Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 148337 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gery Grimaldy Putra
"Aluminium sering sekali diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari manusia yang memiliki banyak fungsi dalam berbagai aspek. Akan tetapi, penggunaan aluminium secara terus menerut membuat Indonesia tidak menyanggupi permintaan produksi aluminium yang membuat Indonesia harus mengimpor aluminium. Oleh karena itu, diperlukan solusi agar tidak terus mengimpor aluminium dengan memakai aluminium sekunder. Tentu saja aluminium sekunder tidak semurni aluminium primer, maka perlu dilakukan pemurnian menggunakan alat filter keramik anorthite berpori. Filter ini diharapkan dapat menyaring jenis-jenis pengotor atau inklusi di dalam aluminium sekunder cair. Pembuatan alat ini menggunakan metode replika yang berbahan baku busa poliuretan dan slurry yang terdiri dari campuran pasir silika dan batu kapur. Selain itu, deflokulan jenis sodium tri poly phosphate (STPP) dengan beberapa komposisi juga memiliki peran penting dalam pembentukan filter keramik anorthite berpori yang bertindak agar slurry dapat melapisi busa poliuretan dengan merata dan dapat membentuk pori yang diinginkan. Busa poliuretan dicelup ke dalam slurry, dikeringkan selama 7 hari, dan dipanaskan di dalam tungku dengan waktu pemanasan dan penahanan tertentu hingga terbentuk filter keramik anorthite berpori. Karakterisasi material dilakukan untuk mendukung filter dengan morfologi dan sifat termal yang optimal. Pengujian yang dilakukan antara lain, yaitu pengujian SEM & EDS, XRD, porositas, viskositas, ekspansi termal, dan permanent linear change.

Aluminum is often applied in human daily life which has many functions in various aspects. However, the continuous use of aluminum has prevented Indonesia from responding to the demand for aluminum production, forcing Indonesia to import aluminum. Therefore, a solution is needed so as not to continue to import aluminum by using secondary aluminum. Of course, secondary aluminum is not as pure as primary aluminum, so it is necessary to purify it using a porous anorthite ceramic filter. This filter is expected to filter out impurities or inclusions in the liquid secondary aluminum. The manufacture of this tool uses the replica method which is made from polyurethane foam and slurry consisting of a mixture of silica sand and limestone. In addition, deflocculants of the sodium tri poly phosphate (STPP) type with several compositions also have an important role in the formation of porous anorthite ceramic filters which act so that the slurry can coat the polyurethane foam evenly and can form the desired pores. The polyurethane foam was dipped into the slurry, dried for 7 days, and heated in a furnace with a certain heating and holding time until a porous anorthite ceramic filter was formed. Material characterization is carried out to support filters with optimal morphology and thermal properties. The tests carried out included SEM & EDS, XRD, porosity, viscosity, coefficient of thermal expansion, and permanent linear change tests."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kandla Gifari Akbar
"Pelat lambung kapal merupakan bagian konstruksi kapal yang akan mengalami kerusakan akibat serangan korosi di lingkungan air laut pertama kali. Salah satu metode pengendalian korosi pada pelat lambung kapal adalah dengan menerapkan sistem proteksi katodik, seperti menggunakan anoda korban. Akan tetapi, banyaknya pilihan anoda korban yang tersedia membuat para pemilik kapal kesulitan dalam menentukan anoda korban yang memiliki kinerja optimal untuk memproteksi struktur pelat lambung kapal. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk melakukan evaluasi kinerja dua produk (X dan Y) anoda korban paduan aluminium Al-Zn-In yang memiliki komposisi kimia berbeda pada pelat baja kapal AH 36 di lingkungan air laut dengan melakukan analisis pada nilai laju korosinya. Metode yang dilakukan dalam penelitian, yaitu melakukan observasi lapangan pada kapal dengan mengumpulkan data pengurangan ketebalan pelat kapal yang telah berlayar selama 2,5 tahun dan sedang menjalani pengedokan di galangan kapal. Selain itu, juga dilakukan pengujian laboratorium dengan metode weight loss dan linear polarization resistance pada spesimen uji pelat baja AH 36, dua produk anoda korban paduan aluminium Al-Zn-In yang memiliki komposisi kimia berbeda dan menggunakan elektrolit berupa air laut dengan salinitas 33,00 o/oo. Pada observasi lapangan didapati bahwa penggunaan anoda korban paduan aluminium X untuk memproteksi pelat baja lambung kapal yang telah beroperasi selama 2,5 tahun dapat menurunkan laju korosi rata-rata yang dialami pelat lambung kapal menjadi sebesar 0,108 mm/tahun. Selain itu, berdasarkan hasil pengujian laboratorium yang dilakukan, diperoleh bahwa laju korosi paling rendah dialami spesimen baja yang diproteksi dengan anoda korban paduan aluminium Y, dimana diperoleh nilai laju korosi rata-ratanya sebesar 0,1265 mm/tahun (metode weight loss) dan 0,0983 mm/tahun (metode linear polarization resistance). Kemudian, disusul pada urutan kedua oleh spesimen baja yang diproteksi dengan anoda korban paduan aluminium X, dimana didapati nilai laju korosi rata-ratanya sebesar 0,1646 mm/tahun (metode weight loss) dan 0,1982 mm/tahun (metode linear polarization resistance). Untuk laju korosi yang paling tinggi dialami oleh spesimen baja Z yang tidak diproteksi dengan anoda korban paduan aluminium, dimana diperoleh nilai laju korosi rata-ratanya sebesar 0,2138 mm/tahun (metode weight loss) dan 0,2551 mm/tahun (metode linear polarization resistance). Sehingga, dapat diketahui bahwa anoda korban paduan aluminium Y memiliki kinerja paling optimal dalam memproteksi pelat baja kapal AH 36 dari kerusakan akibat serangan korosi di lingkungan air laut.

The hull plates are part of the construction that will be damaged by corrosion attack in the seawater environment for the first time. One way to control corrosion on ship plates is to apply a cathodic protection system, such as the use of a sacrificial anode. However, the many choices of sacrificial anodes available make it difficult for ship owners to determine which sacrificial anode has the optimal performance to protect the hull plate structure. Therefore, this study aims to evaluate the performance of two products (X and Y) of the aluminium alloy sacrificial anode Al-Zn-In with different chemical compositions on the steel plate of the AH 36 ship in a seawater environment by analyzing the corrosion rate value. The method used in this research is to conduct field observations on ships by collecting plate reduction data on ships that have been sailing for 2,5 years and are undergoing docking at the shipyard. In addition, laboratory tests were also carried out using weight loss and linear polarization resistance methods on test specimens of AH 36 steel plate, two aluminium alloy sacrificial anode products Al-Zn-In which have different chemical compositions and use electrolytes in the form of seawater with a salinity of 33, 00 o/oo. On-field observations, it was found that the use of aluminium alloy X sacrificial anode to protect the hull steel plate operating for 2,5 years can reduce the average corrosion rate experienced by the hull plate to 0,108 mm/year. Based on the results of laboratory tests, it was found that the lowest corrosion rate was experienced by steel protected with aluminium alloy sacrificial anode Y, where the average corrosion rate was 0,1265 mm/year (weight loss method) and 0,0983 mm/year (linear polarization resistance method). Then, followed in second place by steel specimens protected with aluminium alloy X sacrificial anode, where the average corrosion rate values ​​were 0,1646 mm/year (weight loss method) and 0,1982 mm/year (linear polarization resistance method). The highest corrosion rate was experienced by Z steel specimens that were not protected with an aluminium alloy sacrificial anode. The average corrosion rate was 0,2138 mm/year (weight loss method) and 0,2551 mm/year (linear polarization resistance method). Thus, it can be seen that the aluminium alloy sacrificial anode Y has the most optimal performance in protecting the steel plate of the AH 36 ship from damage due to corrosion attacks in the seawater environment."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evania Thoibah
