh Pusat Kajian Kesejahteraan Sosial Universitas Indonesia (Puska Kesos UI) di salah satu wilayah binaannya di Kelurahan Cinangka, Depok. Proses pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan sejak tahun 2014 sampai saat ini memperlihatkan bahwa keberlangsungan program pemberdayaan membutuhkan siklus pemberdayaan yang dinamis dan tidak linear. Upaya assessment non liner terus dilaksanakan oleh Puska Kesos UI. melibatkan berbagai pemangku kepentingan di komunitas (anak, pemuda, orang tua dan tokoh masyarakat). Artikel ini menemukan bahwa identifikasi kebutuhan dan permasalahan yang komprehensif sangat penting untuk perencanaan dan implementasi kegiatan pemberdayaan masyarakat yang berkelanjutan. Selain itu, rasa memiliki dari anggota komunitas--pemuda dan anak-anak, membantu pengembangan cakupan program dengan menggandeng pemangku kepentingan yang lebih luas di komunitasnya. Pada saat ini, komunitas di Kelurahan Cinangka, Depok, memiliki pusat belajar komunitas kini yang telah beroperasi penuh dengan berbagai kegiatan untuk anak-anak dan keluarga.

In a community development program, assessment is the second step conducted following the engagement process. Assessment is a crucial process. Without sufficient data deriving from the assessment process, the community development goals will be challenging to achieve. In its implementation, an assessment process in the community development is not a rigid step. Conversely, it is a continuous step in the planning and implementation of a program towards sustainability. Assessment is also a learning effort for the community in meeting needs and solving issues. This article describes the community development initiative led by Pusat Kajian Kesejahteraan Sosial (Puska Kesos UI) in Cinangka, Depok. Through this initiative, that was started in 2014; we learned that the empowerment process within a community development is dynamic and non-linear. Identification of issues and resources is a continuous process that the organization conducts. Through this initiative, we found that a comprehensive assessment is essential towards planning and implementation of sustainable community development. Moreover, a sense of belonging from youth and children as part of the community enhanced the program's sustainability through engaging broader networks in the community. Currently, the community organizes a learning center that is in full operation with various activities for children and families."
Sosio Konsepsia, 2018
MK-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Jasmani
"Berbagai program pemberdayaan masyarakat dalam rangka penanggulangan kemiskinan di RW 04 Kelurahan Setu Kecamatan Cipayung-Jakarta Timur telah dilakukan. Namun, program-program tersebut kurang menyentuh masyarakat Iokal lapis bawah, terutama dalam hal bantuan atau akses modal usaha yang terbentur pada persoalan persyaratan dan kelayakan usaha.
Pemberdayaan Masyarakat meialui Program Pengembangan Keluarga (selanjutnya disingkat Probangga) yang dilakukan oleh Yayasan BMS merupakan solusi allernatif terhadap penanggulangan kemiskinan yang terjadi di RW O4 Kelurahan Setu, Cipayung-Jakarta Timur. Melalui Probangga, 11 (sebelas) kegiatan yang telah terealisasi dari 13 (tiga belas) kegiatan yang direncanakan menunjukkan adanya upaya pemutusan kemiskinan melalui pendampingan keiuarga dengan fokus utama pada anak.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses pemberdayaan masyarakai melalui Probangga, hambatan-hambatan dan penanggulangannya serta hasil atau perubahan yang dicapai dari proses pemberdayaan yang dilaksanakan oleh BMS di RW 04 Kelurahan Setu Kecamatan Cipayung-Jakarta Timur. Pendekatan yang digunakan dalam rangka pendeskripsian proses pemberdayaan tersebut adalah pendekatan kualitatif.
Ditinjau dari penyebabnya, kemiskinan yang terjadi di RW O4 Kelurahan Setu terdiri dari dua faktor utama. Pertama, budaya masyarakat lokal secara turun temurun yang mengekalkan kernlskinanl Hal tersebut ditunjukan dengan kebiasaan atau pola hidup yang konsumtif dan penggunaan uang secara berlebihan yang tidak layak jika dibandingkan dengan asset dan keuangan yang mereka miliki Budaya ataupun pola hidup yang demikian diistilahkan ?Biar Tekor Asal Nyohor" disertai perilaku malas dan iidak kreatif. Kedua, kebijakan pelebaran kawasan Mabes TNI yang membuat lahan perkebunan dan pertanian masyarakat Iokal semakin menghilang dan kebijakan-kebijakan pembangunan yang kurang menyentuh masyarakat yang paling bawah dan tidak berdaya.
