Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 66351 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Santi
"Pengalihan terhadap tanah yang belum bersertipikat dengan bukti tertulis salah satunya yaitu Surat Keterangan Tanah (SKT) seharusnya dilakukan setelah melalui proses pendaftaran tanah pertama kali, untuk memberikan kepastian hukum mengenai kepemilikan seseorang atas tanah dan mencegah terjadinya sengketa tanah. Penulisan ini membahas mengenai kekuatan hukum SKT dalam proses pengalihan tanah dan kesesuaian pertimbangan dan putusan Majelis Hakim pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 2137 K/PDT/2021. Penelitian ini menggunakan bentuk penelitian hukum doktrinal dengan tipe penelitian deskriptif dan preskriptif. Metode penelitian yaitu kualitatif dengan bentuk hasil penelitian preskriptif. Hasil penelitian yaitu pembuatan Akta Jual Beli (AJB) oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) terhadap tanah yang belum bersertipikat dengan menyerahkan salah satunya yaitu bukti tertulis berupa SKT diatur dan diperbolehkan dalam Pasal 25 ayat (1) PP No 10 Tahun 1961 dan Pasal 39 ayat (1) huruf b PP No. 24 Tahun 1997, dengan syarat wajib segera didaftarkan ke Kantor Pertanahan, sebagaimana tercantum dalam Pasal 40 PP No. 24 Tahun 1997 dan didukung dengan bukti lainnya seperti bukti pembayaran PBB, surat keterangan tidak sengketa, surat penguasaan fisik tanah dan surat keterangan riwayat tanah. Pertimbangan dan putusan Majelis Hakim dalam menetapkan RR sebagai pemilik yang berhak atas tanah sudah tepat. RR dikategorikan sebagai pembeli yang beritikad baik karena telah menguasai fisik tanah dan melakukan pengecekan legalitas tanah sebelum membeli tanah, walaupun jika dilihat dari sejarah tanahnya berasal dari perjanjian pengikatan hibah yang batal demi hukum karena menggunakan bukti tertulis salah satunya yaitu SKT yang telah dijual sebelumnya oleh IT kepada ES. Jika dibandingkan dengan ES, sebenarnya ia merupakan pihak yang paling berhak atas tanah karena memperoleh tanah berdasarkan AJB No. 58/II/1988 yang dibuat di hadapan Notaris/PPAT TYD, akan tetapi ia tidak menguasai fisik tanah dari tahun 1988 dan pada 2015 baru mengetahui bahwa di atas tanahnya terdapat kepemilikan pihak lain yaitu RR.

The transfer of land that has not been certified with written evidence, one of which is a information land letter issued by the Village Head should be carried out after going through the land registration process for the first time, to provide certainty and legal protection regarding ownership of land. At this writing, will discuss the legal force of a information land letter issued by the Village Head  in the land transfer process and the appropriateness of the considerations and decisions of the Panel of Judges in the Supreme Court Decision Number 2137 K/PDT/2021. This study uses a form of doctrinal research with descriptive and prescriptive research types. The research method is qualitative in the form of prescriptive research results. The results of the study are the making of a Deed of Sale and Purchase Land by the Land Deed Official for land that has not been certified with written evidence, one of which is information land letter issued by the Village Head regulated and permitted in Article 25 paragraph (1) government regulation number 10 of 1961 and Article 39 paragraph (1) letter b government regulation number 24 of 1997 with the condition that it must be immediately registered with the Office land, based on Article 40 government regulation number 24 of 1997. The considerations and decisions of the Panel of Judges in determining RR as the rightful owner of the land is correct. RR is categorized as a buyer in good faith because he physically controls the land and checked the legality of the land before buying the land. ES is actually the person with the most rights over the land because she acquired the land based on the Land Sale and Purchase Deed number 58/II/1988. However, he did not physically control the land from 1988 and she only found out that in 2015, her land was owned by another person, namely RR."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tifany Dwi Aprima
