Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 190413 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muchamad Bharata Purnama Putra
"Indonesia memiliki target produksi minyak bumi 1 juta BOPD dan gas bumi 12 BSCFD pada tahun 2030. Strategi untuk mencapai target produksi pada tahun 2030 adalah dengan transformasi resources to production, mempercepat chemical EOR, eksplorasi secara masif untuk penemuan sumur besar dan optimalisasi produksi lapangan existing. Optimalisasi produksi lapangan existing, salah satu faktor pendukungnya adalah fasilitas produksi sehingga dibutuhkan fasilitas produksi dengan integrity yang baik untuk meminimalkan uplanned shutdown. Instalasi migas yang memiliki risiko tinggi salah satunya adalah instalasi pipa penyalur migas. Instalasi pipa penyalur existing yang berada diperairaan laut jawa yaitu dari Cirebon Utara sampai dengan Kepulauan Seribu memiliki luas 8300 km2 dan dioperasikan oleh PT XYZ. Maka dari itu membutuhkan data inspeksi yang lengkap dan akurat untuk mengetahuinya. Metode penelitian ini menggunakan modifikasi dari index scoring Kent Muhlbauer. Tingkat risiko pada ketiga pipa penyalur bawah laut di Perusahaan XYZ yaitu 4 in GL MBA-MB2, pipa penyalur 8 in GL ECOM-EQSB, dan pipa penyalur 8 in GL MMF-MXB didapatkan kategori dengan risiko very high. Strategi inspeksi yang dilakukan untuk ketiga pipa dengan kategori risiko very high yaitu visual inspeksi (ROV), freespan assesment, pengecekan proteksi katodik (CP), inspeksi UT thickness pada bagian riser dan elbow (topside dan subsea), inspeksi UT thickness pada bagian subsea pipeline menggunakan metode NACE ICDA untuk titik pengambilan thickness dan periode inspeksi 4 tahun sekali atau berdasarkan Risk Based Inspection (RBI). Biaya dan upaya strategi inspeksi akan berbanding lurus dengan tingkat kategori risiko, oleh karena hal tersebut agar strategi inspeksi dapat optimal, efektif dan efisien maka dibagi menjadi 3 (tiga) kategori risiko yaitu low, medium dan high/very high, dimana pemilihan strategi inspeksi sesuai dengan tingkat risikonya. Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi referensi dalam pembuatan suatu kebijakan ataupun regulasi untuk melakukan inspeksi pipa penyalur bawah laut secara berkala dengan menggunakan metoderisk analysis untuk menentukan strategi inspeksinya

Indonesia has a target of producing 1 million BOPD of oil and 12 BSCFD of natural gas in 2030. The strategy for achieving the production target in 2030 is transformation from resources to production, accelerating chemical EOR, massive connectivity for finding large wells, and optimizing field production. In optimizing existing field production, one of the supporting factors is production facilities, so production facilities with good integrity are needed to minimize upplanned shutdowns. One of the oil and gas installations that pose a high risk is the installation of oil and gas pipelines. The existing pipeline installation in the Java Sea, from North Cirebon to the Seribu Islands, has an area of 8300 km2 and is operated by PT XYZ. Therefore, it requires complete and accurate inspection data to find out. This research method uses a modification of the Kent Muhlbauer scoring index. The risk level of the three subsea pipelines at Company XYZ, namely 4 in GL MBA-MB2, 8 in GL ECOM-EQSB pipeline, and 8 in GL MMF-MXB pipeline, is found to be in the very high risk category. The inspection strategy carried out for the third pipe with a very high risk category is visual inspection (ROV), freespan assessment, cathodic