Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 161134 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Viona Yosefa Diaz Viera
"Latar belakang: Terapi regeneratif periodontal dengan scaffold harus dapat mendukung terjadinya osteogenesis, osteoinduksi, dan osteokonduksi, sehingga dibutuhkan karakteristik material yang sesuai. Nano-hidroksiapatit menjadi salah satu pilihan biomaterial scaffold. Nano-hidroksiapatit dibuat dalam berbagai bentuk seperti injectabel pasta yang membutuhkan suatu matriks, seperti gelatin. Tujuan: Menganalisis potensi serbuk dan pasta nano-hidrositapatit sebagai injectabel scaffold dalam terapi regeneratif periodontal yang dilihat dari karakteristik biomaterial dengan waktu perendaman 1, 2, 7, dan 14 hari dalam larutan simulasi tubuh. Metode: Fabrikasi serbuk nano-hidroksiapatit dan pasta nano-hidroksiapatit di BRIN. Serbuk nHA, pasta nHAG 65:35, dan pasta nHAG 60:40 direndam dalam larutan simulasi tubuh selama 1, 2, 7, dan 14 hari. Pada setiap periode waktu dilakukan pengukuran pH, biodegrabilitas, dan karakteristik kimia dengan uji FTIR. Hasil: Uji pH menunjukkan adanya perbedaan bermakna pada perendaman 1, 7, dan 14 hari (p<0,05). Uji biodegrabilitas menunjukkan adanya perbedaan bermakna pada perendamanan 1, 2, 7, dan 14 hari (p<0,05). Uji FTIR pada serbuk nHA mengidentifikasi gugus fungsi PO, CO, O-H, C=H, COO. Uji FTIR pada pasta nhAG 65:35 dan pasta nHAG 60:40 mengidentifikasi adanya tambahan gugus fungsi golongan amide. Kenaikan pita serapan setelah perendaman pada gugus fungsi O-H dan PO. Kesimpulan: Pasta nHAG berpotensi sebagai injectabel scaffold dalam terapi regeneratif periodontal. Latar belakang: Terapi regeneratif periodontal dengan scaffold harus dapat mendukung terjadinya osteogenesis, osteoinduksi, dan osteokonduksi, sehingga dibutuhkan karakteristik material yang sesuai. Nano-hidroksiapatit menjadi salah satu pilihan biomaterial scaffold. Nano-hidroksiapatit dibuat dalam berbagai bentuk seperti injectabel pasta yang membutuhkan suatu matriks, seperti gelatin. Tujuan: Menganalisis potensi serbuk dan pasta nano-hidrositapatit sebagai injectabel scaffold dalam terapi regeneratif periodontal yang dilihat dari karakteristik biomaterial dengan waktu perendaman 1, 2, 7, dan 14 hari dalam larutan simulasi tubuh. Metode: Fabrikasi serbuk nano-hidroksiapatit dan pasta nano-hidroksiapatit di BRIN. Serbuk nHA, pasta nHAG 65:35, dan pasta nHAG 60:40 direndam dalam larutan simulasi tubuh selama 1, 2, 7, dan 14 hari. Pada setiap periode waktu dilakukan pengukuran pH, biodegrabilitas, dan karakteristik kimia dengan uji FTIR. Hasil: Uji pH menunjukkan adanya perbedaan bermakna pada perendaman 1, 7, dan 14 hari (p<0,05). Uji biodegrabilitas menunjukkan adanya perbedaan bermakna pada perendamanan 1, 2, 7, dan 14 hari (p<0,05). Uji FTIR pada serbuk nHA mengidentifikasi gugus fungsi PO, CO, O-H, C=H, COO. Uji FTIR pada pasta nhAG 65:35 dan pasta nHAG 60:40 mengidentifikasi adanya tambahan gugus fungsi golongan amide. Kenaikan pita serapan setelah perendaman pada gugus fungsi O-H dan PO. Kesimpulan: Pasta nHAG berpotensi sebagai injectabel scaffold dalam terapi regeneratif periodontal.

