Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 190956 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zahra Shabrina Humaira
"Kualitas udara di dalam ruangan perlu diperhatikan karena banyak pekerjaan yang dilakukan di dalam ruangan dan kualitas udara yang buruk akan memicu adanya penyakit dan menurunkan kinerja pekerja. Penelitian dilakukan untuk meningkatkan kualitas udara di dalam ruangan yang ditinjau berdasarkan konsentrasi bakteri dan jamur yang terdapat pada ruang uji coba. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pengaruh konsentrasi bakteri dan jamur, menganalisis air purifier dan sistem ventilasi terhadap kualitas udara, dan menganalisis korelasi antara konsentrasi bakteri dan jamur dengan suhu ruangan, kelembapan, dan intensitas cahaya di ruang uji coba. Penelitian dilakukan dengan cara mengambil sampel udara dengan metode impaction menggunakan alat EMS E6 Bioaerosol Sampler selama 3 menit di pagi hari dan siang hari pada masing-masing ruang uji coba dengan debit pompa sebesar 28,3 L/menit. Pengambilan sampel pada konsentrasi bakteri dan jamur menggunakan media pertumbuhan Tryptic Soy Agar (TSA) untuk bakteri yang diinkubasi selama 24 jam dan Potato Dextrose Agar (PDA) untuk jamur yang diinkubasi selama 48 jam. Ruang uji coba memiliki jenis ruangan yang berbeda, yaitu ruang rapat, laboratorium, dan mushola. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi bakteri tertinggi yaitu ruang Mushola Dosen sebesar 1943 CFU/m3 dan terendah yaitu ruang tengah lantai 1 sebesar 71 CFU/m3. Konsentrasi jamur tertinggi yaitu ruang Mushola Dosen sebesar 883 CFU/m3 dan terendah yaitu 188 CFU/m3. Parameter pendukung lain yaitu suhu ruangan (24,3–30,5?) sudah memenuhi kriteria yang telah ditetapkan Permenaker Nomor 5 Tahun 2018, terdapat beberapa ruangan yang tidak memenuhi kelembapan (54,6–82,6%) dan intensitas cahaya untuk tiap ruangan (5,3–261 Lux) telah sesuai dengan kriteria masing-masing jenis ruang kerja. Uji korelasi yang dilakukan yaitu Uji Spearman yang menunjukkan bahwa data tidak terdistribusi normal. Terdapat korelasi positif antara pertumbuhan bakteri dengan suhu ruangan dan intensitas cahaya serta jamur dengan kelembapan. Korelasi negatif didapatkan pada pertumbuhan bakteri dengan kelembapan dan jamur dengan intensitas cahaya.

Indoor air quality needs to be taken into consideration because many tasks are performed indoors, and poor air quality can lead to illness and decrease workers' performance. The research was conducted to improve indoor air quality based on the concentration of bacteria and fungi present in the test rooms. The objectives of this study were to analyze the influence of bacteria and fungi concentrations, assess the effectiveness of air purifiers and ventilation systems on air quality, and examine the correlation between bacteria and fungi concentrations with room temperature, humidity, and light intensity in the test rooms. The research was conducted by sampling air using the impaction method with an EMS E6 Bioaerosol Sampler for 3 minutes in the morning and afternoon in each test room, with a pump flow rate of 28.3 L/minute. Bacterial and fungal samples were collected using Tryptic Soy Agar (TSA) growth medium for bacteria, which were incubated for 24 hours, and Potato Dextrose Agar (PDA) for fungi, which were incubated for 48 hours. The test rooms consisted of different types of rooms, including meeting rooms, laboratories, and prayer rooms. The results of the study showed that the highest concentration of bacteria was found in the Lecturers' Prayer Room at 1943 CFU/m3, while the lowest was in the central room on the first floor at 71 CFU/m3. The highest concentration of fungi was found in the Lecturers' Prayer Room at 883 CFU/m3, while the lowest was at 188 CFU/m3. Other supporting parameters such as room temperature (24.3–30.5°C) met the criteria set by the Ministry of Manpower Regulation No. 5 of 2018. However, some rooms did not meet the humidity requirements (54.6–82.6%), and the light intensity in each room (5.3–261 Lux) complied with the respective workspace criteria. The correlation analysis, using Spearman’s test, indicated that the data was not normally distributed. There was a positive correlation between bacterial growth with room temperature and light intensity, and between fungal growth with humidity. Negative correlations were observed between bacterial growth with humidity and fungal growth with light intensity."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isnainy Valencia Sari