Kedua faktor dominan tersebut menyebabkan masyarakat lokal kurang memiliki pengetahuan dan keterampilan sebagai akibat dari tingkat pendidikan yang mereka miliki, dimana 70,7% berada pada tingkat sekolah dasar. Dalam kondisi demikian, masyarakat lokal tidak mampu bersaing untuk mendapatkan pekerjaan baik pada sektor formal maupun informal dan pada akhirnya menjadi miskin. Kondisi tersebut semakin diperparah dengan krisis multi-dimensi yang melanda Bangsa Indonesia.
Proses pemberdayaan masyarakat yang dilakukan BMS dikategorikan dengan mengacu pada pendapat Adi (2001), yang terdiri dari, tahap persiapan; tahap assessment; tahap perencanaan alternatif program atau kegiatan; tahap formulasi rencana aksi; tahap pelaksanaan; tahap evaluasi; dan tahap akhir. Hambatan-hambatan yang ditemui selama proses pemberdayaan antara lain, persepsi negatif masyarakat lokal terhadap kehadiran BMS dengan Probangganya; Penentuan terget group; Partisipasi target group; Keterbatasan dana dan tenaga pendamping. Upaya penanggulangan hambatan-hambatan tersebut dinilai sudah cukup optimal dan cukup berhasil yang disertai dengan usaha pengembangan.
Pemberdayaan yang telah berjalan selama setahun (periode 2003-2004) telah memberikan pengaruh para kondisi hidup target group, balk dari segi ekonomi maupun sosial budaya. Perubahan pada bidang ekonomi yang ditandai dengan (1) Meningkatnya pendapatan keluarga dari hasil pengembangan usaha keluarga/akumulasi modal (50% dari peminjam), (2) Pengembalian cukup lancar dan tidak macet, (3) Dapat meringankan beban ekonomi keluarga (4) Manajemen usaha dan Pengaturan Ekonomi Rumah Tangga (PERT), (5) Tumbuhnya jiwa kewirausahaan, perintisan usaha baru dan pengembangan usaha Iama. Sedangkan perubahan pada bidang sosial budaya ditandai dengan: (1) Meningkatnya motivasi, minat dan kesempatan anak untuk melanjutkan sekolah (35 orang anak telah mendapatkan beasiswa), (2) Meningkatnya pengetahuan dan kemampuan anak dalam bidang bahasa lnggris, (3) Meningkatnya kemampuan membaca anak melalui kegiatan kelompok belajar, (4) Bertambahnya wawasan dan pengetahuan umum dari kalangan orangtua dalam hal pendidikan, manajemen usaha dan Pengaturan Ekonomi Rumah Tangga (PERT), serta jender, (5) Terkikisnya budaya konsumtif, (6) Anak telah mampu menggunakan komputer tingkat dasar, (7) Tumbuhya budaya belajar dikalangan anak, (8) Semakin eratnya hubungan ketetanggaan dan tumbuhnya rasa kebersamaan dalam suasana pluralitas melalui belajar berorganisasi yang mengarahkan untuk melakukan aksi-aksl kolektif (collective action).
Mengacu atas hasil penelitian dan analisisnya, dapat dikelompokkan menjadi dua hal pokok permasalahan dan sekaligus upaya pemecahannya atau solusi yang diberikan untuk segerah dilakukan oleh BMS dalam upaya pengoptimalan pemberdayaan, yakni pertama, upaya peningkatan pendapatan keluarga anggota Probangga melalui Pengembangan Usaha Ekonomi Produktif dengan berbasis kelompok. Kedua, penambahan tenaga pendamping atau fasilitator lapangan dan optimalisasi volunteer disertai dengan adanya alokasi dana buat mereka."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T21689
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>