Background: Periodontal regenerative therapy involves the use of scaffolds to promote bone growth. Nano-hydroxyapatite is a potential scaffold biomaterial that can be made into various forms, such as an injectable paste that requires a matrix like gelatin, to support bone growth. Objective: Aim: To investigate whether nano-hydroxyapatite powder and paste can be used as injectable scaffolds for periodontal regenerative therapy by studying their biomaterial properties after immersion in a simulated body solution for different time periods. Method: The nano-hydroxyapatite powder and paste were created in BRIN and vperiods. The pH, biodegradability, and chemical properties were measured using FTIR tests in each period. Results: The pH test showed significant differences in each soaking times (p <0.05). Biodegradability tests showed significant differences in immersion times of 1, 2, 7, and 14 days (p <0.05). FTIR tests on nHA powder identified functional groups PO, CO, O-H, C=H, COO. FTIR tests on nHAG paste 65:35 and nHAG paste 60:40 identified additional amide group functional groups. An increase in absorption band occurred after immersion in the O-H and PO. Conclusion: The nHAG paste has potential as an injectable scaffold in periodontal regenerative therapy."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Savvyana Saputra
"Latar belakang: Terapi regenerasi jaringan periodontal dengan rekayasa jaringan dapat menjadi alternatif dalam rekonstruksi jaringan periodontal. Bioaktivitas yang baik menjadi salah satu syarat penting untuk scaffold dalam mendukung regenerasi jaringan. Nano-hidroksiapatit telah banyak digunakan karena memiliki struktur kimiawi yang sama dengan tulang alami, namun memiliki porusitas yang rendah dan biodegradibilitas yang lambat sehingga kombinasi dengan Gelatin dapat meningkatkan regenerasi jaringan periodontal. Tujuan: Mengevaluasi morfologi permukaan, komposisi kalsium-fosfor dan daya serap serbuk nanohidroksiapatit dan pasta nanohidroksiapatit/gelatin variasi 60:40 dan 65:35 dengan perendaman dalam larutan simulated body fluid selama 24 jam, 48 jam, 7 hari dan 14 hari. Metode: Pembuatan serbuk nHA dan pasta nHAG di BRIN. Serbuk nHA dan pasta nHAG variasi 60:40 dan 65:35 direndam dalam larutan SBF selama 24 jam, 48 jam, 7 hari dan 14 hari. Pengujian SEM EDS dan uji swelling dilakukan pada setiap periode waktu perendaman. Hasil: Uji SEM menunjukkan perbedaan morfologi permukaan yang bermakna pada perendaman 24 jam, 48 jam, 7 hari dan 14 hari (p < 0,05). Uji EDS menunjukkan perbedaan komposisi kalsium dan fosfor serta peningkatan rasio Ca/P pada periode waktu perendaman paling tinggi pada pasta nHAG 65:35. Uji swelling menunjukkan serbuk nHA dan pasta nHAG variasi 60:40 dan 65:35 memiliki daya serap yang berbeda tiap periode waktu perendaman. Kesimpulan: Pasta nHAG 65:35 memiliki sifat optimal sebagai scaffold dengan karakteristik morfologi permukaan yang kondusif bagi pertumbuhan sel di dalamnya, dan memiliki rasio kalsium dan fosfor yang tinggi serta daya serap yang optimal.

Background: Tissue engineering in periodontal tissue regeneration can be an alternative in periodontal tissue reconstruction. Bioactivity such as appropriate sizes, surface morphology and porosity required in scaffold in periodontal regenerative therapy. Nanohydroxyapatite is commonly used in tissue engineering to its similar chemical structure to human bone, but tend to has low porosity and slow biodegradability. Therefore, combination with gelatine can improve periodontal regeneration. Objective: Evaluate the surface morphology, calcium-phosphorus composition and water absorption of nanohydroxyapatite powder and nanohydroxyapatite/gelatine 60:40 and 65:35 paste by immersion in simulated body fluid solution for 24 hours, 48 hours, 7 days, and 14 days. Methods: Manufacture of nHA powder and nHAG paste in BRIN. Powder of nHA and nHAG 60:40 and 65:35 paste were soaked in SBF solution for 24 hours, 48 hours, 7 days, and 14 days. Morphology surface and calcium-phosphorus composition were carried out with SEM EDS test and water absorption was carried out with swelling test. Results: SEM test showed differences in surface morphology at 24 hours, 48 hours, 7 days and 14 days (p < 0,05). EDS test showed nHAG 65:35 has the highest calcium and phosphorus composition and Ca/P Ratio in soaking periods. Swelling test showed nHA powders and nHAG pastes had different absorbencies in all soaking period. Conclusion: nHAG 65:35 paste has optimal properties as a scaffold with optimal surface morphology, high Ca/P ratio and optimal absorption."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cornelia Pradita Notoprajitno
"ABSTRAK
Selulosa sebagai bahan dasar untuk perban sedang banyak dipelajari karena kelarutannya dalam air, keberlanjutan, dan ketersediaannya di alam semesta. Nanoselulosa dapat diaplikasikan sebagai rangka pembalut luka hemostatik oleh karena keanekaragaman bentuk struktural, keringanan, dan portabilitas yang dimilikinya. Penelitian ini adalah bagian dari proyek multidisiplin yang bertujuan untuk merancang desain sebuah pembalut luka hemostasik untuk menangani kasus pendarahan yang eksesif. Dalam kasus ini, penelitian yang dilakukan berfokus pada perancangan struktur dan gugus fungsi. Rumput spinifex diolah secara mekanis (menggunakan high-pressure homogenise) dan secara kimiawi (menggunakan larutan campuran asam nitrat dan natrium nitrit) untuk mengisolasi nanoselulosa dengan morfologi dan gugus fungsi yang berbeda. Larutan nanoselulosa yang telah diolah kemudian dikeringkan menggunakan mesin freeze dryer. Proses pengeringan menghasilkan rangka pembalut luka dalam bentuk bulat dengan ketebalan, massa jenis, dan porositas yang bervariasi. Spinifex yang diolah secara mekanis menghasilkan nanofiber dengan fleksibilitas dan aspect ratio yang tinggi. Pemrosesan kimiawi menghasilkan nanofiber dengan struktur crystalline yang lebih kaku dengan gugus fungsi karboksilat. Gugus fungsi ini memiliki sifat hemostatik dan bakterisidal yang diperlukan dalam aplikasi pembalut luka. Dihipotesiskan bahwa perbedaan morfologi sebagai hasil dari kedua metode pemrosesan akan menghasilkan performa penggumpalan darah yang berbeda dalam aplikasi sebagai pembalut luka.