"Pencemaran bioaerosol yang ada di dalam ruangan memiliki potensi 1.000 kali lebih berbahaya daripada di luar ruangan. Oleh karena itu, kualitas udara mikrobiologis pada ruang kuliah Gedung S di FTUI Depok perlu diteliti lebih lanjut. Sampel udara diambil menggunakan EMS bioaerosol single stage sampler selama dua menit dengan debit pemompaan 28,3 L/menit. Media pertumbuhan yang digunakan untuk bakteri dan jamur adalah TSA dan MEA. Konsentrasi bakteri tertinggi pada ruang kelas S101 2.407 362 CFU/m3 , terendah terdapat pada Lobby 1 384 142 CFU/m3. Konsentrasi jamur tertinggi ditemukan pada ruang kelas S203 810 215 CFU/m3, terendah pada S503 195 51 CFU/m3. Sebagian besar konsentrasi bakteri di udara melebihi baku mutu, sedangkan konsentrasi jamur masih memenuhi baku mutu. Suhu seluruh ruangan 21-27oC sudah memenuhi baku mutu dan kelembapan 38-71 serta Intensitas cahaya 4,21-335 lux pada sebagian ruangan tidak memenuhi baku mutu. Uji-Independent T-test menunjukan terdapat perbedaan signifikan pada konsentrasi jamur dan bakteri lantai bawah dan lantai atas sig< 0,05. Korelasi Pearson Product Moment menunjukkan terdapat korelasi yang kuat antara jumlah orang dengan konsentrasi bakteri r=0,73 dan berkorelasi lemah dengan konsentrasi jamur r=0,47. Jenis aliran udara didominasi oleh aliran laminer dan kecepatan partikel bakteri dan jamur pada kisaran 0,002-0,16 cm/detik.

Indoor bioaerosol contamination has potency 1,000 times more dangerous than outdoor. Therefore, microbiological air quality in the classrooms of Building S Engineering Faculty UI City of Depok need to be further investigated. The air samples were taken by using EMS bioaerosol single stage sampler in two minutes with airflow rate 28.3 L minute. The growth media used were TSA and MEA for bacteria and fungi. Highest bacterial concentration found in classroom S101 2,407 362CFU m3 , lowest in Lobby 1 384 142 CFU m3. The highest fungi concentration found in classroom S203 810 215 CFU m3, lowest in classroom S503 195 51 CFU m3. Most of the bacteria concentrations exceeded whereas the fungi concentration still met the quality standard. For the environmental factors, the entire classroom temperatures 21 27oC have met the quality standard but not the humidity 38 71 and light intensities 4.21 335 lux. The Independent T test showed that there were significance differences between bacteria and fungi on lower and upper floor sig."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alexandra Widyanareswari
"Jumlah mikroba di udara dalam ruangan merupakan salah satu indikator kualitas udara dalam ruangan. Kualitas udara dalam ruangan sering kali terabaikan, padahal manusia menghabiskan sebagian besar waktunya di dalam ruangan. Pentingnya menjaga kualitas udara dalam ruangan terkait dengan kenyamanan lingkungan kerja dan kesehatan pemakai ruangan. Gangguan kesehatan yang dapat terjadi terutama pada daerah tubuh atau organ tubuh yang kontak langsung dengan udara, seperti mata, kulit, hidung, saluran pernapasan. Adanya gangguan kesehatan dan kenyamanan lingkungan akan berpengaruh terhadap kinerja dari tiap orang. Ada empat faktor yang perlu diperhatikan untuk menjaga kualitas udara dalam ruangan yaitu faktor bangunan, pemilihan perabot yang digunakan dalam ruangan tersebut, peran manusia dan kondisi udara di sekitar bangunan. Penelitian dilakukan di gedung perkuliahan A dan K, FTUI. Pemilihan kedua gedung ini berdasarkan adanya perbedaan waktu pembangunan dan pengoperasian. Analisis dilakukan dengan melihat apakah ada perbedaan jumlah mikroba di udara dalam ruangan yang signifikan antara gedung perkuliahan A dan K, FTUI. Selain itu juga dilihat jumlah mikroba maksimum dan minimum di gedung tersebut serta perbandingan jumlah mikroba di udara dengan standard dan hasil penelitian lain. Dari hasil pengukuran jumlah mikroba di dalam ruang kelas, selanjutnya akan dilihat faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi udara di ruang tersebut. Faktor-faktor tersebut antara lain suhu dan kelembaban, material dan furniture yang digunakan, ventilasi bangunan, perawatan dan pemeliharaan yang dilakukan serta adanya pengaruh udara luar terhadap kualitas udara dalam ruangan. Perbaikan kualitas udara dalam ruangan dapat dilakukan dengan pengaturan jadwal pemeliharaan dan perawatan, pengecekan kebocoran pada sistem perpipaan dan air conditioner, serta pengaturan posisi kelas terhadap orientasi bangunan.