protection check (CP), UT thickness inspection on the riser and elbow (topside and subsea), and UT thickness inspection on the bottom pipe sea using the NACE ICDA method for thickness taking points and inspection periods once every 4 years or based on risk-based inspection (RBI). The cost and effort of examining the strategy will be assessed directly with the level of the risk category. Because of this, so that the inspection of the strategy can be optimal, effective, and efficient, it is divided into 3 (three) risk categories, namely low, medium, and high/very high, where the selection of strategy inspection is appropriate with the level of risk. The results of this study are expected to be a reference in making a policy or regulation to carry out regular inspections of underwater pipelines by using the risk analysis method to determine the inspection strategy."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Margaretha Thaliharjanti
"Kegiatan eksplorasi produksi minyak dan gas bumi (migas) di Lapangan Arjuna milik PT XYZ dimulai sejak tahun 1970an. Sejumlah 192 pipa penyalur bawah laut di lapangan ini masih aktif beroperasi sebagai alat transportasi migas dan 75% diantaranya sudah berumur lebih dari 25 tahun. Sekitar 17 kasus kebocoran pipa bawah laut di Lapangan Arjuna terjadi setiap tahunnya dan sebagian besar kasus terjadi pada pipa-pipa tua. Kejadian ini memberikan dampak yang cukup signifikan baik dari sisi keselamatan, lingkungan maupun bagi kegiatan operasi dan produksi migas. Program pemeliharaan pipa-pipa bawah laut ini membutuhkan biaya dan sumber daya cukup besar. Oleh karena itu, prioritisasi program ini harus diberikan pada pipa-pipa berisiko tinggi agar risiko kebocoran pipa dapat segera diturunkan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat profil risiko 10 pipa penyalur utama minyak dan gas bawah laut di Laut Jawa yang sudah tua dan membuat program pemeliharaannya. Konsep manajemen risiko ISO 31000: 2009 digunakan dalam penelitian ini fokus pada tahapan kajian risiko (risk assessment) dan penanganan risiko (risk treatment). Pada tahapan kajian risiko, metode yang digunakan adalah metode indeks Kent Muhlbauer dikombinasikan dengan metode kajian risiko PT. XYZ dengan matriks. Metode indeks Ken Muhlbauer menggunakan empat indeks untuk menghitung potensi kegagalan sistem pipa bawah laut yaitu indeks kerusakan pihak ketiga, indeks korosi, indeks desain, dan indeks kesalahan operasi, dilanjutkan dengan analisis dampak kebocoran (Leak Impact Factor). Kemudian dilakukan perhitungan probability of failure dan consequence of failure yang dimapping pada matriks penilaian risiko perusahaan. Kajian risiko dengan kedua metode ini menghasilkan peringkat risiko (risk rangking) dan nilai risiko relatif untuk kemudian digunakan sebagai basis penentuan tingkat risiko dan prioritisasi program pemeliharaan kesepuluh pipa penyalur. Hasil akhir kajian risiko 10 pipa bawah laut utama di Laut Jawa menunjukkan ada enam pipa berisiko tinggi yang perlu diturunkan risikonya ke tingkat yang dapat diterima. Tahapan penanganan risiko dimulai dengan membuat program pemeliharaan enam pipa berisiko tinggi berdasarkan indeks paling kritikal yang dihasilkan dari penilaian risiko, yaitu korosi. Ada 10 tindakan pencegahan dan 2 tindakan mitigasi sebagai usulan program yang harus dikomunikasikan kepada pihak yang berkepentingan agar risiko kebocoran pipa penyalur utama dapat dikurangi. Salah satu tindakan pencegahan kebocoran yang diusulkan adalah penggantian pipa penyalur 16 MOL M-J sebagai prioritas utama.

