Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 176799 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dinda Kurnia Azzahra
"Upaya kesehatan perlu dilakukan oleh seorang apoteker sebagai tenaga kesehatan dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya. Salah satu pekerjaan kefarmasian yang dapat dilaksanakan oleh apoteker adalah penyaluran atau pendistribusian sediaan farmasi di fasilitas distribusi. Fasilitas distribusi yang digunakan sebagai sarana pendistribusian sediaan farmasi adalah Pedagang Besar Farmasi (PBF). Dalam pelaksanaan seluruh kegiatannya, PBF dan PBF Cabang wajib menerapkan Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB), yang mana CDOB ini menjadi standar kefarmasian pada sarana distribusi yang ditetapkan oleh Menteri. Apoteker di Pedagang Besar Farmasi (PBF) harus memahami penerapan CDOB yang merujuk pada Peraturan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Nomor 6 Tahun 2020, dimana pada tugas khusus ini menganalisis terkait implementasi BAB X, XI, dan XII. Tujuan dari tugas khusus ini yaitu mengamati dan menganalisa terkait penerapan dan implementasi PerBPOM No. 6 Tahun 2020 tentang Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) terkait penanganan bahan obat, produk rantai dingin (cold chain product), serta narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi di KFTD Cabang Jakarta 2. Metode yang digunakan dalam pengerjaan tugas khusus ini adalah dengan menggunakan studi literatur dan observasi. Hasil diperoleh bahwa proses distribusi obat yang dilaksanakan di KFTD Cabang Jakarta 2, terkait dengan penanganan bahan obat, produk rantai dingin (cold chain product), serta narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi telah berpedoman pada CDOB yang diatur dalam Peraturan BPOM No. 6 Tahun 2020.

Health efforts need to be carried out by a pharmacist as a health worker in order to realize the highest degree of public health. One of the pharmaceutical jobs that can be carried out by pharmacist is the distribution or distribution on pharmaceutical dosage form in distribution facilities. The distribution facility used as a means of distributing pharmaceutical dosage form is the Pharmaceutical Wholesaler (PBF). In carrying out all its activities, PBF and PBF branches are required to apply CDOB, where this CDOB becomes a pharmaceutical standard in distribution facilities determined by the Minister. Pharmacists at PBF need to understand the application of CDOB which refers to the Regulation of the PerBPOM No. 6 Tahun 2020, where on this task analyses the implementation of X, XI, and XII chapters. The aim of this task is to observe and analyze related to the implementation and implementation of PerBPOM No. 6 Tahun 2020 concerning CDOB related to handling drug ingredients, cold chain product, as well as narcotics, psychotropics, and pharmaceutical precursors at KFTD Jakarta 2. The method used in working on this task is to use literature studies an dobservation. The results obtained that the drug distribution process carried out at KFTD Jakarta 2, related to the handling of grug ingredients, cold chain products, as well as narcotics, psychotropics, and pharmaceutical precursors has been guided by CDOB regulated in PerBPOM Nomor 6 Tahun 2020."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ainun Alfatma
"Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. PBF dan PBF Cabang wajib menerapkan Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB), yang mana CDOB ini menjadi standar kefarmasian pada sarana distribusi yang ditetapkan oleh Menteri. CDOB adalah cara distribusi/penyaluran obat dan/atau bahan obat atau alat kesehatan yang bertujuan untuk memastikan mutu sepanjang jalur distribusi/penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya. Apoteker penanggung jawab di setiap PBF atau PBF Cabang harus mampu melaksanakan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat dan/atau bahan obat sesuai dengan CDOB. Apoteker berperan dalam menyusun, memastikan dan mempertahankan penerapan sistem mutu serta mengelola kegiatan dan menjaga akurasi dan mutu dokumentasi. Proses distribusi obat pada Kimia Farma Trading and Distribution Cabang Jakarta 2 telah menerapkan aspek-aspek Peraturan BPOM nomor 6 tahun 2020 tentang Cara Distribusi Obat yang Baik dari segi manejemen mutu, bangunan dan peralatan, operasional, inspeksi diri, keluhan obat dan atau bahan obat kembalian diduga palsu, penarikan kembali, transportasi, ketentuan khusus, ketentuan narkotika, psikotropika dan prekursor farmasi.

Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. PBF dan PBF Cabang wajib menerapkan Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB), yang mana CDOB ini menjadi standar kefarmasian pada sarana distribusi yang ditetapkan oleh Menteri. CDOB adalah cara distribusi/penyaluran obat dan/atau bahan obat atau alat kesehatan yang bertujuan untuk memastikan mutu sepanjang jalur distribusi/penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya. Apoteker penanggung jawab di setiap PBF atau PBF Cabang harus mampu melaksanakan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat dan/atau bahan obat sesuai dengan CDOB. Apoteker berperan dalam menyusun, memastikan dan mempertahankan penerapan sistem mutu serta mengelola kegiatan dan menjaga akurasi dan mutu dokumentasi. Proses distribusi obat pada Kimia Farma Trading and Distribution Cabang Jakarta 2 telah menerapkan aspek-aspek Peraturan BPOM nomor 6 tahun 2020 tentang Cara Distribusi Obat yang Baik dari segi manejemen mutu, bangunan dan peralatan, operasional, inspeksi diri, keluhan obat dan atau bahan obat kembalian diduga palsu, penarikan kembali, transportasi, ketentuan khusus, ketentuan narkotika, psikotropika dan prekursor farmasi."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Salsabillah Amelano
"Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian, pekerjaan farmasi adalah pemuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian, pengelolaan, pelayanan obat, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Pada proses distribusi, pemerintah juga membuat suatu peraturan mengenai Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) yang tercantum dalam Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 6 tahun 2020 Tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik yang bertujuan untuk memastikan mutu obat sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya sepanjang jalur distribusi Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran apoteker dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian di PBF dan untuk mengetahui penerapan Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 6 tahun 2020 Tentang Pedoman Teknis Cara Pembuatan Obat yang Baik di KFTD Cabang Jakarta 2. Studi literatur dilakukan terhadap Peraturan BPOM No. 6 tahun 2020 tentang Cara Distribusi Obat yang Baik dan diamati penerapannya di Kimia Farma Trading and Distribution (KFTD) Jakarta 2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa apoteker berperan dalam menyusun, memastikan dan mempertahankan penerapan sistem mutu serta mengelola kegiatan dan menjaga akurasi dan mutu dokumentasi. Proses distribusi obat pada Kimia Farma Trading and Distribution Cabang Jakarta 2 telah menerapkan aspek-aspek Peraturan BPOM nomor 6 tahun 2020 tentang Cara Distribusi Obat yang Baik.

Based on the Government Regulation of the Republic of Indonesia Number 51 of 2009 concerning pharmaceutical work, pharmaceutical work is loading including quality control of pharmaceutical preparations, security, procurement, storage and distribution, management, drug services, drug information services and development of drugs, medicinal ingredients and traditional medicines. In the distribution process, the government also makes a regulation regarding Good Distribution Practice (GDP) which is listed in the Drug and Food Control Agency Regulation Number 6 of 2020 concerning Technical Guidelines for Good Drug Distribution Methods which aims to ensure the quality of drugs according to the requirements and intended use along the distribution channel. This study aims to determine the role of pharmacists in carrying out pharmaceutical work at PBF and to find out the application of the Food and Drug Supervisory Agency Regulation No. 6 of 2020 concerning Technical Guidelines for Good Drug Manufacturing Practices at KFTD Jakarta 2. A literature study was conducted on BPOM Regulations No. 6 of 2020 concerning Good Distribution Practice (GDP) and its implementation was observed at Kimia Farma Trading and Distribution (KFTD) Jakarta 2. The results showed that pharmacists play a role in preparing, ensuring and maintaining the implementation of a quality system as well as managing activities and maintaining the accuracy and quality of documentation. The drug distribution process at Kimia Farma Trading and Distribution Jakarta 2 has implemented aspects of BPOM Regulation number 6 of 2020 concerning Good Methods of Drug Distribution."
