Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 180514 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Felicia Anabel Herdian
"Ruang publik seharusnya dapat diakses secara terbuka oleh setiap kalangan masyarakat, termasuk dalam ruang publik berbasis visual seperti pameran seni. Namun, perbedaan penggunaan media dan proses komunikasi disabilitas netra menimbulkan kendala dalam mengakses ruang publik secara umum. Keadaan ini mewujudkan proses mediatisasi yang unik pada kalangan disabilitas netra. Dengan mengangkat pameran seni sebagai bentuk ruang publik berbasis visual, peneliti menggunakan kerangka figurasi komunikatif Hepp untuk mempelajari proses mediatisasi tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk figurasi komunikatif dalam kunjungan disabilitas netra dalam pameran seni. Untuk memperoleh pemahaman yang utuh, peneliti mengeksplorasi elemen figurasi komunikatif yang terdiri dari bingkai tematik, konstelasi aktor, praktik komunikatif, dan ansambel media; serta kapasitas konstruksi yang meliputi identitas kolektif, peraturan, segmentasi, dan kekuasaan. Dengan pendekatan partisipatoris, penelitian menggunakan metode wawancara mendalam terhadap lima orang disabilitas netra dan dua orang pendamping awas serta observasi selama tur pameran dilaksanakan. Disabilitas netra mengandalkan audio secara verbal dan nonverbal serta sentuhan untuk memahami karya seni dan kebutuhan mobilitas. Berbagai objek pada pameran seni dapat dikategorikan sebagai ansambel media: material karya, suara, warna, dan bahkan tongkat untuk navigasi. Adanya perbedaan pada kategori gangguan penglihatan-low vision dan buta total; peran pengunjung, pendamping, pemandu; dan pengetahuan seni mempengaruhi dinamika kapasitas konstruksi para aktor. Penelitian ini melibatkan partisipasi aktif disabilitas netra agar dapat memberikan rekomendasi bagi mediatisasi ruang publik yang lebih baik untuk mencapai masyarakat yang lebih inklusif.

Public spaces should be openly accessible to all sections of society, including visual-based public spaces such as art exhibitions. However, differences in media use and communication processes for the visually impaired create obstacles in accessing public spaces. This situation creates a unique mediatization process among people with visual disabilities. The researcher highlights art exhibitions as a visual-based public space, using Hepp's communicative figurative framework to study the mediatization process. This study aims to describe the form of communicative figuration in visiting persons with visual impairment in art exhibitions. To gain a complete understanding, the researcher explores elements of communicative figuration consisting of thematic frames, actor constellations, communicative practices, and media ensembles; as well as construction capacity which includes collective identity, regulation, segmentation, and power. With a participatory approach, the research used an in-depth interview method with five people with visual disabilities and two sighted companions, also supported by observations during the exhibition tour. People with visual disabilities rely on verbal and nonverbal audio and touch to understand artwork and mobility needs. Various objects in art exhibitions can be categorized as media ensembles: work materials, sounds, colors, and even walking sticks. There is a difference in the categories of visual impairment-low vision and total blindness; the role of visitor, companion, guide; and artistic knowledge affect the dynamics of the actors' construction capacities. This research involves the active participation of the visually impaired to provide recommendations for better mediatization of public space to achieve a more inclusive society."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Gunawan
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kondisi khusus dari penyandang disabilitas netra yang menghalangi dirinya untuk melakukan verifikasi isi akta dengan cara membaca substansi Akta Autentik. Untuk menjawab masalah yang timbul dari ketidakmampuan dalam membaca Akta Autentik ini, maka penelitian ini dilakukan secara doktrinal dengan menggunakan bahan hukum primer yang meliputi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas, Convention on the Rights of Persons with Disabilities. Penelitian ini menganalisis implikasi yang timbul dari seorang disabilitas Netra yang tidak dapat melihat isi akta (materiil) dikaitkan dengan pendampingan sebagai jalan untuk memperkuat kemandirian penghadap dengan kondisi disabilitas Netra tersebut dan juga menganalisis bagaimana peran pendamping untuk mengakomodir kepentingan penyandang disabilitas Netra serta posisinya di mata hukum untuk menanggapi masalah seorang penyandang disabilitas netra yang mengalami hambatan untuk berdiri sendiri menghadap ke notaris. Di dalam penelitian ini, disimpulkan bahwa pendampingan untuk penyandang disabilitas netra, memiliki fungsi bukan saja untuk membantu seorang penyandang disabilitas netra untuk menghadap ke notaris, namun juga memiliki fungsi untuk membantu seorang penyandang disabilitas netra untuk memverifikasi isi atas Akta Autentik yang dibuat. Upaya pendampingan ini merupakan upaya untuk mendorong terciptanya lingkungan hukum yang lebih inklusif dan responsif terhadap kebutuhan semua warga negara. Diharapkan melalui pendampingan ini, permasalahan pembacaan mandiri yang dilakukan oleh penyandang disabilitas netra atas akta dapat diatasi sehingga seorang penyandang disabilitas netra dapat secara mandiri menghadap ke notaris dan melakukan kepentingannya secara mandiri.