The number of microbes in the indoor air is one of indoor air quality indicators. Indoor air quality is often neglected, whereas human spend most of their time indoor. Importance of maintaining indoor air quality influenced the convenience of the user work environment and health of the room. Health problems can occur especially in the body or organs having direct contact with air, such as eyes, skin, nose, respiratory tract. The disruption of health and comfort of the environment will affect the performance of each person. There were four factors that need to be considered for maintaining indoor air quality such as building factor, the selection of furniture in the room, human influence and condition of the air around buildings. This research conducted in the campus building A and K, Engineering Faculty, University of Indonesia. The two building was selected because of the time difference in construction and operation. The analysis is done by observing whether there are significant differences in the number of microbes in indoor air between campus building A and K, University of Indonesia. In addition, maximum and minimum number of microbes found in the building and compared the number of microbes in the air with the standard and the results of other studies. From the number of microbes in the classroom, the factors that influence the air in that classroom will be analyzed. These factors are temperature and humidity, materials and furniture in the building, building ventilation, service and maintenance performed as well as the influence of outside air to indoor air quality. Indoor air quality improvements can be done by arranging maintenance schedules, checking leaks on piping systems and air conditioner, and redesigning the class position in the building."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
S50480
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Aliyya Maitsaa Iffat
"Kualitas udara mikrobiologis di dalam lift gedung perlu diperhatikan karena sebagian besar orang lebih memilih untuk menggunakan lift daripada tangga. Banyaknya orang berlalu-lalang memungkinkan mikroorganisme untuk masuk dan mengalami pertumbuhan pada lingkungan yang ideal di dalam lift. Studi literatur mengenai keberadaan bioaerosol di dalam lift masih tergolong sedikit. Oleh sebab itu, penelitian kualitas udara mikrobiologis penting dilakukan di salah satu ruangan pada lingkungan kampus, yaitu lift gedung kuliah saat masa libur dan aktif perkuliahan. Penelitian ini dilakukan di lift pada Gedung S, K dan EC di Fakultas Teknik Universitas Indonesia dengan tujuan untuk mengetahui serta membandingkan hasil konsentrasi bakteri pada masa libur dan aktif perkuliahan, menganalisis pengaruh faktor lingkungan dan potensi sumber pencemar mikrobiologis potensial di sekitar lift gedung perkuliahan. Metode pengambilan sampel pasif digunakan untuk mengambil sampel udara selama 15 menit agar bakteri terdeposisi secara alami ke media Tryptone Soya Agar. Pengambilan sampel permukaan dengan dry swab dilakukan untuk mengetahui apakah tombol panel lift termasuk ke dalam salah satu sumber pencemar mikrobiologis potensial. Dari hasil penelitian dapat diketahui konsentrasi bakteri pada ketiga lift gedung tidak memenuhi baku mutu, yaitu 500 CFU/m3 dan 700 CFU/m3. Pada masa libur, konsentrasi tertinggi sebesar 1.330 CFU/m3 terdapat di lift Gedung EC dan terendah sebesar 608 CFU/m3 terdapat di lift Gedung S. Sedangkan pada masa aktif,  konsentrasi tertinggi sebesar 2.084 CFU/m3 terdapat di lift Gedung S dan terendah sebesar 1.081 CFU/m3 terdapat di lift Gedung K. Hasil uji komparatif menunjukkan bahwa hanya lift Gedung S yang memiliki perbedaan konsentrasi bakteri pada kedua masa perkuliahan. Uji korelasi antara konsentrasi bakteri dengan faktor lingkungan bervariasi tergantung pada kondisi cuaca selama pengambilan sampel. Hanya kecepatan angin yang tidak mempengaruhi karena menyebabkan tidak adanya dispersi mikroorganisme. Sumber indoor bioaerosol seperti keberadaan manusia sebagai pengguna lift sangat berpengaruh sangat kuat terhadap konsentrasi bakteri di dalam lift gedung. Perlu dilakukan pemeliharaan kebersihan secara rutin terhadap pendingin ruangan beserta filter, tombol panel lift, serta lingkungan di sekitar lift gedung agar dapat menurunkan konsentrasi bakteri.