"Industri pengolahan aluminium di Indonesia memiliki prospek yang menjanjikan karena beragam aplikasinya yang luas dalam berbagai sektor salah satunya industri otomotif. Tingginya kebutuhan aluminium tidak berbanding lurus dengan kapabilitas produksi aluminium di Indonesia sehingga pemanfaatan aluminium sekunder (scrap) diharapkan dapat mengatasi permasalahan tersebut mengingat aluminium bersifat circular material. Akan tetapi, penggunaan scrap kerap kali menimbulkan masalah berupa munculnya inklusi oksida yang dapat menurunkan sifat mekanis dari produk akhir hasil pengecoran. Ceramic foam filter merupakan salah satu aplikasi material keramik yang memiliki struktur network sehingga membentuk pori-pori yang saling terhubung yang dapat menjadi salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut karena dapat menyaring inklusi yang dihasilkan pada proses pengecoran aluminium. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan ceramic foam filter terhadap kualitas akhir produk aluminium pada proses pengecoran. Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah aluminium paduan jenis ADC12 yang sering digunakan untuk produksi blok mesin. Variabel yang digunakan adalah temperatur penuangan sebesar 740⁰C, 760⁰C, dan 780⁰C. Metode yang digunakan adalah gravity casting, proses peleburan akan dilakukan di crucible furnace dan pemanasan filter keramik akan dilakukan di muffle furnace. Karakterisasi material menggunakan Optical Microscopy, Scanning Electron Microscopy-Energy Dispersive Spectroscopy, X-Ray Diffraction, dan Micro-Vickers menunjukkan bahwa ceramic foam filter dapat digunakan untuk menyaring inklusi dan mengurangi jumlah porositas yang berada di aluminium ADC12. Ceramic foam filter dapat mengurangi persentase inklusi dengan keefektifan 75% serta dapat mengurangi jumlah persentase porositas dengan keefektifan 88,7% dalam proses pengecoran.

The aluminum processing industry in Indonesia has promising prospects due to its wide range of applications in various sectors, including the automotive industry. The high demand for aluminum is not directly proportional to the aluminum production capability in Indonesia,so the use of secondary aluminum (scrap) is expected to overcome this problem, considering that aluminum is a circular material. However, the use of scrap often results in the formation of oxide inclusions that can reduce the mechanical properties of the final casting product. Ceramic foam filter, an application of ceramic material that has a network structure forming interconnected pores, offer a solution to this problem by filtering out inclusions during the aluminum casting process. Therefore, this study aims to determine the effect of using ceramic foam filters on the final quality of aluminum products in the casting process. The raw material used in this study is ADC12 aluminum alloy, commonly used for engine block production. The variables used are pouring temperatures of 740⁰C, 760⁰C, and 780⁰C. The method used is gravity casting, with the melting process conducted in a crucible furnace and the ceramic filter preheated in a muffle furnace. Material characterization using Optical Microscopy, Scanning Electron Microscopy-Energy Dispersive Spectroscopy, X-Ray Diffraction, and MicroVickers showed that ceramic foam filters can effectively filter inclusions and reduce porosity levels in ADC12 aluminum. Ceramic foam filters can reduce the percentage of inclusions with 75% effectiveness and can reduce the percentage of porosity with 88.7% effectiveness in the casting process."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Jasmine