Depok: 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Mulzimatus Syarifah
"Fasilitas distribusi merupakan sarana yang digunakan untuk mendistribusikan atau menyalurkan sediaan farmasi yang terdiri dari Pedagang Besar Farmasi dan Instalasi Sediaan Farmasi. Pedagang Besar Farmasi (PBF) merupakan perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Standar kefarmasian pada sarana distribusi sediaan farmasi adalah Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB). CDOB merupakan suatu kegiatan atau cara distribusi/penyaluran obat dan/atau bahan obat yang bertujuan untuk memastikan mutu sepanjang jalur distribusi/penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan penggunaan. Di dalam CDOB tahun 2020, terdapat 12 Bab yang mengatur terkait prinsip-prinsip CDOB. Observasi dan wawancara terkait kegiatan implementasi CDOB dilakukan di PT. Anugrah Argon Medica (AAM) Cabang Jakarta 2. Berdasarkan hasil observasi langsung terhadap kondisi gudang dan dokumentasi serta wawancara kepada QS dan tim, AAM Cabang Jakarta 2 telah melakukan implementasi aspek-aspek yang diatur dalam Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) baik untuk obat lainnya dan CCP.

Distribution facilities are facilities used to distribute or distribute pharmaceutical preparations consisting of Pharmaceutical Wholesalers and Pharmaceutical Dosage Installations. Pharmaceutical Wholesaler (PBF) is a company in the form of a legal entity that has a license for the procurement, storage, distribution of drugs and/or drug ingredients in large quantities in accordance with the provisions of laws and regulations. Pharmaceutical standards in pharmaceutical preparation distribution facilities are Good Distribution Practice (CDOB). CDOB is an activity or method of distribution/distribution of drugs and/or medicinal materials that aims to ensure quality along the distribution/distribution channel according to the requirements and purpose of use. In the CDOB in 2020, there are 12 Chapters that regulate the principles of CDOB. Observations and interviews related to CDOB implementation activities were conducted at PT. Anugrah Argon Medica (AAM) Jakarta Branch 2. Based on direct observations of warehouse conditions and documentation and interviews with QS and the team, AAM Jakarta Branch 2 has implemented aspects regulated in the Technical Guidelines for Good Drug Distribution Methods (CDOB) for both other drugs and CCP.

"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rezki Yuni Adelia
"Proses operasional di PBF merujuk kepada Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) untuk obat, dan Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik (CDAKB) untuk alat-alat kesehatan. Jenis produk obat yang disalurkan oleh PBF antara lain obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, narkotika, psikotropika, prekursor farmasi, obat-obat tertentu (OOT), dan produk rantai dingin. Diantara produk tersebut, prekursor farmasi dan obat-obat tertentu merupakan produk obat yang memiliki ketentuan khusus dalam hal penyalurannya, dimana ketentuan tersebut hampir mirip dengan ketentuan penyaluran produk narkotika dan psikotropika. Alur operasional produk prekursor dan OOT meliputi pengadaan, penerimaan, penyimpanan, penyaluran, dan pelaporan. Pengadaan prekursor dan obat-obat tertentu dilakukan dengan pemesanan ke gudang induk yang harus disertai surat pesanan dengan format khusus. Selanjutnya, prekursor farmasi dan obat-obat tertentu diterima dan dilakukan pengecekan fisik dan kesesuaian dengan surat pesanan. Produk obat yang sudah lolos pengecekan disimpan diruangan khusus yang memiliki sistem pintu ganda, dilengkapi tempat khusus untuk karantina obat, termometer suhu ruang, dan juga terdapat kartu stok untuk mendokumentasikan setiap pengeluaran dan penerimaan obat. Penyaluran prekursor farmasi dan obat-obat tertentu hanya dapat dilakukan berdasarkan surat pesanan dari apoteker penanggung jawab instansi pelanggan (RS, apotek, klinik), atau dari Tenaga Teknis Kefarmasian (bagi toko obat). Apabila terjadi kehilangan selama proses pengiriman, APJ wajib melapor ke BPOM dengan melampirkan berita acara lengkap dengan surat kehilangan dari pihak kepolisian. Pelaporan prekursor farmasi dan obat-obat tertentu dilakukan setiap bulan ke kemenkes dan BPOM melalui melalui situs e-report PBF dan e-was BPOM. 