Microbiological air quality in the building elevator needs to be considered because most people prefer to use elevators rather than stairs. The number of people passing by allows microorganisms to enter and grow in the ideal environment of elevator. Literature studies regarding the presence of bioaerosol in elevators are still relatively small. Therefore, microbiological air quality research is important in one of the rooms on the campus environment, the college building elevator during holidays and active periods of lectures. This research was carried out in the elevators of the S, K and EC Buildings at the Faculty of Engineering, University of Indonesia with the air of knowing and comparing the results of bacterial concentration during holidays and active periods of lectures, analyzing the influence of environmental factors and potential sources of potential microbiological pollutants around elevators. The passive sampling method is used to take air samples for 15 minutes so that bacteria are naturally deposited into the Tryptone Soya Agar medium. The surface samples taken by dry swab is done to find out whether the elevator panel button is included in one of the potential microbiological pollutant sources. From the results of research, it can be seen that bacterial concentrations in the three building elevators did not meet the quality standards, 500 CFU/m3 and 700 CFU/m3. During the holidays, the highest concentration of 1.330 CFU/m3 is found in the EC Building elevator and the lowest is 608 CFU/m3 in the S Building. While the active period, the highest concentrations of 2.084 CFU/m3 is found in the S building elevator and the lowest is 1.081 CFU/m3 in the K Building elevator. The comparative test results show that only the S Building elevator has a difference in bacterial concentration in the two lecture periods. Correlation test between bacterial concentration and environmental factors varies depending on weather conditions during sampling Only the wind speed does not affect because it causes no dispersion of microorganisms. Indoor bioaerosol sources such as the presence of humans as elevator users have a very strong influence on the concentration of bacteria in the building elevator. Routine hygiene maintenance needs to be done on air conditioners along with filters, elevator panel buttons, and the environment around the building elevators to reduce the concentration of bacteria."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Putri D.
"Pengomposan di rumah tangga merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk mengurangi jumlah sampah organik dari timbulan sampah yang makin bertambah di tempat pembuangan akhir. Proses pengomposan akan menghasilkan emisi berupa partikel pencemar udara yang mengandung mikroorganisme, berupa bakteri dan fungi. Hal ini akan menyebabkan terjadinya kenaikan konsentrasi pencemar bakteri dan fungi di udara. Kenaikan konsentrasi bakteri dan fungi di udara dapat mempengaruhi kesehatan baik terhadap masyarakat maupun pekerja yang melakukan pengomposan, akibat tingginya kemungkinan pemaparan. Penelitian ini akan mengukur konsentasi bakteri dan fungi pada kegiatan pengomposan skala laboratorium, terutama saat pengadukan berlangsung. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat perubahan konsentrasi mikrobiologis yang terjadi terhadap kontrol, umur kompos dan jarak pengambilan sampel. Konsentrasi mikrobiologis tertinggi adalah bakteri 5.954 CFU/m3 di umur 43 hari dan fungi 4.382 CFU/m3 di umur 8 hari, pada jarak pengambilan sampel 0 meter. Pada jarak 4 meter, diperoleh konsentrasi jamur dan fungi terendah. Faktor lain yang berpengaruh terhadap konsentrasi mikrobiologis di udara adalah sistem ventilasi udara, kelembaban dan material bangunan. Pemeriksaan kualitas udara mikrobiologis di luar ruangan tidak menunjukan sumber pencemar mikrobiologis.