Oil and gas exploration and production activities in the Arjuna Field, Java Sea, owned by PT XYZ began in the 1970s. A total of 192 subsea pipelines in this field are still being operated to transport oil and gas product and 75% of them are over 25 years old. There are around 17 cases of subsea pipeline incident at Arjuna Field per year which occur mainly in the 25`s year old pipelines. The incident has a significant impact in terms of safety, environment and oil and gas bussiness. Maintenance program for these pipelines require expensive cost and resources thus need prioritization. The aims of this research is to assess risk profile of aging 10 subsea oil and gas pipelines in PT. XYZ and provide risk mitigation action plan. The Kent Muhlbauers index method is used combined with companys risk matrix method. The index method uses four indexes related to the failure of the subsea pipeline system: the third-party damage index, corrosion index, design index, and incorrect operations index for probability assessment, continue with consequence assessment using leak impact factor. Then its converted to probability of failure (PoF) and consequence of failure (CoF). The calculations and mapping results risk ranking and relative risk which is used as a basis of pipeline maintenance program prioritization. The final risk assessment result of subsea pipeline in PT. XYZ shows six high risk pipelines which require risk reduction action plan to reduce the risk into acceptable level. The pipeline maintenance program is made based the most critical index, corrosion, resulting from the assessment. The program proposes 10 preventive and 2 mitigation measures that must be communicated to each responsible parties so that risk of hydrocarbon leak can be minimized. The replacement of 16 MOL M-J is proposed as a top priority of pipeline replacement program."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T54331
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lucky Abdul Malik
"Penilaian risiko pipa penyalur dilakukan sebagai bagian dari pipeline integrity management. Dengan bertambahnya umur pipa penyalur, maka kemungkinan kerusakan akan semakin meningkat kecuali dilakukan tatakelola yang tepat dalam upaya untuk menekan risiko. Penelitian ini menjelaskan tentang analisis risiko berdasarkan kemungkinan dan konsekuensi kegagalan sejalan dengan korosi yang terjadi pada pipa penyalur. Penentuan laju korosi yang cermat sangat penting untuk mengambil keputusan terkait integrity dan efektivitas dalam memastikan keandalan pipa penyalur. Penentuan laju korosi yang akurat sangat sulit ditentukan karena sejumlah faktor yang mempengaruhi reaksi korosi. Estimasi laju korosi yang umum digunakan pada pipa penyalur adalah dengan alat In-line inspection(ILI). Laju korosi digunakan sebagai dasar untuk estimasi integrity pipa penyalur dalam suatu periode waktu. Sedangkan kemungkinan kegagalan dihitung menggunakan metode distribusi Weibull dua parameter dan estimasi konsekuensi kegagalan disiapkan berdasarkan sejumlah rujukan standar API 581. Dengan memahami tingkat ketidakpastian ILI, maka diharapkan penentuan laju korosi akan dapat lebih akurat sehingga kondisi integrity pipa penyalur di masa depan akan lebih baik termasuk juga mitigasi yang perlu dilakukan. Tesis ini juga dilengkapi dengan studi kasus yang terjadi pada PT. X untuk memahami risiko pipa penyalur terkait dengan degradasi alami material. Berdasarkan perhitungan, pipa penyalur dikategorikan ke dalam peringkat risiko 5C yang berarti dalam kondisi risiko medium-high. Variasi tingkat kegagalan terhadap segmen atau sub segmen pipa penyalur juga diperoleh dengan kemungkinan kegagalan tercepat pada selang waktu kurang dari tiga tahun dan kegagalan
Risk assessment of gas pipeline is carried out as part of pipeline integrity management. As the life of the pipeline increases, the likelihood of failure will increase unless proper governance is carried out in an effort to reduce risk. This study describes the risk analysis based on the likelihood and consequences of failure in line with corrosion that occurs in the gas pipeline. A careful determination of the rate of corrosion is very important to make decisions regarding integrity and effectiveness in ensuring the reliability of the pipeline. Accurate determination of the rate of corrosion is very difficult to determine because of a number of factors that influence a corrosion reaction. Corrosion rate estimation that is commonly used in conduit is by In-line inspection (ILI). Corrosion rate is used as a basis for estimating the integrity of the conduit in a period of time. While the probability of failure is calculated using the two parameter Weibull distribution method and the estimated consequences of failure are prepared based on a number of API 581. Standard references. mitigation needs to be done. This thesis is also complemented by a case study that occurred at PT. X to understand the risks of channel pipes associated with natural degradation of the material. Based on calculations, the pipeline is categorized into a risk matrix 5C which means it is in a medium-high risk condition. Variations in the failure rate of the pipeline segments or sub-segments are also obtained with the possibility of the fastest failure in an interval of less than three years and the longest failure in an interval of 11 years."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mhd. Ibkar Yusran Asfar
"Pipa riser di anjungan lepas pantai yang telah berumur 28 tahun memiliki risiko kegagalan yang tinggi. Untuk memastikan produk dapat terdistribusi dengan baik, maka perlu menjaga integritas pipa tersebut. Melakukan penilaian risiko dan penentuan interval inspeksi dari data hasil inspeksi dapat mencegah kegagalan yang akan terjadi. Salah satu metode yang dapat digunakan ialah Risk-Based Inspection (RBI).
