Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 129618 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aryasatya Utama Manggalaputra
"Pemanfaatan biomassa sebagai sumber energi baru terbarukan (EBT) digunakan sebagai pengganti bahan bakar konvensional. Teknologi gasifikasi menjadi salah satu cara untuk merubah limbah padat biomassa menjadi bahan bakar berbentuk gas. Tim Riset Teknologi Gasifikasi Biomassa Universitas Indonesia telah merancang teknologi mobile biomass gasifier yang dapat mengkonversi limbah sekam padi sebagai sumber energi menjadi listrik dengan kapasitas 20kW. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui peluang bisnis dan evaluasi ekonomi berdasarkan daya mesin dan daya generator yang dihasilkan secara teoritis pada mesin yang akan digunakan pada prototipe 3.0 NG. Penelitian dilakukan dengan menggunakan aplikasi engine modelling Diesel-RK. Mesin akan divariasikan putaran mesin dari 600 rpm hingga 1500 rpm dengan interval 100 rpm menggunakan bahan bakar syngas. Dari hasil modelling, didapatkan daya yang dihasilkan oleh mesin berkisar 11,252 kW hingga 28,741 kW, sedangkan daya keluaran listrik/generator yang dihasilkan berkisar 9,34 kWh hingga 23,86 kWh. Data yang didapatkan dimasukkan ke dalam  perhitungan tekno-ekonomi pada proyek mobile biomass gasifier. Didapatkan nilai levelized cost of electricity (LCOE) dari proyek sebesar 1.426,84 IDR/kWh. Adapun hasil analisis tekno-ekonomi didapatkan melalui empat skenario yang berbeda dengan variabel yang diperhitungkan dan tidak diperhitungkan adalah penjualan biochar dan penggunaan bahan bakar menunjukkan bahwa proyek mobile biomass gasifier belum layak secara ekonomi untuk dua skenario. Maka dari itu, peningkatan kapasitas reaktor ataupun penambahan jumlah reaktor, penggunaan daya mesin yang lebih tinggi menjadi 50kW, dan pemindahan penempatan proyek ke luar pulau Jawa direkomendasikan untuk mencapai kelayakan ekonomi yang diinginkan agar proyek mobile biomass gasifier memiliki visibilitas dalam peluang bisnis kedepannya.

Utilization of biomass as a source of renewable energy is used as a substitute for conventional fuels. Gasification technology is one way to convert biomass solid waste into gaseous fuel. The Biomass Gasification Technology Research Team at the University of Indonesia has designed a mobile biomass gasifier technology that can convert rice husk waste as an energy source into electricity with a capacity of 20kW. This research was conducted to determine business opportunities and economic evaluation based on engine power and generator power generated theoretically on the engine to be used in the 3.0 NG prototype. The research was conducted using the Diesel-RK engine modelling application. The engine speed will be varied from 600 rpm to 1500 rpm with an interval of 100 rpm using syngas fuel. From the modelling results, the power generated by the engine ranges from 11.252 kW to 28.741 kW, while the output power of the electricity/generator produced ranges from 9.34 kWh to 23.86 kWh. The data obtained is entered into the techno-economic calculation of the mobile biomass gasifier project. A levelized cost of electricity (LCOE) value was obtained from the project of 1,426.84 IDR/kWh. The results of the techno-economic analysis were obtained through four different scenarios with the variables that were taken into account and not taken into account, namely sales of biochar and use of fuel indicating that the mobile biomass gasifier project was not economically feasible for the two scenarios. Therefore, increasing the reactor capacity or adding the number of reactors, using a higher engine power to 50kW, and moving the project placement outside Java Island are recommended to achieve the desired economic feasibility so that the mobile biomass gasifier project has visibility in future business opportunities.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yohanes Bobby Sanjaya