"Magnesium merupakan material yang memiliki banyak kegunaan dalam kehidupan sehari-hari, salah satunya sebagai biomaterial. Penggunaan biomaterial magnesium memiliki banyak keuntungan, terutama sebagai implan tulang, karena sifat biokompatibilitasnya yang baik serta sifat mekanik yang mendekati tulang manusia. Namun, magnesium memiliki kemampubentukan yang kurang baik karena struktur kristalnya yang berbentuk HCP. Untuk mengatasi hal ini, magnesium dapat diberikan unsur paduan yang dapat membantu meningkatkan kemampubentukan serta sifat mekanik lainnya serta pemberian perlakuan termomekanik. Pada penelitian ini, digunakan material berupa logam paduan magnesium-litium-seng dimana paduan litium yang digunakan sebanyak 14%wt (persen berat) dan seng yang digunakan sebanyak 1%wt (persen berat). Setelah itu, material Mg-14Li-1Zn atau LZ141 diberikan perlakuan termomekanik berupa pencanaian dingin dan annealing. Proses pencanaian dilakukan pada suhu ruangan dengan tiga variasi persen reduksi, yaitu 30%, 60%, dan 90%. Proses annealing dilakukan pada temperatur 300oC dengan waktu tahan satu jam dan laju pemanasan sebesar 5oC/menit. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan unsur paduan litium dapat meningkatkan keuletan dari paduan LZ141 karena terbentuknya fasa β-Li yang memiliki struktur kristal BCC serta meningkatnya sifat kekerasan dari paduan LZ141 akibat terbentuknya fasa MgLi2Zn. Proses annealing juga menyebabkan proses rekristalisasi pada paduan sehingga dihasilkan mikrostruktur dengan ukuran butir yang lebih seragam. Selain itu, adanya unsur paduan litium menyebabkan sampel tidak mengalami kegagalan walaupun persen reduksi mencaapai 90%, karena sifat superplastisitas yang disebabkan oleh litium. Adapun nilai kekerasan sampel yang tertinggi yaitu pada sampel persen reduksi 90% non-HT (53,63 HV) dan terendahnya pada sampel 90% HT (40,41 HV) yang diakibatkan oleh perubahan fasa metastabil MgLi2Zn menjadi fasa MgLiZn yang lebih lunak. Berdasarkan hasil penelitian ini maka metode penguatan yang terjadi pada paduan LZ141 adalah strain hardening dan grain refining.

Magnesium is a material with many uses in daily life, with biomaterial as one of the examples. The usage of magnesium as a biomaterial has many advantages, one of them being as an implant. It is caused by magnesium’s biocompatibility and good mechanical properties. However, magnesium has a low formability due to its HCP-shaped crystal structure. To overcome this, magnesium can be alloyed with other elements to increase its formability and other mechanical properties, as well as application of thermomechanical treatment. In this study, a Mg-14Li-1Zn alloy will be used and the material will be given thermomechanical treatment in the form of cold rolling and annealing. The rolling process will be done in room temperature with three variations of percent reduction, which are 30%, 60%, and 90%. The annealing process will be held in 300oC with holding time for one hour and heating rate for about 5oC/minute. The result of this study shows that with addition of element lithium (Li), the formability of LZ141 can be increased due to the forming of β-Li phase that has the crystal structure of BCC and the increase in hardness of LZ141 because of the forming of MgLi2Zn phase. Those aside, the addition of alloying element lithium will cause LZ141 to not fail when rolled at 90% reduction due to the superplasticity properties. The highest hardness of the sample is at 90% reduction with no heat treatment at 53,63 HV, and the lowest hardness of the sample is at 90% reduction with heat treatment at 40,41 HV, that was caused by the changing of metastable phase MgLi2Zn to MgLiZn due to heat. According to this study, the strengthening mechanism that occurred on LZ141 were strain hardening and grain refining."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Towy Aryanosa
"Indonesia masuk ke dalam jajaran 10 besar negara di dunia yang memiliki produksi nikel terbesar dan memiliki kemampuan untuk menghasilkan produksi nikel sebesar 800.000 MT. Pada tahun 2019, pemerintah Indonesia menerbitkan aturan yang melarang ekspor bijih nikel yang mulai berlaku pada bulan Januari 2020 di dalam Permen ESDM 11/2019. Kebijakan ini menjadi dasar digugatnya Indonesia oleh negara-negara Uni Eropa ke Dispute Settlement Body WTO dan diklaim bahwa kebijakan tersebut tidak sesuai (inkonsisten) dengan Article XI:1 dan Article X:1 GATT 1994. Pada tanggal 30 November 2022, Panel DSB WTO telah mensirkulasikan laporan atau putusan dari sengketa DS592, yang memposisikan Indonesia sebagai pihak yang kalah. Di dalam putusannya, Panel DSB WTO menyatakan bahwa kebijakan pembatasan ekspor dan kewajiban pengolahan domestik (domestic processing requirement) telah inkonsisten terhadap