Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 207964 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Eka Desi Purwanti
"Stunting merupakan bentuk malnutrisi yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia dan menyebabkan berbagai dampak buruk bagi kesehatan anak. Selain disebabkan karena kurangnya asupan gizi secara kronis, stunting juga dapat disebabkan oleh penyakit infeksi berulang. Upaya pencegahan penyakit infeksi seperti imunisasi akan turut berperan dalam meningkatkan pertumbuhan anak khususnya di negara berkembang. Tujuan penelitian ini untuk melihat hubungan antara status imunisasi dasar dengan kejadian stunting pada balita di Indonesia. Penelitian ini menggunakan disain studi cross sectional dan menggunakan data sekunder SSGI Tahun 2021. Kriteria inklusi penelitian ini adalah balita berusia 12-59 bulan saat pengumpulan data, diukur tinggi badannya, tidak sedang mengalami sakit berat/kronis, dan memiliki data variabel yang lengkap. Sebanyak 70.267 balita memenuhi kriteria inklusi dan seluruhnya diambil sebagai sampel penelitian. Analisis data dilakukan menggunakan uji cox regression untuk mendapatkan besar asosiasi prevalence ratio (PR) dengan interval kepercayaan 95%. Penelitian ini menunjukkan bahwa prevalensi stunting balita usia 12-59 bulan di Indonesia adalah 23,1% dan proporsi balita yang mempunyai status imunisasi dasar lengkap adalah 74,92%. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa status imunisasi dasar berhubungan signifikan secara statistik dengan kejadian stunting. Balita dengan status imunisasi dasar yang tidak lengkap berisiko 1,19 kali lebih tinggi untuk mengalami stunting dibandingkan balita dengan status imunisasi dasar lengkap [adjusted PR 1,19 (95% CI 1,15-1,23)]. Balita yang tidak imunisasi sama sekali mempunyai risiko yang lebih tinggi lagi yaitu 1,27 kali untuk mengalami stunting dibandingkan balita dengan status imunisasi dasar lengkap [adjusted PR 1,27 (95% CI 1,15-1,39)], setelah mengontrol variabel pendidikan ibu, status ekonomi dan berat lahir anak. Diperlukan upaya untuk melengkapi status imunisasi anak sesuai jadwal dan peningkatan pengetahuan ibu mengenai pemanfaatan pelayanan kesehatan, pemenuhan gizi balita dan stimulasi tumbuh kembang anak.

Stunting is a malnutrition that is still a public health problem in Indonesia and causes various adverse effects on children's health. Besides caused by a chronic lack of nutrition, stunting can also be caused by recurrent of infectious diseases. Efforts to prevent infectious diseases, such as immunization, will play a role in increasing child growth, especially in developing countries. The purpose of this study was to examine the association between basic immunization status and the incidence of stunting in toddlers in Indonesia. This study used a cross-sectional study design using secondary data from SSGI 2021. The inclusion criteria for this study were that toddlers were aged 12–59 months at the time of data collection, their height was measured, were not experiencing severe or chronic illness, and had complete variable data. A total of 70,267 toddlers met the inclusion criteria, and all were taken as research samples. Data analysis was performed using the Cox regression to obtain a prevalence ratio (PR) with 95% of confidence interval. This study shows that the prevalence of stunting among children aged 12–59 months in Indonesia is 23.1%, and the proportion of children