Pipa riser gas jual yang menjadi objek penelitian ini berukuran 26 inci. Data hasil In-Line Inspection (ILI) digunakan dalam penilain risk-based inspection (RBI) dengan pendekatan kuantitatif berdasarkan standar API 581. Pipa riser disegmentasi menjadi tiga, yaitu atas air, zona percikan dan bawah air. Nilai dari probability of failure (PoF) dan consequence of failure (CoF) dihitung untuk mengetahui peringkat risiko dari pipa riser. Interval inspeksi ditentukan dari target risiko yaitu ketebalan minimum pipa riser.
Penelitian yang dilakukan terhadap analisis data hasil inspeksi untuk risk-based inspection (RBI), menghasilkan pengaruh yang signifikan terhadap nilai PoF tiap segmentasi pipa riser, dimana atas dan bawah air sebesar 3,06E-06 kegagalan/tahun sedangkan zona percikan sebesar 0,1376 kegagalan/tahun. Nilai PoF dan CoF mempengaruhi tingkat risiko, dimana segmen atas air dengan nilai CoF $100.658.373 dan bawah air dengan nilai CoF $100.907.400 menghasilkan tingkat risiko sedang 1E sedangkan zona percikan dengan nilai CoF $100.907.400 di tingkat risiko tinggi 5E. Interval inspeksi ditetapkan dari tingkat risiko tertinggi dari segmentasi pipa riser, yaitu zona percikan. Karena target risiko telah terlampaui dalam hal ini ialah ketebalan minimum, maka interval inspeksi ditetapkan sesuai dengan jadwal penilain RBI yaitu Januari 2022.

Riser pipes on offshore platforms more than 28 years old are prone to failure. It is critical to maintaining the pipe's integrity to ensure proper product distribution. Conducting risk assessments and establishing inspection intervals based on inspection data can help avoid failures. Risk-based inspection (RBI) is one method that can be used.
The sales gas riser pipe, on which this research is based, measures 26 inches in length. In-Line Inspection (ILI) data is used in a quantitative approach to risk-based inspection (RBI) assessment based on the API 581 standard. The riser pipe is divided into three sections designated as above water, splash zone, and below water. The probability of failure (PoF) and consequence of failure (CoF) values are calculated to determine the riser pipe's risk rating. The risk target determines the inspection interval, precisely the minimum riser pipe thickness.
Research conducted on the analysis of inspection data for risk-based inspection (RBI) resulted in a significant effect on the PoF value of each riser pipe segmentation, where above and below water were 3.06E-06 failures/year while the splash zone was 0.1376. failure/year. PoF and CoF values affect the risk level, where the above water segment with a CoF value of $100,658,373 and below water with a CoF value of $100,907,400 produces a medium risk level of 1E while the splash zone with a CoF value of $100,907,400 at a high-risk level of 5E. The inspection interval is determined from the highest risk level of the riser pipe segmentation, namely the splash zone. Since the risk target exceeded the minimum thickness in this case, the inspection interval is set according to the RBI assessment schedule, namely January 2022.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arie Wijaya
"Di industri minyak dan gas bumi, pengelolaan integritas peralatan produksi sangat penting untuk menjaga keberlanjutan produksi. Kegagalan integritas peralatan produksi dapat menyebabkan kerugian bagi perusahaan. Pengelolaan peralatan produksi yang mendekati umur desainnya memiliki tantangan meningkatnya biaya Inspection, Maintenance, dan Repair (IMR). Oleh karena itu diperlukan strategi untuk IMR yang lebih efisien. Pengelolaan IMR terbaru menggunakan RBI yang bersifat prediktif yang dinilai lebih efisien dibandingkan dengan metode Time Based Inspection. Pada penilaian RBI pada pipa penyalur gas jual bawah laut yang telah berusia 28 tahun, penentuan tingkat risiko menggunakan perhitungan kuantitatif standar API 581 dengan data inspeksi In-Line Inspection (ILI).  Pipa penyalur gas dibagi menjadi 12 segmen untuk menggambarkan PoF dan CoF secara lebih spesifik. Interval inspeksi ditentukan dengan menentukan target ketebalan minimum sebelum terjadinya kebocoran. Hasil perhitungan risiko menunjukkan 12 segmen pipa penyalur berada pada tingkat medium (3 segmen 1D dan 1E, dan 2C). Sedangkan 9 segmen lainnya berada pada level risiko rendah (1C). Nilai PoF tertinggi 1,04E-4 kegagalan/tahun pada segmen 9 karena terdapat nilai penipisan paling tinggi. Sedangkan CoF paling tinggi berada pada tingkat E pada segmen 1 karena lokasi kebocoran dekat dengan anjungan tengah laut dengan nilai CoF USD 105.628.767. Perhitungan interval inspeksi menunjukkan inspeksi berikutnya 20 tahun dari inspeksi terakhir. Metode lainnya dengan pendekatan batas ketebalan Estimated Repair Factor (ERF) mendapatkan hasil yang sama, sedangkan perhitungan sesuai dengan rekomendasi di dalam ASME B31.8S menunjukkan interval inspeksi yang lebih pendek 10 tahun dengan metode inspeksi menggunakan ILI.