Pasal XI:1 GATT 1994 karena kebijakan pembatasan ekspor merupakan bentuk pelarangan ekspor dan persyaratan pengolahan dalam negeri merupakan pembatasan yang juga berdampak membatasi ekspor. Melalui artikel ini, penulis ingin mengkaji putusan DSB WTO tersebut apakah sudah sesuai dengan tujuan perdagangan internasional, yang bertujuan untuk memberikan manfaat dan keuntungan bagi seluruh pihak, termasuk Indonesia, dan apa yang menjadi kepentingan nasional Indonesia dan juga negara-negara Uni Eropa tersebut. Metode penelitian yang digunakan dalam artikel ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, yaitu menggunakan bahan-bahan kepustakaan dan pertimbangan-pertimbangan majelis DSB pada putusan-putusan lain dengan perkara yang serupa.

Indonesia is included in the top 10 countries in the world that have the largest nickel production and can produce nickel production of 800,000 MT. In 2019, the Indonesian government issued a regulation banning the export of nickel ore which took effect in January 2020 under ESDM Ministry Regulation No. 11/2019. This policy became the basis for European Union countries to file their claims to the WTO Dispute Settlement Body, under which they claimed that the policy was inconsistent with Article XI:1 and Article X:1 GATT 1994. On 30 November 2022, the WTO DSB Panel has circulated the report or decision of the DS592 dispute, which positioned Indonesia as the losing party. In its decision, the WTO DSB Panel stated that the export restriction policy and domestic processing requirements (domestic processing requirements) were inconsistent with Article XI:1 GATT 1994 because the export restriction policy was a form of export ban and domestic processing requirements were restrictions which also had the effect of limiting exports. Through this article, the author wants to examine whether the WTO DSB decision is in accordance with the objectives of international trade, which aims to provide benefits for all parties, including Indonesia, and what is in the national interests of Indonesia and also the European Union countries. The research method used in this article uses a normative juridical approach, namely using library materials and the DSB council's considerations in other decisions with similar cases."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Damien Alloyeau, editor
"This comprehensive reference offers experimental and theoretical information on the physical and chemical properties of nanoalloys, covering growth and structural properties, thermodynamics and electronic structure and magnetic, optic and catalytic properties. "
London: Springer, 2012
e20405945
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Rachyandi Nurcahyadi
"Aluminum matrix composite (AMC) menjadi material yang sangat potensial bagi aplikasi industri ketika terdapat kebutuhan untuk mendapatkan kombinasi sifat ringan dengan sifat lainnya yang menunjang seperti kekuatan, kekakuan, ketahanan aus, konduktivitas listrik dan termal tinggi, dan koefisien ekspansi termal rendah. Namun material AMC sangat rentan terkena korosi pitting dan galvanik, yang disebabkan oleh pembentukan pasangan galvanik antara matriks dan penguat, serta terbentuknya mikrostruktur pada interface penguat/matrix. Anodisasi merupakan proses modifikasi permukaan yang potensial untuk meningkatkan ketahanan korosi AMC dengan menghasilkan lapisan oksida berpori. Namun, adanya penguat dalam AMC menghalangi pembentukan lapisan oksida protektif dengan mendorong terbentuknya cavity dan retak mikro. Oleh karena itu, metode cerium sealing digunakan untuk memperbaiki cacat pada lapisan oksida hasil anodisasi, sehingga dapat meningkatkan ketahanan korosi pada lingkungan yang sangat agresif.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh parameter proses yakni temperatur dan rapat arus anodisasi terhadap pembentukan lapisan anodik berpori. Anodisasi dilakukan pada tiga temperatur yakni 25°C,0°C dan -25°C dengan variasi rapat arus 25,20 dan 15 mA/cm2. Pengujian kekerasan mikro Vickers digunakan untuk mengetahui sifat mekanik lapisan anodik. Pengamatan struktur mikro menggunakan FE-SEM untuk mengetahui morfologi permukaan dan mengukur ketebalan lapisan anodik.