"Bukti kepemilikan dari suatu Hak Atas Tanah yang dimiliki oleh Badan Perorangan maupun Badan Hukum umumnya berupa sertipikat yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (Badan Pertanahan Nasional) setempat. Sertipikat merupakan bukti kepemilikan suatu hak atas tanah yang sah yang memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna. Sebagaimana tercantum dalam penjelasan dari Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. selain sertipikat, terdapat juga bentuk alat bukti lain yang menyatakan bahwa seseorang menguasai serta memiliki suatu hak atas tanah yaitu Surat Keterangan Ganti Rugi. Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) merupakan alas hak yang banyak dipergunakan di Provinsi Riau di berbagai daerah terdapat istilah yang berbeda. SKGR ini termasuk dalam bentuk alat pembuktian tertulis. Namun kekuatan pembuktian yang dimiliki oleh SKGR ini hanya berupa surat keterangan saja yang mana memiliki kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan sehingga menimbulkan pertanyaan bagaimana kekuatan pembuktiannya apabila di Provinsi Riau SKGR ini dapat dijadikan syarat penerbitan sertipikat. Penelitian in menggunakan bentuk penelitian yuridis normatif serta didukung dengan hasil wawancara dengan narasumber dan informan. Setelah seluruh data diolah dan dianalisis, maka ditarik kesimpulan secara deduktif. Data hasil penelitian ini akan dikemukakan dan akhirnya yang kan menjawab pokok permasalahan serta memberikan Analisis Terhadap Putusan Pengadilan Mahkamah Agung Nomor 591 K/PDT/2021 mengenai jual beli dengan Surat Keterangan Ganti Rugi. Upaya yang harus dilakukan untuk mengatasi alas hak dibawah tangan ini yang merupakan dasar dari diterbitkan suatu sertipikat maka diperlukannya ketelitian dan registrasi yang baik dari aparat yang berwenang dalam hal ini kecamatan maupun kelurahan sehingga meminimalisir terjadinya alas hak yang tumpang tindih.

Proof of ownership of a Land Right is generally in the form of a certificate issued by the local National Land Agency (Badan Pertanahan Nasional). A certificate is proof of ownership of a valid land right that has perfect evidentiary power. As stated in the elucidation of Article 24 of Government Regulation Number 24 of 1997 concerning Land Registration. Apart from certificates, there are also other forms of evidence stating that a person controls and has a right to land, namely a Certificate of Compensation. Certificate of Compensation (SKGR) is a basis for rights that is widely used in Riau Province in various regions, there are different terms. SKGR is included in the form of written evidence. However, the strength of proof possessed by SKGR is only in the form of a statement which has the power of proof as an underhanded alias, so it raises the question of how the strength of proof is if in Riau Province this SKGR can be used as a condition for issuing certificates. This research uses a normative juridical research form and is supported by the results of interviews with informants and informants. After all the data has been processed and analyzed, a deductive conclusion is drawn. The data from this research will be presented and finally it will answer the main problem and provide an Analysis of the Supreme Court Court Decision Number 591 K/PDT/2021 regarding buying and selling with a Certificate of Compensation. Efforts must be made to overcome these underhanded rights which are the basis for issuing a certificate, it requires good accuracy and registration from the authorized apparatus, in this case the sub-district and sub-district, so as to minimize the occurrence of tumpang tindih rights."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agripina Tanto
"Penelitian ini menitikberatkan pada pembahasan sengketa tumpang tindih penguasaan bidang tanah berdasarkan surat pernyataan penguasaan fisik bidang tanah (SPPFBT) dengan sertifikat hak pengelolaan di Desa Kuta, Kabupaten Lombok Tengah. Banyak ditemukan masyarakat Desa Kuta yang menguasai tanah dengan berlandaskan SPPFBT karena belum melaksanakan pendaftaran tanah pertamakali. Dengan demikian, BPN Kab. Lombok Tengah wajib berhati-hati dalam mengumpulkan data fisik dan yuridis tanah dalam hal pelaksanaan kegiatan pendaftaran tanah pertamakali agar kelak terhindar dari adanya konflik pertanahan. Adapun masalah yang timbul dimana BPN Kab. Lombok Tengah lengah dalam menerbitkan Sertifikat HPL No. 73/Kuta, terdapat beberapa prosedur yang terlewati sehingga sebagian bidang tanah dalam Sertifikat HPL No. 73/Kuta dengan tanah SPPFBT No. 05/SKT/I/2000 seluas 20.845 M2 tumpang tindih secara keseluruhan. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah analisis amar putusan dan pertimbangan hukum Hakim dalam memutus Putusan PTUN Mataram No: 55/G/2016/PTUN.MTR, juncto Putusan PTTUN Surabaya No: 112/B/2017/PT.TUN.SBY, juncto Putusan MA No: 37/K/TUN/2018, serta kedudukan dan perlindungan hukum bagi pemegang SPPFBT Nomor: 05/SKT/I/2000. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif serta analisis data secara eksplanatoris, sehingga terjawab bahwa, dalam mempertimbangkan suatu perkara, Majelis Hakim seyogianya menimbang dalam aspek kewenangan, prosedur serta kebenaran substansi dari suatu Sertifikat. Dibatalkannya Putusan PTUN Mataram No: 55/G/2016/PTUN.MTR oleh PTTUN Surabaya No: 112/B/2017/PT.TUN.SBY, maka pemegang SPPFBT No. 05/SKT/I/2000 kehilangan tanah yang telah dikuasainya selama lebih dari 16 tahun tanpa diberikan ganti kerugian. Di lain sisi, PP No. 24/1997 memandang SPPFBT sebagai alat pembuktian kepemilikan hak-hak lama dalam rangka pendaftaran tanah, sehingga pemegang SPPFBT wajiblah diberi perlindungan hukum terkait haknya.

This research focuses on discussions related to the overlapping land tenure rights based on the letter of land physical ownership (SPPFBT) with right to use certificate in Kuta Village, Central Lombok District. Kuta Village Citizens are commonly found having SPPFBT as their land tenure evidence. This happens because they have never registered their land to BPN. BPN Central Lombok District needs to be more careful in collecting physical and juridical data on land in terms of carrying out land registration activities for the first time so that in the future there will be less land conflicts. The problems that arise are where BPN Central Lombok District was negligent in issuing HPL Certificate No. 73/Kuta in which several procedures were missed so that some of the land parcels in the HPL Certificate No. 73/Kuta with SPPFBT No. 05/SKT/I/2000 land, which covers an area of ​​20,845 M2, are completely overlapping. The problems raised in this research are related to the analysis of the decisions and legal considerations of the judges in deciding the Mataram Administrative Court Decision Number: 55/G/2016/PTUN.MTR, in conjunction with the Surabaya Administrative High Court Decision Number: 112/B/2017/PT.TUN.SBY and legal status and protection for the holder of SPPFBT Number: 05/SKT/I/2000, in conjunction with the Supreme Court Verdict Number: 37/K/TUN/2018. In answering these problems, normative legal research methods are used. In addition, data analysis carried out in an explanatory approach. This research resulted in an answer which the Judges should consider all the aspects of competency, procedural and substance of a certificate. The cancellation of the Mataram Administrative Court Decision No: 55/G/2016/PTUN.MTR by PTTUN Surabaya No: 112/B/2017/PT.TUN.SBY, the holder of SPPFBT No. 05/SKT/I/2000 lost his land which he had utilized for more than 16 years without being given any compensation. On the other hand, PP No. 24/1997 views SPPFBT as an evidence of old rights land ownership in the context of land registration, so that SPPFBT holders must be given legal protection regarding their rights."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Gede Surya Artha
"Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Undang Undang Pokok pokok Agraria UUPA bertujuan untuk memberikan jaminan kepastian hukum. Dalam tujuan memberikan jaminan kepastian hukum maka dilaksanakan pendaftaran tanah yang hasil akhir kegiatannya berupa Sertipikat. Pelaksanaan pendaftaran tanah diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional BPN /Kantor Pertanahan pada tingkat kota yang memiliki tugas pemerintahan di bidang pertanahan. Sertipikat merupakan bentuk keputusan yang bersifat beschikking yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pertanahan sebagai Pejabat Tata Usaha Negara yang berfungsi sebagai alat pembuktian yang kuat. Dalam Pendaftaran di Propinsi Riau khususnya Kota Pekanbaru dikenal alat bukti bawah tangan berupa alas hak Surat Keterangan Ganti Rugi SKGR yang merupakan bukti peralihan hak bagi pemegangnya.