This research is motivated by the specific condition of visually impaired individuals that hinders them from verifying the contents of a deed by reading the substance of the Authentic Deed. To address the issues arising from the inability to read the Authentic Deed, this study is conducted doctrinally using primary legal materials, including Law Number 30 of 2004 concerning the Notary Office, the 1945 Constitution, Law Number 8 of 2016 concerning Persons with Disabilities, and the Convention on the Rights of Persons with Disabilities. This study analyzes the implications arising from a visually impaired person who cannot see the contents (material) of the deed, in connection with accompaniment as a means to strengthen the independence of the visually impaired party facing the notary. It also examines the role of the companion in accommodating the interests of visually impaired persons and their position in the eyes of the law in addressing the issues faced by visually impaired individuals in independently facing the notary. The research concludes that accompaniment for visually impaired persons functions not only to assist them in facing the notary but also to help them verify the contents of the Authentic Deed being made. This accompaniment effort is an attempt to create a more inclusive and responsive legal environment to the needs of all citizens. It is hoped that through this accompaniment, the issue of independent reading by visually impaired persons of deeds can be resolved, allowing them to independently face the notary and conduct their affairs autonomously."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tuti Alawiyah
"Penelitian ini mengkaji tentang penerimaan informasi melalui media pembelajaran digital talking book untuk siswa tunanetra. Proses penerimaan informasi terdiri dari tiga elemen, yaitu penyeleksian informasi, interpretasi, dan retensi. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode studi kasus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerimaan informasi melalui digital talking book di kalangan siswa tunanetra mempunyai tantangan tersendiri. Dalam tahapan penyeleksian informasi, informan menggunakan sumber informasi dari braille dan digital talking book secara bergantian sesuai dengan kebutuhan. Dalam tahapan interpretasi informasi, informan menafsirkan konten digital talking book dibantu dengan catatan dalam huruf Braille. Dalam tahapan retensi, informan mampu mengingat secara baik informasi yang bersifat sementara, seperti kata-kata istilah, angka-angka, dan penjelasan tentang definisi, namun memiliki keterbatasan untuk memori jangka panjang sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama.

This research examines regarding how information reception through learning media of digital talking book used by students with visual impairment. The study was conducted using case study method. The results showed that the information reception through digital talking book among students with visual impairment has its own challenge. In the process of selecting information, they use the source of information from Braille and digital talking book alternately as needed. The changing from using Braille sense of touch into digital talking book the sense of hearing becomes a problem of itself. In the information interpretation stage, the informant interprets the content of the digital talking book assisted by notes in Braille. In the memory retention phase, the informant is able to remember well the temporary information, such as the terms of words, numbers, and the explanation of the definition, but it has limitations for long term memory therefore it takes a longer time.Key words Digital Talking Book visual impaired information reception information selection interpretatin retention."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T47873
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Dwi Nastiti
"Skripsi ini membahas mengenai pembentukan identitas kelompok disabilitas melalui penyebaran pesan dalam media komunitas Kartunet.com oleh komunitas Kartunet. Kartunet merupakan komunitas yang digerakkan oleh sekelompok anak muda tunanetra untuk memberdayakan penyandang disabilitas. Penelitian ini memberikan pemahaman baru mengenai pembentukan identitas kelompok disabilitas dan kelompok minoritas lainnya melalui kerangka media komunitas online. Penelitian dilakukan dengan metode pendekatan kualitatif dengan wawancara mendalam dan observasi semi-partisipatif ke dalam komunitas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembentukan identitas kelompok disabilitas merupakan proses bertahap dari identitas personal, identitas komunitas, dan identitas kelompok disabilitas. Temuan penelitian juga menunjukkan pembentukan identitas disabilitas dalam media komunitas Kartunet.com terjadi melalui proses konstruksi yang melibatkan berbagai faktor internal maupun eksternal komunitas dan identitas yang terbangun sifatnya dinamis.

