Ditemukan 58610 dokumen yang sesuai dengan query
Denisa Khairani
"Pembaharuan utang (Novasi) merupakan salah satu upaya Peralihan utang atas terjadinya kredit macet yang disebabkan oleh tidak terpenuhinya pembayaran kredit oleh debitur. Penelitian ini membahas mengenai peralihan utang dari debitur lama kepada debitur baru yang seharusnya dilakukan dengan persetujuan kreditur namun dalam kasus ini pembaharuan utang yang dilakukan tanpa persetujuan kreditur, Peralihan utang dari debitur lama kepada debitur baru dengan persetujuan kreditur dikenal sebagai Novasi Subjektif Pasif. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keabsahan pembebanan jaminan fidusia, surat outstanding utang sebagai alat bukti peralihan hak, serta keabsahan eksekusi yang dilakukan oleh kreditur secara sepihak dengan bantuan Pihak Kepolisian dalam Putusan Pengadilan Negeri Solok Nomor 11/Pdt.G/2019/PN SLK. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian Doktrinal, yang dilakukan berdasarkan norma hukum yang terdapat dalam peraturan tertulis serta norma dalam masyarakat. Permasalahan yang diajukan kepada pengadilan adalah Pertama, terkait keabsahan pembebanan jaminan fidusia , pembebanan jaminan fidusia tidak sah dalam perkara ini dikarenakan dilakukan dengan akta dibawah tangan, sedangkan seharusnya dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia yang berbentuk Akta Jaminan Fidusia. Kedua, terkait keabsahan surat outstanding utang sebagai alat bukti peralihan hak, Novasi subjektif pasif seharusnya dilakukan dengan persetujuan kreditur secara tertulis, surat outstanding utang bukan merupakan alat bukti peralihan hak yang sah dikarenakan tidak sesuai dengan syarat-syarat perjanjian dalam Pasal 1320 KUH Perdata dimana tidak terkandung di dalamnya pernyataan bahwa utang tersebut beralih dari debitur lama kepada debitur baru. Ketiga, terkait keabsahan eksekusi jaminan fidusia oleh kreditur secara sepihak dengan bantuan pihak kepolisian, eksekusi jaminan fidusia secara langsung tidak dapat dilakukan oleh penerima fidusia atau kreditur dengan bantuan dari pihak kepolisian tanpa diterbitkannya surat pelaksanaan eksekusi oleh Pengadilan Negeri. Namun, dalam hal terjadinya tindak pidana yaitu pengalihan objek jaminan fidusia tanpa persetujuan tertulis dari penerima fidusia maka dapat dilaporkan kepada pihak kepolisian untuk dilakukan penyitaan.
Debt renewal (Novation) is one attempt to transfer debt to the occurrence of bad credit caused by non-fulfillment of credit payments by the debtor. This study discusses the transfer of debt from the old debtor to the new debtor which should be done with the creditor's approval, but in this case the debt renewal was carried out without the creditor's approval. The transfer of debt from the old debtor to the new debtor with the creditor's approval is known as Passive Subjective Novation. This study aims to analyze the legitimacy of imposing fiduciary guarantees, outstanding debt securities as evidence of the transfer of rights, and the validity of executions carried out by creditors unilaterally with the assistance of the police in the Solok District Court Decision Number 11/Pdt.G/2019/PN SLK. The research method used is doctrinal research based on legal norms contained in written regulations and societal norms. The problems submitted to the court are, First, related to the legitimacy of the imposition of fiduciary guarantees, the imposition of fiduciary guarantees is invalid because it was carried out under an underhand deed. In contrast, it should have been drawn up with a notarial deed in Indonesian as a Deed of Fiduciary Guarantees. Second, regarding the validity of the outstanding debt certificate as evidence of the transfer of rights, passive subjective novation should be carried out with the approval of the creditor in writing, and the outstanding debt certificate is not valid evidence of the transfer of rights because it is not following the terms of the agreement in Article 