Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 197396 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Intan Hanifa
"Geopolimer pada aplikasinya sebagai material alternatif memerlukan kemampuan ketahanan panas yang baik sebagai bahan bangunan apabila terjadi kebakaran atau bahkan dapat dijadikan sebagai bahan refraktori. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui  ketahanan panas geopolimer berbasis metakaolin (GM) yang ditambahkan filler zirkon terhadap ketahanan panas yang dibandingkan dengan semen tahan api yaitu calcium aluminate cements (CAC). Sampel yang diteliti merupakan mortar geopolimer berbasis metakaolin dengan larutan NaOH + Na2SiO3 dengan ditambahkan sebanyak 20% pasir zirkon dan pasir ottawa sebagai pembanding. Kemudian setelah curing 28 hari sampel dilakukan variasi perlakuan panas yaitu yang tidak dipanaskan dan yang dipanaskan pada suhu 200°C selama 2 jam. Hasil pengujian kuat tekan pada suhu ruang sampel GM-zirkon memiliki kuat tekan lebih tinggi dibandingkan sampel GM-ottawa, hal ini dapat disebabkan karena pasir zirkon berperan sebagai filler yang dapat masuk di antara jaringan polisialat dan mengisi ruang kosong sehingga sifat mekanis GM dapat meningkat. Namun pada penelitian ini, kuat tekan sampel GM-zirkon lebih rendah dibandingkan dengan sampel CAC-zirkon sehingga dibutuhkan formula larutan aktivator yang lebih baik. Hasil pengujian TG-DTA terlihat sampel GM memiliki 3 peak dan sampel CAC memiliki 2 peak yang menggambarkan reaksi eksoterm dan endoterm. Selain itu, sampel GM mengalami penurunan berat dalam % lebih signifikan diakibatkan karena air yang menguap dibandingkan dengan sampel CAC. Hasil XRD juga menunjukkan sampel GM dan CAC dengan tambahan pasir zirkon tidak membentuk fasa baru baik yang di suhu ruang maupun di suhu 400°C. Dengan demikian, pasir zirkon yang ditambahkan tidak terlalu memberikan efek yang signifikan terhadap ketahanan panas geopolimer berbasis metakaolin, tetapi suhu 200°C merupakan pemanasan yang baik untuk mendapatkan nilai kuat tekan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak dipanaskan setelah curing.

Geopolymers in its application as an alternative material requires good heat resistance ability as a building material in the event of a fire or even as a refractory material. This research was conducted to determine the heat resistance of metakaolin-based geopolymer (GM) with the addition of zircon filler compared to fire-resistant cement, namely calcium aluminate cements (CAC). The samples studied were metakaolin-based geopolymer mortars with NaOH + Na2SiO3 solution, with the addition of 20% zircon sand and Ottawa sand as a comparison. After 28 days of curing, the samples underwent heat treatment variations, namely those not heated and those heated at a temperature of 200°C for 2 hours. The compressive strength test results at room temperature showed that the GM-zircon samples had higher compressive strength compared to the GM-Ottawa samples. This could be due to zircon sand acting as a filler that can enter the polysialate network and fill the voids, thereby improving the mechanical properties of the GM. However, in this study, the compressive strength of the GM-zircon samples was lower compared to the CAC-zircon samples, indicating the need for a better activator solution formula. The TG-DTA test results showed that the GM samples had 3 peaks, while the CAC samples had 2 peaks, indicating exothermic and endothermic reactions. In addition, the GM samples experienced a more significant decrease %weight due to evaporation of water compared to the CAC samples. The XRD results also showed that both the GM and CAC samples with the addition of zircon sand did not form new phases, both at room temperature and at 400°C. Thus, the addition of zircon sand did not have a significant effect on the heat resistance of metakaolin-based geopolymers. However, heating at 200°C was found to be beneficial in achieving higher compressive strength compared to samples that were not heated after curing."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jihan Fajriah Kurniawan