Masalah yang sering terjadi dalam pendaftaran tanah berupa tumpang tindih antara alas hak atas tanah dan Sertipikat dimana dalam penerbitannya terdapat cacat administrasi seperti permasalahan yang diangkat dimana terhadap tanah dengan alas hak Surat Keterangan Ganti Rugi SKGR diatasnya terbit Sertipikat Hak Milik Nomor 566/Desa Umban Sari seluas 17.000 m yang dikeluarkan Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru. Permasalahan penulis meneliti masalah tersebut dengan menggunakan metode penelitian yang bersifat yuridis normatif dengan cara studi kepustakaan. sengketa dapat dilihat dari peran tugas dan fungsi dari Badan Pertanahan Nasional BPN serta penyelesaian sengketa administratif pertanahan. Penerbitan sertipikat yang tidak sesuai dengan prosedur yang cermat dan teliti mengakibatkan cacat administrasi dalam penerbitan Sertipikat, yang menyebabkan pembatalan penerbitan sertipikat yang bersangkutan.

Law Number 5 of 1960 regarding the Agrarian Law UUPA aimed at providing legal certainty guarantee. In a purpose to provide the legal certainty guarantee then the land registrasion is performed which its activity final result is in form of a Certificate. Implementation of the land registrasion is performed by the Badan Pertanahan Nasional BPN Head of Land Office on city level having governmnetal duties in land affairs. The certificate represents a form of decision beschikking in nature issued by Land Office as the Official of the State Administration serving as a solid evidence. In the Registration in Riau Province, particularly Pekanbaru Municipality known as a privately made evidence known as privately made evidence in form of the base of right of Surat Keterangan Ganti Rugi SKGR which represents an evidence of transfer of right for its bearers.
The issues is frequently happened in the land registration in form of overlapping between the base of right on land and Certificate where in its issuence there is an administrative defect such as issues raised where toward the land with base of right of Surat Keterangan Ganti Rugi SKGR upon it Property Certificate Right Number 566 Desa Umban Sari was issued of area 17.000 m issued by the Land Office Pekanbaru. The problem dealt by the author in examining the isuse by using reserach method which is normative juridical by library reserach. Dispute can be seen from the role of duties and function of the Badan Pertanahan Nasional BPN and the settlement of land administrative disputes. The issuance of certificate whic is not in compliance with the thorough and careful procedure resulting in the administrative defect in the issuance of Certificate, leading to the cancellation in the issurance of the certificate concerned.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T49143
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lulus Purna Malintang
"Dalam penerapan asas Rechtsverweking, hakim seharusnya tidak hanya berpatokan pada lampaunya batas waktu lima tahun untuk menggugat, tetapi juga mempertimbangkan keabsahan perolehan sertipikat tanah. Pendekatan tersebut diperlukan agar penerapan asas Rechtsverweking tidak secara otomatis menghilangkan hak gugat, terutama dalam kasus dimana penerbitan sertipikat melanggar hukum atau dilakukan tanpa itikad baik. Salah satu permasalahan dalam penerbitan sertipikat tanah oleh Kantor Pertanahan terhadap jual beli tanah dengan bukti kuitansi semata terdapat di dalam kasus yang termuat di dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 997 K/Pdt/2021. Penulisan ini mengangkat tentang keabsahan jual beli tanah dengan bukti kuitansi, perlindungan hukum terhadap pemilik tanah yang kehilangan tanahnya akibat penerapan asas Rechtsverwerking. Penelitian doktrinal yang dilakukan di sini mengumpulkan bahan-bahan hukum melalui studi kepustakaan yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Sertipikat Hak Milik No. 01494 diterbitkan secara tidak sah karena hanya berasal dari jual beli yang dibuktikan dengan kuitansi semata, hal ini menimbulkan sengketa antara pemilik tanah dan pembeli beritikad baik. Perlindungan hukum bagi pemilik tanah meliputi pembatalan sertipikat dan pembeli beritikad baik dapat mengajukan gugatan ganti rugi atas perbuatan melawan hukum untuk mengembalikan keadaan seperti keadaan semula.