"Teknologi pemanfaatan biomassa sebagai sumber EBT merupakan topik yang sedang popular. Teknologi Biomassa memiliki prinsip kerja yang mirip dengan bahan bakar yang ada di pasaran. Teknologi Gasifikasi biomassa mampu merubah limbah padat biomassa seperti sekam padi, bonggol jagung dan kayu kering menjadi bahan bakar berbentuk gas. Tim Riset Teknologi Gasifikasi Biomassa Universitas Indonesia telah mendesain Mobile Biomass Gasifier yang mampu mengkonversi limbah sekam padi menjadi sumber energi panas dan juga listrik dengan kapasitas 10 kW. Penelitian ini dijalankan dengan tujuan mengetahui performa gasifier biomassa sekaligus mengetahui hubungan parameter kerja dengan luaran hasil gasifikasi. Selain itu penelitiana ini juga akan mengkaji aspek teknoekonomi dari produk yang dibuat untuk melihat nilai dan kelayakan ekonomi dari produk tersebut. Pada tesis ini Mobile Biomass Gasifier akan dimodelkan menggunakan aplikasi Aspen Plus V12 yang hasilnya akan divalidasi menggunakan data eksperimen  kemudian model tersebut digunakan untuk mengoptimisasi performa system gasifikasi. Bahan bakar yang digunakan adalah sekam padi dengan FCR sebesar 12 kg/hr. Proses gasifikasi dilakukan dengan nilai ER 0.18, 0.23, 0.27, dan 0,31.  LHV dan CGE digunakan sebagai parameter performa gasifier. Didapatkan bahwa gasifier mencapai performa terbaik pada ER 0.27. Proses Optimisasi mendapatkan CGE sebesar 72% pada ER 0.27 dengan Temperatur Zona Pembakaran 700 ºC dan Zona Reduksi sebesar 650 ºC. Analisa Teknoekonomi menunjukan bahwa Mobile Biomass Gasifier belum layak untuk digunakan sebagai pembangkit listrik. Peningkatan kapasitas 50% direkomendasikan agar kelayakan ekonomi tercapai.

The technology of utilizing biomass as renewable energy source is a popular field of study. Biomass technology has a working principle that is like regular fuels. Biomass gasification technology can convert solid biomass waste such as rice husks, corn cobs and dry wood into gaseous fuel. The Biomass Gasification Laboratory of the University of Indonesia has designed a Mobile Biomass Gasifier that is able to convert rice husk waste into a source of heat and electricity with a capacity of 10 kW. This research was carried out with the aim of knowing the performance of the biomass gasifier as well as knowing the relationship between working parameters and the product of gasification. In addition, this research will also examine the technoeconomic aspects of the gasifier to see determine value and its economic feasibility. In this thesis, the Mobile Biomass Gasifier will be modeled using the Aspen Plus V12 application, the results of which will be validated using experimental data and then the model will be used to optimize the performance of the gasification system. The fuel used is rice husk with an FCR of 12 kg/day. The gasification process was carried out with ER values ​​of 0.18, 0.23, 0.27, and 0.31. LHV and CGE are used as gasifier performance parameters. It was found that the gasifier achieved the best performance at ER 0.27. The optimization process obtained a CGE of 72% at ER 0.27 with a Combustion Zone Temperatur of 700 ºC and a Reduction Zone of 650 ºC. Technoeconomic analysis shows that the Mobile Biomass Gasifier is not yet feasible to be used as an electrical generation. An increase in capacity by 50% is recommended to achieve economic feasibility."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizatar Fario Shehriar