1320 of the Civil Code which does not contain in it a statement that the debt was transferred from the old debtor to the new debtor. Third, regarding the validity of executing fiduciary guarantees by creditors unilaterally with the assistance of the police, direct execution of fiduciary guarantees cannot be carried out by fiduciary recipients or creditors with assistance from the police without issuing a letter of execution by the District Court. However, if a crime occurs, namely the transfer of the fiduciary guarantee object without the written consent of the fiduciary recipient, it can be reported to the police for confiscation."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Silmi Kaffa
"Novasi atau pembaharuan utang adalah salah satu cara berakhirnya suatu perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1381 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Terdapat 3 (tiga) jalan dalam melakukan novasi, yaitu pergantian perikatan lama dengan perikatan baru (novasi objektif), pergantian kreditur lama dengan kreditur baru (novasi subjektif aktif), dan pergantian debitur lama dengan debitur baru (novasi subjektif pasif). Perjanjian alih debitur merupakan salah satu contoh peristiwa novasi subjektif pasif karena adanya pergantian antara debitur lama menjadi debitur baru. Selain harus memenuhi syarat-syarat perjanjian, dalam peristiwa novasi subjektif pasif ini juga harus memenuhi syarat-syarat lain agar novasi dapat dikatakan telah terjadi dan sah. Salah satunya terkait adanya persetujuan dari kreditur bahwa kerditur telah menyetujui dan membebaskan debitur lama dari kewajiban utangnya yang digantikan oleh debitur baru. Penelitian ini membahas suatu kasus terkait keabsahan suatu perjanjian alih debitur Kredit Pemilikan Rumah di bawah tangan tanpa sepengetahuan pihak bank selaku kreditur dalam Putusan Pengadilan Negeri Cirebon Nomor 64/Pdt.G/2018/PN.Cbn. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif yang bersifat deskriptif analitis. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa perjanjian alih debitur di bawah tangan yang dibuat oleh debitur lama dengan debitur baru tanpa diketahui dan disetujui oleh bank selaku kreditur dapat dikatakan tidak sah karena tidak memenuhi syarat terjadinya novasi subjektif pasif dengan sempurna, sehingga keberlakuannya dapat dinyatakan batal demi hukum.
Novation or renewal of debt is one way to end an agreement as regulated in Article 1381 of the Civil Code. There are 3 (three) ways to novation, namely the replacement of old engagement with new engagement (objective novation), the replacement of old creditors with new creditors (active subjective novation), and the replacement of old debtors with new debtors (passive subjective novation). Debtor transfer agreement is an example of a passive subjective novation event because there is a change between old debtors to become new debtors. In addition to meeting the conditions of the agreement, in the event of passive subjective novation, it must also fulfill other conditions so that novation can be said to have happened and is valid. One of them relates to the approval of the creditor that the creditor has approved and freed the old debtor from the debt obligations which were replaced by the new debtors. This study discusses a case related to the validity of an agreement over the ownership of a mortgage under the hand without the knowledge of the bank as a creditor in the Cirebon District Court Decision Number 64/Pdt.G/2018/PN.Cbn. The research method used is normative juridical analytical descriptive. The result of this study is the under the hand debtor over agreement made by the old debtor with the new debtor without being known by the bank as the creditor can be said to be invalid because it does not meet the requirements of passive subjective novation perfectly, so that its validity can be declared null and void by law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Elaine Chairmandy Afla