This thesis discusses the formation of group identity through the dissemination of messages via online community media Kartunet.com by Kartunet community. Kartunet is community organised by visually impaired youth that aim to do empowerment for young people with disability by using information technology. The study contributes to deeper understanding of identity of disability and minority group on its broader context using the framework of online community media. The research conducted under qualitative approach using method of indepth interviews and semi-participatory observation in the community.
The results showed that group identity are dynamic subject and the formation of group identity of people with disability is a gradual process of personal identity, community identity, and group identity of disability. The study's findings also indicate the formation of identity in community media Kartunet.com disability occurs through the construction process that involves a variety of internal and external factors that shape the community.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S45716
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Kusuma Sari
"ABSTRAK
Galeri seni merupakan tempat dipamerkannya karya seni dan menjadi sarana bagi seniman dalam menyampaikan idenya kepada masyarakat publik. Karya seni memiliki makna yang merupakan representasi dari ide sang seniman. Dengan begitu, kontemplasi terhadap objek karya seni menjadi aktifitas utama yang ditemui dalam galeri seni. Skripsi ini membahas unsur intrinsik dan ekstrinsik yang mempengaruhi kegiatan kontemplasi terhadap karya seni. Kemudian, tulisan ini juga memperhatikan peran galeri saat ini dalam memperlakukan karya seni, serta aspek apa saja yang dipertimbangkan dalam merencanakan pameran seni sehingga atmosfer pameran yang sesuai dengan ide karya seni dapat dirasakan dan dipersepsikan oleh pengunjung.

ABSTRACT
Art gallery is a place to display artworks and as a vehicle for artists to convey their idea to public. An artwork has a meaning as the representation of the artist?s idea. Therefore, contemplation towards the object of an artwork becomes the main activity encountered in art gallery. This study explains the intrinsic and extrinsic elements in affecting contemplation activity towards artwork. Furthermore, this study also focuses on the role of gallery in treating artwork nowadays and what aspects might be considered in planning an art exhibition, in order that the atmospheric exhibition which is appropriate with the idea of artwork could be perceived by visitors."
2015
S59494
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Citra Smara Dewi
"Penelitian “Galeri Nasional Indonesia dalam Pembentukan Identitas Nasional: Kajian Tentang Pameran Seni Rupa Nusantara di GNI, Jakarta, Tahun 2001-2017”, dengan pertimbangan GNI merupakan salah satu State Cultural Institutions atau Lembaga Kebudayaan Negara, selain Museum Nasional (National Museum), Perpustakaan Nasional (National Library), dan Pusat Arsip Nasional RI. Lembaga-lembaga kebudayaan tersebut berada di pusat pemerintahan selain menjadi landmark sebuah bangsa modern, juga sebagai barometer peradaban bangsa sehingga berperan signifikan dalam pembentukan Identitas Nasional. Tujuan kajian menjelaskan proses panjang pendirian GNI dan peran GNI dalam pembentukan identitas nasional melalui kebijakan Pameran Seni Rupa Nusantara (PSRN). PSRN merupakan peristiwa penting, karena sejak Indonesia merdeka, untuk pertama kalinya berhasil menyelenggarakan pameran Seni Rupa Modern Kontemporer yang melibatkan seniman dari 31 provinsi. Konsep kuratorial yang dirancang memberi ruang apresiasi bagi budaya-budaya minoritas khususnya luar Jawa Bali, dimana sebelum GNI terbentuk kurang mendapat tempat di panggung nasional. Tampaknya GNI memiliki “nilai tawar” dalam pembentukan identitas nasional