The operational process at PBF refers to Good Medicine Distribution Methods (CDOB) for medicines, and Good Medical Device Distribution Methods (CDAKB) for medical devices. The types of medicinal products distributed by PBF include over-the-counter drugs, limited over-the-counter drugs, hard drugs, narcotics, psychotropics, precursors, certain drugs (OOT), and cold chain products. Among these products, pharmaceutical precursors and certain drugs are medicinal products that have special provisions regarding their distribution, which are almost similar to that of narcotic and psychotropic products. The operational flow of precursor and OOT products includes procurement, receiving, storage, distribution and reporting. Procurement of precursors and certain medicines is carried out by ordering from the main warehouse which must be accompanied by an order letter in a special format. Next, pharmaceutical precursors and certain drugs are received and carried out physical checks and compliance with the order letter. Medicinal products that have passed inspection are stored in a special room that has a double door system, equipped with a special place for drug quarantine, a room thermometer, and also stock card to document every drug dispensed and received. Distribution of pharmaceutical precursors and certain medicines can only be carried out based on an order letter from the pharmacist in charge of the customer agency (hospital, pharmacy, clinic), or from Pharmaceutical Technical Personnel (for drug stores). If a loss occurs during the delivery process, the pharmacist in charge is required to report to BPOM by attaching an official report complete with a letter of loss from the police. Report of pharmaceutical precursors and certain drugs is carried out every month to the Ministry of Health and BPOM via the PBF e-report site and BPOM e-was."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Santosa
"1. Pada masa kini kegiatan perusahaan distribusi yang dilakukan oleh perusahaan besar dan perusahaan kecil semakin tumbuh dan berkembang. Hal ini dapat dilihat dari sumbangan sektor pedagang besar dan eceran kepada produk domestik brute yang menunjukkan trend kenaikan yang cukup pesat. Pada tahun 1980 sampai dengan 1990 sumbangan sektor pedagang besar dan kecil ini sekitar 13 s/d 16 persen dari total Produk Domestik Bruto Indonesia.
2. Diperkirakan dimasa mendatang persaingan diantara sesama perusahaan distribusi akan semakin ketat. Hal ini merupakan tantangan berat yang harus dihadapi oleh kegiatan usaha yang bergerak dibidang ini.
3. Dalam menghadapi persaingan yang ketat, suatu perusahaan distribusi sebagai perusahaan pemasar produk dituntut untuk meningkatkan produktivitas assetnya. Hal ini dapat ditanggulangi melalui manajemen persediaan dan piutang serta improvisasi dalam keputusan stratejik seperti dalam hal penentuan target market, assortimen produk, harga, lokasi cabang dan sebagainya. Selain dari itu keberhasilan perusahaan distribusi sebenarnya tergantung pada kemampuannya membina jaringan kerja. Suatu jaringan kerja perusahaan distribusi yang berupa cabang, berfungsi sebagai penyalur dari produk yang dijual, penghasil pendapatan perusahaan atau sebagai strategic business Unit (SBU) bagi perusahaan distribusi.
4. Permasalahan yang penting bagi strategi pengembangan SBU pada perusahaan distribusi, adalah :
(a). Bagaimana mengevaluasi secara tepat tentang posisi bisnis ( Business Positioning ) tiap-tiap SBU pada perusahaan distribusi.
(b). Bagaimana memilih arah yang tepat pada tiap-tiap SBU, dengan melihat faktor kondisi intern dan kondisi ekstern di wilayahnya.
5. Model Portfolio General Electric dapat dijelaskan dengan mempergunakan matrik 2 sumbu, masing-masing sumbu untuk faktor internal perusahaan dan sumbu untuk faktor eksternal. Pada tiap-tiap sumbu terdiri dari beberapa unsur variabel yang diperhitungkan. Tiap-tiap sumbu terbagi dalam 3 kolom terdiri dari rendab, sedang dan tinggi, sebingga matrik terbagi dalam 9 cell. Untuk tiap-tiap portfolio dibitung pada masing-masing sumbunya, kemudian diletakan dikwadrannya ( dalam cell ). Bertitik tolak pada posisi portfolio dalam cellnya dapat diambil berbagai alternatif arab pengembangan portfolio tersebut.