"Skripsi ini mengangkat permasalahan mengenai amandemen yang terjadi terhadap perjanjian perdamaian yang telah berkekuatan hukum tetap akibat ketidakmampuan Debitor dalam memenuhi kewajibannya. Terdapat dua kasus amandemen perjanjian perdamaian yang dilakukan setelah homologasi dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang dianalisis secara menyeluruh. Kasus pertama yang dianalisis dalam skripsi ini adalah Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PT Arpeni Ocean Lines Tbk yang terkandung dalam Putusan No. 1 PK/Pdt.Sus-Pailit/2020 jo. Putusan No. 718 K/Pdt.Sus-Pailit/2019 jo. Putusan No. 4/Pdt.Sus-Pembatalan Perdamaian/2019/PN.Niaga.Jkt.Pst. Dalam kasus tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menolak permohonan pembatalan perjanjian perdamaian yang diajukan karena adanya perubahan perjanjian perdamaian oleh debitur pasca-homologasi yang merugikan kreditur. Adapun perbedaan pendapat pada pemeriksaan di tingkat Kasasi di Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa perjanjian perdamaian tidak dapat diubah dengan alasan apapun. Kasus kedua yang dianalisis adalah Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PT Berlian Laju Tanker Tbk yang termaktub dalam Putusan No. 146 PK/Pdt.Sus-Pailit/2016 jo. Putusan No. 817 K/Pdt.Sus-Pailit/2015 jo Putusan No. 09/Pdt.Sus.Pembatalan Perdamaian/2015/PN Niaga Jkt. Pst. Dalam kasus PT Berlian Laju Tanker Tbk, Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menyatakan bahwa perjanjian perdamaian wajib dilaksanakan sebagaimana telah disepakati para pihak pada saat homologasi. Dalam tingkat Kasasi dan Peninjauan Kembali, Mahkamah Agung tidak secara terang membenarkan perubahan pada perjanjian perdamaian pasca-homologasi, namun mengisyaratkan keabsahan dari perubahan yang dilakukan.
This thesis raises the issue regarding the amendments that occurred to a composition plan that is legally binding due to the inability of the Debtor to fulfill his obligations. There are two cases of amendments to a composition plan post homologation in Suspension of Debt Payment Obligations which are thoroughly analyzed. The first case analyzed is the Suspension of Debt Payment Obligations of PT Arpeni Ocean Lines Tbk which is contained under Putusan No. 1 PK/Pdt.Sus-Pailit/2020 jo. Putusan No. 718 K/Pdt.Sus-Pailit/2019 jo. Putusan No. 4/Pdt.Sus-Pembatalan Perdamaian/2019/PN.Niaga.Jkt.Pst. In this case, the Panel of Judges at the Central Jakarta Commercial Court rejected a request for the cancellation of a composition plan which was filed because there was an amendment to the composition plan by the debtor post-homologation which harms the creditor’s interest. There was a difference in view at the Cassation stage in the Supreme Court which stated that a composition plan cannot be amended for any reason. The second case analyzed is the Suspension of Debt Payment Obligations of PT Berlian Laju Tanker Tbk contained in Putusan No. 146 PK/Pdt.Sus-Pailit/2016 jo. Putusan No. 817 K/Pdt.Sus-Pailit/2015 jo Putusan No. 09/Pdt.Sus.Pembatalan Perdamaian/2015/PN Niaga Jkt. Pst. In the case of PT Berlian Laju Tanker Tbk, The Panel of Judges at the Central Jakarta Commercial Court stated that a composition plan must be conducted as was agreed by the parties during homologation. In the Cassation and Judicial Review stage, the Supreme Court did not expressly justify the amendment to the composition plan post homologation, but signals the validity of the amendment made."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Maman Surahman
"Dalam dunia usaha saat ini, penggunaan Surat Berharga Komersil biasa dilakukan untuk memperoleh fasilitas pembiayaan jangka pendek untuk menambah modal kerja perusahaan. Skripsi ini membahas tiga hal, yaitu: (1) bagaimana tanggung jawab hukum para pihak dalam transaksi Surat Berharga Komersial; (2) apakah Trade Confirmation of Promissory Notes dapat dianggap sebagai novasi; dan (3) apakah Surat Berharga Komersial telah daluwarsa.