In the application of the principle of rechtsverwerking, judges should not solely rely on the lapse of the five-year limitation period for filing a claim but must also consider the validity of the acquisition of the land certificate. This approach is necessary to ensure that the application of the rechtsverwerking principle does not automatically extinguish the right to file a claim, particularly in cases where the issuance of the certificate violates the law or is conducted in bad faith. One of the issues in the issuance of land certificates by the Land Office, based solely on a receipt of sale and purchase, is illustrated in the Supreme Court Decision Number 997 K/Pdt/2021. This study addresses the validity of land transactions supported only by receipts, as well as the legal protection for landowners who lose their land due to the application of the rechtsverwerking principle. This doctrinal research collects legal materials through literature review, which are then analyzed qualitatively. Certificate of Ownership No. 01494 was issued unlawfully, as it stemmed solely from a sale and purchase evidenced by a receipt, resulting in a dispute between the landowner and a good faith buyer. Legal protection for landowners includes the annulment of the certificate, while good faith buyers may file a claim for damages based on unlawful acts to restore the situation to its original state."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhyna Putri Aisyah
"Penelitian ini membahas hak ulayat atau beschikkingsrecht serta kaitannya dengan kewenangan Kepala Adat atau Hukum Tua Adat dalam urusan pertanahan. Diketahui bahwa Hukum Tua Adat Desa Tontalete diputuskan bersalah karena tindak pidana pemalsuan surat keterangan kepemilikan tanah berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 847 K/PID/2017. Penelitian ini dilakukan untuk menjawab dua permasalahan penelitian yakni: a) Bagaimana aturan pendaftaran dan peralihan tanah komunal serta aturan hak pengelolaannya; b) Bagaimana tanggung jawab dan kewenangan kepala adat di Minahasa serta perlindungan hukum terhadap pihak ketiga yang dirugikan karena penyalahgunaan wewenang adat yang mengakibatkan peralihan status tanah ulayat ditinjau dari hukum pertanahan dan; c) Bagaimana akibat hukum Putusan Mahkamah Agung Nomor 847 K/Pid/2017 terhadap kepala adat yang melakukan pemalsuan surat keterangan kepemilikan tanah. Metode yang digunakan dalam menjawab permasalahan penelitian ini adalah metode kualitatif, dengan pendekatan Yuridis Empiris. Hasil penelitian ini menemukan bahwa kewenangan Hukum Tua Adat dalam Masyarakat Hukum Adat yang berkenaan dengan perkara pertanahan adalah membuat surat keterangan tentang tanah beserta riwayat status dan kepemilikan tanah tersebut; serta bahwa akibat hukum yang terjadi terhadap Kepala Adat yang melakukan pemalsuan surat keterangan kepemilikan tanah dalam putusan tersebut adalah a) Vonis hukuman penjara selama 6 bulan karena terbukti melanggar Pasal 263 ayat (1) KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang Pemalsuan Surat; b) Tidak sahnya jual-beli yang dilakukan oleh Saksi Elsje Maria Pantouw dan; c) Kembalinya hak-hak PT. Aman Liman Jaya selaku penguasa tanah yang sah yang didukung dengan dokumen HGB atas sebagian besar tanah yang sempat dijual- belikan oleh Saksi Elsje Maria Pantouw.