"Potensi limbah biomassa di Indonesia mencapai 35,6 GW dengan padi sebesar 19,41 GW. Sekam padi merupakan salah satu sumber energi terbarukan dari biomassa yang potensialnya paling besar karena Luas Lahan Baku Sawah (LBS) mencapai 7.463.948 hektare dengan produktivitas 5,7-6,1 ton/ha. Dengan menggunakan sistem gasifikasi, limbah sekam padi dapat memanfaatkan energi yang tersimpan di dalamnya. Sistem dari Mobile Biomass Gasifier Purwarupa 3 (P3) merupakan gasifier yang dapat berjalan secara kontinu dengan kapasitas reaktor 25 kg/jam. Dengan melakukan eksperimen, didapatkan nilai feeding rate yang ideal, char removal rate, profil temperatur dan mass balance saat menjalankan eksperimen dengan perlakuan sama setiap variasi. Didapatkan komposisi syngas untuk setiap variasi vibrating grate 10%, 12%, dan 14%. Komposisi syngas terbaik didapatkan pada vibrating grate sebesar 10% (24 RPM), feeding rate 6,82 kg/jam, suhu zona oksidasi (T3) rata-rata sebesar 544°C dan ER 0,28. Didapatkan komposisi syngas (%Volume) CO, CH4, H2, dan CO2 secara beurutan sebesar 14,08%; 2,09%; 3,74%; dan 1,75%, serta nilai LHV sebesar 2,93 MJ/Nm3 . Didapatkan Cold Gas Efficiency sebesar 44,17%. Pulau Nusa Tenggara Timur didasarkan pada rasio elektrifikasi terendah se-Indonesia dapat dijadikan sasaran untuk Mobile Biomass Gasifier Purwarupa 3. Diharapkan untuk penelitian-penelitian selanjutnya dapat mengembangkan alat gasifier untuk bahan bakar limbah biomassa selain dari sekam padi agar potensi biomassa dapat dimaksimalkan.

The potential biomass waste in Indonesia reaches 35.6 GW, with rice husk accounting for 19.41 GW. Rice husk is one of the most significant potential renewable energy sources from biomass due to the extensive paddy field area of 7,463,948 hectares with a productivity of 5.7-6.1 tons/ha. By utilizing gasification technology, rice husk waste can harness the energy stored within it. The Mobile Biomass Gasifier Prototype 3 (P3) system is a gasifier capable of continuous operation with a reactor capacity of 25 kg/hour. Through experiments, the ideal feeding rate, char removal rate, temperature profile, and mass balance were determined under the same treatment for each variation. The composition of syngas was obtained for each vibrating grate variation of 10%, 12%, and 14%. The best syngas composition was achieved with a vibrating grate of 10% (24 RPM), feeding rate of 6.82 kg/hour, average oxidation zone temperature (T3) of 544°C, and an equivalence ratio (ER) of 0.28. The syngas composition (% volume) was found to be 14.08% CO, 2.09% CH4, 3.74% H2, and 1.75% CO2, with a lower heating value (LHV) of 2.93 MJ/Nm3. The Cold Gas Efficiency obtained was 44.17%. The East Nusa Tenggara Island, based on the lowest electrification ratio in Indonesia, can be targeted for the Mobile Biomass Gasifier Prototype 3. Further research is expected to develop gasifier devices for biomass waste fuels other than rice husk to maximize the potential of biomass.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizka Widya Ariani
"Energi alternatif yang berkesinambungan dan terbarukan serta berpotensi menjadi bahan bakar adalah biomassa. Biomassa cangkang kakao dipilih karena ketersediannya yang melimpah di Indonesia dan memiliki nilai kalor dan volatile matter yang cukup tinggi. Pembakaran volatile matter dari biomassa akan meminimalkan emisi CO daripada metode pembakaran langsung pada fasa padatan. Kompor Top-Lit Up Draft (TLUD) Gasifier dirancang menggunakan dua buah blower masing-masing untuk udara primer untuk devolatilisasi dan udara sekunder untuk menyempurnakan pembakaran.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi laju kedua udara terhadap optimasi hasil pembakaran meliputi suhu api, emisi CO dan efisiensi termal. Pembakaran mendekati stoikiometrik didapatkan pada rasio 3,00 yang menghasilkan suhu api rata-rata tertinggi 543,67oC. Emisi CO terendah didapatkan pada rasio 3,0 sebesar 61,857 ppm. Efisiensi termal tertinggi pada rasio 2,0 sebesar 21,25%.
Pengaruh total udara yang semakin tinggi akan memaksimalkan pencampuran sehingga reaksi pembakaran menuju sempurna dan emisi CO yang dihasilkan rendah. Namun fluktuasi juga dapat terjadi pada laju alir udara yang besar sehingga emisi CO dapat tinggi. Pembentukan jelaga akibat kekurangan udara sekunder memperkuat radiasi dalam kompor. Efisiensi termal yang tinggi dipengaruhi besar oleh radiasi dari dalam kompor.