Composting at home is one of the efforts taken to reduce the amount of organic waste from solid waste generation in final disposal. The composting process will result in air pollutant emissions in the form of airborne that contain microorganisms, such as of bacteria and fungi. This will cause an increase in microbial concentration in the air. The increase in the concentration of microorganisms in the air can affect the health of both the public and workers who do composting, due to the high possibility of exposure. This study will analyze bacteria and fungi concentration in composting process, laboratory scales, when turning happens. The purpose is to see the changes that occurred against the concentration of microbiological control, compost age and distance sampling. The highest concentration for bacteria is 5,954 CFU/m3 at the age of 43 days and fungi 4,382 CFU/m3 at the age of 8 days, at a 0-meter distance. Sampling distance showed the lowest concentration is 4 meters. Microbiological concentrations in the air are also affected by ventilation system, moisture and building material. Microbiological quality of outdoor air did not show a source of microbiological contaminants."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
S50656
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Amelia Yasmine Cahyaningrum
"Klinik merupakan fasilitas pelayanan kesehatan yang berhubungan dengan berbagai macam pasien dan penyakit sehingga kualitas udara mikrobiologis dalam ruangan perlu diperhatikan terkait resiko kesehatan. Oleh karenanya tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sumber pencemar mikrobiologis pada Klinik, nilai konsentrasi bakteri dan jamur di udara, faktor lingkungan yang mempengaruhi konsentrasi bakteri dan jamur dan pengaruh jumlah pasien terhadap konsentrasi bakteri dan jamur di dalam ruangan. Identifikasi sumber pencemar dilakukan menggunakan ceklist dan skoring yang mengacu pada National Research Council (2005) dan Peraturan Menteri Kesehatan RI No 1204 Tahun 2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit Lampiran 3 Formulir Penilaian Pemeriksaan Kesehatan Lingkungan (Inspeksi Sanitasi) Rumah Sakit. Selanjutnya sampel udara diambil menggunakan alat EMS E6 Bioaerosol Sampler Single-Stage dengan debit aliran udara sebesar 28,3 L/menit. Sampel udara diambil selama 2 menit pada media Malt Extract Agar dan diinkubasi pada suhu 28°C selama ±48 jam untuk jamur, serta 1,5 menit pada media Triptone Soya Agar dan diinkubasi pada suhu 37°C selama ±24 jam untuk bakteri. Sumber pencemar potensial pada Klinik Satelit UI antara lain keberadaan manusia, adanya pertumbuhan mikroba pada dinding maupun langit-langit ruangan, adanya water reservoirs seperti wastafel dan keberadaan soft furniture yang menghasilkan beberapa lokasi yang diduga memiliki konsentrasi bioaerosol tinggi, yaitu Poli Umum, Poli Gigi, IGD, Laboratorium, Ruang Administrasi dan Ruang Tunggu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi bakteri tertinggi terdapat pada Ruang Tunggu (743 ± 10) CFU/m3 dan terendah pada Ruang Administrasi (348 ± 24) CFU/m3. Konsentrasi jamur tertinggi terdapat pada Ruang Poli Gigi (689 ± 40) CFU/m3 dan terendah pada Ruang Administrasi (457± 14) CFU/m3. Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan metode Spearman Rank dengan p value (<0,01) suhu udara, kelembapan dan jumlah pasien merupakan parameter yang paling dominan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan bioaerosol. Dengan korelasi tertinggi antara konsentrasi bakteri dan jamur dengan suhu adalah (r = 0,689 ) dan (r = -0,695), korelasi tertinggi dengan kelembapan adalah (r = 0,574) dan (r = 0,761) dan jumlah pasien memiliki korelasi konsentrasi tertinggi dengan bakteri dan jamur sebesar (r = 0,829) dan (r = 0,855). Dimana berdasarkan Permenkes No 1204 Tahun 2004, standar untuk suhu udara di Fasilitas Kesehatan adalah (19-26)°C dan kelembapan yang baik berkisar antara (45-60)%. Untuk mencegah perkembangan bioaerosol pada lingkungan Klinik Satelit UI diperlukan pengaturan suhu dan kelembapan yang baik, serta perawatan berkala untuk peralatan Klinik dan berbagai furniture serta pengecatan dinding minimal 1 kali dalam 1 tahun.