Hasil penelitian dengan metode deskriptif ini menunjukkan bahwa: (1) ) tanggung jawab hukum para pihak dalam transaksi Surat Berharga Komersial melekat pada masing-masing pihak sesuai kapasitasnya; (2) Trade Confirmation of Promissory Notes tidak dapat dianggap sebagai novasi. Issuer masih terkait dan bertanggung jawab atas utang-piutang dalam perikatan dasar, sehingga investor masih mempunyai hak tagih atas utang-piutang tersebut; dan (3) Surat Berharga Komersial telah daluwarsa, namun perikatan dasarnya belum daluwarsa. Oleh karena itu, issuer masih bertanggung jawab atas utang piutang, sehingga investor masih dapat melakukan penuntutan atas utang-piutang.
In present business world, the usage of commercial paper commonly perfomed to obtain short term financing facility in addition of corporate working capital. This thesis discusses three issues, namely: (1) how the legal responsibility of the parties in commercial paper transactions, (2) whether the Trade Confirmation of Promissory Notes can be considered as a novation, and (3) whether the Securities Commercial has expired. The results of this descriptive method reaserch showed that: (1) the legal responsibilities of the parties in commercial paper transactions are attached to each party according to its capacity, (2) Trade Confirmation of Promissory Notes should not be construed as a novation. Issuers are still relevant and responsible for the debts of the underlying agreement, so that investor still have the right to bill for these debts, and (3) Commercial paper has expired, but the underlying agreement has not expired. Therefore, the issuer is still liable for debts, so that investors can still make the prosecution of debts."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S1293
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library
Kanita Wirda Ainy
"Penelitian ini menduga adanya pengaruh positif antara peluang investasi dan biaya utang pada perusahaan all equity. Penelitian ini juga menduga bahwa perusahaan all equity yang memiliki peluang investasi besar akan mendapatkan biaya utang yang lebih rendah bila mempekerjakan auditor berkualitas baik atau menggunakan proporsi utang jangka pendek yang lebih banyak. Penelitian ini menggunakan perusahaan all equity untuk menguji hipotesis karena pada perusahaan all equity, informasi asimetri muncul paling besar. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh positif antara peluang investasi dan biaya utang pada perusahaan all equity saat akan berutang. Penggunaan hutang jangka pendek terbukti dapat memitigasi tingginya biaya utang pada perusahaan all equity dengan peluang investasi besar tersebut, namun demikian tidak ditemukan adanya pengaruh dari penggunaan audit berkualitas. Sebagai tambahan, hasil pengujian diatas tidak berpengaruh signifikan dalam mempengaruhi besarnya biaya utang di perusahaan highly levered.
This study expect that there are positive influence of investment opportunity to cost of debt in all equity firms. This study also expect that all equity firms with higher investment opportunities are likely to pay lower interest when they have a good quality auditors or use higher proportion of short term debt than when they do not. This study used all equity firms because of their higher asymmetric information. By using all equity firms, agency conflict between shareholder and bondholder in the hypothesis is clear to be explained. The result of this study show that there is positive influence of investment opportunity to all equity firm’s cost of debt. The usage of higher proportion of short-term debt is being proven also in reducing the cost of debt in all equity firms with higher investment opportunity, nevertheless the effect of the usage of good quality auditor is not proven yet. In addition, the result explained before are also being tested in highly levered firms, which are none of them are significant."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
S55361
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Simanullang, Nora Nurbetti
"Penelitian ini menganalisis pengaruh hutang terhadap market power perusahaan non keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode 2007-2010. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah hutang, dimana hutang dibagi menjadi hutang pada tahun sekarang (hutang tahun t) dan hutang tahun sebelumnya (hutang tahun t-1). Selain variabel independen, dalam penelitian ini digunakan juga variabel kontrol berupa ukuran perusahaan, struktur aset, dan pertumbuhan perusahaan. Market power dengan menggunakan proksi markup dan Lerner Indeks menjadi variabel dependen dalam penelitian ini. Untuk analisis selanjutnya, hutang juga dibagi menjadi hutang tinggi dengan ketentuan rasio utang di atas 50%, yang disebut sub-sampel.