under five who have complete basic immunization status is 74.92%. The results of the multivariate analysis showed that basic immunization status had a statistically significant association with the incidence of stunting. Toddlers with incomplete basic immunization status are at risk 1.19 times higher for stunting compared to toddlers with complete basic immunization status [adjusted PR 1.19 (95% CI 1.15–1.23)]. Toddlers who are not immunized at all have an even higher risk of experiencing stunting, which is 1.27 times higher compared to toddlers with complete basic immunization status [adjusted PR 1.27 (95% CI 1.15–1.39)], after controlling for variables such as the mother's education, economic status, and the child's birth weight. Efforts are needed to complete the child's immunization status on time according to schedule and increase the mother's knowledge regarding the use of health services, the fulfillment of toddler nutrition, and the stimulation of child growth and development."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulfan
"Stunting adalah kegagalan pertumbuhan dan perkembangan yang dialami anak akibat asupan gizi kurang, penyakit infeksi dalam kurung waktu  lama yang ditandai dengan panjang atau tinggi badan tidak sesuai dengan usinya. Stunting masih menjadi masalah kesehatan utama di Provinsi Aceh karena prevalensinya masih tinggi dan menduduki peringkat 3 secara nasional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui determinan stunting pada anak usia 12 59 bulan di Provinsi Aceh. Desain penelitian ini adalah cross sectional dengan jumlah sampel 1736 balita yang didapat dari total sampling berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Data yang digunakan merupakan data SSGI 2021 milik BKPK. Variabel independen pada penelitian meliputi faktor anak (jenis kelamin, usia, berat badan lahir, panjang badan lahir, keragaman makanan, kelengkapan imunisasi, suplementasi vitamin A, ISPA, diare, jaminan kesehatan), faktor ibu (pendidikan ibu, kepesertaan KB, kepemilikan buku KIA, suplementasi TTD), faktor keluarga (jumlah anggota keluarga, kepemilikan aset, kerawanan pangan) dan faktor lingkungan (sanitasi layak, sumber air minum layak, kepemilikan jamban). Analisis data meliputi univariat dan bivariat menggunakan chii square serta multivariat menggunakan regresi logistic ganda. Hasil penelitian menunjukkan proporsi stunting pada anak usia 12 – 59 bulan sebesar 35,1%. Hasil bivariate faktor anak: jenis kelami (p= 0,202), usia balita (p=0,580), berat lahir (p=0,001), panjang badan lahir (p=0,001), keragaman makanan (p=0,001), kelengkapan imunisasi (p=0,314), suplementasi vitamin A (p=0,459), ISPA (p=0,276), diare (p=0,040), JKN balita (p=0,064). Faktor keluarga: jumlah keluarga (p=0,092), kepemilikan aset (p=0,001), kerawanan pangan (p=0,001). Faktor lingkungan: sanitasi layak (p=0,001), sumber air minum layak (p=0,185), kepemilikan jamban (p=0,001). Hasil analisis multivariat diperoleh panjang badan lahir merupakan faktor dominan kejadian stunting di Provinsi Aceh dengan OR=2,37. Perlu pencegahan terhadap kejadian panjang badan bayi pendek dengan cara ibu hamil melakukan pemeriksaan rutin  selama kehamilan serta mengkonsumsi makanan beragama. Bayi panjang badan lahir pendek perlu mendapatkan pemantauan pertumbuhan dan perkembangan, makanan tambahan serta intervensi Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) gizi dan kesehatan pada ibu balita. 