Clinics are health care facilities that are related to various types of patients and diseases so that indoor microbiological air quality needs to be considered related to health risks. Therefore the purpose of this study is to determine the microbiological pollutant sources in the clinic, the concentration of bacteria and fungi in the air, environmental factors that affect the concentration of bioaerosols and the effect of the number of patients on the concentration of bacteria and fungi in the room. Identification of pollutant sources was carried out using checklists and scoring referring to the National Research Council (2005) and Regulation of the Minister of Health of the Republic of Indonesia No. 1204 of 2004 concerning Hospital Environmental Health Requirements Appendix 3 Assessment Form for Hospital Environmental Health Inspections (Sanitation Inspection). Furthermore, the air sample was taken using the EMS E6 Bioaerosol Sampler Single-Stage with an air flowrate of 28,3 L/min. Air samples were taken for 2 minutes on Malt Extract Agar and incubated at temperature 28°C for ±48 hours for fungi, and 1,5 minutes on Triptone Soya Agar media and incubated at temperature 37°C for ±24 hours for bacteria. Potential pollutant sources at the Klinik Satelit UI include human presence, microbial growth in the walls and ceilings of the room, the presence of water reservoirs such as sinks and the presence of soft furniture which concludes that several locations are suspected of having high bioserosol concentrations, is General Poly, Poly Dental, IGD, Laboratory, Administration Room and Waiting Room. The results showed that the highest bacterial concentration was found in the Waiting Room (743±10) CFU/m3 and the lowest was in the Administration Room (348±24) CFU/m3. The highest fungal concentration was found in the Dental Poly Room of (689±40) CFU/m3 and the lowest was in the Administration Room of (457±14) CFU/m3. Based on statistical tests using the Spearman Rank method with p value (0,01), air temperature, humidity and number of patients are the most dominant parameters affecting the growth and development of bioaerosol. With the highest correlation between bacterial and fungal concentrations with temperature is (r=0,689) and (r=-0,695), with humidity is (r=0,574) and (r=0,761) with number of patients is (r=0,829) and (r=0,855). Where based on Ministry of Health Regulation No. 1204 of 2004 the standard for air temperature in Health Facilities is (19-26)°C and good humidity ranges between (45-60)%. To prevent the development of bioaerosol in the Klinik Satelit UI good temperature and humidity settings are needed, as well as periodic maintenance for Clinic equipment and furniture and painting wall at least 1 time a year."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dita Dwi Astuti
"Kantin banyak digunakan oleh mahasiswa sebagai tempat untuk berbagai kegiatan sehingga kualitas udara mikrobiologis pada lingkungan kantin menjadi diperhatikan terkait dengan risiko kesehatan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui sumber pencemar mikrobiologis pada kantin, seberapa besar konsentrasi bakteri dan jamur di udara, faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan bakteri dan jamur di udara, serta menganalisis penyebaran bakteri dan jamur yang dilakukan pada kantin FT dan FEB UI. Identifikasi sumber pencemar dilakukan menggunakan checklist yang mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1098/MENKES/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Rumah Makan dan Restoran Lampiran II Formulir Inspeksi Pemeriksaan Kelaikan Hygiene Sanitasi Rumah Makan dan Restoran. Kemudian sampel udara diambil menggunakan EMS E6 Bioaerosol Sampler Single-Stage dengan debit aliran udara sebesar 28,3 L/menit. Sampel diambil selama dua menit pada media Tryptic Soy Agar dan diiinkubasi pada temperatur 35 C selama 24jam untuk bakteri serta pada media Malt Extract Agar dan diinkubasi pada temperatur 25 C selama 48jam untuk jamur. Pengambilan sampel dilakukan selama lima hari. Lokasi-lokasi yang diduga sebagai sumber pencemar berdasarkan hasil identifikasi yang telah dilakukan adalah Dapur Kantin Dosen FT; Depan Ruang Cuci Piring Kantin Mahasiswa FT; Depan Meja Piring Kotor Lantai 1 Kantin Mahasiswa FT; Kedai Pedagang Kantin Mahasiswa FT; Depan Meja Piring Kotor Lantai 2 Kantin Mahasiswa FT; Ruang Cuci Peralatan Kantin Mahasiswa FEB; serta Depan Kedai Pedagang dan Ruang Makan Kantin Mahasiswa FEB. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Konsentrasi bakteri tertinggi ditemukan pada FT2 sebesar 561 100 CFU/m3 dan terendah pada FT5 156 69 CFU/m3. Konsentrasi jamur tertinggi pada FT5 461 224 CFU/m3 dan terendah pada FT1 144 81 CFU/m3. Berdasarkan uji statistik menggunakan metode korelasi Pearson didapatkan hasil dimana temperatur dan kelembaban udara memiliki korelasi yang lemah terhadap konsentrasi bakteri r=0,218;r=0,211 namun memiliki korelasi yang kuat terhadap konsentrasi jamur r=0,701;r=0,659 pada kedelapan lokasi sampling. Sedangkan intensitas cahaya memiliki korelasi yang sangat lemah terhadap konsentrasi bakteri r=0,115 dan korelasi lemah terhadap konsentrasi jamur r=0,226 pada kedelapan lokasi sampling. Kecepatan angin dan kegiatan manusia diduga menjadi beberapa faktor yang mempengaruhi penyebaran mikroorganisme. Sedangkan ukuran partikel menjadi salah satu faktor kecepatan pengendapan dimana jamur memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan bakteri sehingga kecepatan jatuh jamur lebih cepat dibandingkan bakteri. Kecepatan pengendapan partikel bakteri dan jamur berada pada kisaran 0,0005-0,28 cm/detik.