"Indonesia merupakan negara berkembang yang banyak melakukan kegiatan pembangunan yang pada umumnya menggunakan beton dengan jenis OPC sebagai bahan bakunya karena mudah ditemukan di alam, murah dan perawatannya mudah. Namun, bahan OPC ini menimbulkan permasalahan pada lingkungan, yaitu menghasilkan gas emisi CO2 sebesar 6% setiap tahunnya. Semen geopolimer diyakini mampu menggantikan OPC dengan sifatnya yang lebih tahan panas, ramah lingkungan dan tahan korosi. Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan ketahanan panas semen geopolimer berbasis metakaolin yang ditambahkan filler zirkon yang kemudian dibandingkan dengan semen refraktori lainnya, yakni semen kalsium aluminat. Sampel uji terdiri dari mortar geopolimer metakaolin (MK) yang telah dicampurkan larutan aktivator serta penambahan pasir zirkon sebanyak 20% dan mortar kalsium aluminat (CAC) sebagai pembandingnya yang selanjutnya dilakukan curing pada suhu ruang selama 28 hari. Kemudian, semua sampel diberikan perlakuan panas pada furnace hingga temperatur 400°C, 600°C dan 900°C selama 2 jam. Selanjutnya, sampel MK dan CAC dilakukan pengujian kuat tekan yang menyatakan bahwa semakin tinggi temperatur, maka nilai kuat tekan akan semakin meningkat, dan menunjukkan bahwa penambahan zirkon dapat meningkatkan kuat tekan sampel. Namun, pada karakterisasi XRD dan TG-DTA, penambahan zirkon ini tidak terlalu berpengaruh karena tidak munculnya fasa baru selain zirkon baik pada sampel MK maupun CAC. Maka, dapat disimpulkan bahwa penambahan zirkon hanya bersifat sebagai filler pengisi ruang kosong dan tidak memberikan efek signifikan terhadap sampel MK dan CAC.

Indonesia is a developing country that carries out a lot of development activities which generally use OPC concrete as raw material because it is easy to find in nature, cheap and easy to maintain. However, this OPC material causes problems to the environment, which produces 6% CO2 gas emissions every year. Geopolymer cement is believed to be able to replace OPC with its heat resistance, environmental friendliness and corrosion resistance. This study was conducted to prove the heat resistance of metakaolin-based geopolymer cement added with zircon filler which was then compared with other refractory cement, namely calcium aluminate cement. The test samples consisted of metakaolin geopolymer mortar (MK) with 20% activator solution and zircon sand addition and calcium aluminate mortar (CAC) for comparison, which were cured at room temperature for 28 days. Then, all samples were heat treated in a furnace to temperatures of 400°C, 600°C and 900°C for 2 hours. Furthermore, MK and CAC samples were subjected to compressive strength testing which stated that the higher the temperature, the higher the compressive strength value, and showed that the addition of zircon could increase the compressive strength of the samples. However, in the XRD and TG-DTA characterization, the addition of zircon was not very influential because no new phases other than zircon appeared in both MK and CAC samples. So, it can be concluded that the addition of zircon is only a filler to fill the empty space and does not have a significant effect on the MK and CAC samples."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Fahira Jatiputro