Stunting is a failure growth and development experienced by children due to malnutrition, infectious diseases in a long period with characterized length or height not match their age. Stunting is still a major public health problem in Aceh Province because the prevalences is still high and ranks 3rd. This study aims to determine the determinants of stunting in children 12 59 Months in Aceh Province. The research design used was cross sectional with a total sample of 1736 children obtained from total sampling based on inclusion and exclusion criteria. The data used the SSGI 2021 data belonging to the Indonesian Ministry of Health BKPK.The independent variables included child factors (gender, age, birth weight, birth length,food diversity,vitamin A suplemtastation, ARI, diarrhea, health insurance), maternal factors (mother education, family planning membership,book ownership MCH, iron supplentation), family factors (number of family members, asset ownership, food insecurity) and environmental factors (proper sanitation, proper drinking water sources, toilet ownership). Data analysis includes univariate and bivariate using the chi square test and multivariate (logistic regression).The result showed that the proportion of stunting among children aged  12 59 Months was 35.1%. Bivariate result of children factors: sex (p=0.202), age (p=0.580), birth weight (p=0.001), birth length (p=0.001), food diversity (p=0.001), complete immunization (p=0.314), vitamin A supplementation (p=0.459), ARI (p=0.276), diarrhea (p=.,040),health insurance (p=.,064). Family factors: number of families (p=0.092), asset ownership (p=0.001), food insecurity (p=0.001). Environmental factors: proper sanitation (p=0.001), proper drinking water sources (p=0.185), ownership of toilet (p=0.001). Result of multivariate analysis obtained birth length was dominant factor in the incidence stunting in Aceh Province with OR = 2.37. Shortborn need to receive growth and development monitoring, supplementary food for children and interventions for mother children with health and nutrition communication."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hesty Ayu Nurranti Ramadhani
"Berdasarkan data Riskesdas (2018), prevalensi balita stunting di Provinsi DKI Jakarta sebesar 17,7%. Sedangkan prevalensi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Provinsi DKI Jakarta sebesar 6,08%. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara riwayat BBLR terhadap kejadian stunting pada balita di Provinsi DKI Jakarta. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diambil dari Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021 dengan jumlah sampel 3075 dan analisis data menggunakan Cox-regression. Dari hasil analisis didapatkan proporsi BBLR sebesar 6,6% dan proporsi balita stunting sebesar 17,6%. Hasil analisis multivariat hubungan BBLR dengan kejadian stunting setelah dikontrol oleh variabel potensial confounder yaitu PR 0,938 (95%CI: 0,655-1,345). Kesimpulan dari penelitian ini adalah tidak ada hubungan yang bermakna antara BBLR dengan kejadian stunting di Provinsi DKI Jakarta berdasarkan data SSGI tahun 2021 setelah dikontrol oleh variabel usia, jenis kelamin, panjang badan lahir, konsumsi protein hewani, keragaman pangan, keikutsertaan KB, kelas ibu hamil dan kelas ibu balita.

Based on Riskesdas data (2018), the prevalence of stunting under five in DKI Jakarta Province is 17.7%. While the prevalence of Low Birth Weight Babies (LBW) in DKI Jakarta Province is 6.08%. The purpose of this study was to determine the relationship between LBW history and the incidence of stunting in toddlers in DKI Jakarta Province. This study used secondary data taken from the 2021 Indonesian Nutrition Status Study (SSGI) with a sample size of 3075 and data analysis using Cox-regression. From the results of the analysis, it was found that the proportion of LBW was 6.6% and the proportion of stunted toddlers was 17.6%. The results of multivariate analysis of the relationship between low birth weight and stunting after being controlled by the potential confounder variable, namely PR 0.938 (95% CI: 0.655-1.345). The conclusion of this study is that there is no significant relationship between LBW and the incidence of stunting in DKI Jakarta Province based on the 2021 SSGI data after controlling for the variables age, sex, birth length, consumption of  protein, food diversity, family planning participation, class of pregnant women and mother toddler class."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Isnaini Arifianti