Canteen is widely used by students as a place for various activities so that microbiological air quality in the canteen environment to be considered related to health risks. Therefore, research needs to be completed to find out the source of microbiological pollutant in the canteen, knowing the concentration of bacteria and fungi in the air, analyze what factors influence the growth and expansion of bacteria and fungi in the air, and analyze the pathway of bacteria and fungi at Canteen of Faculty of Engineering and Faculty of Economic and Business UI. Identification of souce of microbiological pollutant using a checklist referring to the Minister of Health Decree No. 1098 MENKES SK VII 2003 about Hygiene Requirements for Sanitation of Restaurants. Air Sampling was conducteb by using EMS E6 Bioaerosol Sampler Single Stage and worked at a flowrate of 28.3 l min. Sampels were collected for two min on Tryptic Soy Agar and were incubated at 35 C for 24 h for bacteria and on Malt Extract Agar and were incubate at 25 C for 48 h for the fungal. Sampling was conducted for five days. Locations suspected to be souce of pollutants based on the results of identification that have been done are kitchen of FT rsquo s lecturer canteen In front of the dish washer room of FT 39 s student canteen In front of unwashed dish table 1st floor of FT rsquo s student canteen Between Food Stall of FT rsquo s student canteen In front of 2nd Floor FT rsquo s student canteen In washing room of FEB rsquo s student canteen and in front of food stall and dining room of FEB rsquo s student canteen. The results showed that the highest bacterial concentrations were found in FT2 561 100 CFU m3 and the lowest at FT5 156 69 CFU m3. The highest fungal concentration at FT5 461 224 CFU m3 and the lowest on FT1 144 81 CFU m3. Based on statistical test using Pearson correlation method got result where temperature and humidity have weak correlation to airborne bacteria concentration r 0,218 r 0,211 but have strong correlation to airborne fungal concentration r 0,701 r 0,659 at eight sampling location. While the light intensity has a very weak correlation to airborne bacterial concentration r 0,115 and weak correlation to airborne fungal concentrations r 0,226 in the eight sampling location. Wind speed and human activity are suspected to be several factors affecting the spread of microorganisms. While the particle size becomes one of the factors of settling speed where fungal have a larger size than bacteria so the speed falls faster than bacteria. The rate of deposition of bacterial and fungal particles in the range 0,0005 0,28 cm sec."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zainal Abidin
"Skripsi ini membahas mengenai potensi air hujan sebagai alternatif sumber air bersih yang ada pada gedung Departemen Teknik Sipil FTUI. Dengan menggunakan metode panen hujan, air hujan yang jatuh pada luasan atap gedung Departemen Teknik Sipil FTUI dan tertahan di dalam wadah penampung yang berupa cistern dapat dihitung untuk selanjutnya dimanfaatkan sebagai alternatif sumber air bersih untuk mememuhi kebutuhan air seperti penggelontor toilet, perawatan bangunan, menyiram tanaman, dan antisipasi kebakaran pada gedung Departemen Teknik Sipil FTUI. Hasil penelitian ini menunjukan potensi penghematan air tanah dan air PAM sebesar 43,3 % dari total kebutuhan air di atas. Disamping itu, pemanfaatan air hujan ini dapat memberikan nilai tambah terhadap upaya konsevasi sumber daya air.

This final assignment discusses about the potential of rainwater as alternative water sources exist in building the Department of Civil Engineering University of Indonesia. By using the method of rain harvesting, rain water that falls on the roof area of the Department of Civil Engineering University of Indonesia and stuck in the container in the form of cistern reservoir can be calculated for subsequent use as an alternative source of fresh water for water needs such as toilet flush, building maintenance, watering plants , and the anticipation building fire at the Department of Civil Engineering University of Indonesia. The results of this study indicate the potential for ground water and drinking water company saving for 43.3% of the total water requirements above. In addition, utilization of rain water is able to provide added value to efforts in conservation of water resources."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
S50581
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Rahmawati
"Air merupakan kebutuhan utama dalam kehidupan manusia. Dimana salah satunya dimanfaatkan sebagai air wudhu (bersuci) bagi umat muslim. Sebagai negara berpenduduk muslim terbanyak di dunia, menjadikan Indonesia termasuk yang mengkonsumsi air bersih untuk berwudhu cukup signifikan. Secara mendasar, terjadi banyak pemborosan air dalam kegiatan berwudhu, dimana sesungguhnya hal ini dapat dihindari. Kampus Universitas Indonesia khususnya Departemen Teknik Sipil dijadikan studi kasus untuk mengukur banyaknya air wudhu yang digunakan setiap harinya.
Pengambilan sampel dan analisis dilakukan untuk mengetahui efisiensi pemanfaatan air wudhu. Dengan menggunakan empat metode pengukuran dan pengamatan serta analisis, dapat diketahui besarnya penggunaan air wudhu sebanyak 11,30 liter/orang/hari. Efisiensi sebesar 22,57% untuk metode yang didapatkan dengan kran sensor otomatis pada setiap pengambilan air wudhu dapat menghemat air sampai 785,4 Liter dalam satu tahun. Namun, karena studi kasus ini dilakukan dengan kapasitas mushola yang kecil sehingga ditemukan bahwa instalasi kran otomatis tidak diperlukan. Penggunaan dengan pengaturan debit kran manual lebih sesuai. Metode ini lebih efisien dari prespektif air yang dikonsumsi dan investasi biaya untuk mushola kecil dengan jumlah populasi yang sedikit dalam melakukan aktivitas berwudhu.