melalui perkembangan seni rupa modern kontemporer Indonesia yaitu dalam mengintegrasikan potensi kelokalan dari setiap wilayah menjadi spirit keindonesiaan. Penelitian ini menggunakan metode sejarah: heuristik, verifikasi/kritik, interpretasi, dan historiografi, dengan metodologi strukturistik dan pendekatan konsep Multikulturalisme. Kebaruan dari metodologi yaitu “Exhibition History” yaitu bagaimana gerak sejarah institusi budaya dikaji melalui peristiwa Pameran Seni Rupa yang melibatkan kebijakan institusi negara, kurator dan seniman. Sumber sejarah yang utama kajian literatur, yaitu arsip, dokumen dan Katalog Pameran Seni Rupa. Metode sejarah lisan dengan pelaku sejarah menjadi penekanan riset ini. Dalam konteks substansi, kebaruan dari riset ini dapat dilihat dari lingkup kajian yaitu dinamika seni rupa Indonesia era 2000-an dan 2010-an, dengan melibatkan seni rupa luar Jawa Bali. Kajian historiografi yang dilakukan Clire Holt (seni rupa pra sejarah-1950- an) dan Helena Spajaard (1900—1995), tidak signifikan mengkaji peran seni rupa luar Jawa Bali dalam historiografi Indonesia. Sehingga dapat dikatakan kajian ini melengkapi kajian sebelumnya. Hasil kajian menunjukan (1) Proses pembentukan GNI yang terkesan lambat tak lepas dari “Political will” dari pemerintahan terkait, (2) Kesenjangan seni rupa yang terjadi sebelum GNI terbentuk tak lepas dari kebijakan Etnonasionalisme yang terjadi sebagai dampak dari sistem pemerintahan yang cenderung memusat dan hegemoni dengan menggunakan basis kelompok etnis, ras, kelompok etnis sebagai landasan berbangsa dan bernegara, (3) Peran GNI sangat sentral dalam pembentukan Identitas Nasional melalui PSRN dengan memberi ruang apresiasi kepada kebudayaan “minoritas” khususnya Seni Rupa Luar Jawa dan Bali. Dampak PSRN terhadap pembentukan identitas nasional dapat dilihat dari dua hal yaitu kesadaran para seniman pada era 2000-an dan 2010-an dalam menciptakan karya-karya yang memiliki tema kritik sosial sebagai upaya menjaga kesatuan Negara Republik Indonesia, yaitu: (a) Aktualisasi Politik: Konflik Sosial-Horizontal, Toleransi Religius, Integrasi-disintegrasi, (b) Wacana Global: Lingkungan Hidup, Sekularitas-Spiritualitas, Kabangkitan Lokal, (c) Modernitas-Kontemporer dan Keragaman-Kesatuan. Tema-tema tersebut belum ditemukenali pada kajian-kajian sebelumnya baik yang dilakukan Claire Holt dan Helena Spanjaard. Kedua terjadinya Gerakan sosial budaya khususnya di luar Jawa Bali melalui spirit solidaritas komunitas lokal. Fenomena kebangkitan multikulturalisme ini menandai gerak sejarah perkembangan seni rupa diluar Jawa-Bali. Pendekatan konsep Identitas Nasional menekankan pada gerakan ideologis untuk mencapai dan mempertahankan otonomi, persatuan, dan identitas bagi satu populasi yang anggotanya berkehendak membentuk satu bangsa secara aktual atau potensial. Gerakan ideologis yang muncul pada abad ke-21 antara lain potensi kelokalan yang dimiliki satu bangsa sebagai kekuatan baru menghadapi era globalisasi. Multikulturalisme dalam konteks PSRN upaya membangun identitas nasional melalui spirit menghargai perbedaan antara seniman idividu dan kelompok individu yang direpresentasikan melalui keterlibatan perupa dari 31 provinsi dengan berbagai karakter budaya. Melalui peristiwa budaya yaitu PSRN mereka saling berbagi pengalaman, menceritakan berbagai hambatan-hambatan sehingga lahir percaya diri dan semangat solidaritas untuk menjaga integrasi bangsa melalui Gerakan sosial budaya dan karya yang diciptakan. Ditemukenali bagaimana peran individu, kelompok individu (Kurator Seni Rupa, Seniman, Kepala GNI, Kolektor, Pelaku Seni) dan institusi (Institusi Budaya baik pemerintah dan swasta, Perguruan Tinggi, Media) secara simultan bekerja mentransformasi dan mereproduksi perubahanstruktursosial. Ketigaunsurinibekerjadalamsatustruktur, saling-dukungsebagai agen perubahan.