"Stunting adalah kondisi kegagalan pertumbuhan disebabkan oleh kekurangan zat gizi kronik dan infeksi berulang yang memiliki dampak jangka panjang. Stunting masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Provinsi Banten karena prevalensinya masih tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui determinan stunting balita 6-59 bulan di Provinsi Banten. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan jumlah sampel 1.643 balita yang didapat dari total sampling berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Data yang digunakan adalah data SSGI 2021 milik BKPK Kementerian Kesehatan RI. Variabel independen pada penelitian ini adalah faktor anak (umur, jenis kelamin, berat badan lahir, panjang badan lahir, keragaman pangan), faktor ibu (pendidikan ibu dan pekerjaan ibu); faktor kerawanan pangan; faktor kesehatan lingkungan (kepemilikan jamban); faktor penyakit infeksi (ISPA, diare, pneumonia, TBC) dan faktor pelayanan kesehatan (pemberian vitamin A dan pengobatan balita sakit di fasilitas kesehatan). Data dianalisis menggunakan analisis data kompleks. Analisis bivariat menggunakan uji chi-square dan analisis multivariat menggunakan regresi logistik ganda. Hasil penelitian menunjukkan proporsi stunting pada balita 6-59 bulan adalah 22,7%. Berdasarkan analisis multivariat, determinan stunting balita 6-59 bulan di Provinsi Banten adalah jenis kelamin (p-value 0,021; AOR 1,351; CI 95% 1,047 – 1,744); pendidikan ibu (p-value 0,009; AOR 1,484; CI 95% 1,103 – 1,998); panjang badan lahir (p-value 0,001; AOR 2,094; CI 95% 1,512 – 2,899); kerawanan pangan (p-value 0,009; AOR 1,629; CI 95% 1,131 – 2,347). Faktor dominan kejadian stunting balita 6-59 bulan di Provinsi Banten adalah panjang badan lahir pendek (AOR 2,09). Bayi panjang lahir pendek perlu mendapatkan intervensi KIE gizi dan kesehatan untuk ibu balita; mendapat makanan tambahan balita dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Puskesmas serta pemantauan rutin setiap bulan di Posyandu agar tidak tumbuh menjadi balita stunting.

Stunting is a condition of growth failure caused by chronic nutritional deficiencies and repeated infections that have long-term effects. Stunting is still a public health problem in Banten Province because the prevalence is still high. This study aims to determine the determinants of stunting in toddlers aged 6-59 months in Banten Province. The research design used was cross sectional with a total sample of 1,643 toddlers obtained from total sampling based on inclusion and exclusion criteria. The data used is the SSGI 2021 data belonging to the Indonesian Ministry of Health's BKPK. The independent variables in this study were child factors (age, sex, birth weight, birth length, dietary diversity), maternal factors (mother's education and mother's occupation); food insecurity factor; environmental health factors (latrine ownership); infection disease factors (ARI, diarrhea, pneumonia, tuberculosis) and health service factors (giving vitamin A and treating sick toddlers in health facilities). Data were analyzed using complex data analysis. Bivariate analysis used the chi-square test and multivariate analysis used multiple logistic regression. The results showed that the proportion of stunting among toddlers aged 6-59 months was 22.7%. Based on multivariate analysis, the determinant of stunting for children aged 6-59 months in Banten Province is gender (p-value 0.021; AOR 1.351; 95% CI 1.047 – 1.744); mother's education (p-value 0.009; AOR 1.484; 95% CI 1.103 – 1.998); birth length (p-value 0.001; AOR 2.094; 95% CI 1.512 – 2.899); food insecurity (p-value 0.009; AOR 1.629; 95% CI 1.131 – 2.347). The dominant factor in the incidence of stunting in toddlers aged 6-59 months in Banten Province is short birth length (AOR 2.09). Short-born babies need to receive health and nutrition communication, information, education interventions for mothers under five and get supplementary food for toddlers from the District/City Health Office and Community Health Centers as well as routine monitoring every month at the Posyandu so they don't grow into stunted toddlers."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Weny Wulandary
"Stunting merupakan gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak yang disebabkan oleh kekurangan gizi kronis, infeksi berulang, kesehatan dan gizi ibu yang buruk, pola asuh dan stimulasi psikososial tidak memadai. Tesis ini membahas determinan stunting pada anak usia 6 – 23 bulan di Provinsi Nusa Tenggara Timur menggunakan data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional. Hasil penelitian menunjukkan proporsi stunting pada anak usia 6 – 23 bulan di provinsi NTT sebesar 32,8%. Analisis bivariat menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan signifikan dengan stunting di antaranya adalah usia anak (OR: 1,723 CI 95% 1,215-2,445), jenis kelamin (OR: 1,777 CI 95% 1,305-2,419), BBLR (OR: 2,106 CI 95% 1,206-3,423), PBLR (OR: 1,768 CI 95% 1,133-2,759), riwayat penyakit infeksi (OR: 1,548 CI 95% 1,141-2,099), tingkat pendidikan ibu (OR: 1,555 CI 95% 1,136-2,127), dan sanitasi jamban (OR: 1,881 CI 95% 1,384-2,555). Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa faktor paling dominan terhadap stunting yaitu riwayat penyakit infeksi dengan nilai OR terbesar (p-value 0,003; OR: 2,244). Anak yang memiliki riwayat penyakit infeksi berisiko stunting sebesar 2,2 kali lebih tinggi dibandingan dengan anak yang tidak memiliki riwayat penyakit infeksi setelah dikontrol variabel usia anak, jenis kelamin, berat badan lahir, panjang badan lahir, dan sanitasi jamban.