Hasil pengujian menunjukkan penurunan temperatur dan rapat arus akan meningkatkan kekerasan permukaan lapisan anodik alumina dimana kekerasan tertinggi adalah 427 HV yang didapat pada temperatur -25°C dengan rapat arus 15mA/cm2. Penurunan temperatur dan rapat arus juga relatif akan meningkatkan kerapatan dan keseragaman permukaan hasil anodisasi. Serta penurunan temperatur hingga 0°C akan meningkatkan ketebalan lapisan oksida dimana ketebalan terbesar adalah 14,13 μm yang yang didapat pada temperatur 0°C dengan rapat arus 25mA/cm2. Namun ketebalan kembali menurun pada saat diturunkan ke temperatur -25°C.

Aluminum matrix composites (AMC) become potential materials for transport application where there is an obvious need for combination of weight saving and other properties, i.e. high specific strength, high specific stiffness, electrical and thermal conductivities, low coefficient of thermal expansion and wear resistance. However they are generally susceptible to corrosion in various environments, due to galvanic reactions between the reinforcements and the matrix, and selective corrosion on the interface due to the formation of new compounds. Anodizing has been considered as a potential modification treatment for enhancing corrosion resistant of AMC by forming porous anodic oxide on the surface area.
This study aims to analyze the influence of anodizing process parameters which is temperature and current density on the formation of porous anodic coating, Anodizing process has been done at three different temperatures which are 25°C,0°C and -25°C with variation of current density at 25,20 and 15 mA/cm2. Vickers microhardness testing was used to determine the mechanical properties of anodic layer. Observation of microstructure using FE-SEM to determine surface morphology and to measure anodic layer thickness.
Test results showed that decreasing temperature and current density would increase surface hardness of aluminium anodic layer. The highest surface hardness was 427 HV which was got by anodizing at temperature -25°C with using 15 mA/cm2 of current density. Decreasing temperature and current density would also relatively increasing density and make the surface smoother and looks more uniform. Decreasing temperature until 0°C would increase thickness of the oxide layer where the highest thickness was 14,13 μm which was got by anodizing at temperature 0°C with using 25 mA/cm2 of current density. But the thickness would decrease when the temperature was decreased to -25°C.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S53800
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Bambang Suharno
"Die soldering merupakan salah satu cacat proses pengecoran logam dimana cairan logam melekat pada permukaan baja cetakan. Proses ini merupakan hasil reaksi antar muka antara aluminium cair dengan permukaan cetakan. Aluminium dengan kandungan silikon 7 dan 11% serta baja cetakan SDK 61 merupakan hal yang umum digunakan sebagai cairan logam dan material cetakan pada proses pengecoran tekan (die casting) paduan aluminium. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari morfologi dan karakteristik lapisan intermetalik AlxFeySiz yang terbentuk selama proses reaksi antar muka pada saat pencelupan. Sampel uji yang digunakan yaitu baja perkakas jenis SKD 61 hasil annealing, yang dicelup pada Al-7%Si dengan temperatur tahan 680°C dan dicelup pada Al-11%Si dengan temperatur tahan 710°C pada waktu kontak yang berbeda-beda, yaitu 10 menit; 30 menit dan 50 menit.
Hasil penelitian menunjukkan dua lapisan intermetalik terbentuk pada permukaan baja perkakas SKD 61 yakni compact intermetallic layer dengan fasa intermetalik AlxFey dan broken intermetallic layer dengan fasa intermetalik AlxFeySiz. Peningkatan waktu kontak pada proses pencelupan baja perkakas SKD 61 baik pada paduan Al-7%Si maupun Al-11%Si akan meningkatkan ketebalan lapisan intermetalik yang terbentuk sampai titik optimum kemudian menurun kembali. Sedangkan nilai kekerasan mikro dalam setiap lapisan intermetalik AlxFeySiz tergantung dari kadar Fe di dalamnya. Semakin meningkat kadar Fe maka kekerasan intermetallik akan semakin meningkat. Hal ini terjadi karena peningkatan kadar Fe akan berakibat pembentukan partikel fasa intermetalik AlxFeySiz mejadi lebih cepat.

Effect of Contact Time on Interface Reaction between Aluminum Silicon (7% and 11%) Alloy and Steel Dies SKD 61. Die soldering (die sticking) is a defect of metal casting in which molten metal "welds" to the metallic die mold surface during casting process. Die soldering is the result of an interface reaction between the molten aluminum and the die material. Aluminum alloy with 7 and 11% silicon and SKD 61 die steel are the most common melt and die material used in aluminum die casting. This research is done to study the morphology and the characteristics of the formed AlxFeySiz intermetallic layer during interface reaction at dipping test. The samples of as-anneal SKD 61 tool steel was dipped into the molten of Al-7%Si held at temperature 680°C and into molten Al-11%Si held at temperature 710°C with the different contact time of 10 minutes; 30 minutes; and 50 minutes.
The research results showed that the interface reaction can form a compact intermetallic layer with AlxFey phase and a broken intermetallic layer with AlxFeySiz phase on the surface of SKD 61 tool steel. The increasing of the contact time by the immersion of material SKD 61 tool steel in both of molten Al-7%Si and Al-11%Si will increase the thickness of the AlxFeySiz intermetallic layer until an optimum point and then decreasing. The micro hardness of the AlxFeySiz intermetallic layer depends on the content of the iron. Increasing of the iron content in intermetallic layer will increase the micro hardness of the AlxFeySiz. This condition happened because the increasing of Fe content will cause forming of intermetallic AlxFeySiz phase becomes quicker.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Aji Wicaksono
"Aluminum magnesium seri 5083 H112 banyak diaplikasikan untuk industri perkapalan. Hal tersebut dikarenakan aluminum memiliki kekuatan spesifik yang tinggi serta ketahanan korosi yang baik. Namun pada proses penyambungan berupa pengelasan banyak terjadi permasalahan berupa porositas serta menurunnya sifat mekanis terutama daerah terpengaruh panas. Mengacu kepada pengecoran, pemberian getaran pun diaplikasikan pada penelitian pengelasan dengan menggunakan kawat las ER 4043 ini. Sumber getaran berasal dari sebuah meja getar dan diatur getarannya sebesar 30 Hz. Pengujian yang dilakukan yakni pengujian tarik, metalografi, kekerasan mikro, radiografi-visual, dan image analysis. Dari hasil penggetaran nilai kekerasan daerah las dan juga kekuatan tarik meningkat dengan butir dari lasan yang halus pada tiap kecepatan las, 300 mm/menit dan 400 mm/menit. Jumlah porositas pun berkurang dengan dilakukannya penggetaran sebesar 30 Hz.

5083 series aluminum magnesium is widely used for marine industrial. It is caused aluminum has high spesific strength and good corrosion resistance. However, at process of welding many of porosity occured in the aluminum and it decrease the mechanical properties especially in HAZ (Heat Affected Zone). At casting process of aluminum, there is one method that can reduce the porosity by giving vibration while casting is performed. So this method is tried to be aplicated at this research which is using ER 4043 as welding wire. Vibration that used is around 30 Hz. Tensile test, metallography, micro hardness, radiography-visual test, and image analysis was used for characterize mechanical properties and porosity content at weldment. The higher average result of tensile test and microhardness for ER 4043 filler weldment for vibrated specimen and porosity content decreased for specimen with welding speed 300 mm/minute and 400 mm/minute. And finer grain has found at microstructure of weldment after welded with vibration."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S56409
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>