This research discusses about communal title or beschikkingsrecht in accordance with the authority of Custom Head on land affairs. It is known that the custom head of Tontalete village of Kema Sub-district, North Minahasa is found guilty of Land Ownership Information Letter Forgery based on Supereme Couort decision Number 847 K/PID/2017. This research is conducted to answer two research questions, which are: a) What are the rules for registration and transfer of communal land and the rules for managing rights?; b) How is Custom Head responsible in composing land ownership information letter, land ownership status transfer process and protection against the disadvantaged third party because of the authority abuse that causes communal land status transfer according to the agrarian law and; c) What are the legal effect of the Supereme Court decision number 847 K/Pid/2017 on the Custom Head that have done the land ownership information letter forgery. The method used to anser the research problems is qualitative metod with juridicial and empirical approach. The result of this research finds that the authority of custom head in customary law society regarding land affairs is to compose land information letter along with the status and ownership history; and the legal effects against the custom head that have forged the land information ownership letter are: a) Prison sentence of 6 months for proven to have violated artile number 263 (1) KUHP jo. article number 55 (1) the first KUHP about official letter forgery; b) The transaction done by the witness Elsje Maria Pantouw becomes invalid and; c) Return of rights for PT. Aman Liman Jaya as the legal land authority, supported by the HGB document on most of the land that ever transacted by the witness Elsje Maria Pantouw."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Victoria Natalie
"Pemerintah menerapkan pembatasan terhadap kepemilikan tanah di Indonesia. Pemerintah melarang badan hukum memiliki hak milik atas tanah, kecuali badan hukum yang dinyatakan oleh peraturan pemerintah. Dalam transaksi yang berkaitan dengan pertanahan, seringkali dijumpai badan hukum (yang tidak ditunjuk pemerintah) yang mengupayakan untuk dapat memperoleh tanah dengan status hak milik dengan mekanisme perjanjian pinjam nama. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum doktrinal berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari hasil penelitian kepustakaan dan data primer. Kasus pada putusan Mahkamah Agung Nomor 2305 K/Pdt/2020 menyatakan bahwa pemilik sebenarnya dari tanah dan bangunan objek sengketa adalah pihak Gapensi yang merupakan badan hukum berbentuk Perkumpulan. Majelis Hakim tidak mempertimbangkan perjanjian nominee yang dibuat dengan Akta Notaris No 7 antara Gapensi dengan Gito Suwiryo sebagai upaya penyelundupan hukum tetapi menjadikannya dasar bahwa tanah dan bangunan objek sengketa tersebut sebenarnya adalah milik Gapensi. Disisi lain perjanjian nominee tersebut apabila diuraikan berdasarkan syarat-syarat sah suatu perjanjian, maka perjanjian tersebut tidak memenuhi syarat “suatu sebab yang halal”. Hal ini karena perjanjian nominee tersebut melanggar Pasal 21 ayat (2) jo Pasal 1 ayat (1) PP No 38 Tahun 1963 dan Pasal 26 ayat (2) UUPA, sehingga seharusnya perjanjian nominee tersebut menjadi batal demi hukum karena melanggar hukum. Akan tetapi dalam putusan, Majelis Hakim mengakui keabsahan perjanjian nominee yang dibuat dihadapan notaris.

The government imposes restrictions on land ownership in Indonesia. The government prohibits legal entities from having ownership rights to land, except for legal entities declared by government regulations. In land-related transactions, legal entities (which are not appointed by the government) are often found who try to obtain land with ownership status using a nominee agreement mechanism. This research uses a doctrinal legal research method based on secondary data obtained from the results of library research and primary data. The case in the Supreme Court decision Number 2305 K/Pdt/2020 states that the actual owner of the land and buildings subject to dispute is Gapensi which is a legal entity in the form of an association. The Panel of Judges did not consider the nominee agreement made with Notarial Deed Number 7 between Gapensi and Gito Suwiryo as an attempt to smuggle the law but used it as the basis that the land and building objects in dispute actually belonged to Gapensi. On the other hand, if the nominee agreement is described based on the legal terms of an agreement, then the agreement does not fulfill the requirement of "a lawful cause". This is because the nominee agreement violates Article 21 paragraph (2) in conjunction with Article 1 (1) PP No. 38 of 1963 and Article 26 (2) UUPA, so the nominee agreement should be null and void because it violates the law. However, in the decision, the Panel of Judges acknowledged the validity of the nominee agreement made before a notary."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inka Kirana
"Sertipikat merupakan alat bukti kepemilikan hak atas tanah yang kuat bagi pemegang haknya.Sertipikat ganda adalah satu bidang tanah diuraikan dalam dua sertipikatatau lebih yang berlainan datanya.Sertipikat ganda membawa dampakketidakpastian hukum, sehingga tidak jarang terjadi sengketa diantara para pihakbahkan sampai ke Pengadilan. Salah satu contoh yaitu kasus tumpang tindih atas kepemilikan suatu bidang tanah yangdiselesaikan melalui Pengadilan adalah sebagaimana terdapat Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung RI No. 96 PK/TUN/2007yang terjadi di Desa Citeureup, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat, dimana pada bidang-bidang tanah yang sama,dan sebelumnya telah diterbitkan Sertipikat Hak Milik, diterbitkan Sertipikat Hak Milik yang baru.