"Pada penelitian ini, pembentukan geopolimer divariasikan rasio arang tempurung kelapa terhadap abu terbang sebagai sumber aluminasilikat sebesar 0%, 5%, 10%, dan 15%.  Sumber aluminasilikat yang divariasikan kemudian dicampur dengan larutan alkali aktivator yang berupa NaOH dan water glass dengan berbagai suhu yaitu, 30oC (suhu ruang), 40oC, dan 50oC. Karakterisasi yang akan diujikan berupa analisis kuat tekan, analisis komposisi XRF, analisis kristalinitas XRD, dan analisis gugus fungsi FTIR. Kuat tekan terbaik yang dihasilkan bernilai 21,34 MPa dengan rasio bahan baku 85% abu terbang dan 15% arang tempurung kelapa, yang melalui proses pencampuran alkali aktivator pada suhu 40oC. Nilai tersebut lebih tinggi dari sampel semen Portland sebagai sampel kontrolnya yang bernilai 19,42 MPa. Dalam variasi rasio arang tempurung kelapanya, nilai kuat tekan tersebut naik 48% dibanding variasi tanpa arang tempurung kelapa. Sementara dalam variasi suhu pelarutan alkalinya, nilai kuat tekan naik 62% dari pelarutan pada suhu ruang. Hasil analisis XRF menunjukan adanya peningkatan kadar Si dan Al pada sampel geopolimer dibanding bahan bakunya. Hail analisis XRD menunjukan adanya mineral pargasite, kuarsa, girolit, dan biotit pada geopolimer. Sementara hasil analisis FTIR menunjukkan adanya ikatan Si-O/Al-O pada bilangan gelombang 1399,69 dan ikatan Si-O-Si pada bilangan gelombang 1078,67

In this study, the ratio of coconut shell ash to fly ash as a source of aluminasilicate was varied by 0%, 5%, 10%, and 15%. The various aluminasilicate sources were then mixed with an alkaline activator solution in the form of NaOH and water glass at various temperatures, such as 30oC (room temperature), 40oC and 50oC. The characterization that will be tested is in the form of compressive strength analysis, composition analysis of XRF, crystallinity analysis of XRD, and functional groups analysis of FTIR. The best compressive strength is 21.34 MPa with a ratio of 85% fly ash and 15% coconut shell ash, which is mixed with an alkaline activator at 40oC. This value is higher than the Portland cement sample as the control sample which is 19.42 MPa. In the variation of the coconut shell ash ratio, the compressive strength value increased by 48% compared to the variation without coconut shell ash. Meanwhile, with variations in the temperature of the alkaline dissolving, the compressive strength increased by 62% from dissolution at room temperature. The results of the XRF analysis showed an increase in Si and Al levels in the geopolymer samples compared to the raw materials. The results of the XRD analysis showed the presence of pargasite, quartz, gyrolite and biotite minerals in the geopolymer. While the results of FTIR analysis showed the presence of Si-O/Al-O bonds at wave number 1399.69 and Si-O-Si bonds at wave number 1078.67."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Al Fauzan Jannatunnaim Yasfi
"Penerapan Zirkonium Silikat (ZrSiO2) sebagai bahan utama refractory coating dapat meningkatkan kehalusan permukaan pengecoran dan mengatasi die soldering. Harganya yang mahal menyebabkan dibutuhkannya alternatif bahan untuk mengurangi biaya produksi. Alumina (Al2O3) dapat dianggap sebagai alternatif bahan karena temperatur leleh tinggi dan bebas kandungan besi. Penelitian ini bertujuan mengetahui variasi konsentrasi, distribusi partikel alumina sebagai substitusi parsial filler utama pada lapisan pengecoran, dan perlakuan pengeringan sampel coating yang tepat. Variasi konsentrasi yang digunakan pada alumina adalah 16%, 18 %, dan 20%. Distribusi partikel yang digunakan adalah bahan filler yang tidak dilakuan milling dan yang telah dilakuan milling .Untuk optimalisasi sampel coating juga dikeringkan pada temperatur kamar dan 100oC.
Karakterisasi yang digunakan adalah Particle Size Analyzer (PSA), nilai viskositas, Differential Thermal Analysis (DTA) untuk menguji ketahan panas coating, dan pemindai permukaan dengan Scanning Electron Microscope (SEM). Konsentrasi alumina 16% menghasilkan nilai viskositas yang lebih tinggi yang memudahkan pendepositan coating, distribusi partikel alumina yang lebih lebar menghasilkan keberagaman ukuran partikel yang menunjang kualitas pelapis pengecoran karena saling kuncian antar butir dan lewatnya gas keluar coran logam, dan pengeringan sampel coating pada temperatur 100oC menghasilkan kerapatan morfologi. Hasil penambahan alumina dinilai sebanding dengan pelapis cetakan pengecoran berbahan utama zirkon silikat.