In the oil and gas industry, the integrity of equipment is important to maintain the sustainability of production. The company shall have strategy to maintain production equipment that has approaching to its design life, because the IMR cost tend to increase while the production rate decreased. Current IMR strategy uses RBI, which is considered more efficient than the time-based inspection. In the RBI assessment of the 28-year-old sales gas sub-sea pipeline, the risk was determined by API 581 quantitative calculations with In-Line Inspection (ILI) data. The pipelines was devided into 12 segments to elaborate PoF and CoF. The inspection interval is determined by minimum thickness target before its leakage. Risk calculation show 3 pipeline segments at the medium level (1 segments 1E, 1 segment 2C, and 1 segment 1D). Other segment in in low risk (1C). The highest PoF value is 1.04E-4 failures/year in segment 9 because there is the highest corrosion rate. Meanwhile, the highest CoF is at level E in segment 1 because the location of the leak is close to the production platform with a CoF value of USD 105.628.767. Inspection interval calculation show that the next inspection is 20 years. Another method with the Estimated Repair Factor (ERF) thickness limit obtains the same results, while the calculation according to the recommendations in ASME B31.8S shows inspection interval of 10 years with ILI inspection method."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joki R.R.
"Korosi terjadi tanpa mengenal waktu di segala aspek kehidupan manusia dan dapat mengakibatkan banyak kerugian. Di industri minyak dan gas, kerugian yang terjadi akibat korosi berdampak pada penurunan kualitas material yang digunakan. Dan hal ini berarti berhubungan dengan lamanya operasional alat berfungsi atau kemampuan jangka panjang dari suatu alat dan kemungkinan terjadinya kegagalan pada peralatan yang digunakan. Sehingga jika korosi menyerang, maka selain kerugian finansial yang dialami, kerugian berupa dampak terhadap lingkungan sekitar dan juga safety dari pekerja dan masyarakat sekitar juga bisa terjadi. Oleh karena itu inspeksi terhadap peralatan yang ada penting untuk dilakukan. Indonesia yang masih mengacu pada inspeksi berdasarkan jangka waktu (timebased inspection) masih memberikan peluang untuk terjadinya kegagalan pada peralatan yang digunakan. Oleh karena itu penting untuk menggunakan acuan lain seperti inspeksi berdasarkan tingkat resiko (Risk-Based Inspection)/RBI.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 8 pipa yang dianalisa, 5 pipa (6" dan 4 pipa 16") memiliki nilai 2D yang berarti berstatus resiko medium dan mendapatkan respon corrective maintenance dan 3 pipa (8", 12", dan 18") memiliki nilai 2E yang berarti berstatus resiko medium-high dan mendapatkan respon preventive maintenance. Usulan inspeksi yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan visual, ultrasonic straight beam, eddy current, flux leakage, radiography, dan pengukuran dimensi. Usulan waktu inspeksi yang dapat dilakukan kembali adalah 7 tahun kemudian untuk pipa-pipa yang memiliki nilai 2D dan 5 tahun kemudian untuk pipa-pipa yang bernilai 2E dari inspeksi terakhir. Nilai rendah yang diperoleh melalui penelitian ini dikarenakan pipa memiliki sistem inspeksi yang baik terhadap mix point/injection yang ada dan juga karena sistem pipa yang ada tidak mengenal adanya deadleg, sehingga nilai TMSF tidak mengalami pertambahan yang signifikan.