The purpose of this research with title National Gallery of Indonesia in the Formation of National Identity: Research on “Nusantara Fine Art Exhibition” at GNI, Jakarta (2001- 2017)”, with the consideration that GNI is one of the State Cultural Institutions, apart from the National Museum, Library National (National Library), and the National Archives Center of the Republic of Indonesia. These cultural institutions are at the center of government apart from being the landmarks of a modern nation, as well as a barometer of the nation's civilization so that they have an important role in the formation of the National Identity. The purpose of the study is to explain the long process of establishing the GNI and the role of the GNI in the formation of national identity through the policy of the Nusantara Fine Arts Exhibition (PSRN). This research uses historical methods: heuristics, verification/criticism interpretation, and historiography, with a structure methodology and a multiculturalism concept approach. The novelty of the methodology is "Exhibition History", which is how the historical movements of cultural institutions are studied through Fine Arts Exhibition events involving policies of state institutions, curators and artists. The main historical sources for the literature review are archives, documents and catalogs of fine arts exhibitions. The method of oral history with historical actors is the emphasis of this research. In the context of substance, the novelty of this research can be seen from the scope of the study, namely the dynamics of Indonesian art in the 2000s and 2010s, involving art outside Java and Bali. The historiographical studies conducted by Claire Holt (prehistoric art-1950s) and Helena Spajaard (1900-1995), did not significantly examine the role of art outside Java and Bali in Indonesian historiography. So it can be said that this study complements the previous study. The results of the study show (1) The process of forming the GNI which seems slow is inseparable from the "Political will" of the related government, (2) The gap in the art that occurred before the GNI was formed was inseparable from the Ethnonationalism policy which occurred as a result of the government system that tended to be centralized and hegemony by using the basis of ethnicity, race and ethnic group as the basis of nation and state, (3) The role of GNI is very central in the formation of National Identity through PSRN by providing space for appreciation of “minority” cultures, especially the Fine Arts outside Java and Bali. PSRN is getting the researcher’s attention due to its correlation to a major event where for the first time since Indonesian Independence, a Modern and Contemporary “Nusantara Fine Art Exhibition” held which involved 31 provinces. In this event, the curatorial concept appreciate the development of fine arts outside Java and Bali, before the GNI was formed it did not have a place on the national stage. The curatorial concept is designed to provide space for appreciation for minority cultures, especially outside Java and Bali. It seems that GNI has a "bargaining position" in the formation of national identity through the development of contemporary Indonesian modern art, namely in integrating the local potential of each region into an Indonesian spirit. The impact of PSRN on the formation of national identity can be seen from two things, namely the awareness of artists in the 2000s and 2010s in creating works that have social criticism themes as an effort to maintain the unity of the Republic of Indonesia, namely: (a) Political Actualization: Social-Horizontal Conflict, Religious Tolerance, Integration-disintegration, (b) Global Discourse: Environment, Secularity-Spirituality, Local Awakening, (c) Modernity- Contemporary and Diversity-Unity. These themes have not been identified in previous studies conducted by Claire Holt and Helena Spanjaard. Second, the occurrence of socio-cultural movements, especially outside Java and Bali, through the spirit of local community solidarity. The phenomenon of the rise of multiculturalism marks the historical movement of the development of art outside Java-Bali. The approach to the concept of National Identity in this study emphasizes ideological movements to achieve and maintain autonomy, unity, and identity for a population whose members wish to actually or potentially form a nation. The ideological movements that have emerged in the 21st century include the local potential of one nation as a new power in facing the era of globalization. Multiculturalism in the context of PSRN attempts to build a national identity through the spirit of respecting the differences between individual artists and groups of individuals represented through the involvement of artists from 31 provinces with various cultural characters. Through a cultural event, namely PSRN, they share experiences, tell various obstacles so that confidence and a spirit of solidarity is born to maintain national integration through the socio-cultural movement and the work created. It was identified how the role of individuals, groups of individuals (Fine Arts Curators, Artists, Heads of National Human Rights, Collectors, Artists) and institutions (Cultural Institutions both government and private, Universities, Media) simultaneously work to transform and reproduce changes in social structures. These three elements work in a single structure, mutually supporting as agents of change."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dzikra Alfiati Rahimah
"Penulisan ini membahas tentang potensi ruang liminal dalam membantu navigasi penyandang tunanetra. Pembahasan ini bermula dari peninjauan kembali terhadap konsep inklusivitas menunjukkan bahwa desain inklusif saat ini sering kali masih menciptakan "eksklusivitas inklusif," di mana solusi yang diterapkan mengecualikan pengguna dalam beberapa cara. Konsep ruang liminal diperkenalkan sebagai perangkat inklusif yang fleksibel dan imersif, yang berfungsi sebagai batas dan akses, serta dapat identitas spasial yang mendukung kebutuhan navigasi dan orientasi tunanetra. Dalam konteks ini, ruang liminal tidak hanya menyediakan akses tetapi juga menciptakan lingkungan yang intuitif dan adaptif, memungkinkan penyandang tunanetra untuk bernavigasi dan mengidentifikasi ruang dengan lebih baik. Studi kasus menunjukkan bahwa ruang liminal dapat diintegrasikan sebagai elemen navigasi yang mendukung kemandirian dan kenyamanan pengguna, menciptakan lingkungan yang benar-benar inklusif dan responsif terhadap berbagai kebutuhan pengguna.