Water is one of the essential requirements in human life. One of which is used for wudhu activity (ritual ablution of Muslims). As a country with largest Muslim population in the world, it makes Indonesia to consume clean water for wudhu activity quite significantly. Basically, there is a lot of waste in water consumption during this activity, which in fact it can be avoided. University of Indonesia especially Civil Engineering Department developed a case study to measure the amount of daily water consumption for wudhu activity.
Certain samples and analysis were conducted to capture the efficiency level of water utilization for this activity. By using four methods of measurement, observation and analysis, it noted that the water consumption for this activity reach level of 11.30 liter/person/day. Efficiency of 22.57% can save up to 785.4 Liter of water in one year using obtained method: automated sensor faucets in every drawing waters for wudhu. However, since this case study was conducted in a small musholla, it is discovered that there is no need to install automatic sensor in the faucets of it. The use of manual tap debit arrangement is more suitable. This method is more efficient from the perspective of both water consumed and investment cost for small mushollas with small number of population doing wudhu activity in it.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
S50529
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Syafira Ayu Ningtyas
"Kualitas udara di dalam ruangan memiliki dampak 2-5 kali lebih buruk dibandingkan dengan kualitas udara di luar ruangan. Salah satu ruangan yang berpotensi mengalami pencemaran udara dalam ruangan yaitu perpustakaan, karena banyaknya tumpukan buku-buku yang jarang digunakan dan dibersihkan. Penelitian ini dilakukan di Gedung Perpustakaan UI dan bertujuan untuk mengetahui konsentrasi bakteri dan jamur di udara serta menganalisis faktor lingkungan yang mempengaruhinya. Pengambilan sampel menggunakan metode EMS Bioaerosol Sampler Single-Stage dengan debit aliran 0,0283 m3/menit selama 2,5 menit. Media yang digunakan adalah Malt Extract Agar (MEA) untuk jamur dan Tryptic Soy Agar (TSA) untuk bakteri.  Hasil penelitian menunjukkan konsentrasi bakteri tertinggi berada pada koridor ruang baca sebesar 338,3±113,1 CFU/m3 dan konsentrasi bakteri terendah berada pada rak buku B sebesar 188,2±45,4 CFU/m3. Konsentrasi jamur tertinggi berada di koridor ruang baca sebesar 301±218,3 CFU/m3 dan konsentrasi jamur terendah berada pada rak buku B sebesar 143,7±94,3 CFU/m3. Konsentrasi bakteri dan jamur berada dibawah standar baku mutu. Parameter yang digunakan untuk penelitian yaitu suhu, kelembaban dan intensitas cahaya. Gedung Perpustakaan UI memiliki rentang suhu 23-28°C, kelembaban 60-80% dan intensitas cahaya sebesar 40-340 lux. Korelasi antara faktor lingkungan dan konsentrasi bakteri dan jamur hanya ditemukan pada beberapa lokasi.

Indoor air quality has an impact 2-5 times worse than outdoor air quality. One room that has the potential for indoor air pollution is the Library Room, because there are many stacks of books that are rarely used and cleaned. This research was conducted at the UI Library Building and aimed to know the concentration of bacteria and fungi in the air and also analyzing the environmental factors that influence them. The sampling are using the EMS Bioaerosol Sampler Single-Stage method with flow discharge 0,0283 m3/minute for 2,5 minutes. The media used is Malt Extract Agar (MEA) for Fungi and Tryptic Soy Agar (TSA) for Bacteria. The results showed the highest bacterial concentration in the reading room corridor was 338,3 ± 113,1 CFU/m3 and the lowest bacterial concentration was in book B rack at 188,2 ± 45,4 CFU/m3. The highest fungal concentration was in the reading room corridor of 301 ± 218,3 CFU/m3 and the lowest fungal concentration was in book B rack of 143,7 ± 94,3 CFU/m3. The concentration of bacteria and fungi is below the quality standard. The parameters used for the study are temperature, humidity and light intensity. The UI Library Building has a temperature range of 23-28 ° C, humidity range of 60-80% and light intensity range of 40-340 lux. The correlation between environmental factors and the concentration of bacteria and fungi is only found in several locations."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>