Another sustainable and renewable alternative energy sources for fuel is biomass. Cocoa pod husk (CPH) is one of biomass that available in Indonesia in huge quantity. CPH has high calorific value and high volatile matter content so it is potential to be fuel source. Burning of volatile matter from biomass will minimize CO emission inspite of burning the solid phase directly. The Top-Lit Up Draft Gasifier Stove was designed with two blowers that will supply primary air as devolatilization air and secondary air as combustion air.
This research is proposed to measure the optimization of stove combustion using CPH pellets under variation of air flow rate affection, including flame temperature, CO emission, and thermal efficiency. The result is, the near-stoichiometric combustion is reached at ratio 3.00 which resulted highest mean flame temperature at 543.67 oC. The lowest CO emission is obtained at ratio 3.0 as 61.86 ppm. The highest thermal efficiency is obtained through ratio 2,0 at 21.25%.
Effect of increasing the total air flow rate will maximize the mixing of air so that combustion goes to complete and CO emission will be lower. Beside that, fluctuation also can exists in higher air flow rate so CO emission will be higher. The formation of soot that is caused by leak of secondary air will strengthen the radiation inside the stove. The higher thermal efficiency is affected by radiation inside the stove.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S47267
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firza Muldani
"Diantara jenis pembangkit listrik yang ada di Indonesia, Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) merupakan sumber energi listrik terpenting dengan porsi 65,6% dari total produksi listrik nasional. Namun, emisi yang dihasilkan PLTU berperan sebagai penyumbang terbesar dalam menghasilkan gas rumah kaca. Teknologi co-firing merupakan metode yang dianggap efektif untuk mengurangi emisi karbon dan berbagai polutan lainnya dengan menggunakan campuran sekam padi dan batu bara sebagai bahan bakar PLTU. Namun demikian, metode tersebut berdampak pada penurunan kapasitas daya maksimum dan efisiensi pembangkit, terutama pada efisiensi boiler. Pada penggunaan sekam padi sebanyak 25% terhadap batubara, diperoleh penurunan daya mampu pembangkit hingga 2,59% dengan nilai efisiensi boiler sebesar 83,79% atau 1,32% lebih rendah jika menggunakan murni batubara; yang menghasilkan biaya rugi-rugi energi boiler sebesar 42,21 miliar rupiah. Lebih lanjut, penggunaan sekam padi dengan persentase yang lebih besar menghasilkan biaya rugi-rugi energi boiler semakin meningkat dibandingkan hanya dengan menggunakan batubara.

Among the existing types of power plants in Indonesia, coal fired power plants (CFPP) are the most important source of electrical energy with a portion of 65.6% of the total national electricity production. However, the emissions produced by CFPP play a role as the largest contributor in producing greenhouse gases. The co-firing technology is an effective method for reducing carbon emissions and other pollutants by using a mixture of rice husks and coal as CFPP fuel. Nevertheless, this method has an impact on reducing maximum power capacity and efficiency of the power plant, especially the efficiency of the boiler. When using 25% rice husk for coal, there is a decrease in the maximum capable power up to 2.59% with a boiler efficiency value of 83.79%, or 1.32% lower if using pure coal; as well as the cost of boiler energy losses of 42.21 billion rupiah. When using 25% rice husk for coal, there is a decrease in the maximum capable power up to 2.59% with a boiler efficiency value of 83.79%, or 1.32% lower if using pure coal; as well as the cost of boiler energy losses of 42.21 billion rupiah. Furthermore, the increasing use of rice husks in co-firing makes the cost of boiler energy losses greater than using only coal."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Hendrawan
"Penggunaan bahan bakar fosil pada saat ini sudah menjadi kebutuhan bagi segala jenis kendaraan bermotor dan sudah menjadi ketergantungan bagi kendaraan bermotor tersebut. Sampai saat ini, sudah ditemukan berbagai jenis bahan bakar alternatif sebagai pengganti Bahan Bakar Minyak BBM , dan salah satu bahan bakar alternatif tersebut adalah bioetanol. Bioetanol memiliki angka oktan yang lebih tinggi dibandingkan dengan BBM. Namun untuk penggunaannya secara komersial pada saat ini, bioetanol masih digunakan sebagai bahan bakar campuran bensin, dengan menggunakan perbandingan tertentu. Bioetanol yang biasa digunakan dalam pencampuran dengan bensin adalah bioetanol anhidrat dengan kadar air 0,1.