Stunting is the impaired growth and development that children experience from chronic malnutrition, repeated infection, poor maternal health, and inadequate psychosocial stimulation. The focus of this study is determinants of stunting on 6 – 23 months children in East Nusa Tenggara Province using data from the Study of Indonesian Nutritional Status in 2021. This research is a quantitative study used cross sectional design. The results showed that the proportion of stunting in 6-23 months in NTT province was 32.8%. The results of bivariate analysis showed that variables significantly associated with stunting included child age (OR: 1.723 CI 95% 1.215-2.445), gender (OR: 1.777 CI 95% 1.305-2.419), LBW (OR: 2.106 CI 95% 1.206-3.423), LBH (OR: 1.768 CI 95% 1.133-2.759), history of infectious disease (OR: 1.548 CI 95% 1.141-2.099), maternal education (OR: 1.555 CI 95% 1.136-2.127), and toilet sanitation (OR: 1.881 CI 95% 1.384-2.555). The results of multivariate analysis showed that the most dominant factor of stunting was history of infectious disease (p-value 0,003; OR: 2.244). Children who have history of infectious disease are at risk of stunting by 2.2 times higher than children who do not have history of infectious disease after being controlled by child age, gender, LBW, LBH, and toilet sanitation."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Masitoh
"Penyakit infeksi pada balita merupakan masalah kesehatan yang perlu ditangani karena menjadi penyebab langsung kematian balita dan stunting. Salah satu penyebab tidak langsung dari penyakit infeksi balita adalah kerawanan pangan. Meskipun beberapa bukti saat ini menunjukkan ada hubungan antara kerawanan pangan dengan penyakit infeksi pada balita tetapi masih sedikit bukti yang meneliti hubungan ini di negara berpenghasilan sedang dan rendah seperti di Indonesia. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kerawanan pangan dengan penyakit infeksi pada balita di Indonesia. Penelitian dilakukan dengan desain potong lintang menggunakan data SSGI Tahun 2021. Hubungan antara kerawanan pangan dengan penyakit infeksi dikontrol oleh variabel kovariat. Analisis multivariat dilakukan menggunakan uji multiple multinomial logistic untuk memperoleh nilai OR adjusted. Hasil penelitian menunjukkan balita dari rumah tangga dengan rawan pangan ringan berisiko 1,367 kali, rawan pangan sedang berisiko 1,490 dan pada rawan pangan berat 1,500 kali. Begitu juga risiko untuk menderita lebih dari satu penyakit infeksi. Balita dari rumah tangga dengan rawan pangan ringan berisiko 1,685 kali, pada rawan pangan sedang 2,418 kali dan rawan pangan berat 2,596 kali. Dapat disimpulkan risiko balita untuk menderita satu penyakit infeksi maupun lebih dari satu penyakit infeksi semakin meningkat seiring dengan level kerawanan pangan rumah tangga.