Dari hasil analisis terhadap Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung RI No. 96 PK/TUN/2007,dapat diketahui bahwa terjadinya kasus tumpang tindihantara Hak Milik No. 526/Desa Citeureup dan Hak Milik No. 20/Desa Citeureupdengan Hak Milik No. 00825/Desa Citeureup dan Hak Milik No. 00826/Desa Citeureup, disebabkan tidak dilaksanakannya pendaftaran tanah oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Bandung sesuai dengan tata cara dan prosedur yang telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997. Penyelesaiansengketa dalam kasus ini dilakukan melalui jalur Peradilan (litigasi).

Certificate serves as a strong evidence for ownership of land by its owner. Double certificate is a plot of land described in two or more certificates which have different data. Double certificate might cause legal uncertainty, thus many disputes occur between the parties on this issue which even have to be settled in the Court. One of the sample of case on overlapping of ownership of a plot of land settled through the Court is as stipulated in Supreme Court Judicial Review Decision No. 96 PK/TUN/2007happened in DesaCiteureup, Regency of Bandung, West Java Province, whereby Certificates of Ownership have been previously issued for the same plots of land, and then new Certificates of Ownership were issued.
Based on the result of the analysis on the Supreme Court Judicial Review Decision No. 96 PK/TUN/2007, the overlapping between Ownership of Right No. 526/DesaCiteureupand Ownership of Right No. 20/DesaCiteureupwithOwnership of Right No. 00825/DesaCiteureupand Ownership of Right No. 00826/DesaCiteureup, is due to the fact that land registration process was not properly implemented in accordance with the procedure stipulated in Government Regulation No. 24 of 1997 regarding Land registration and Agrarian Minister/Head of National Land Agency Regulation No. 3 of 1997 regarding Implementation Regulation of Government Regulation No. 24 of 1997 by the Head of Land Office of Bandung Regency. The dispute in this case was settledthrough court (litigation)."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T32627
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raisa Berliana Nadhifah
"Tanah ulayat kaum merupakan harta milik bersama suatu kaum dan diwarisi secara turun-temurun. Dalam praktik pendaftaran sertipikat hak atas tanah harta pusaka tinggi di Minangkabau, banyak terjadi pensertipikatan atas nama perorangan tanpa sepengetahuan dan persetujuan anggota kaum atau disertipikatkan pertama kali oleh orang yang tidak berhak atas Harta Pusaka Tinggi tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis akibat hukum sertipikat hak milik atas tanah harta pusaka tinggi kaum yang dinyatakan lumpuh dan tidak berharga karena perbuatan melawan hukum, serta mengungkap peran Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam peralihan hak atas tanah harta pusaka tinggi. Metode penelitian yang digunakan adalah Doktrinal, yang mengacu kepada norma hukum sebagai sasaran penelitian. Akibat sertipikat hak milik atas tanah harta pusaka tinggi kaum yang dinyatakan lumpuh dan tidak berharga adalah tidak mempunyai kekuatan hukum sertipikat hak atas tanah serta segala dokumen yang dilahirkan sebelum ataupun setelah diterbitkan sertipikat, perbuatan hukum yang dilakukan setelah diterbitkannya sertipikat lumpuh dan tidak berharga, kembali ke keadaan semula, pemilik yang sebenarnya dapat mengajukan permohonan pembatalan sertipikat dan ganti kerugian. PPAT dalam melakukan tindakan hukum harus senantiasa menerapkan prinsip kehati-hatian. Berkaitan dengan peralihan hak atas tanah pusaka tinggi, peranan PPAT antara lain memastikan bahwa penghadap benar sebagai pemilik tanah, melakukan checking terhadap sertipikat, melakukan pengecekan terhadap warkah, melakukan konfirmasi faktual mengenai Harta Pusaka Tinggi tersebut ke nagari tempat objek tersebut berada, melakukan pengecekan SKPT, meminta dokumen lain seperti Ranji, Sporadik, Surat Penyataan Kepemilikan Tanah, Surat Kesepakatan atau Persetujuan Kaum, Surat Keterangan Wali Nagari atau Lurah setempat, Bukti bayar PBB serta KTP dan KK penghadap serta mengerti tentang hukum adat daerah di mana PPAT berkedudukan.

The customary land of the people is a joint property of a people and is inherited from generation to generation. In the practice of certifying high inheritance land rights in Minangkabau, there are many certificates in the name of individuals who do not get approval from members of other customary clans or are certified for the first time by individuals who are not entitled to the land which causes disputes over inherited land in the future. This study aims to analyze the legal consequences of ownership certificates on the High Inheritance’s land of people who are declared paralyzed and worthless due to acts against the law and to reveal the role of the Land Deed Making Officer (PPAT) in the transfer of rights to High Inheritance’s Land. The research method used is Doctrinal, which refers to legal norms as research targets. This study uses primary and secondary data with qualitative analysis methods. Legal consequences of land ownership certificates of high inheritance that has been declared paralyzed and worthless due to unlawful acts is certificates of land rights do not have the force of law, and all documents issued before or after the issuance of the certificate and legal actions taken after the issuance of the certificate are paralyzed and worthless, returning to their original state, the actual owner can apply for cancellation of the certificate and compensation. In carrying out legal actions, PPAT must always apply the precautionary principle. Concerning the transfer of rights to heritage high land, the role of the PPAT includes ensuring that the claimant is genuinely the owner of the land, checking the certificate, checking the Warkah, making factual confirmation regarding the inheritance to the Nagari where the object is located, checking the SKPT, ask for other documents such as Ranji, Sporadic, Declaration of Land Ownership, Letter of Agreement or Clan Agreement, Certificate of Wali Nagari or local Lurah, Proof of PBB payment and KTP and KK of the party and understand the customary law of the area where the PPAT is domiciled, thus can minimize disputes over high inheritance land within the scope of PPAT."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amelia Monicasari
"Surat Keterangan Waris merupakan surat tanda bukti tertulis bahwa ahli waris yang tercantum didalamnya adalah benar merupakan ahli waris dari pewaris berdasarkan hukum yang berlaku. Selain itu, isi dari Surat Keterangan Waris mengatur mengenai bagian masing-masing ahli waris terhadap harta peninggalan pewaris. Pembuatan Surat Keterangan Waris mengacu pada Pernyataan Waris yang berisi mengenai keterangan para ahli waris. Dalam praktiknya, kerap ditemukan permasalahan mengenai keterangan palsu dalam Pernyataan Waris yang mengakibatkan Surat Keterangan Waris menjadi tidak benar atau palsu. Sehingga menimbulkan pernyataan bagaimana hak ahli waris terhadap harta penggalan sesuai legitime portie, dampak dari Surat Keterangan Waris Palsu terhadap status kepemilikan tanah, dan bentuk tanggungjawab Notaris terhadap kerugian yang timbul karena Surat Keterangan Waris Palsu? Penelitian ini menggunakan metode penelitian berbentuk penelitian yuridis-normatif, sedangkan metode analisis data yang digunakan oleh penulis adalah metode kualitatif dan menggunakan alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi dokumen atau bahan pustaka. Hasil dari penulisan tesis ini memberikan saran kepada Notaris untuk memberikan penyuluhan hukum dan informasi mengenai persyaratan terkait pembuatan Surat Keterangan Waris dan segala akibat hukum yang akan timbul kepada para pihak yang berkepentingan agar menghindari adanya kerugian bagi ahli waris lain yang berhak atas harta peninggalan dari pewaris.

Certificate of inheritance is a written proof that the heirs listed therein are true heirs of the heirs according to the applicable law. In addition, the contents of the inheritance certificate govern the portion of each heir to the inheritor's inheritance. Preparation of inheritance certificate refers to the statement of inheritance which contains the information of the heirs. In practice, problems are often found regarding false information in the inheritance statement which results in the certificate of inheritance being false or false. Thus giving rise to a statement of how the heir's rights to the piece of property are in accordance with legitime portie, the impact of the False Assertion Certificate on land ownership status, and the form of Notary's responsibility for losses arising from a False Inheritance Certificate? This study uses a research method in the form of juridical-normative research, while the data analysis method used by the author is a qualitative method and using data collection tools used in this study is the study of documents or library materials. The results of this thesis provide advice to the Notary to provide legal counseling and information regarding the requirements related to the issuance of Certificate of inheritance and all legal consequences that will arise to interested parties to avoid any loss for other heirs entitled to inheritance inheritance."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T51841
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>