Corrosion happen everytime in all human-life aspects and can caused lot of losses. In oil and gas industry, losses caused by corrosion affect directly to material quality that used in the industry. And it means relate to how long an equipment can perform or long-term compability of an equipment and probability of a failure occured in an equipment. So, if corrosion attacks, beside financial loss, another loss that can happen are environtmental loss and also human safety which is include the worker and also community around the industry. Therefore, it is very important to hold an inspection to every equipments in oil and gas industry. Indonesia still hold time based inspection to all equipment in oil and gas industry, and that methode still open for a failure occured. So that, it is very important to use another inspection management methode like Risk-Based inspection (RBI).
Result of this paper are, from 8 pipes that checked, 5 pipes (a 6" pipe and 4 pipes of 16") got 2D rank, which mean have medium status and got corrective maintenance respon. And 3 pipes (8", 12" and 18") got 2E rank which mean have medium-high status and got preventive maintenance response. Inspection methode that proposed are visual examination, ultrasonic straight beam, eddy current, flux leakage, radiography, and dimensional measurement. Inspection time interval from last inspection activity that proposed are 7 years for pipes that got 2D rank and 5 years for pipes that got 2E rank. Low rank that several pipes received because those pipes have good inspection system on mix point/injection area and also the overall piping system do not have the deadleg system, so the TMSF value not multiplied by a value factor.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
T31723
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hanry Taruna
"Tesis ini membahas perbandingan antara kebijakan Pemerintah dengan metode Risk Based Inspection, dalam menetapkan interval inspeksi pengujian pada katup pengaman,  untuk menjamin keandalan. Penelitian adalah penelitian kuantitatif dengan desain one group pre-test post test. Hasil penelitian mendapatkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara interval inspeksi dan pengujian katup pengaman yang digunakan, dan kebijakan Pemerintah belum dapat menjamin keandalan dibandingkan metode RBI, sehingga disarankan untuk Pemerintah melakukan peninjauan  terhadap kebijakan serta melakukan perumusan kebijakan berbasis bukti (evidence-based policy).

This thesis addresses the comparison between Government policy and Risk Based Inspection methods, in establishing test inspection intervals on safety valves, to ensure reliability. Research is quantitative research with the design of one group pre-test post test. The results of the study found that there was a noticeable difference between the inspection intervals and the safety valve testing used, and the Government's policy could not guarantee reliability compared to the RBI method, so it was recommended that the Government conduct a review of the policy and formulate an evidence-based policy.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rezna Pasa Revuludin
"Pengelolaan gas bumi di Indonesia telah memasuki era baru dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi. Undang-undang ini telah membuka persaingan usaha dan investasi yang seluas-luasnya kepada swasta dan koperasi untuk terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap pengusahaan di sektor minyak dan gas bumi nasional. Namun, hal ini bukan berarti pemerintah telah mendorong pengelolaan gas bumi di Indonesia menuju persaingan usaha pada pasar bebas, Pemerintah tetap berkuasa untuk menjalankan kebijakan yang dibuat dalam rangka mencapai tujuan negara, yaitu mendatangkan kemakmuran dan mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia. Salah satu kebijakan tersebut dibuat dalam rangka efisiensi pengelolaan gas bumi di Indonesia dengan menyusun kebijakan pemisahan rangkaian usaha unbundling pada pengelolaan gas bumi.
Tujuan dilakukan unbundling tersebut adalah untuk menciptakan persaingan usaha yang sehat dalam penyediaan gas bumi nasional, sehingga dapat meningkatkan daya saing dan kualitas pelayanan dan pendistribusian gas bumi kepada masyarakat yang membutuhkan. Efisiensi dapat dilakukan tidak hanya melalui kompetisi yang sehat, tetapi juga berdasarkan kegiatan monopoli yang diawasi pemerintah, khususnya terhadap kegiatan pengangkutan transmisi dan/atau distribusi gas bumi melalui pipa.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian Yuridis-Normatif berdasarkan pengumpulan data sekunder, dibuat dalam rangka memberikan gambaran menyeluruh mengenai pelaksanaan kebijakan unbundling berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 dan peraturan pelaksanaannya dengan mengambil studi terhadap pelaksanaan kegiatan usaha pengangkutan gas bumi yang dilakukan oleh PT. Trasnportasi Gas Indonesia TGI.