Infectious diseases in toddlers are a health problem that needs to be addressed because they are a direct cause of toddlers deaths and stunting. One of the indirect causes of infant infection is food insecurity. Although some current evidence shows that there is a relationship between food insecurity and infectious diseases in toddlers, there is still little evidence examining this relationship in middle and low income countries such as Indonesia. Therefore this study aims to determine the relationship between food insecurity and infectious diseases in toddlers in Indonesia. The research was conducted with a cross-sectional design using SSGI data for 2021. The relationship between food insecurity and infectious diseases was controlled by covariate variables. Multivariate analysis was performed using the multiple multinomial logistic test to obtain an adjusted OR value. The results showed that toddlers from households with mild food insecurity had a risk of 1,367 times, moderate food insecurity had a risk of 1,490 and in severe food insecurity 1.500 times. Likewise, the risk of children suffering from more than one infectious disease. Toddlers from households with mild food insecurity have a risk of 1,685 times, in moderate food insecurity 2,418 times and severe food insecurity 2,596 times. It can be concluded that the risk of toddlers suffering from one infectious disease or more than one infectious disease increases along with the level of household food insecurity."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lumbantobing, Joellyn Sherapine
"Stunting merupakan gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang dialami anak akibat gizi buruk, infeksi berulang, dan stimulasi psikososial yang tidak memadai yang ditandai dengan indeks TB/U < -2 SD. Stunting dapat menghambat seorang anak dalam mencapai potensi fisik dan kognitifnya baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022 mencatat penurunan prevalensi stunting sebesar 2,8% dari tahun 2021 menjadi 21,8%. Prevalensi stunting di Indonesia masih tergolong kategori tinggi. Sulawesi Barat merupakan provinsi dengan prevalensi stunting tertinggi kedua. Terdapat peningkatan prevalensi secara khusus pada kelompok usia 24-59 bulan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kejadian stunting dan faktor dominan kejadian stunting pada anak usia 24-59 bulan di Provinsi Sulawesi Barat tahun 2022. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross-sectional. Jumlah sampel yang digunakan adalah 2479 sampel menggunakan total sampling. Penelitian ini menggunakan data sekunder SSGI tahun 2022 yang diperoleh sesuai prosedur yang berlaku. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 34,8% anak usia 24-59 bulan di Provinsi Sulawesi Barat tergolong stunting. Analisis bivariat menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara berat badan lahir (p <0,001; OR = 2,537), panjang badan lahir (p <0,001; OR = 2,355), jumlah anggota keluarga (p = 0,037; OR = 1,194), akses air minum (p = 0,004; OR = 1,382), akses sanitasi (p <0,001; OR = 1,942), dan wilayah tempat tinggal (p = 0,003; OR = 1,333) dengan kejadian stunting. Namun, tidak ditemukan adanya hubungan antara riwayat penyakit infeksi, jumlah anak umur 0-59 bulan, ketahanan pangan, status imunisasi dasar, pemanfaatan posyandu, suplementasi vitamin A, dan pemberian obat cacing dengan kejadian stunting. Penelitian ini menemukan bahwa faktor dominan kejadian stunting pada anak usia 24-59 bulan di Provinsi Sulawesi Barat adalah panjang badan lahir.