The application of Zirconium Silicate (ZrSiO2) as refractory coating material can improve smoothness of casting surface and overcome die soldering. The cost is quite expensive causing the need for alternative materials to reduce production costs. Alumina (Al2O3) can be considered as an alternative material because of its high melting temperature and free of iron content. This study aims to determine proper concentration variation, distribution of alumina particles as a partial substitution of the main fillers in the casting layer, and drying treatment of coating samples. The variation in concentration used in alumina is 16%, 18%, and 20%. Particle distribution used is filler material that is not treated with milling and which has been treated with milling. To optimize this research, coating samples are also dried at room temperature and 100oC.
The characterization used was Particle Size Analyzer (PSA), viscosity value, and Differential Thermal Analysis (DTA) to test the heat resistance of the coating. The surface is scanned by Scanning Electron Microscope (SEM). The 16% alumina concentration results in a higher viscosity value which facilitates better coating depositition, a wider distribution of alumina particles resulting in a variety of particle sizes that support the quality of the casting coating due to grain interlocking and passing gases out of metal castings, and drying coating samples at temperatures 100oC produces morphological densities. The result of adding alumina is considered comparable to the refractory coating made from zircon silicate.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meti Talia Yuliantika
"Pada penelitian ini, pembuatan bata ringan geopolimer divariasikan rasio substitusi parsial expanded polystyrene (EPS) terhadap agregat pasir sebesar 20%, 30%, dan 40% dari volume bata ringan. Agregat pasir yang digunakan juga divariasikan menurut metode hidrasinya yaitu agregat pasir dengan proses hidrasi dan tanpa proses hidrasi. Karakterisasi yang diujikan berupa analisis kuat tekan, absorpsi air, analisis gugus fungsi FTIR, analisis komposisi XRF, dan analisis kristalinitas XRD. Kuat tekan terbaik yang dihasilkan bernilai 20,14 MPa dengan rasio bahan baku penggunaan substitusi parsial EPS 20 vol% terhadap agregat pasir yang menggunakan metode hidrasi. Nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan sampel dengan persentase substitusi parsial EPS yang sama tanpa melalui proses hidrasi pada agregat pasir yang bernilai 19,10 MPa. Dalam variasi rasio substitusi parsial EPS, nilai kuat tekan pada tiap persentase sampel berkurang senilai 1,2% untuk sampel dengan substitusi EPS 20% ke 30% dan 10,04% untuk sampel dengan substitusi EPS 30% ke 40%. Hasil analisis FTIR menunjukkan adanya Si-O-T (T = Si atau Al) pada 953,36 cm⁻¹ dan 869,91 cm⁻¹ yang merupakan karakteristik utama dari struktur geopolimer dan indikasi pembentukan rangkaian geopolimer. Hasil analisis XRF menunjukkan bahwa material geopolimer dengan menggunakan metode hidrasi pada agregat memiliki struktur yang lebih kuat karena adanya kalsium oksida (CaO) dan silikon dioksida (SiO2) yang tinggi sebesar 32,18% dan 45,78% yang berpengaruh terhadap peningkatan kinerja mekanis material geopolimer pada metode hidrasi agregat. Sementara hasil analisis XRD menunjukkan adanya mineral Quartz, Okenite, dan Faujasite-Na pada bata ringan geopolimer.