Dari hasil penelitian, dapat diketahui bahwa unbundling pengelolaan gas bumi di Indonesia dilakukan berdasarkan pemisahan entitas hukum antara pelaku i Kegiatan Usaha Hulu dengan Kegiatan Usaha Hilir dan ii Kegiatan Usaha Pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa pada Ruas Transmisi dan/atau Jaringan Distribusi dengan Kegiatan Usaha Niaga Gas Bumi Melalui Pipa. Namun tidak diatur batasan untuk penguasaan vertikal terhadap badan usaha yang melakukan kegiatan pengangkutan gas bumi melalui pipa, sehingga masih memungkinkan untuk dilakukan penguasaan monopoli antara kegiatan penyediaan dan pengangkutan gas bumi. Untuk itu Pemerintah dituntut untuk melakukan pengawasan dengan ketat agar pengusahaan pengangkutan gas bumi dapat berjalan seefisien mungkin dengan prinsip pemanfaatan bersama yang berkeadilan sosial.

Indonesian gas market has entered a new era with the enactment of Law No. 22 of 2001 regarding Oil and Natural Gas. This law has create competition and opportunities for direct or indirect investment of private own company or cooperatives in oil and gas sector. But, that doesn't mean the government has promoted competition in oil and gas sector based on a free market competition, the government still has the power to execute a policy for achieving state's purpose, which is to bring prosperity and promoting welfare among the people of Indonesia.One of the policy to create an efficient natural gas market is by stipulating unbundling policy in natural gas industry.
The purpose of unbundling is to create a healthy competition, so it will promote competitiveness and enhances quality services for distribution of natural gas to the people. Efficiency can be made not only from creating a competition in the market, but it could also be made by regulated monopoly, especially in transportation activity transmission and or distribution of natural gas through pipelines.
This research will be carried out using the methodology of Juridical Normative approach based on collected secondary data, the purpose is to describe the implementation of unbundling policy based on Law No. 22 of 2001 and the derivative regulations in the study of PT. Transportasi Gas Indonesia TGI's Transmission Pipelines.
From this research, we shall know there are legal unbundling between i upstream oil and gas activity and downstream oil and gas activity, and also between ii trading and transporting activities of natural gas through transmission and or distribution pipelines. But there are no limitation to vertically control a gas transportation company, so there are plenty of opportunities to monopolize the supply and distribution of natural gas market through pipelines. Therefore the government have to regulate the market tightly so the natural gas industry can be managed in the most efficient way and shared by the principal of social justice.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T47204
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adhi Baskoro
"Keselamatan merupakan hal yang dijunjung setiap perusahaan dewasa ini. Inspeksi, pengamatan dan pengujian untuk memastikan kondisi dan operasi setiap peralatan menjadi kunci utama dalam menjaga keselamatan kerja. Namun, penerapannya dapat lebih tepat guna jika dilakukan berdasarkan resiko dengan menempatkan perhatian yang lebih pada peralatan-peralatan dengan tingkat resiko yang tinggi dan perhatian yang cukup pada peralatan dengan resiko menengah dan rendah.
Penelitian ini khusus pada 3 peralatan pressure vessel dengan fluida operasi minyak mentah, yaitu Gas Lift Separator Pressure Vessel, HP Separator Vessel dan Test Separator Vessel. Hasil perhitungan PoF dan CoF setiap peralatan didapatkan bahwa Gas Lift Separator Pressure Vessel memiliki tingkat resiko medium-high sehingga perlu mendapatkan perhatian khusus. Sedangkan kedua vessel yang lain memiliki tingkat resiko menengah-rendah.
Penerapan inspeksi, pengamatan dan pengujian berdasarkan resiko dapat meningkatkan keselamatan dan berpotensi menurunkan biaya inspeksi, pengamatan dan pengujian dibanding dengan berdasarkan waktu.