Stunting is a growth and development disorder experienced by children due to poor nutrition, recurrent infections, and inadequate psychosocial stimulation which is characterized by a HAZ index < -2 SD. Stunting can prevent a child from reaching his physical and cognitive potential, not only in the short but also in the long term. The 2022 Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) recorded a reduction in stunting prevalence of 2.8% from 2021 to 21.8%. The prevalence of stunting in Indonesia is still in the high category. West Sulawesi is the province with the second-highest prevalence of stunting. There is a particular increase in prevalence in the 24-59 months age group. Therefore, this study aims to determine the description of stunting and the dominant factor in the incidence of stunting in children aged 24-59 months in West Sulawesi Province in 2022. This research is a quantitative study with a cross-sectional approach. The number of samples used was 2479 samples using total sampling. This research uses SSGI secondary data for 2022 which was obtained according to applicable procedures. The research results show that 34.8% of children aged 24-59 months in West Sulawesi Province are classified as stunted. Bivariate analysis showed that there was a significant relationship between birth weight (p < 0.001; OR = 2.537), birth length (p < 0.001; OR = 2.355), number of family members (p = 0.037; OR = 1.194), access to water (p = 0.004; OR = 1.382), access to sanitation (p < 0.001; OR = 1.942), and area of ​​residence (p = 0.003; OR = 1.333) with the incidence of stunting. However, no relationship was found between the history of infectious diseases, number of children aged 0-59 months, food security, basic immunization status, use of integrated service post (posyandu), vitamin A supplementation, and administration of deworming drug (p > 0,05) with the incidence of stunting. This research found that the dominant factor in the incidence of stunting in children aged 24-59 months in West Sulawesi Province is birth length."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evi Firna
"Stunting adalah kondisi gagal tumbuh baik secara fisik maupun kognitif karena kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang. Anak stunting tidak akan mencapai pertumbuhan tinggi badan dan perkembangan kognitif optimal. Stunting di Provinsi Sulawesi Barat (33,8%) menempati urutan kedua tertinggi setelah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor risiko stunting pada anak usia 6-23 bulan di Provinsi Sulawesi Barat. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan 552 sampel yang diperoleh dari total sampling berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Data yang digunakan adalah data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2021. Variabel independen meliputi faktor anak, faktor orang tua, dan faktor lingkungan. Analisis bivariat menggunakan uji kai kuadrat dan multivariat menggunakan regresi logistik ganda model determinan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi stunting pada anak usia 6-23 bulan sebesar 31,9%. Analisis bivariat menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan dengan kejadian stunting adalah usia anak (OR=1,802), berat badan lahir (OR=3,08), dan panjang badan lahir (OR=2,283). Analisis multivariat menunjukkan bahwa faktor dominan yang berhubungan dengan kejadian stunting adalah berat badan lahir. Anak yang memiliki riwayat BBLR berisiko 2,6 kali lebih tinggi untuk mengalami stunting dibandingkan dengan yang tidak memiliki riwayat BBLR setelah dikontrol variabel usia anak, panjang badan lahir, dan status menyusui.

Stunting is a condition of failure to thrive both physically and cognitively due to chronic malnutrition and repeated infections. Children with stunting will not achieve optimal height growth and cognitive development. Stunting in West Sulawesi (33,8%) is the second highest after East Nusa Tenggara Province. This study aims to analyze the risk factors of stunting in children aged 6-23 months in West Sulawesi Province. The research design used was cross sectional with 552 samples obtained from total sampling based on inclusion and exclusion criteria. The data used is Indonesian Nutrition Status Survey 2021. The independent variables included child factors, parental factors, and environmental factors. Bivariate analysis used chi-squared test and multivariate used multiple logistic regression as the determinant model. The results showed that the proportion of stunting in children 6-23 months was 31,9%. Bivariate analysis showed that the variables associated with the incidence of stunting were child’s age
(OR=1,802), birth weight (OR=3,08), and birth length (OR=2,283). Multivariate analysis showed that the dominant factor associated with stunting was birth weight. Children with a history of LBW are at risk of stunting 2.6 times higher than those without a history of LBW after being controlled by child’s age, birth length, and breastfeeding status.="
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kandita Iman Khairina
"Diare didefinisikan sebagai cairan abnormal atau tinja yang tidak berbentuk (cair), yang disertai peningkatan frekuensi buang air besar sebanyak tiga kali atau lebih dalam sehari.Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian diare yaitu karakteristik anak, karakteristik keluarga, faktor perilaku, dan faktor lingkungan. Penelitian ini merupakan studi deskriptif yang menggunakan desain potong lintang yang bertujuan untuk mengetahui determinan faktor kejadian diare pada balita usia 6-59 bulan di Jawa Barat menggunakan data sekunder Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021. Sampel merupakan balita berusia 6-59 bulan di Jawa Barat dalam data SSGI 2021 dan 4083 sampel didapat. Hasil penelitian menunjukkan proporsi kejadian diare pada balita 9,1%. Analisis bivariat menunjukkan variabel yang berhubungan bermakna dengan diare adalah usia anak, usia ibu, pendidikan ibu, sumber air minum, kelayakan jamban, dan tempat tinggal. Hasil analisis multivariat menunjukkan bhwa faktor paling dominan dari kejadian diare yaitu usia anak dengan nilai OR terbesar 1,872. Anak yang berusia 6-23 bulan berisiko 1,872 kali mengalami diare dibandingkan anak berusia 24-59 bulan.