This paper discusses the potential of liminal space in aiding the navigation of visually impaired individuals. The discussion begins with a review of the concept of inclusivity, revealing that current inclusive design often creates "exclusive inclusivity," where implemented solutions still exclude users in certain ways. The concept of liminal space is introduced as a flexible and immersive inclusive device, functioning as both a boundary and access, as well as providing spatial identity that supports the navigation and orientation needs of the visually impaired. In this context, liminal space not only provides access but also creates an intuitive and adaptive environment, allowing visually impaired individuals to navigate and identify spaces more effectively. Case studies demonstrate that liminal space can be integrated as a navigational element that supports user independence and comfort, creating a truly inclusive and responsive environment to various user needs."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raditya Arief Putrasetiawan
"Bahasa Arab merupakan salah satu  bahasa yang memiliki pengaruh terbesar di dunia. Kedudukannya sebagai bahasa Al-Quran, beragam literatur keilmuan, bahasa resmi lebih dari 22 negara, hingga sebagai bahasa resmi PBB membuat penguasaannya menjadi hal yang sangat penting, baik nasional maupun internasional. Tidak heran, banyak orang Indonesia kini mulai melirik Bahasa Arab, tak terkecuali difabel tunanetra. Lantas, penelitian ini mencoba menganalisis minat dan motivasi tunanetra terhadap pembelajaran Bahasa Arab, dengan harapan melaluinya mampu menjelaskan mengenai minat dan motivasi tunanetra terhadap pembelajaran Bahasa Arab. Melaluinya, diharapkan penelitian ini mampu membuka sudut pandang baru sekaligus menambah wawasan bagi yang membaca, sekaligus juga dapat menjadi pertimbangan bagi lembaga pendidikan bahasa tunanetra atau lembaga pendidikan bahasa yang memiliki murid tunanetra kedepannya. Penelitian ini ditulis dengan pendekatan deskriptif kualitatif dan autoetnografi serta metode pengumpulan data studi pustaka dan wawancara dengan narasumber 5 orang pembelajar Bahasa Arab tunanetra, dengan menggunakan kerangka teori yang disampaikan oleh Ajzen (1988) dalam dwisavitri (2019) mengenai unsur-unsur minat yang dibagi ke dalam unsur perasaan, perhatian, dan motif, beserta teori motivasi Gardner (1972) dalam Kholid (2017) yang membagi motivasi menjadi  motivasi integratif dan motivasi instrumental. Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat dilihat bahwa ketiga unsur tersebut baik perasaan, perhatian, hingga motif, memegang peranan yang penting dalam mempengaruhi minat tunanetra mempelajari Bahasa Arab. Sementara itu dalam motivasi sendiri, motivasi instrumental terbukti lebih tinggi pengaruhnya terhadap motivasi belajar tunanetra mempelajari Bahasa Arab, meski motivasi integratif pun memiliki pengaruh yang cukup besar.