Pencampuran antara bietanol dengan bensin dimaksudkan agar nilai oktan dari BBM dapat meningkat dan juga menghasilkan pembakaran yang lebih bersih dikarenakan bietanol lebih kaya kandungan oksigen dibanding BBM. Selain permasalahan pada perbandingan campuran kedua bahan bakar tersebut, sifat dari masing-masing zat yang berbeda ini mengakibatkan sulitnya pencampuran kedua jenis bahan bakar ini sehingga menghasilkan nilai COV Coefficient of Variation yang lebih tinggi daripada bensin murni dan berakibat pada performa motor bakar itu sendiri. Penambahan zat aditif Oxygenate Cycloheptanol dimaksudkan agar pada kedua campuran bahan bakar tersebut akan dihasilkan nilai COV yang kecil sehingga dapat meningkatkan performa dari motor bakar.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan bioetanol dengan kadar 96 bioetanol hidrat. Pencampuran bahan bakar dengan perbandingan E5h, E10h, dan E15h dengan zat aditif Oxygenate Cycloheptanol yang nantinya hasil performa akan dibandingkan dengan bahan bahan bakar bensin murni E0 dan pada campuran E5h, E10h, dan E15h non zat aditif Oxygenate Cycloheptanol. Untuk menguji performa motor, dilakukan uji statis menggunakan dynamometer test. Dari penelitian menunjukkan performa bahan bakar mengalami peningkatan dan konsumsi bahan bakar menjadi lebih sedikit jika dibandingkan dengan E5h, E10h, dan E15h non zat aditif Oxygenate Cycloheptanol.

Currently, the use of fossil fuel has become essential and dependency of all vehicles. Now it has been found various types of alternative fuel as the substitute for gasoline ndash one of them is bioethanol. Bioethanol has higher octane number than gasoline. However, bioethanol, as for commercial use right now, is still used as fuel blended gasoline with a specific comparison. The bioethanol that is commonly used is anhydrous bioethanol with 0.1 water content.
The bioethanol gasoline blend is intended to increase octane number in gasoline and produce cleaner combustion due to the high oxygen content of bioethanol. Besides the comparison problem of the blended fuel, the characteristics of each different substance result in the blending difficulty. Therefore, it produces higher COV Coefficient of Variation values than pure gasoline and effects the motor performance itself. Adding Oxygenate Cycloheptanol fuel additive is intended to could produce smaller COV values, so it could increase the motor performance.
In this study, the writer used hydrous bioethanol 96. The performance result of the mixture between ratio E5h, E10h, and E15h with Oxygenate Cycloheptanol fuel additive will be compared with pure gasoline E0 added with E5h, E10h, and E15h Oxygenate Cycloheptanol fuel non additive. The motor performance tests were measured using dynamometer test. The experimental results proved that the fuel performance has increased and the fuel consumption is less if it is compared with E5h, E10h, and E15h Oxygenate Cycloheptanol fuel non additive.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S69252
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bungay, Henry R.
New York: John Wiley & Sons, 1981
662.8 BUN e (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Santoso
"Indonesia di masa yang akan datang diprediksi akan mengalami krisis energi nasional sehingga diperlukan upaya untuk mengurangi ketergantungan pada sumber energi fosil. Salah satu upaya untuk mengurangi ketergantungan sumber energi fosil adalah dengan mencari sumber energi terbarukan. Mikroalga mempunyai potensi besar sebagai sumber energi terbarukan karena mikroalga mempunyai keuntungan akibat produktivitas yang tinggi dan ramah lingkungan. Walaupun demikian biaya produksi biomassa mikroalga masih tinggi dan nilai NER (net energy ratio) relatif rendah apabila dibandingkan biaya produksi dan NER biomassa yang lain seperti minyak kelapa sawit, biji jarak dan jenis umbi-umbian.