Hasil yang diperoleh adalah terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara hutang dan market power dengan proksi Lerner Indeks pada sampel keseluruhan, sedangkan pada sub sampel pengaruh hutang terhadap market power adalah positif tetapi tidak signifikan.
This study analyses the impact of debt to market power of non-financial companies listed in Indonesia Stock Exchange for the year 2007 to 2010. Independent variable in this study is debt, which is divided into current debt and prior year debt. In addition to the independent variable, this study also uses control variables such as firm size, tangibility, and growth. Dependent variable in this study is market power using markup proxy and Lerner Index proxy. In further analysis, debt is divided into high debt with the debt ratio above 50% called sub-sample.The result for the whole sample shows that there is a positive and significant relationship between debt and market power using Lerner Index proxy for the entire sample. Nevertheless, the effect of debt to market power is positive albeit insignificant in the sub sample."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library
Palomes
"Kredit bermasalah tidak hanya merupakan masalah perbankan saja akan tetapi sudah merupakan masalah nasional sehingga perlu penanganan secara seksama dan penyelesaian secara konsepsional dan komprehensif berdasarkan ketentuan hukum positif yang berlaku. Ketidakpastian hukum tampaknya semakin menjadi kendala bagi penyelesaian kredit bermasalah. Salah satu contohnya adalah kasus restrukturisasi kredit bermasalah bank-bank badan usaha milik negara. Saat ini kredit bermasalah bank BUMN sudah semakin mengkhawatirkan.Untuk segera menyelesaikan masalah ini diperlukan langkah pemecahan yaitu penyelesaian hutang yang menguntungkan semua pihak yang terkait. Mengingat pentingnya masalah penyelesaian hutang ini sebagai salah satu faktor utama bagi bangsa Indonesia untuk dapat keluar dari krisis, dan banyaknya masalah-masalah yuridis yang timbul dalam praktik pengurusan piutang negara maka penulis melakukan analisis terhadap alternatif penyelesaian hutang melalui perdamaian dan restrukturisasi hutang oleh PUPN/DJLPN, untuk mengetahui apakah kredit macet yang merupakan piutang negara dapat diselesaikan melalui mekanisme perdamaian-PKPU sekaligus melalui alternatif restrukturisasi piutang negara oleh PUPN dan apakah diperlukan instrument hukum berupa peraturan pexundang-undangan yang lebih memadai yang dapat memberikan opsi yang lebih cepat, komprehensif serta memberi kepastian dan jaminan hukum dalam restrukturisasi kredit macet/piutang negara. Upaya perdamaian (Accord}yang dilakukan debitur dengan para kreditur konkuren dapat digunakan sebagai sarana dan upaya untuk menyelesaikan kredit macet karena tujuan utama dari perdamaian dengan restrukturisasi utang adalah memberi kesempatan kepada debitur untuk dapat terus berusaha dengan tenang, sehingga debitur dapat melunasi utang-utangnya dan terhindar dari pailit.Perdamaian merupakan salah satu mata rantai dalam proses proses penundaan kewajiban pembayaran utang. Justru perdamaian inilah yang sebenarnya merupakan tujuan dan motif dilakukannya penundaan kewajiban pembayaran utang. Termasuk dalam perdamaian di sini adalah proses restrukturisasi utang antara debitur dan pihak kreditur. Pada prinsipnya perdamaian merupakan "kata sepakat" antara para pihak yang bertikai untuk mencari keadilan, jalan terbaik bagi para pihak (win-win solution) dan melindungi hak para pihak yang bertikai, yaitu kreditur dan debitur."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T18234
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Fahmi Harits
"Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan secara empiris praktik manajemen labapada perusahaan yang melanggar perjanjian pinjaman maupun yang mendekatipelanggaran perjanjian pinjaman. Penelitian ini menggunakan sampel perjanjianpinjaman yang memiliki current ratio covenant dari tahun 2013 hingga 2015.