Safety is a hallmark of each company today. Inspection, observation and testing to ensure the condition and operation of any equipment are the key in maintaining safety. However, its application can be more effective if carried out based on the risk by placing more attention on the equipment with a high level of risk and adequate attention to the equipment with medium and low risk.
This research specifically on three pressure vessels with operation fluid of crude oil, namely Gas Lift Separator Pressure Vessel, HP Separator Vessel and Test Separator Vessel. The result calculation of PoF and CoF of the equipments was found that the Gas Lift Separator Pressure Vessel has a medium-high level of risk that needs special attention. While the two other vessels which have medium-low level of risk.
Application of inspection, observations and testing based on risk can increase safety and potentially lowering the cost of inspection, observation and testing compared with timebased.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
T30281
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Errik Yusnadi Saleh
"PT. X merupakan salah satu perusahan yang bergerak bidang Eksplorasi danProduksi minyak dan gas yang beroperasi di Gresik, Jawa Timur mengalirkan gaskering dari fasilitas pengolahan darat ke Pembangkit Jawa Bali PJB . Berdasarkancatatan internal PT.X dari tahun 2007 sampai tahun 2016, terdapat 1 satu kalikejadian kebocoran pipa penyalur gas pada bulan Agustus tahun 2015 disebabkanoleh faktor ekternal. Selain terjadinya kecelakaan tersebut, beberapa kegiatanmasyarakat yang dekat dan bersinggungan dengan jalur pipa penyalur PT. Xterpantau semakin meningkat seiring dengan perkembangan kegiatan industri danpemukiman padat penduduk di daerah Gresik.Berdasarkan kondisi ini maka diperlukan kajian risiko untuk mendapatkangambaran profil serta tingkat risiko pipa apabila terjadi kebakaran dan ledakanterutama di daerah padat penduduk.
Hasil penelitian dengan menggunakan kajianrisiko semi kuantitatif menunjukkan bahwa terdapat beberapa segmen jalur pipapenyalur yang mempunyai nilai Relative Risk RR yang rendah dengan nilai 0.7dan 1.8 dari nilai rata rata RR sebesar 2.4 serta dengan nilai probability of surviveberkisar antara 66.9 sampai 69.4 yang menunjukan risiko terjadinya kecelakandan adanya konsekuensi terhadap lingkungan paling besar dibanding segmen jalurpipa yang lain.Kajian risiko secara kuantitatif dilakukan terhadap beberapa segmen pipa tersebutdan hasilnya menunjukkan bahwa segmen pipa tersebut masih dalam tingkat risikoyang ACCEPTABLE dan TOLERABLE. Berbagai upaya pencegahan dan mitigasiharus dilakukan oleh PT. X untuk mempertahankan dan menurunkan tingkat risikopipa penyalur gas sampai tingkat ACCEPTABLE.

PT. X is one of the oil and gas exploration and production companies operating inGresik, East Java, transporting dry gas from Onshore Processing Facilities OPF to the Java Bali Plant PJB through pipeline. Based on internal records of PT.Xfrom 2007 to 2016, there was 1 one time occurrence of pipeline failure in August2015 caused by external factor. In addition to the occurrence of the accident, someactivities close to and intersect with the pipeline channel PT. X is observed toincrease in line with the development of industrial activities and densely populatedin the Gresik area.Based on this condition, an assesment is required in order to obtain a descriptionof the risk profile and the risk level of the pipeline in case of fire and explosion,especially in dense populated areas.
From the results of research by using semi quantitative risk analysis showed thatthere are several segments of the pipelines that have low Relative Risk RR withthe value of 0.7 and 1.8 of the average RR value of 2.4 and with probability ofsurvive value ranges from 66.9 to 69.4. It shows that the risk of accidents andthe impact of environmental consequences is greater than the other pipelinesegment.Quantitative risk assessments were conducted to the pipeline segments and theresults show that the pipeline segment is still at risk level ACCEPTABLE andTOLERABLE. Various mitigation and prevention efforts must be performed byPT. X to maintain and lower the risk level of gas transmission pipeline to ACCEPTABLE levels.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
T48725
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>