The Arabic language is one of the languages that has the greatest influence across the world. Its position as the language of the Koran, various scientific literature, the official language of more than 22 countries, and as one of the official language of the UN, makes mastering it very important, both nationally and internationally. It's not surprising that many Indonesians are now starting to considering learning Arabic, including the visually impaired. This research tries to analyze the interest and motivation of the visually impaired in learning Arabic, with the hope that through it it will be able to explain the interest and motivation of the visually impaired in learning Arabic. Through this, it is hoped that this research will be able to open new perspectives as well as increase insight for those who read this research, as well as being a consideration for language education institutions for the visually impaired or language education institutions that have visually impaired  students in the future. This research was written using a qualitative descriptive and autoethnographic approach as well as literature studies and interview data collection method with 5 visually impaired Arabic language learners as sources, using the theoretical framework presented by Ajzen (1988) in Dwisavitri (2019) regarding the elements of interest which are divided into elements of feelings, attention , and motives, along with Gardner's (1972) motivation theory in Kholid (2017) which divides motivation into integrative motivation and instrumental motivation. From the research that has been carried out, it can be seen that these three elements, including feelings, attention, and motives, play an important role in influencing the interest of the visually impaired in learning Arabic. Meanwhile, in terms of motivation itself, instrumental motivation is proven to have a higher influence on the motivation to learn for the visually impaired to learn Arabic, although integrative motivation also has quite a large influence."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Syifa Nabila
"ABSTRACT
Galeri Nasional Indonesia (GNI) sering menyelenggerakan kegiatan pameran karya seni. Selain memamerkan karya seni, GNI juga bertugas mendata seluruh karya seni yang dipamerkan. Terdapat informasi publik yang harus disebarkan ke masyarakat, seperti promosi acara dan lainnya. Dengan melihat fungsi GNI yang beragam tersebut, penelitian ini akan membahas pengelolaan informasi publik pameran seni oleh GNI. Penelitian ini bertujuan untuk melihat proses pengelolaan publikasi eksternal yang dilakukan oleh GNI terhadap suatu pameran seni yang diselenggerakan sendiri. Penelitian ini juga bertujuan untuk menjadi acuan bagi lembaga-lembaga lain dalam pengelolaan informasi di bidang seni dan visual, mengingat keberadaan galeri yang sekarang semakin mendapat sorotan dari masyarakat, khususnya para remaja. Penulis membatasi penelitian ini dengan hanya melihat satu jenis pameran yang diselenggarakan oleh GNI sendiri, yaitu pameran seni rupa kontemporer Indonesia Manifesto 6.0: Multipolar yang digelar di gedung A, B, dan D GNI pada tanggal 02-17 Mei 2018. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan pengumpulan datanya dilakukan dengan cara wawancara dan observasi selama pameran Manifesto 6.0: Multipolar diselenggarakan.

ABSTRACT
National Gallery of Indonesia (hereinafter abbreviated as GNI) is one of the largest galleries in Indonesia that often organizes art exhibition activities. GNI have main tasks in the management of art exhibitions they organized. To do that, they have to list and manage all the data about artworks that have been exhibited. There is also public information that should be published, such as event promotion and publication as a communication media between GNI and the public. By looking at GNIs function, this research will discuss public information management of art exhibition. The purpose of this research is to analyze the external publications management process conducted by GNI itself, and to be a reference for other art and visuals organizations considering that the existence of galleries now got more spotlight from public, especially from teenagers. The author limits this research to one kind of exhibitions that conducted by GNI itself, an contemporary Indonesian art exhibition Manifesto 6.0: Multipolar which held at building A, B, and D of GNI from 02-17 May 2018. This research conducted using a qualitative approach and the data collections is done by interview and observation during Manifesto 6.0: Multipolar exhibition."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Kharima
"Tesis ini membahas mengenai analisa implementasi kebijakan pemenuhan hak sipil terhadap penyandang disabilitas netra dalam Pemilu dengan studi kasus Pemilu Legislatif 2014 di DKI Jakarta. Penelitian ini ingin melihat apakah kebijakan yang sudah dibuat dapat diimplementasikan dengan baik oleh penyelenggara pemilu.
Penelitian ini menganalisa bagaimana kebijakan sudah diimplementasikan dengan empat variabel yaitu Komunikasi, Sumber Daya, Disposisi dan Struktur Birokrasi serta menganalisa apa saja faktor penghambat dan pendukung dari implementasi kebijakan tersebut.
Hasil penelitian menyarankan bahwa kebijakan yang baik harus disertai dengan implementasi yang baik pula karena banyak temuan lapangan yang mengarahkan kepada tidak terlaksananya implementasi secara baik karena tidak terpenuhinya empat variabel tersebut.

Thesis discusses the analysis of the implementation of civil rights compliance policies against persons with disabilities in the general election with a case study of legislative elections in 2014 in DKI Jakarta. This study wanted to see if the policy has been implemented properly by the election organizers.
The study trying to analyze how the policy has been implemented by four variables: Communication, Resources, Disposition and Bureaucratic Structure. Analyze what are the factors inhibiting and supporting the implementation of the policy.
The results of the study suggest that good policy must be accompanied by a good implementation that lead to failure in implementation as well due to nonfulfillment of the four variables.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>