In this study, the production of geopolymer lightweight bricks was varied by partial substitution ratios of expanded polystyrene (EPS) to sand aggregate at 20%, 30%, and 40% of the lightweight brick volume. The sand aggregate used was also varied according to its hydration method, specifically sand aggregate with and without the hydration process. The characterizations tested included compressive strength analysis, water absorption, FTIR functional group analysis, XRF composition analysis, and XRD crystallinity analysis. The best compressive strength achieved was 20,14 MPa with a raw material ratio of 20 vol% partial EPS substitution to sand aggregate using the hydration method. This value was higher compared to the sample with the same EPS partial substitution percentage without the sand aggregate hydration process, which measured at 19,10 MPa. Within the variation of EPS partial substitution ratios, the compressive strength value of each sample decreased by 1,2% for the sample with 20% EPS substitution to 30% and 10,04% for the sample with 30% EPS substitution to 40%. FTIR analysis results indicated the presence of Si-O-T (T = Si or Al) at 953,36 cm⁻¹ and 869,91 cm⁻¹, which are the main characteristics of geopolymer structures and an indication of geopolymer framework formation. XRF analysis results showed that geopolymer material using the hydration method on the aggregate had a stronger structure due to high calcium oxide (CaO) and silicon dioxide (SiO2) contents of 32,18% and 45,78%, respectively, which contributed to the improved mechanical performance of geopolymer material in the aggregate hydration method. Meanwhile, XRD analysis results indicated the presence of Quartz, Okenite, and Faujasite-Na minerals in geopolymer lightweight concrete blocks."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chiffia Hana Syabina
"Indonesia merupakan negara nomor satu dengan produksi minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) di dunia. Pada proses pengolahan kelapa sawit, tandan kosong, serat, dan cangkang kelapa sawit digunakan sebagai bahan bakar boiler yang menghasilkan produk samping berupa abu sawit. Hal tersebut meningkatkan perlunya pemanfaatan abu sawit sebagai material ramah lingkungan dan berkelanjutan. Geopolimer adalah produk ramah lingkungan yang dihasilkan dari pengolahan limbah industri yang dapat menggantikan semen karena kandungan aluminosilikat yang tinggi. Silika yang tinggi pada abu sawit juga berpotensi dimanfaatkan sebagai campuran larutan aktivator geopolimer. Selain itu, Indonesia juga memiliki cadangan nikel terbesar di dunia. Pengolahan nikel menghasilkan produk samping berupa terak feronikel yang juga sudah luas digunakan sebagai prekursor geopolimer. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik geopolimer yang dihasilkan dengan memanfaatkan abu sawit (POFA) sebagai sumber silika untuk larutan aktivator geopolimer dengan bahan prekursor terak feronikel dibandingkan dengan penggunaan larutan aktivator natrium silikat (Na2SiO3). Komposisi larutan aktivator abu sawit terdiri dari 20.8% POFA, 61.6% air, dan 17.6% NaOH sedangkan larutan aktivator natrium silikat (Na2SiO3) dibuat dengan mencampurkan 44.8% Na2SiO3, 40.2% air, dan 15% NaOH. Pelarutan dilakukan secara manual dalam suhu ruang, kemudian digunakan untuk pencampuran setelah 24 jam. Kedua geopolimer dilakukan pengujian kuat tekan, mampu alir (flowability), waktu pengikatan (setting time), XRD, dan SEM. Geopolimer dengan aktivator abu sawit memiliki karakteristik yang lebih buruk dibandingkan dengan aktivator natrium silikat (Na2SiO3), yaitu dengan kekuatan tekan 28 hari senilai 7.57 MPa, mampu alir (flowability) 56.99%, initial setting time 95 menit dan final setting time 135 menit. Hasil XRD menunjukkan adanya puncak calcium silicate hydrate (C-S-H) dengan intensitas tinggi. Mikrostruktur yang dihasilkan memiliki permukaan kasar dan porous bawaan dari partikel abu sawit serta terdapat fasa ettringite yang mempengaruhi rendahnya kuat tekan yang dihasilkan. Dengan demikian, pemanfaatan abu sawit sebagai campuran larutan aktivator geopolimer tidak menghasilkan karakteristik yang optimum.