Diarrhea is defined as loose or liquid stool with increased frequency of defecation three times in a day. There are some factors that have been associted with diarrhea such as; children’s characteristic, mother’s characteristic, behavioural factors, and environmental factors. This study is a descriptive study using cross-sectional design that aims to determine the determinants of diarrhea incidence in infants aged 6-59 months in West Java Province using secondary data from Study of Indonesia Nutritional Status Data 2021. Sample in this study is toddler aged 6-59 months in West Java Province in Indonesia Nutritional Study Data 2021 and 4083 samples were obtained. This study shows that diarrhea incidence in 6-59 month children in West Java is 9,1%. Bivariate analysis shows that there are significant relationship between diarrhea incidence with children;’s age, mother’s age, mother’s education, drinking water source, latrines, and type of residence. Multivariate analysis shows that children’s age is the dominant factor in diarrhea incidence in children aged 6-59 month old."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Albert
"Di Indonesia, stunting masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Provinsi Lampung mengalami prevalensi stunting yang meningkat dari Tahun 2015 sampai 2017, yaitu 22,6%, 24,8% dan 31,6%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan perilaku keluarga sadar gizi ( penimbangan berat badan balita secara teratur, memberikan ASI saja kepada bayi sejak lahir sampai usia 6 bulan/ASI Eksklusif, rumah tangga menggunakan garam beryodium, minum suplemen gizi sesuai anjuran/ vitamin A dan Konsumsi beraneka ragam makanan) dan karakteristik responden seperti faktor riwayat balita pernah dirawat, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, jumlah anggota keluarga, jumlah balita, dan tempat tinggal dengan kejadian stunting. Desain studi penelitian ini yaitu cross-sectional dengan analisis bivariat dengan chi square (kai kuadrat). Data yang digunakan yaitu data Pemantauan Status Gizi (PSG) dengan jumlah sampel 1533 balita usia 6-23 bulan di Provinsi Lampung Tahun 2017. Hasil anlisis menunjukkan bahwa perilaku keluarga sadar gizi, pemberian vitamin A, pemberian ASI Eksklusif, konsumsi beraneka ragam makanan tidak berhubungan dengan kejadian stunting. Namun terdapat hubungan antara rumah tangga menggunakan garam beryodium dan penimbangan balita secara teratur dengan kejadian stunting. Perlu adanya dukungan dari setiap anggota keluarga dalam menerapkan perilaku keluarga sadar gizi.

In Indonesia, stunting is still a public health problem. Lampung Province experienced an increasing prevalence of stunting from 2015 to 2017, by percentage is 22,6 %, 24,8% and 31,6%. This study aims to determine association between nutrition conscious family behavior (with variables like weighing toddlers regularly, provide exclusive breastfeeding, households use iodized salt, get vitamin A and consume a wide variety of foods) and respondent characteristics such as a history of factors under five have been treated, mother’s education, mother’s occupation, number of family members, the number of under five, and residence with stunting incident. The design of this research study is cross-sectional with chi square test to bivariate analysis. The data used is Pemantauan Status Gizi (PSG) data and used 1533 child aged 6-23 months as sample in Lampung Province 2017. The analysis result shows that nutrition conscious family (KADARZI) behavior, get vitamin A, provide exclusive breastfeeding, consume a wide variety of foods are not related to stunting incident. However there is a relationship between households use iodized salt and weighing toddlers regularly to stunting incident. There needs to be support from each family member in implementing nutrition conscious family (KADARZI) behavior."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>