Berdasarkan hasil studi literatur terungkap bahwa metode perhitungan LCA (life cycle assessment) pada proses produksi biodiesel belum memperhitungkan variabel komoditas lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk memodifikasi metode perhitungan LCA dengan menambahkan variabel komoditas lingkungan yaitu biaya sosial, nilai lahan dan biaya lingkungan. Penentuan biaya sosial dihitung berdasarkan nilai potensi konflik sosial yang mungkin terjadi. Nilai potensi konflik sosial diperkirakan dari prosentase nilai investasi total berdasarkan studi dari beberapa sumber. Nilai lahan dihitung dari nilai hasil produksi lahan dan nilai fungsi ekologis lahan. Nilai lingkungan dihitung berdasarkan biaya (nilai kerugian) akibat pencemaran udara. Nilai pencemaran udara ini dihitung dengan menggunakan perangkat lunak Environmental Priority Strategy (EPS) versi 2000 yang sudah disetarakan dengan elastisitas lingkungan Indonesia.
Hasil penelitian menyatakan bahwa variabel komoditas lingkungan yang ditambahkan pada perhitungan LCA metode modifikasi menyebabkan harga produksi biodiesel untuk mikroalga dan kelapa sawit masing-masing naik 3% dan 18% sehingga harganya menjadi Rp. 9.292/liter dan Rp. 9.546,-/liter. Hasil perhitungan NER pada metode LCA existing, dan LCA modifikasi pada produksi biodiesel mikroalga adalah 0,62 ± 0,078 dan 0,60 ± 0,075, sedangkan pada produksi biodiesel kelapa sawit adalah 4,17 ± 0,79 dan 3,22 ± 0,61. Dengan demikian selisih nilai NER antara metode existing dan metode modifikasi pada biodiesel mikroalga adalah 0,021 ± 0,002 dan pada kelapa sawit adalah 0,952 ± 0,181. Rendahnya nilai selisih NER pada biomassa mikroalga menunjukkan bahwa proses produksi biodiesel dari biomassa ini cenderung lebih ramah lingkungan. Hasil perhitungan t-test untuk masing-masing nilai NER mikroalga dan kelapa sawit pada metode LCA existing dan metode modifikasi menunjukkan nilai yang berbeda nyata (signifikan). Demikian juga berdasarkan perhitungan t-test untuk selisih nilai NER LCA existing lebih kecil pada biomassa mikroalga daripada kelapa sawit. Hasil ini membuktikan bahwa perhitungan LCA modifikasi yang memasukkan variabel lingkungan menunjukkan bahwa metode modifikasi memberikan hasil yang signifikan pada proses produksi yang ramah lingkungan (non-eksploitatif) dibandingkan yang tidak ramah lingkungan (eksploitatif).
Hasil analisis keberlanjutan proses produksi biodiesel mikroalga yang dinyatakan dalam nilai total indeks keberlanjutan biomassa adalah sekitar 51,56%, sehingga dapat disimpulkan bahwa proses produksi biodiesel mikroalga mempunyai prospek besar sebagai sumber energi terbarukan yang ramah lingkungan di Indonesia."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Setia Abikusna
"Pemanfaatan energi terbarukan di Indonesia masih rendah, dibandingkan minyak (34%), batubara (20%), dan gas (20%), pemanfaatan sumber energi untuk air 3%, panas bumi 1%, bahan bakar nabati 2%, dan biomassa 20%. Padahal sumber energi yang tidak terbarukan semakin menipis akibat meningkatnya konsumsi minyak bumi sebagai bahan bakar. Hal ini membuat kita harus mencari alternative renewable energy, salah satunya adalah bio-ethanol. Dalam penelitian ini memanfaatkan bio-ethanol, hasil destilasi, sebagai bahan bakar pencampur pada motor dinamis berbahan bakar premium serta membandingkan performa motor dengan melakukan simulasi CFD (dengan Fluent 6.3.26) pembakaran dengan variasi bio-ethanol tersebut (E10 dan E20). Hasil penelitian menunjukkan bahwa campuran premium dengan bio-ethanol (E20) menunjukkan kualitas pembakaran yang baik, yang menghasilkan performa dan emisi yang optimum.