ABSTRACT
Cellulose-based scaffolds are investigated due to their water-solubility, sustainability, safety and abundance as a raw material. Scaffolds constructed of nanocellulose may potentially be applied in wound dressings due to their versatility in structural form, light weight, and portable properties which are essential for this application. This work is a part of a multidisciplinary project, which aims to design a haemostatic wound dressing in cases of severe bleeding. This study focuses mainly on engineering the scaffold and optimising its structure and surface functionality. Spinifex pulp was treated both mechanically (using a high-pressure homogeniser) and chemically (using a mixture of nitric acid and sodium nitrite) to isolate nanocellulose of different morphologies and surface functionalities. Different concentrations of nanocellulose solution were then freeze-dried to form round-shaped scaffolds with different thickness, density and porosity. Mechanically-treated grass resulted in flexible and high aspect ratio nanofibres. Nanofibres obtained from the chemical method are rigid crystalline cellulose nanofibres. Chemically treating the fibres also changed the surface chemistry from hydroxyl to carboxyl groups. These functional groups exhibit haemostatic and bactericidal properties, which is crucial in a wound dressing design. It is hypothesised that the morphologies attained from the two methods may potentially lead to different blood clotting attributes when applied as a haemostatic wound dressing."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Radifan Abrar Tahrizi
"Fused depositiom modeling (FDM) menawarkan keuntungan unik menuju manufaktur fleksibel, yang dapat digunakan untuk membuat scaffold dengan geometris kompleks dan struktur internal yang berpori. Untuk meningkatkan kinerja biologis printedscaffold, sangat penting untuk menentukan biomaterial yang sesuai dan sifat mekanisnya yang terikat. Sifat mekanik memiliki peran penting dalam menentukan kinerja scaffold medis, sehingga mempengaruhi kinerja produk medis rekayasa jaringan. Akibatnya, pengaruh parameter printing pada berbagai jenis biopolimer yang berbeda untuk pembuatan scaffold masih bervariasi dan memerlukan pendalaman lebih lanjut. Penelitian yang diusulkan bertujuan untuk mempelajari pengaruh dan kelayakan parameter printing 3D dalam meningkatkan sifat mekanik, sekaligus memahami faktor biologis perancah TEMP (Tissue Engineered Medical Product) berdasarkan bahan biopolimer yang berbeda. Tujuannya adalah langkah awal menuju pemanfaatan pendekatan baru dalam pembuatan TEMP dengan cara yang lebih canggih melalui penggunaan teknik 3D pemodelan deposisi fusi. Penelitian dilakukan dengan membandingkan berbagai kinerja mekanik dan aspek biologis yang sesuai antara ABS (acrylonitrile butadiene styrene) dengan PLA (poly-lactic acid).

Fused deposition modeling (FDM) offers unique advantages for flexible manufacturing, which can be employed to fabricate scaffolds with complex shapes and internal porous structures. To improve the biological performance of printed scaffolds, it is crucial to determine suitable biomaterials and their mechanical attached properties. Mechanical properties have a significant role in establishing the functionality of a medical scaffold, thus affecting the performance of the tissue-engineered medical product. Consequently, the influence of printing parameters in different biopolymer for scaffold manufacturing still varies and require further investigation. The proposed research aims to study the influence and feasibility of 3D printing parameters in improving mechanical properties, while also understanding biological factors of TEMP (Tissue Engineered Medical Product) scaffold based on different biopolymer materials. The aim is an initial step toward utilizing a novel approach in manufacturing TEMP in a more sophisticated manner through employing the fused deposition modeling 3D technique. Research is conducted by comparing various mechanical performances and the corresponding"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"[Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis potensi HA/TCP/Kitosan sebagai scaffold rekayasa jaringan tulang. Potensi scaffold dianalisis melalui identifikasi gen osteogenik ALP yang terdapat pada sampel cDNA hasil biopsi tulang 3 subjek Macaque nemestrina. Sampel cDNA dari masing-masing Macaque terdiri dari kelompok kontrol dan perlakuan kombinasi scaffold, yaitu HA/TCP70:30 (Macaque pertama), HA/TCP50:50 (Macaque kedua), dan HA/TCP/Kitosan (Macaque ketiga). Sampel cDNA dilakukan uji secara kuantitatif menggunakan Real-Time PCR dan semi-kuantitatif dengan analisis gel doc hasil uji elektroforesis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna pada ekspresi gen ALP antar kelompok perlakuan setelah 2 minggu, namun pada kelompok perlakuan HA/TCP/Kitosan paling tinggi setelah 4 minggu, This study examines potential of HA/TCP/Chitosan as bone tissue engineering scaffold. The potential of scaffold was analyzed by identifying ALP osteogenic gene in cDNA samples from 3 Macaque nemestrina bone biopsy. cDNA samples from each Macaque consist of control group and scaffold treated group, which was treated with HA/TCP70:30 (first Macaque), HA/TCP50:50 (second Macaque), and HA/TCP/Chitosan (third Macaque). cDNA samples was measured quantitively with Real-Time PCR and semi-quantitively by gel doc analysis of electrophoresis. The result shows that there were no significant differences in ALP gene expression between treatment groups after 2 weeks, but in HA/TCP/Chitosan treatment group is the highest after 4 weeks.]"
[, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia], 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adrian Pragiwaksana
"Sel punca mesenkim (MSC) dan sel punca pluripoten terinduksi (iPSC) telah dilaporkan mampu berdiferensiasi menjadi hepatosit secara in vitro dengan berbagai tingkat maturasi hepatosit. Sebuah metode sederhana untuk proses deselulerisasi perancah hati telah dikembangkan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi diferensiasi hepatosit dari iPSC dibandingkan dengan MSC dalam perancah hati yang dideselularisasi. Langkah pada penelitian ini adalah mengkultur iPSC dan MSC, mendeselularisasi hati kelinci, menyemai kultur sel ke dalam perancah, dan mendiferensiasikan menjadi hepatosit selama 21 hari dengan protokol Blackford yang dimodifikasi. Pemeriksaan dilakukan dengan pewarnaan Haematoxylin Eosin (HE), Masson Trichrome (MT), imunohistokimia (IHK) albumin dan cytochrome 3A4 (CYP3A4). Ekspresi gen albumin, cytochrome P450 (CYP450), dan cytokeratin-19 (CK-19) dianalisis menggunakan qRT-PCR. Pemeriksaan scanning electron microscope (SEM) dan immunofluorescence (IF) marker hepatocyte nuclear factor 4 alpha (HNF4-α) dan CCAAT/enhancer-binding protein alpha (CEBPA) dilakukan. Diferensiasi hepatosit dari iPSC dalam perancah hati yang dideselulerisasi dibandingkan dengan diferensiasi hepatosit dari MSC dalam perancah hati yang dideselulerisasi menunjukkan pembentukan sel tunggal dan kapasitas adhesi pada perancah yang lebih sedikit, dan penurunan tren ekspresi albumin dan CYP450 yang lebih rendah. Jumlah penyemaian sel awal yang lebih rendah menyebabkan hanya beberapa iPSC menempel pada bagian-bagian tertentu dari perancah hati yang dideselularisasi. Injeksi jarum suntik manual untuk reselulerisasi yang tidak merata menciptakan pola pembentukan sel tunggal oleh hepatosit dari diferensiasi iPSC di perancah hati yang dideselulerisasi. Hepatosit dari diferensiasi MSC memiliki kapasitas adhesi lebih tinggi ke perancah hati yang dideselulerisasi yang mengarah pada peningkatan tren ekspresi albumin dan CYP450. Penurunan ekspresi gen CK-19 lebih banyak terjadi pada diferensiasi hepatosit dari iPSC. Hasil tersebut dikonfirmasi oleh adanya sinyal positif protein HNF4-α dan CEBPA dengan pemeriksaan IF yang menunjukkan hepatosit yang dewasa. Kesimpulan dari penelitian ini adalah diferensiasi hepatosit dari iPSC pada perancah hati yang dideselularisasi lebih dewasa dengan adhesi sel-matriks ekstraseluler lebih rendah, distribusi sel spasial saling berjauhan, dan ekspresi albumin dan CYP450 lebih rendah dibandingkan dengan diferensiasi hepatosit dari MSC pada perancah hati yang dideselularisasi.

Mesenchymal stem cells (MSC) and induced pluripotent stem cells (iPSC) have been reported able to differentiate to hepatocyte in vitro with varying degree of hepatocyte maturation. A simple method to decellularized liver scaffold has been established by Faculty of medicine Universitas Indonesia. This study aims to evaluate hepatocyte differentiation from iPSCs compared to MSCs in decellularized liver scaffold. iPSCs and MSCs were cultured, rabbit liver were decellularized, cell cultures were seeded into the scaffold, and differentiated into hepatocytes for 21 days with modified Blackford protocol. Haematoxylin-Eosin (HE), Masson Trichrome (MT), immunohistochemistry (IHC) albumin and CYP3A4 was performed. Expression of albumin, cytochrome P450 (CYP450) and cytokeratin-19 (CK-19) genes were analyzed using qRT-PCR. Scanning electron microscope (SEM) and immunofluorescence (IF) examination of hepatocyte nuclear factor 4 alpha (HNF4-α) and CCAAT/enhancer-binding protein alpha (CEBPA) marker was performed. Hepatocyte differentiated iPSCs compared with hepatocyte differentiated MSCs in decellularized liver scaffold single–cell–formation and lower adhesion capacity in scaffold, and decrease trends of albumin and CYP450 expression. Lower initial seeding cell number causes only a few iPSCs to attach to certain parts of decellularized liver scaffold. Manual syringe injection for recellularization abruptly and unevenly create pattern of single–cell–formation by hepatocyte differentiated iPSCs in the decellularized liver scaffold. Hepatocyte differentiated MSCs have higher adhesion capacity to decellularized liver scaffold that lead to increase trends of albumin and CYP450 expression. CK-19 expression gene diminished more prominent in hepatocyte differentiated iPSCs. These results were confirmed by the presence of HNF4-α and CEBPA positive signal protein with IF examination, showing mature hepatocyte.The conclusion of this study is hepatocyte differentiated iPSCs in decellularized liver scaffold differentiation is more mature with lower cell-extracelullar matrix adhesion, spatial cell distribution far from each other, and lower albumin and CYP450 expression than hepatocyte differentiatedMSCs in decellularized liver scaffold.;

“Speak up” merupakan suatu fenomena sosial di mana penyintas menceritakan viktimisasi kekerasan seksual yang dialami melalui media sosial. Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan dualitas reaksi sosial informal dalam fenomena speak up, yakni reaksi yang mendukung sebagai bentuk keadilan alternatif dan reaksi yang tidak mendukung sebagai bentuk reviktimisasi terhadap penyintas, serta hubungannya dengan kepercayaan terhadap budaya perkosaan. Penulisan ini menggunakan teori feminis radikal dan analisis isi kualitatif pada utas tweet @RistyRianda. Hasil analisis menunjukkan bahwa reaksi yang mendukung penyintas berupa afirmasi dan validasi, rekognisi, membongkar mitos perkosaan, serta adanya penyintas lain yang terdorong untuk speak up atas dasar solidaritas. Selain memberi keadilan bagi individu penyintas, speak up di Twitter juga menumbuhkan kepulihan kolektif bagi para penyintas kekerasan seksual. Sedangkan reaksi yang tidak mendukung adalah tindakan menyalahkan penyintas (victim blaming), menyepelekan dan mempertanyakan pengalaman kekerasan seksual penyintas, membenarkan dan mendukung pelaku kekerasan seksual. Reaksi mendukung hampir semua diberikan oleh perempuan, sebaliknya, reaksi tidak mendukug hampir semua diberikan oleh laki-laki. Reaksi tidak mendukung adalah bentuk reviktimisasi yang diakibatkan oleh mengakarnya kepercayaan terhadap mitos perkosaan dan budaya perkosaan dalam masyarakat patriarkal.

 


“Speak up” is a social phenomenon where survivors share their victimization of sexual violence through social media. This writing aims to explain the duality of informal social reactions in the speak up phenomenon, namely supportive reactions as a form of alternative justice and unsupportive reactions as a form of revictimization of survivors, and its relationship with belief in rape culture. This paper performs a qualitative content analysis of the Twitter thread on @RistyRianda’s account, based on a radical feminism theory. The analysis results show that the supportive reactions are in the form of affirmation and validation, recognition, rape myth debunking, and the confession of other survivors who are encouraged to speak up on the basis of solidarity. In addition to providing justice for individuals, speak up can also foster collective healing for the survivors of sexual violence. Meanwhile, unsupportive reactions generally take the form of victim blaming, victim questioning, justifying and supporting the perpetrators of sexual violence. The supportive reactions are mostly given by women, on the contrary, the unsupportive reactions are mostly given by men. The unsupportive reaction is a form of revictimization, caused by the rooted belief in rape myth and rape culture in a patriarchal society.

 

;

“Speak up” merupakan suatu fenomena sosial di mana penyintas menceritakan viktimisasi kekerasan seksual yang dialami melalui media sosial. Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan dualitas reaksi sosial informal dalam fenomena speak up, yakni reaksi yang mendukung sebagai bentuk keadilan alternatif dan reaksi yang tidak mendukung sebagai bentuk reviktimisasi terhadap penyintas, serta hubungannya dengan kepercayaan terhadap budaya perkosaan. Penulisan ini menggunakan teori feminis radikal dan analisis isi kualitatif pada utas tweet @RistyRianda. Hasil analisis menunjukkan bahwa reaksi yang mendukung penyintas berupa afirmasi dan validasi, rekognisi, membongkar mitos perkosaan, serta adanya penyintas lain yang terdorong untuk speak up atas dasar solidaritas. Selain memberi keadilan bagi individu penyintas, speak up di Twitter juga menumbuhkan kepulihan kolektif bagi para penyintas kekerasan seksual. Sedangkan reaksi yang tidak mendukung adalah tindakan menyalahkan penyintas (victim blaming), menyepelekan dan mempertanyakan pengalaman kekerasan seksual penyintas, membenarkan dan mendukung pelaku kekerasan seksual. Reaksi mendukung hampir semua diberikan oleh perempuan, sebaliknya, reaksi tidak mendukug hampir semua diberikan oleh laki-laki. Reaksi tidak mendukung adalah bentuk reviktimisasi yang diakibatkan oleh mengakarnya kepercayaan terhadap mitos perkosaan dan budaya perkosaan dalam masyarakat patriarkal.

 


“Speak up” is a social phenomenon where survivors share their victimization of sexual violence through social media. This writing aims to explain the duality of informal social reactions in the speak up phenomenon, namely supportive reactions as a form of alternative justice and unsupportive reactions as a form of revictimization of survivors, and its relationship with belief in rape culture. This paper performs a qualitative content analysis of the Twitter thread on @RistyRianda’s account, based on a radical feminism theory. The analysis results show that the supportive reactions are in the form of affirmation and validation, recognition, rape myth debunking, and the confession of other survivors who are encouraged to speak up on the basis of solidarity. In addition to providing justice for individuals, speak up can also foster collective healing for the survivors of sexual violence. Meanwhile, unsupportive reactions generally take the form of victim blaming, victim questioning, justifying and supporting the perpetrators of sexual violence. The supportive reactions are mostly given by women, on the contrary, the unsupportive reactions are mostly given by men. The unsupportive reaction is a form of revictimization, caused by the rooted belief in rape myth and rape culture in a patriarchal society.

 

"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panggabean, Cinthya Chatarina
"Tablet lepas lambat merupakan tablet yang didesain untuk dapat melepaskan zat aktif secara perlahan di dalam tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk membuat dan mengkarakterisasi eksipien protein kedelai tersuksinilasi yang digunakan sebagai matriks dalam formulasi tablet lepas lambat dengan propranolol hidroklorida sebagai model obat. Konsentrat protein kedelai suksinat (PKS 1) diperoleh melaui cara esterifikasi konsentrat protein kedelai (PK) dengan anhidrida suksinat 100% b/b pada kondisi basa. PK dan PKS 1 dikarakterisasi secara fisik, kimia dan fungsional, kemudian diformulasikan menjadi matriks tablet lepas lambat dengan metode granulasi basah. Tablet lepas lambat yang dihasilkan dievaluasi dan dipelajari profil pelepasan obatnya.
Hasil penelitian menunjukkan pita serapan pada bilangan gelombang 1653,05 cm-1; 1697,41 cm-1; 2359,02 cm-1 dan derajat substitusi PKS 1 sebesar 35,74 ± 0,38%. Eksipien tersebut menunjukkan kemampuan mengembang yang baik sebesar 35,38 ± 2,08% dalam HCl pH 1,2 dan 66,36 ± 2,12% dalam dapar fosfat pH 7,5. Profil pelepasan propranolol hidroklorida dari tablet lepas lambat yang mengandung PKS 1 sebagai pembentuk matriks (F1, F2, dan F3) menunjukkan profil pelepasan obat yang mengikuti persamaan Higuchi. Dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa PKS 1 dapat digunakan sebagai eksipien pembentuk matriks pada tablet lepas lambat dan dapat digunakan untuk pemakaian 24 jam.

Sustained release tablet is solid oral dosage form which is designed to release drugs slowly in the body. This research was conducted to produce and characterize the succinylated excipient of soybean protein as matrix for sustained release tablet formulation with propranolol hydrochloride as model drug. Soybean protein succinate (SPS 1) was obtained by esterification of soybean protein (SP) with anhydride succinic 100% b/b in alkaline solution. SP and SPS 1 were characterized physically, chemically, and functionally, then were formulated as matrix in sustained release tablet by wet granulation method. Furthermore, the sustained release tablets were evaluated and the drug release profiles were studied.
Characterization of excipient results showed a peak at the wave number 1653,05 cm-1; 1697,41 cm-1; 2359,02 cm-1 and substitution degree of PKS 1 is 35,74 ± 0,38%. That modified excipient show good swelling capability that are 35,38 ± 2,08% in medium HCl pH 1,2 and 66,36 ± 2,12% in medium buffer phosphate pH 7,5. Drug released profil of Propranolol hydrochloride from sustained release tablet which contain PKS 1 as matrices (F1, F2, and F3) showed Higuchi drug release kinetics. This study suggested that the PKS 1 can be applied as matrix for sustained release tablets and extend drug release up to 24 hours.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
S55056
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nanny V. Kosasih
"Ruang Lingkup dan Cara Penelitian : Malnutrisi seringkali terjadi pada penderita Gagal Ginjal kronik (GGK) dengan Hemodialisis (HD), yang disebabkan oleh berbagai faktor termasuk gangguan metabolisme energi dan protein, perubahan hormonal, infeksi, serta asupan makanan. Di samping itu, hemodi alisis sendiri meningkatkan katabolisme protein. Untuk mengatasi keadaan tersebut diperlukan asupan protein lebih besar dari penderita non dialisis. Substitusi analog keto dan asam amino esensial pada penderita GGK dengan HD, dapat diharapkan memperbaiki gangguan metabolisme protein tanpa menambah beban pada ginjal. Di dalam tubuh analog keto mengalami transaminasi membentuk asam amino esensial yang diperlukan untuk sintesa protein, oleh karena itu, suplementasi campuran analog keto dan asam amino esensial dipertimbangkan untuk meningkatkan asupan protein. Di Indonesia belum pernah dilakukan penelitian suplementasi campuran analog keto dan asam amino esensial pada penderita GGK dengan HD, walaupun di negara maju dengan kondisi berbeda sudah pernah dilakukan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai pengaruh suplementasi analog keto dan asam amino esensial terhadap status protein penderita GGK dengan HD.Campuran analog keto dan asam amino esensial sebanyak 7,5 g dan vitamin B6 20 mg dalam bentuk-kapsul sebanyak 9 kapsul, diberikan secara peroral setiap hari selama 3 minggu. Penelitian dilakukan secara acak sederhana tersamar tunggal terhadap 39 penderita GGK dengan HD. Penderita GGK dengan HD dibagi dalam 2 kelompok, masing-masing 20 dan 19 orang. Kelompok kontrol diberi kapsul plasebo dan kelompok perlakuan diberikan suplementasi. Data 10 orang masing-masing 5 orang dari tiap kelompok dikeluarkan karena tidak memenuhi persyaratan.
Hasil dan Kesimpulan : Nilai rata-rata(Y) kadar transferin kelompok kontrol dan perlakuan sebelum dilakukan suplementasi adalah berturut-turut (396,73 ± 48,38 mg/dl) dan (406,71t 31,95 mg/dl) Sesudah suplementasi kadar transferin pada kelompok kontrol cenderung penurunan lebih besar ( 390,92 ± 54,92 mg/dl) daripada kelompok perlakuan (387,73 ± 63,88 mg/dl) tetapi hasil uji statistik terhadap perubahan ini tidak bermakna (p > 0,05).
Kesimpulan: Suplementasi campuran analog keto dan asam amino esensial pada penderita GGK dengan HD yang mempunyai status protein baik, agaknya tidak memberi pengaruh terhadap status proteinnya.

The Effects Of Supplementation Of A Mixture Of Ketoanalogues And Essential Amino Acids On The Protein Status Of Chronic Renal Failure Patients On HemodialysisScope and Method of study: Malnutrition often occurs to chronic renal failure (CRF) patients on hemodialysis (HD). This may be a consequence of multiple factors including disturbances in energy and protein metabolism, hormonal derangements, infections and poor food intake. Besides, hemodialysis it self increases protein catabolism. To overcome such cases CRF patients on HD need more protein intake than non dialysis patients. Substituting ketoanalogues (SA)-and essential amino acids (EAA) in CRF patients on HD is hoped to be able to-eliminate the disturbance of protein metabolism without adding more work load to the kidney. In the body ketoanalogues undergo transamination to form EAA needed to synthesize protein. Therefore, supplementation of a mixture of KA and EAA is considered as means to increase protein intake. In Indonesia a study on the supplementation of a mixture of KA and EAA has never been done, whereas in developed countries, some have been done on different conditions.
The aim of this study is to asses the effects of a mixture of KA and EAA on the protein status of CEF patients on HD. A mixture of KA and EAA amounting to 7,5 g and 20 mg of vitamin B6 was put into 9 capsules orally for three weeks. In this study 39 CRF patient on HD were randomly divided into two groups, each consisted of 20 and 19 subjects. The control group was given placebo capsules, and the treatment group was given supplementation. Ten subjects, 5 from each group,were excluded because they didn't participate well in the study.
Findings and Conclusions :
The mean of transferrin level of the control and treatment groups before the supplementation was 396,73 ± 48,38 mg/dl and 406,71 ± 31,95 mg/dl respectively. After the supplementation transferrin level of the control group to decreased (390,92 ± 54,92 mg/dl) more than that of the treatment group (387,73 ± 63,88 mg/dl). However, statistically the change was not significant. It can be concluded that the supplementation of a mixture of KA and EAA to CR patients on HD who had good protein status, presumably, did not affect their protein status."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1996
T3715
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nandajanwulan Arozal
"Enzim papain merupakan enzim yang berasal dari getah pepaya (Carica papaya) yang terkenal akan khasiatnya sebagai pelunak daging. Hal ini disebabkan karena papain merupakan enzim protease, yaitu biokatalis dalam reaksi hidrolisis protein. Berdasarkan aktivitas protease enzim papain tersebut, papain banyak dimanfaatkan dalam bidang industri tekstil, kosmetik, bir, dan farmasi. Hal ini menyebabkan penelitian dan pengembangan proses isolasi papain menjadi penting. Proses isolasi enzim papain yang dilakukan pada makalah ini adalah dengan homogenisasi, sentrifugasi, dan pengendapan protein dengan variasi konsentrasi dan jenis presipitan. Homogenisasi dilakukan pada pH 7 untuk menjaga agar enzim papain tidak terdenaturasi. Sebelum melakukan pengendapan enzim, teriebih dahulu ditentukan waktu dan suhu inkubasi optimum untuk reaksi hidrolisis kasein. Penentuan waktu inkubasi optimum dilakukan pada suhu 37°C dan rentang waktu 10 s.d. 50 menit. Sedangkan untuk menentukan suhu optimum, dilakukan pada waktu inkubasi optimum yang telah didapatkan dari prosedur sebelumnya dan pada rentang suhu 30°C s.d. 70°C. Waktu dan suhu optimum tersebut akan digunakan untuk uji aktivitas setelah dilakukan pengendapan enzim. Presipitan yang digunakan adalah ammonium sulfat, garam dapur (NaCl), etanol, dan isopropanol. Variasi konsentrasi dan jenis presipitan digunakan untuk mendapatkan enzim papain hasil isolasi yang memiliki tingkat aktivitas protease tertinggi. Adapun uji aktivitas protease dilakukan dengan menpikur absorbansi spektrofotometri reaksi hidrolisis kasein yang dikatalisis oleh papain. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pengendapan dengan ammonium sulfat dengan konsentras1 10% memberikan aktivitas yang paling baik, yaitu sebesar 22,599 FU (Enzyme Unit). Sedangkan pengendapan enzim dengan isopropanol memberiKan aktivitas sebesar 22,113 EU, dengan etanol sebesar 22,092 EU, dan dengan NaCI pada konsentrasi 40% sebesar 5,078 EU. Hal ini disebabkan karena ammonium sulfat mempunyai valensi anion yang paling bespr, kestabilan yang paling tinggi, dan toksisitas yang rendah terhadap papain."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S49488
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isma Nur Azzizah
"ABSTRAK
Subunit protein NS2B-NS3 merupakan protein nonstruktural penyusun virus dengue. Kedua protein tersebut berperan dalam proses replikasi, memodulasi patogenesis, serta respons terhadap sel inang. Penelitian bertujuan untuk memvalidasi hasil kloning yang telah dilakukan oleh peneliti BPPT, mengekspresi dan mempurifikasi protein rekombinan NS2B-NS3 DENV serotipe 3. Vektor yang digunakan untuk kloning dan ekspresi ialah vektor plasmid pYES2/CT. Proses kloning yang telah dilakukan belum tervalidasi sehingga perlu divalidasi dengan metode digesti menggunakan enzim restriksi serta diamplifikasi menggunakan metode PCR. Plasmid yang telah tervalidasi ditransformasi menggunakan metode heat shock ke Saccharomyces cerevisiae sehingga memudahkan proses ekspresi. Hasil ekspresi kemudian divisualisasi menggunakan SDS-PAGE dan western blot. Hasil purifikasi kemudian divisualisasi menggunakan SDS-PAGE saja. Plasmid rekombinan pYES2/CT(NS2B-NS3) yang telah tervalidasi, terekspresi dan terpurifikasi kemudian dikirim untuk proses sekuensing. Hasil visualisasi ekspresi menggunakan metode SDS-PAGE dan western blot ialah terlihat pita spesifik pada ukuran 83 kDa. Hasil visualisasi purifikasi menggunakan SDS-PAGE terlihat muncul pita spesifik pada ukuran 83 kDa pada bagian flow-through dan resin. Hasil sekuensing menunjukan nilai kemiripan 96--99% antara plasmid rekombinan NS2B-NS3 dengan DENV serotipe 3 (DENV-3). Analisis homologi hasil sekuensing dengan isolat nomor 141 asal Jakarta menunjukan nilai 91--94% dan 97% untuk asam amino penyusun DENV.

ABSTRACT
NS2B-NS3 protein subunit are nonstructural protein which construct dengue virus. Both of these proteins take a role in the replication process, modulating pathogenesis, and responding to the host cell. This research aimed to validate the cloning product that had been conducted by BPPT researchers, express and purify recombinant proteins NS2B-NS3 DENV serotypes 3. The vector used for cloning and expression was a plasmid pYES2/CT vector. Furthermore, the cloning product was validated using restriction enzyme digest and amplified using PCR method. Then the plasmid vectors that had been validated were transformed using a heat shock method into Saccharomyces cerevisiae to facilitate the expression process. The results of expression were visualized using SDS-PAGE and western blot. Whereas, the results of purification were visualized using SDS-PAGE only. Recombinant plasmid pYES2/CT (NS2B-NS3) that had been validated, expressed, and purified were proceed to the sequencing process. The visualized expression showed a band of 83 kDa. The visualized purification showed a band of 83 kDa in the flow-through and resin part. The sequencing results showed 96--99% sequence similarity between NS2B-NS3 recombinant plasmid and DENV serotypes 3 (DENV-3). The homology analysis of the sequencing results using isolates number 141 from Jakarta showed 91--94% value and 97% for the amino acid which construct DENV."
2016
S62957
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>