Hasil penelitian menunjukan perusahaan yang melanggar perjanjian pinjaman tidakterbukti melakukan manajemen laba akrual maupun manajemen laba riil. Perusahaan yang mendekati pelanggaran perjanjian pinjaman juga tidak terbuktimelakukan manajemen laba akrual, namun terbukti melakukan praktik manajemenlaba riil produksi dan manajemen laba riil arus kas operasi. Hal tersebut diharapkandapat menjadi perhatian bagi kreditur untuk proses pengawasan bagi debiturnya.
This study aims to provide empirical evidence about the practice of earnings management in companies that violate loan agreements or approaching violation ofloan agreement. This study uses loan agreement samples that have current ratio covenant from 2013 to 2015. The result shows that companies in condition of violating loan agreements do not engage in accrual earnings management as wellas real earnings management. The result also shows that companies in condition of approaching violation of loan agreement do not engage in accrual earnings management, but engage in production real earnings management and operating cash flow real earnings management. This finding is expected to be a concern for the creditor for the supervision process for the debtor."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2017
S66992
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Chairinaya Nizliandry
"Pembubaran badan usaha berbentuk Perseroan Terbatas (PT) diatur dalam Bab X Undang-Undang Perseroan Terbatas. Pembubaran PT wajib diikuti dengan proses likuidasi oleh Likuidator. Likuidator secara umum memiliki tugas untuk melakukan pemberesan harta kekayaan PT, namun di dalam undang-undang tidak diatur secara rinci mengenai batasan wewenang Likuidator terkait hal tersebut. Hal ini dapat menimbulkan ketidakpastian hukum bagi para krediturnya seperti yang terjadi pada pembubaran PT A, dimana di dalam proses likuidasinya kreditur diberikan opsi novasi piutangnya kepada perusahaan induk PT A yang juga merupakan debitur PT A. Penelitian ini akan menganalisis mengenai wewenang, kewajiban, dan tanggung jawab Likuidator yang berasal dari luar PT serta implikasi dari penandatanganan perjanjian novasi oleh Likuidator bagi krediturnya. Untuk menjawab permasalahan pada penelitian ini digunakan metode yuridis normatif yang dilengkapi dengan wawancara dengan narasumber terkait. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa perbuatan pemberesan dalam proses likuidasi haruslah dipandang secara luas meliputi penyelesaian utang piutang. Oleh karena itu, wewenang dan kewajiban Likuidator menjadi lebih luas dari yang diberikan oleh undang-undang, termasuk di dalamnya wewenang untuk menandatangani perjanjian novasi dengan kreditur dan debiturnya. Adapun saran yang diberikan dari penelitian ini yaitu membuat pengaturan secara rinci dan terang mengenai batasan tugas dan wewenang Likuidator dalam undang-undang serta pentingnya peran aktif RUPS dalam mengatur mengenai batasan tersebut.
Dissolution of a business entity in the form of a Limited Liability Company (LLC) is regulated in Chapter X of the Company Law. The dissolution of the LLC must be followed by a liquidation process by the Liquidator. Liquidator generally has the duty to settle the assets of a LLC, but the law does not regulate in detail the limits of the Liquidator's authority in this regard. This situation can cause legal uncertainty for its creditors as happened at PT A’s dissolution, in which at their liquidation process the creditors are given the option of novation of their receivables to PT A’s parent company which is also the debtor of PT A. This study will analyze the authorities, obligations, and responsibilities of Liquidators from outside the LLC and the implications of the signing of novation agreement by the Liquidator for creditors. To answer the problems in this study, normative legal research was used and complemented by interviews with relevant informants. The results of this study indicate the settlement in the liquidation process must be viewed comprehensively, including the settlement of accounts payable. Therefore, the authorities and obligations of the Liquidator are broader than those provided by law, including the authority to sign novation agreements with their creditors and debtors. Suggestions given from this study are to make detailed and clear arrangements regarding the limits of the Liquidator's duties and authorities in the law and the importance of the active role of the GMS in regulating these limits."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Panjaitan, Friska Parulian
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
S26396
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library