Utilization of renewable energy in Indonesia is still minimum, compared to oil (34%), coal (20%), gas (20%), energy source of water 3%, geothermal 1%, biofuel 2%, and biomass 20%. While unrenewable energy source is decreasing, due to increase of it consumption for fuel. It makes us need to look for alternative renewable energy, with bio-ethanol as one of it. This research uses bio-ethanol, distillation result, as mixed fuel to dynamic engine with gasoline fuel, and compares engine performance by doing CFD simulation combustion (with Fluent 6.3.26) with bio-ethanol variation of E10 and E20. The research result revealed that gasoline mixture with bio-ethanol (E20) showed a good quality of combustion, which produce optimal performance and emission."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
T35083
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Nirmala Ayuningtyas
"Kabupaten Badung memiliki sejumlah perkebunan yang salah satunya adalah kakao. Perkebunan kakao di Kabupaten Badung masih dalam tahap dikembangkan sehingga memiliki jumlah produktifitas yang rendah. Kesesuaian lahan merupakan salah satu pengembangan dari budidaya tanaman kakao untuk meningkatkan jumlah produktifitas. Selain berkembangnya perkebunan kakao, kabupaten Badung juga memiliki potensi pada sumber daya energi seperti biomassa yang merupakan energi yang terbarukan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui estimasi biomassa, kesesuaian lahan tanaman kakao, serta keterkaitan biomassa dengan lahan kesesuaian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan memanfaatkan penginderaan jauh dan teknologi GIS dengan citra satelit yang digunakan adalah Sentinel 2A dan perhitungan dengan persamaan allometrik. Interpretasi dilakukan melalui pemanfaatan rasio band, kerapatan vegetasi dan pengukuran lapangan untuk mendapatkan estimasi biomassa dimana akan dilakukan korelasi Pearson untuk melihat ada tidaknya keterkaitan dengan kesesuaian lahan. Hasil penelitian ini menunjukkan nilai r hitung untuk biomassa (X) dengan Kesesuaian Lahan (Y) adalah sebesar 0.8133 > e tabel 0.576, maka dapat disimpulkan bahwa adanya hubungan atau korelasi antara variabel biomassa (terikat) dengan kesesuaian lahan (bebas). Karena r hitung atau Korelasi Pearson dalam analisis ini bersifat positif makaartinya hubungan antara kedua variabel tersebut bersifat positif atau dengan kata lain memiliki keterkaitan.

Badung Regency has a number of plantations, one of which is cocoa. Cocoa plantations in Badung Regency are still in the development stage so they have low productivity. Land suitability is one of the developments of cacao cultivation to increase the amount of productivity. In addition to the development of cocoa plantations, Badung Regency also has potential in energy resources such as biomass which is a renewable energy. The purpose of this study was to determine the estimation of biomass, land suitability for cocoa, and the relationship between biomass and land suitability. The method used in this research is to utilize remote sensing and GIS technology with satellite imagery used is Sentinel 2A and calculations with allometric equations. Interpretation is carried out through the use of band ratios, vegetation density and field measurements to obtain biomass estimates where Pearson correlation will be carried out to see whether there is a relationship with land suitability. The results of this study indicate that the calculated r value for biomass (X) with land suitability (Y) is 0.8133 > e table 0.576, it can be concluded that there is a relationship or correlation between the variable biomass and land suitability. Because the calculated r or Pearson's correlation in this analysis is positive, it means that the relationship between the two variables is positive or in other words has a linkage."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>