Indonesia is the world's number one producer of crude palm oil (CPO) derived from oil palm. In the process of processing palm oil, empty bunch, fibers, and palm kernel shells used as boiler fuel, resulting in a byproduct called Palm Oil Fuel Ash (POFA). This increases the need for utilizing palm ash as an environmentally friendly and sustainable material. Geopolymer is an environmentally friendly product produced from the processing of industrial waste, which can replace cement due to its high content of aluminosilicate. The high silica content in POFA also has the potential to be used as a mixture for geopolymer activator solutions. Furthermore, Indonesia also possesses the world's largest nickel reserves. Nickel processing produces a byproduct called ferronickel slag, which is already widely used as a geopolymer precursor. This research was conducted to determine the characteristics of geopolymer produced by utilizing Palm Oil Fuel Ash (POFA) as a source of silica for geopolymer activator solutions, compared to the use of sodium silicate (Na2SiO3) activator solutions. The composition of the POFA activator solution consists of 20.8% POFA, 61.6% H2O, and 17.6% NaOH, while the sodium silicate activator solution is prepared by mixing 44.8% Na2SiO3, 40.2% H2O, and 15% NaOH. The dissolution is manually conducted at room temperature and then used for mixing after 24 hours. Both geopolymers underwent testing for compressive strength, flowability, setting time, XRD, and SEM. Geopolymer with POFA activator exhibits inferior characteristics compared to sodium silicate activator (Na2SiO3), with a compressive strength after 28 days amounting to 7.57 MPa, flowability of 56.99%, initial setting time of 95 minutes, and final setting time of 135 minutes. XRD results indicate the presence of high-intensity peaks of calcium silicate hydrate (C-S-H). The resulting microstructure has a rough and porous surface inherent to POFA particles, and ettringite phase is also present, which affects the low compressive strength obtained. Thus, the utilization of POFA as a mixture for geopolymer activator solution does not yield optimum characteristics."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rajagukguk, Christian Benedikt
"Geopolimer menjadi topik penelitian yang banyak dipelajari saat ini untuk sebagai bahan baku dalam kontruksi dan infrastruktur kerena lebih ramah lingkungan dibanding semen portland. Abu terbang kelas F yang didapat dari PLTU Paiton dimanfaatkan sebagai prekursor. Sintesis mortar dilakukan dengan teknik aktivasi alkali menggunakan larutan NaOH dan sodium silikat sebagai aktivator. Bahan pengisi serbuk TiO2 ditambahkan dengan variasi 2,5%, 5,0%, hingga 10,0% yang dihitung berdasarkan berat prekursor. Pembuatan mortar dilakukan dengan mencampurkan prekursor dan pengisi TiO2 dengan larutan aktivator. Pasta yang diperoleh kemudian di cetak menggunakan cetakan berbentuk kubus dengan ukuran sisi 5 cm. Pasta akan dibiarkan mengeras selama 24 jam, lalu akan dirawat pada oven selama 24 jam pada temperature 60 oC. Setelah itu, mortar akan di rawat selama 7 hari pada temperatur ruang. Mortar akan diuji kekuatan tekannya dan dikarakterisasi menggunaan SEM-EDS. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa penambahan TiO2 pada geopolimer berpengaruh pada waktu ikat dan kekuatan tekan mortar. Waktu ikat pasta mengalami peningkatan seiring dengan penambahan TiO2. Penambahan TiO2 juga berpengaruh pada kuat tekan geopolimer, dimana penambahan pengisi TiO2 dapat menurunkan kuat tekan. Penambahan serbuk TiO2 sebanyak 2,5%. 5,0%, dan 10,0% dapat menurunkan kuat tekan sebesar 28,3%, 44,8%, dan 0,6%.

