Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 202473 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Agaputra Ihsan Oepangat
"Dalam satu dekade terakhir, Indonesia telah mengakhiri hampir semua perjanjian investasi bilateralnya dengan salah satu alasan yang merupakan kemudahan investor dalam mengajukan gugatan terhadap Indonesia ke arbitrase internasional. Pengakhiran massal tersebut disebabkan oleh susunan kata dalam perjanjian bilateral tersebut yang memungkinkan majelis arbiter untuk dengan mudah menyimpulkan bahwa Indonesia telah memberi persetujuan terhadap arbitrase yang memberi majelis arbiter kewenangan untuk mengadili sebuah sengketa. Skripsi ini mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi persetujuan negara terhadap arbitrase berdasarkan hukum investasi internasional sehubungan dengan perkembangan yang terlihat dalam yurisprudensi arbitrase investasi. Selanjutnya, skripsi ini akan juga akan menentukan apakah kerangka hukum Indonesia, yang terdiri dari undang-undang investasinya dan perjanjian investasi internasional yang baru, menangani masalah persetujuan yang sebelumnya menjadi permasalahan. Skripsi ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan teoritis maupun pendeketan perundang-undangan. Skripsi ini akan mendalami pengalaman Indonesia dalam menangani persetujuan terhadap arbitrase dengan membahas kata-kata dari perjanjian investasi bilateral yang lama serta sengketa yang muncul dari akibat gugatan yang tidak tepat. Selanjutnya, perjanjian investasi internasional Indonesia yang baru akan dibahas dan dibandingkan dengan perjanjian investasi bilateral yang lama. Skripsi ini akan menyimpulkan bahwa kerangka hukum Indonesia saat ini, yang terdiri dari Undang-Undang Penanaman modal dan perjanjian investasi internasional baru, dengan tepat menangani sebagian besar perkembangan hukum dalam hukum investasi internasional yang mempengaruhi persetujuan negara dan oleh karena itu mengatasi masalah yang timbul dalam perjanjian investasi bilateral lama yang telah diakhiri oleh Indonesia.

Within the last decade, Indonesia has terminated almost all of its bilateral investment treaties with one of the reasons being the ease of which investors were able to submit claims against Indonesia to international arbitration. This mass termination was attributed to the poor wording present within the bilateral investment treaties which allowed arbitral tribunals to infer Indonesia’s consent to arbitration and which provides them with jurisdiction to adjudicate the dispute. This thesis examines the factors which affect state consent to arbitration under international investment law with regards to the developments seen in investment arbitration jurisprudence. Subsequently this thesis will also determine whether or not the Indonesian legal framework, which comprises of its investment law and new international investment agreements, addresses the issues of consent which have previously been of concern. This thesis adopts a juridical normative research method utilizing a theoretical and statutory approach. This thesis will explore Indonesia’s experience in dealing with consent to arbitration as it discusses the wording of its old bilateral investment treaties as well as the disputes which arose out of unwarranted treaty claims. Furthermore, Indonesia’s new international investment agreements will be discussed in comparison to the old bilateral investment treaties. This thesis will conclude that the current Indonesian legal framework, consisting of the Investment Law and the new international investment agreements, properly address the majority of developments which would affect state consent under international investment law and therefore addresses the problems presented by Indonesia’s terminated bilateral investment treaties."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Talitha Azka Ramadhania
"Skripsi ini membahas mengenai penerapan konsep grandfather clause sebagaimana diatur dalam Pasal 13 Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal Perpres DNI 2016 . Pokok permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini yaitu bagaimana penerapan grandfather clause terhadap penanaman modal yang telah disetujui sebelum Perpres DNI 2016 disahkan, khususnya pada bidang usaha jasa konstruksi. Tujuannya ialah untuk menjelaskan dan menganalisis mengenai keberlakuan konsep grandfather clause sebagai bentuk perlindungan terhadap investor asing dan dampak dari diberlakukannya grandfather clause tersebut pada penanaman modal yang bidang usahanya diatur lebih lanjut terkait syarat dan kriterianya. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode penelitian yuridis normatif. Melalui penelitian ini diketahui bahwa pengaturan grandfather clause pada Perpres DNI 2016 merupakan bentuk perlindungan yang dapat menjamin suatu kepastian hukum. