Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 68373 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ammar Fakhri Ramadhan
"Teknologi finansial peer to peer lending menjadi salah satu alternatif bagi masyarakat khususnya pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang ingin mencari modal namun tidak memiliki akses untuk mendapat pinjaman dari bank konvensional. Demand yang tinggi serta Imbal hasil yang besar membuat layanan ini diminati banyak investor. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis aspek kepastian hukum pada regulasinya serta menganalisa mengenai Pengaruh Pajak Penghasilan (PPh) atas transaksi yang terjadi didalam mekanisme peer to peer lending terhadap tingkat penyalurannya.. Metode penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan Post-Positivist dan teknik analisis data kualitatif. Analisis dilakukan dengan menyajikan data statistik Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk membandingkan serta menganalisis nilai transaksi peer to peer lending sejak sebelum dan setelah diberlakukannya regulasi pajak dan menganalisa aspek certainty pada regulasi yang berlaku melalui wawancara mendalam. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa setelah dilakukan menunjukkan bahwa pengenaan pajak tidak menurunkan nilai transaksi peer to peer lending di Indonesia. Kemudian dalam menganalisa asas certainty pada PMK 69 Tahun 2022 diketahui bahwa regulasi pajak peer to peer lending di Indonesia telah memenuhi asas kepastian hukum. Namun regulasi pajak yang mengatur hanya terbatas kepada platform resmi sehingga masih terdapat dispute pada mekanisme pajak pada platform ilegal dengan borrower yang berstatus orang pribadi sehingga tidak dapat melakukan pemotongan pajak.

Peer to peer lending financial technology is one alternative funding for the community, especially Small and Medium Enterprises (SMEs) who looking for fund but don’t have access to loans from conventional banks. High demand and large returns make this service look attractive for many investors. This study aims to analyze aspects of legal certainty in the regulation and the analyze the impact of Income Tax (PPh) on transactions that occur in the peer to peer lending mechanism. The research methods was conducted with a PostPositivism approach and qualitative data analysis technique. The analysis was carried out by presenting statistical data from the Financial Services Authority (OJK) to compare and analyze transaction values before and after the enactment of tax regulations and analyze certainty aspects of applicable regulations through in-depth interviews. The results of this study indicate that after being carried out, it shows that the imposition of taxes does not reduce the value of peer to peer lending transaction in Indonesia. Then, in analyzing the principle of certainty in PMK 69 of 2022, supported by in-depth interviews, it is known that peer to peer lending tax regulations in Indonesia have met the principle of legal certainty. However, the tax regulations that regulate are only limited to official platforms, so there are still disputes on the tax mechanism on illegal platforms with borrowers who are private person status so they cannot withhold taxes."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vidina Diniarti Hanifa
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perlakuan Pajak Penghasilan atas Financial Technology ndash; Peer to Peer Lending P2P Lending . Penelitian ini dilakukan menggunakan pendekatan kualitatif dan termasuk dalam penelitian deskriptif dengan teknik pengumpulan data berupa studi literatur dan wawancara. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa berdasarkan peraturan yang ada, terdapat kewajiban perpajakan yang muncul baik atas fee yang diterima oleh platform maupun bunga pinjaman yang dibayarkan oleh borrower kepada lender. Namun, ditemukan adanya ketidaksenambungan antara peraturan yang ada dan fakta lapangan yang terjadi, sehingga dibutuhkan adanya suatu terobosan baru dalam mekanisme perpajakan atas transaksi p2p lending khususnya atas penghasilan bunga yang dibayarkan oleh borrower.

This research aims to determine the treatment of Income Tax on Financial Technology Peer to Peer Lending P2P Lending . This research was conducted using qualitative approach based on literature study and interview with the relevant sources. The results of this research is that based on existing tax regulations, there is a tax obligation that arises both on fees that received by the platform and the interest income from the lender side. However, there is a discrepancy between existing regulations and field facts, so that a new breakthrough in the taxation mechanism of p2p lending transaction, especially on interest income paid by borrower is needed.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Fauzia Handrianti
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh model bisnis yang di gunakan oleh pelaku bisnis dalam industri teknologi finansial. Analisis di lihat dari elemenelemen yang tergabung dalam ekosistem fintech beserta kunci penggerak nya. Produk yang di tawarkan, permintaan pelanggan, hambatan masuk, percepatan teknologi, serta modal pendanaan usaha juga termasuk ke dalam bagian dari penelitian.

This study aims to analyze the influence of bussiness models that are used by peer to peer lending businesses in financial technology fintech. The analysis is viewed from the element of fintech ecosystem along with its driving key firms. Offered products, customer demands, barriers to entry, pace of acceleration technology, and funding of the bussiness are also included inside the part of research.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bianca Shakila
"Dengan tingginya risiko sistem keamanan yang ditimbulkan perusahaan financial technology membuat diperlukannya proses manajemen risiko dari pihak regulator untuk mengurangi mengurangi potensi fallibility/kerawanan sistem keamanan pada perusahaan financial technology bidang peer to peer lending di Indonesia. Dalam proses pelaksanaannya diperlukan kerjasama antara Otoritas Jasa Keuangan, Kementerian Komunikasi dan Informasi serta Asosiasi Fintech Pendanaan bersama Indonesia (AFPI). Penelitian ini mengacu pada teori risk management in public sector dan dalam menganalisis digunakan framework COSO ERM. Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan post- positivist dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam dengan beberapa aktor yang terlibat dan studi kepustakaan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa manajemen risiko yang dilakukan pemerintah yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) serta Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) terbukti dapat mengurangi potensi fallibility security system pada perusahaan fintech peer to peer lending karena sudah memenuhi enam dari tujuh indikator, yakni pengawasan dan tata kelola risiko, struktur operasional, identifikasi risiko, tingkat keparahan risiko, prioritas riisiko, dan respons risiko. Namun terdapat satu indikator yang tidak terpeuhi yaitu komitmen dalam nilai inti entitas. Selain itu, penyebab dari kerawanan sistem keamanan perusahaan fintech peer to peer lending dapat dipengaruhi oleh faktor internal yaitu penerapan standar pengamanan data perusahaan, sumber daya perusahaan, serta ketersediaan roadmap manajemen risiko. Sedangkan, faktor eksternal yang mempengaruhi adalah ketidakpastian peraturan pemerintah, dalam kasus ini peraturan pemerintah sangat penting dalam melakukan proses pelaksanaan manajemen risiko.

The high risk of the security system posed by financial technology companies requires a risk management process from the regulator to reduce the potential fallibility of security systems in financial technology companies in the peer to peer lending sector in Indonesia. In the implementation process, cooperation between the Financial Services Authority, the Ministry of Communication and Information and the Indonesian Joint Funding Fintech Association (AFPI) is required. This research refers to the theory of risk management in the public sector and in analyzing the COSO ERM framework is used. The approach in this study uses a post-positivist approach with data collection techniques through in-depth interviews with several actors involved and literature study. The results of this study indicate that risk management carried out by the government, namely the Financial Services Authority (OJK) and the Ministry of Communication and Information (Kominfo), is proven to reduce the potential fallibility of the security system in peer to peer lending fintech companies because it fulfills six of the seven indicators, namely supervision. and risk governance, operational structure, risk identification, risk severity, risk priority, and risk response. However, there is one indicator that is not fulfilled, namely commitment in the core values of the entity. In addition, the cause of the security system vulnerabilities of peer to peer lending fintech companies can be influenced by internal factors, namely the implementation of standards for securing company data, company resources, and the availability of risk management roadmaps. Meanwhile, the external factor that affects is the uncertainty of government regulations, in this case government regulations are very important in carrying out the process of implementing risk management."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ichwan
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi generasi milenial di DKI Jakarta untuk berinvestasi melalui peer to peer (P2P) lending. Penelitian ini menggunakan pendekatan technology acceptance model (TAM) dan dianalisis menggunakan metode structural equation modeling (SEM) dan regresi logistik untuk melihat pengaruh variabel sosio demografis (gender, agama, status pernikahan, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan) terhadap minat berinvestasi melalui peer to peer (P2P) lending. Responden dalam penelitian ini adalah 400 generasi milenial yang berdomisili di DKI Jakarta dan belum pernah berinvestasi melalui teknologi finansial tersebut.
Hasil penelitian ini menunjukan minat berinvestasi di peer to peer (P2P) lending berkorelasi positif dan sangat dipengaruhi oleh variabel sikap, variabel sikap dipengaruhi oleh variabel persepsi kemudahan, pengetahuan, dan kepercayaan. Berdasarkan faktor sosio demografis kelompok yang paling berminat untuk berinvestasi melalui peer to peer (P2P) lending adalah gender laki-laki, belum menikah, bekerja di sektor swasta, memiliki pendidikan tinggi, berpendapatan besar dan mayoritas yang beragama islam.

This study aims to analyze the factors that influence millennials in DKI Jakarta to be lender in peer to peer (P2P) lending. This study used the technology acceptance model (TAM) approach. The study use structural equation modeling (SEM) and logistic regression methods to see the influence of socio-demographic variables (gender, religion, marital status, education, employment, religion and income) on investment intention through peer to peer (P2P) lending. The respondents in this study is 400 millenials who live in DKI Jakarta and have never invested through this financial technology.
The results of this study indicate that intention to invest in peer to peer (P2P) lending is positively correlated and influenced by attitude variables. Attitude variables depend on variables of perceived ease of use, knowledge and trust. Based on the socio-demographic factors of the groups most interested in investing through peer to peer (P2P) lending are male, unmarried, work in the private sector, obtain higher education, obtain large income and Muslim.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
T53429
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ilham Satria Kurniawan
"Perkembangan pesat layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi juga membawa risiko tinggi seperti masalah kredit macet. Tidak adanya sistem pertukaran data yang wajib untuk layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi telah mengakibatkan peningkatan risiko gagal bayar dari peminjam, berbeda dengan sektor perbankan. Sistem pertukaran data konsumen akan membantu Perusahaan Fintech untuk mendeteksi debitur macet, dan untuk mengurangi risiko kredit macet. Adapun dengan demikian mengenai rumusan masalah dari penelitian ini adalah: (1) bagaimana pertukaran data konsumen di sektor jasa keuangan, (2) bagaimana implementasi pertukaran data konsumen antara layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi. (3) pertukaran data konsumen yang tepat bagi layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi. Metode Peneilitan yang digunakan adalah pendekatan yuridis-normatif. Alat pengumpulan data adalah data sekunder berupa studi kepustakaan dengan didukung oleh wawancara. Dengan menerapkan penelitian hukum menggunakan pendekatan normatif, dan komparatif. Hasil penelitian yang dilakukan adalah sektor jasa keuangan memiliki dua adalah dua entitas pertukaran konsumen yang diatur oleh Otoritas Jasa. Meskipun ada dua entitas pertukaran data, pada praktiknya mayoritas layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi menggunakan entitias swasta..Dengan demikian pertukaran data konsumen yang paling cocok untuk pinjaman adalah LIPIP

The rapid development of Peer-to-Peer Lending Fintech also brings problem such as the high risk of the nonperforming loan. The absence of mandatory data exchange system has resulted in an increased risk of default from borrowers. Unlike the banking sector, where there are mandatory, there is no mandatory exchange information of consumer data between peer-to-peer lending Fintech companies. The consumer data exchange system would help Fintech Company to detect bad debtor, and to mitigate the risk of the nonperforming loan. This undergraduate thesis explores there main issues: (1) how consumer data sharing in Financial sector especially for Peer-to-Peer Lending Financial Technology consumer is regulated, and (2) how the implementation of consumer data exchange. (3) which is consumer data sharing is suitable for peer-to-peer lending Fintech companies.  By applying the normative legal research using the statute, and comparative approach and support by interview this undergraduate conclude that are two consumer exchange entities : (1) sistem Layanan Informasi Kreditur (SLIK), under Financial Service Authority (OJK). (2) Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan (LPIP), under private entities, and consumer data exchange is regulated in several provision such as the Financial Service Authority (OJK) Law, Banking law, and also financial regulation. Even though there are two data exchange entities, in practice the majority of Peer-to-Peer Lending Financial Technology are using LPIP and non-using SLIK. The reason is SLIK seen as more tightly regulated, that can hinder growth or even losing business edge from other financial industry. Thus the most suitable consumer data exchange for lending is LPIP
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Musthofa Faruq
"Kemajuan teknologi telah memberikan dampak pada banyak sektor, salah satunya pada industri keuangan, instrumen pendanaan yang berbasis teknologi menjadi alternatif penyaluran dana dan akses kepada pembiayaan selain melalui perbankan. Peer to Peer Lending (P2PL) merupakan salah satu platform industri keuangan berbasis Financial Technology (fintech) yang memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk mengakses pendanaan. Dari sudut pandang Syariah, melalui Fatwa DSN-MUI No. 117/DSN-MUI/II/2018 tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah menjadi dasar diperbolehkannya secara Syariah praktik P2PL, sehingga industri P2PL yang berlandaskan prinsip Syariah atau P2PL Syariah tumbuh dan berkembang di Indonesia. Kemudahan akses pendanaan di sisi lain berimplikasi pada meningkatnya risiko pembiayaan macet, sehingga diperlukan suatu sistem yang baik dalam menyelesaikan pembiayaan macet apabila terjadi. Fatwa DSN-MUI sejatinya telah menjelaskan bahwa jika diantara para pihak terjadi perselisihan, maka musyawarah mufakat dilaksanakan sebagai upaya penyelesaian perselisihan, jika mufakat tidak dicapai, maka diselesaikan sengketa tersebut melalui jalan lembaga penyelesaian sengketa berdasarkan syariah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pada tulisan ini akan mengulas lebih lanjut mengenai mekanisme penyelesaian pembiayaan macet khususnya pada PT Alami Sharia, dimana berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa secara umum terdapat dua jenis metode penyelesaian, yakni litigasi dan non-litigasi. Penggunaan metode non-litigasi diutamakan dan dilakukan sebelum metode litigasi, beberapa metode non-litigasi yang dapat dilakukan antara lain adalah musyawarah berupa mediasi, negosiasi, arbitrase serta melalui Lembaga Perlindungan Konsumen, apabila metode non-litigasi sudah ditempuh dan tidak berhasil, maka metode litigasi melalui pengadilan dapat dilakukan. Pada kasus Alami, mekanisme yang dapat ditempuh diatur dalam perjanjian pemberian kuasa antara Alami sebagai penyelenggara P2PL Syariah dengan pemberi pembiayaan sebagai pengguna adalah sejalan dengan ketentuan Fatwa DSN-MUI No. 117/DSN-MUI/II/2018 yakni melalui musyawarah dan apabila tidak berhasil maka diselesaikan melalui pengadilan agama. Namun karena Tingkat Keberhasilan pembiayaan Alami masih 100% maka belum pernah ada kasus penyelesaian perselisihan atau sengketa di Alami.

Technological advances have had an impact on many sectors, one of which is the financial industry, technology-based funding instruments have become an alternative for channeling funds and access to financing other than through banking. Peer to Peer Lending (P2PL) is a Financial Technology (fintech) based financial industry platform that makes it easy for the public to access funding. From a Sharia point of view, through the DSN-MUI Fatwa No. 117/DSN-MUI/II/2018 concerning Information Technology-Based Financing Services Based on Sharia Principles is the basis for the regulation of P2PL practices in Sharia, so that the P2PL industry based on Sharia principles or Sharia P2PL grows and develops in Indonesia. Ease of access to funding, on the other hand, has implications for increasing the risk of bad financing, so that a good system is needed to resolve bad financing when it occurs. The DSN-MUI fatwa has actually explained that if there is a dispute between the parties, consensus deliberation (musyawarah mufakat) is carried out as an effort to resolve the dispute, if consensus is not reached, then the dispute is resolved through a sharia-based dispute resolution institution in accordance with applicable laws and regulations. This paper will further review the mechanism of settlement of bad financing, especially at PT Alami Sharia, based on the results of the research it was found that in general there are two types of settlement methods, namely litigation and non-litigation. The use of non-litigation methods is prioritized and carried out before litigation methods, several non-litigation methods that can be carried out include deliberations in the form of mediation, negotiation, arbitration and through consumer protection agencies, if non-litigation methods have been tried and are not successful, then the litigation method through the courts can be done. In the Alami case, the mechanism that can be followed is regulated in the power of attorney agreement between Alami as the organizer of the Sharia P2PL and the financier as the user is in line with the provisions of the DSN-MUI Fatwa No. 117/DSN-MUI/II/2018 namely through deliberation and if it is not successful then it is resolved through a religious court. However, because the Success Rate of Alami's financing is still 100%, there has never been a case of dispute resolution or dispute at Alami."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatimah Ath-Thahirah
"Financial technology (fintech), khususnya Peer-to-Peer (P2P) Lending, telah berkembang pesat di Indonesia dan berpotensi mengancam perbankan tradisional yang juga memberikan layanan pembiayaan. Dalam hal ini, studi-studi terdahulu cenderung menemukan hasil yang inkonklusif dimana Fintech ditemukan memberikan pengaruh positif dan juga negatif terhadap kinerja perbankan. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah mengkaji dampak fintech P2P lending terhadap kinerja perbankan di Indonesia, baik perbankan konvensional maupun perbankan syariah. Studi ini menggunakan metode Generalized Method of Moment (GMM) dimana sampel yang digunakan meliputi 63 bank konvensional dan 12 bank syariah di Indonesia periode 2016-2020. Variabel kinerja perbankan yang digunakan mencakup ROA sebagai variabel dependen, jumlah perusahaan P2P lending sebagai variabel independen, dan variabel kontrol meliputi ukuran bank, jumlah kantor cabang, rasio modal, ukuran pinjaman, penyisihan kerugian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan fintech P2P lending tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja perbankan secara agregat. Namun, analisis terpisah antara perbankan konvensional dan syariah, menemukan bahwa fintech P2P lending tidak mempengaruhi kinerja perbankan konvensional namun memiliki dampak positif yang signifikan terhadap kinerja perbankan syariah. Hasil penelitian ini akan memberikan membantu regulator dan pelaku industri di sektor perbankan dan fintech P2P lending serta memperkaya literatur akademik dalam disiplin ini.

Financial Technology (Fintech), particularly Peer-to-Peer (P2P) Lending, has developed rapidly in Indonesia and has the potential to threaten traditional banks that also provide financing services. In this regard, previous studies found inconclusive results where Fintech was found to have positive and negative effects on banking performance. Therefore, this study aims to examine the impact of fintech P2P lending on banking performance in Indonesia, both conventional banking and Islamic banking. This study uses the Generalized Method of Moment (GMM) with sample includes 63 conventional banks and 12 Islamic banks in Indonesia in 2016-2020. The banking performance variables used include ROA as the dependent variable, the number of P2P lending companies as the independent variable, and control variables consisting of bank size, number of branch offices, capital ratio, loan size, and allowance for losses. The results indicate that the existence of fintech P2P lending does not have a significant effect on banking performance in the aggregate. Separate analysis for conventional and Islamic banking found that fintech P2P lending had no effect on the performance of conventional banking but had a significant positive effect on the performance of Islamic banking. The results of this study will help regulators and banking and fintech P2P lending industry players and enrich academic literature in these disciplines"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bagas Hersri Yuwono
"

Penulis melakukan penelitian dan juga penyusunan skripsi ini, dengan Latar Belakang adanya aspek pembeda dalam hal sistem keuntungan yang dijalankan pada masing-masing perbankan, baik perbankan konvensional maupun perbankan Syariah. Seiring dengan berjalannya zaman, dan juga berkembangnya teknologi dimanfaatkanm oleh masing-masing bank, pemanfaatan teknologi tersebut dijadikan sebagai suatu sarana untuk melakukan kegiatan perbankan dalam hal ini melakukan pembiayaan dalam bentuk investasi. Sehingga lahirlah Financial Technology berdasarkan prinsip Syariah berbentuk peer-to-peer landing.  Maka saya mempunyai sebuah pokok masalah yang dijadikan dasar masalah dalam penelitian dan juga penyusunan skripsi yaitu bagaimana penerapan Bagi Hasil pada kegiatan usaha syariah berbasis Teknologi Informasi kemudian dalam aspek pajak bagi hasil yaitu pemungutan pajak penghasilan terhadap keuntungan atas Bagi Hasil  pada mekanisme pinjam meminjam uang berbasis Teknologi Informasi.  Skripsi ini akan membahas tentang sistem keuntungan bagi hasil antara para pihak yang melakukan perikatan yang diterapkan didalam kegiatan usaha syariah berbasis Teknologi Informasi pada Lembaga Pinjam Meminjam Uang Berdasarkan Prinsip Syariah berbasis Teknologi Informasi, yang saat ini menjadi salah satu alternatif seseorang yang ingin melakukan investasi. Selain itu, skripsi ini akan membahas tentang pendapatan Pemberi Pinjaman atau pemodal pada layanan atau lembaga pembiayaan. Hasil atau pendapatan dari investasi yang dilalukan oleh Pemodal berkontribusi dalam penambahan kemampuan ekonomis Pemodal sehingga dapa dijadikan objek Pajak Penghasilan, metode penelitian yang saya gunakan berbentuk Yuridis Normatif, menggunakan data sekunder dan juga data kualitatif. Dalam penelitian dan juga penulisan skripsi ini, memiliki simpulan yaitu bagi hasil yang diterapkan pada FinTech Syariah dengan kesepakatan ppihak pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman yang didasarkan pada presentase keuntungan yang telah disepakati oleh kedua pihak. Penerapan perpajakan bagi hasil dengan mengacu pada ketentuan pada Pasal 4 ayat (2) UU No. 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.

Penulis melakukan penelitian dan juga penyusunan skripsi ini, dengan Latar Belakang adanya aspek pembeda dalam hal sistem keuntungan yang dijalankan pada masing-masing perbankan, baik perbankan konvensional maupun perbankan Syariah. Seiring dengan berjalannya zaman, dan juga berkembangnya teknologi dimanfaatkanm oleh masing-masing bank, pemanfaatan teknologi tersebut dijadikan sebagai suatu sarana untuk melakukan kegiatan perbankan dalam hal ini melakukan pembiayaan dalam bentuk investasi. Sehingga lahirlah Financial Technology berdasarkan prinsip Syariah berbentuk peer-to-peer landing.  Maka saya mempunyai sebuah pokok masalah yang dijadikan dasar masalah dalam penelitian dan juga penyusunan skripsi yaitu bagaimana penerapan Bagi Hasil pada kegiatan usaha syariah berbasis Teknologi Informasi kemudian dalam aspek pajak bagi hasil yaitu pemungutan pajak penghasilan terhadap keuntungan atas Bagi Hasil  pada mekanisme pinjam meminjam uang berbasis Teknologi Informasi.  Skripsi ini akan membahas tentang sistem keuntungan bagi hasil antara para pihak yang melakukan perikatan yang diterapkan didalam kegiatan usaha syariah berbasis Teknologi Informasi pada Lembaga Pinjam Meminjam Uang Berdasarkan Prinsip Syariah berbasis Teknologi Informasi, yang saat ini menjadi salah satu alternatif seseorang yang ingin melakukan investasi. Selain itu, skripsi ini akan membahas tentang pendapatan Pemberi Pinjaman atau pemodal pada layanan atau lembaga pembiayaan. Hasil atau pendapatan dari investasi yang dilalukan oleh Pemodal berkontribusi dalam penambahan kemampuan ekonomis Pemodal sehingga dapa dijadikan objek Pajak Penghasilan, metode penelitian yang saya gunakan berbentuk Yuridis Normatif, menggunakan data sekunder dan juga data kualitatif. Dalam penelitian dan juga penulisan skripsi ini, memiliki simpulan yaitu bagi hasil yang diterapkan pada FinTech Syariah dengan kesepakatan ppihak pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman yang didasarkan pada presentase keuntungan yang telah disepakati oleh kedua pihak. Penerapan perpajakan bagi hasil dengan mengacu pada ketentuan pada Pasal 4 ayat (2) UU No. 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.

 


The author conducts research and also the preparation of this thesis with the background of the differentiating aspects in terms of the profit system that is run on each bank, which is conventional banking and Islamic banking. Along with the times and also the development of technology utilized by each bank, the utilization of the technology is used as a means to conduct banking activities, in this case financing in the form of investment. There for Financial Technology has born based on Sharia principles in the form of peer-to-peer landing. However,  I have a problem that the basis of this problem in this research is also the preparation of the thesis, namely how the application of Revenue Sharing in sharia business activities based on Information Technology then in the aspect of profit sharing tax, namely the collection of income tax on profits for Revenue on the mechanism of peer-to-peer landing money based on Technology Information. This thesis will discuss the profit-sharing system between the parties that make an agreement which is implemented by Information Technology-based on sharia business activities in Lending and Borrowing Money Institutions Based on Information Technology-based Sharia Principles, which is currently one of the alternatives for someone who wants to invest. In addition, this thesis will discuss the income of the Lender or financier in the services or financial institutions. The return on investment made by the Investor contributes to the addition of the economic capability of the Investor, there for that it can be used as an Income Tax object, the research method that I use is Normative Juridical, using secondary research and qualitative research. In this research and also the writing of this thesis has a conclusion that the profit sharing is applied to Financial Technology Syariah with an agreement between the lenders and the loan recipients, based on the percentage of profits agreed by both parties. Application of taxation of profit sharing by referring to the provisions in article chapter 4 verse number (2) of Law no. 36 of 2008 concerning Income Taxes.

 

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inesya Zeahira
"ABSTRAK
Kemajuan teknologi keuangan telah melahirkan konsep peer-peer lending (P2P Online lending yang membuka akses pinjaman tanpa peran lembaga keuangan seperti bank. Namun, perannya sebagai perantara membawa beberapa ancaman bagi pemberi pinjaman, yang mana mereka tidak selalu bisa mengharapkan jaminan keamanan seperti layanan bank konvensional, sehingga kredibilitas platform itu sendiri menjadi faktor penentu dan membuat pelapor memilih platform berdasarkan reputasi dan kepercayaannya. Penelitian ini mencoba untuk memahami persepsi investor terhadap platform P2P lending dan bagaimana reputasi tersebut. mempengaruhi kepercayaan pemberi pinjaman, dan apakah kepercayaan dapat menilai hubungan tersebut.Menggunakan 160 pemberi pinjaman Sebagai responden, penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Moderated Regression Analysis (Linear Regression) dengan bantuan SPSS 23 untuk pengujian model yang diusulkan.Hasil penelitian menunjukkan bahwa keamanan dan perlindungan memiliki pengaruh terbesar pada reputasi platform. Reputasi itu sendiri ditemukan memiliki efek positif pada kesediaan untuk memberikan pinjaman. Sedangkan kepercayaan ternyata tidak memiliki efek moderasi, melainkan pengaruh positif terhadap keputusan investasi pemberi pinjaman sebagai variabel independen.

ABSTRACT
The advancement of financial technology has given birth to the concept of peer-peer lending (P2P Online lending that opens access to loans without the role of an institution finance like a bank. However, its role as intermediary carries some threats to lenders, which they cannot always expect security guarantees like conventional bank services. So that credibility the platform itself becomes a determining factor and makes the informer choose a platform based on their reputation and trustworthiness. This research trying to understand investors' perceptions of P2P lending platforms and how that reputation affects lenders' confidence, and whether trust can judge the relationship. Using 160 lenders As respondents, this research was conducted using the Moderated Regression method Analysis (Linear Regression) with the help of SPSS 23 for model testing The proposed. The results show that security and protection have the biggest influence on a platform's reputation. Reputation itself was found to have a positive effect on willingness to provide loans. While trust It was found to have no moderating effect, but rather a positive influence on lenders' investment decisions as an independent variable."
2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>