6. Konsep analisa portfolio General Electric, dapat dijadikan acuan dalam melibat " business positioning cabang dengan melakukan beberapa modifikasi pada faktor-faktor yang dinilai sesuai dengan kegiatan usaba perdagangan. Penetapan faktor yang dinilai, penentuan bobot faktor serta pemberian rating dapat disesuaikan dengan kebutuban melalui pertimbangan perseorangan ( personal judgement ).
7. Dari hasil perbitungan yang mempergunakan konsep General electric. Evaluasi terhadap 29 cabang perusabaan P.T.Dharma Niaga . Dengan mempergunakan 8 faktor untuk faktor internal dan 7 faktor untuk faktor eksternal diperoleh posisi bisnis masing- masing cabang dan alternatif penetapan arab pengembangannya, sebagai berikut :
(a). Sebuah cabang , dalam kondisi yang Rendah , pada faktor internnya, namun kondisi ekternalnya masih dalam kondisi tinggi . Dalam kondisi demikian arah pengembangan sebaiknya lebih memperhatikan kekuransa.n dala.m aspek kondisi intern cabang yang bersifat controlable. Selain itu perlu memanfaatkan peluang yang ada secara selektif sejalan dengan kekuatan yang ada di cabang.
(b). Untuk kondisi intern yang sedans namun mempunyai daya tarik pasar yang tinggi, terdapat 9 cabang. Dalam kondisi yang demikian cabang dapat diharapkan untuk dapat tumbuh, namun dalam pemilihan kegiatan usahanya harus secara selektif sesuai dengan kekuatan yang dipunyai cabang.
(c). Pada kondisi kekuatan internal yang tinggi dan kondisi eksternal yang tinggi terdapat 6 cabang. Dalam kondisi ini manajemen dapat mengharapkan suatu hasil yang lebih. baik untuk meningkatkan pertumbuhan cabang melalui investasi tambahan. Cabang dalam kondisi ini umumnya dapat diharapkan sebagai cabans andalan perusahaan dalam hal perolehan pendapatan.
(d). Dalam kondisi internal yang rendah dan kondisi eksternal yang sedans terdapat 2 cabang. Cabans dalam kondisi ini sulit diharapkan akan dapat tumbuh baik. Manajemen diharapkan dapat menemukan peluang-peluang baru, disampins membina berbagai kekurangan faktor internalnya. Untuk itu apabila kondisi cabang yang bersanskutan sudah begitu sulit diperbaiki, sebaiknya manajemen hila perlu meng hentikan kegiatannya (melikuidasi).
(e). Cabang dalam kondisi internal sedang dan kondisi eksternal sedang terdapat 10 cabang. Dalam kondisi ini manajemen perlu lebih selektif dalam berbagai kegiatan yang dilakukan cabang, terutama dalam hal pengembangan kegiatan-kegiatan baru. Manajemen sebaiknya bersifat memelihara kegiatan yang sudah ada saja.
(f). Sebuah cabang pada posisi internal yang tinggi dan kondisi eksternal yang sedang. Untuk itu dengan kekuatan internal yang tinggi sebaiknya dimanfaatkan semaksimal mungkin dengan mengadakan diversifikasi kegiatan yang membutuhkan investasi tambahan.
8. Dari berbagai kondisi ( business positioning ) cabang, - pada umumnya faktor Posisi eksternalnya masih cukup tinggi 16 cabang ( 55% ) dan sedang 13 cabang (45%). Namun hanya faktor internalnya saja yang begitu variatif dari tinggi 7 cabang (24,1 %), sedang 19 cabang (65,6 %) dan rendah 3 cabang (10,3 %). Hal ini menujukkan bahwa masih terbuka peluang usaha yang cukup baik bagi P.T. Dharma Niaga untuk memperluas/memperbesar kegiatannya. Namun pada beberapa cabang dirasa masih memerlukan pembinaaan yang intensif untuk meraih peluang usaha yang masih terbuka."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"zooplankton terdiri dari berbagai jenis lrava dan bentuk dewasa yang mewakili hampir seluruh filum hewan,mulai dari filum Protozoa (hewan bersel tunggal) sampai ke filum Chordata (hewan bertulang belakang)
..."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Ten surface sediment samples were collected from Jakarta bay to study the horizontal distribution of dinoflagellate resting cysts in this area.Overall results had shown unique species composition and diversity of dinoflagellate cyst assemblages...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Faica Almacky
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>