Geopolymer is a research topic that is currently being studied a lot as a raw material in construction and infrastructure because it is more environmentally friendly than Portland cement. Class F fly ash obtained from PLTU Paiton is used as a precursor. Mortar synthesis was carried out using an alkali activation technique using NaOH and sodium silicate solutions as activators. TiO2 powder filler is added with variations of 2,5%, 5,0%, and 10.0% which is calculated based on the weight of the precursor. Mortar is made by mixing TiO2 precursor and filler with activator solution. The paste obtained is then molded using a cube-shaped mold with sides measuring 5 cm. The paste will be pre-cured for 24 hours, then it will be cured in the oven for 24 hours at a temperature of 60 oC. After that, the mortar will be cured for 7 days at room temperature. The mortar will be tested for compressive strength and characterized using SEM-EDS. The data obtained shows that the addition of TiO2 to geopolymer has an effect on the setting time and compressive strength of the mortar, where paste setting time increased with the addition of TiO2. The addition of TiO2 also affects the compressive strength of the geopolymer, where the addition of TiO2 filler can reduce the compressive strength. Addition of 2,5%, 5.0%, and 10.0% TiO2 powder on geopolymer can reduce compressive strength by 28,3%, 44,8% and 0,6%."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Agus Murdiyoto
"Pada daerah tropis,tingginya temperatur pada permukaan bumi merupakan suatu hal yang perlu diperhitungkan, agar orang dapat bekerja dengan nyaman. Berbagai alat dipergunakan untuk mengatasi hal tersebut. Posisi lain agar beban alat pendingin tidak bertambah berat,perlu dipasang bahan penyekat ruangan antara ruangan bagian dalam dengan bagian luar yang mempunyai perbedaan temperatur yang besar. Isolasi panas sebagai penyekat ruangan dapat terbuat dari berbagai macam bahan. Pada penelitian ini dipergunakan bahan dari tanaman ilalang yang dicampur dengan semen portland. Dipilih tanaman ilalang, sebab tanaman ini banyak terdapat di lingkungan kita dan merupakan tanaman liar yang tidak disenangi oleh manusia. Setelah daun ilalang dijemur kurang lebih 2-3 hari,kemudian dicampur dengan PC dan air. Setelah itu di cetak pada suatu cetakan yang telah dipersiapkan. Proses pengeringan bahan ini, kurang lebih 7 hari. Pada hari kedelapan dilakukan percobaan untuk mendapatkan harga konduktivitas thermal dari benda uji tersebut. Dari percobaan didapat harga konduktivitas thermal bahan kecil (lebih kecil dari 1), sehingga dapat dikatakan bahwa tanaman ilalang yang dicampur dengan PC + air dapat dipergunakan sebagai bahan isolasi panas untuk penyekat ruangan."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1993
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Purba G., Edward Hasoloan
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T39695
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Taufan
"ABSTRAK
Material sebagai unsur pernbentuk alat produk telcnologi yang diperlukan
dalam hidup manusia sampai saat ini telah mengalami perkembangan yang pesat,
bempa peningkatan kualitas material yang telah dikenal sebelumnya maupun
dengan adanya inovasi baru dari jenis-jenis material yang sebelumnya tidak lazim
dipergunakan sebagai alat produk teknologi. Pengaruh perlakuan panas
mempakan salah satu metode yang digunal-can dalarn rangl-ca peningkatan kualitas
material besi tuang kelabu, yang dapat dilcatakan hampir selalu hadir dalam besi
tuang kelabu tetapi pengaruhnya yang pasti masih menjadi penelitian.
Penelitian ini bertujuan untuk rnempelajari pengaruh temperatur terhadap
kekerasan, distribusi pengerasan, dan struktur mikro pada proses perlalcuan panas
besi tuang lcelabu. Parameter penelitian adalah temperatur 700, 750, 800, 850, dan
900°C dengan masing-masing waktu tahan 30 menit_ ?
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi penurunan kekerasan pada
temperatur 700, 750, dan SO0°C masing-masing sebesar 12,44 %, 8,61 %, dan
8,61 % dan teijadi peningkatan kekerasan pada temperatur 850 dan 900°C
masing-masing sebesar 73,47 % dan 117,22 %. Distribusi pengerasan ketika
sampel clipanaskan pada temperatur austenisasi dan kemuclian clicelup dalam oli
menunjukkan bahwa bagian atas sampel memiliki kekerasan yang lebih besar
dibandingkan bagian tengahnya Struktur mikro sampel yang dipanasl-can pada
temperatur 700, 750, clan 800°C adalah grafit clengan matriks perlit clan ferit.
Sedangkan struktur mil-:ro sampel yang dipanaslcan pada temperatur 850 dan
900°C adalah grafit dan bainit."
2000
S41583
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>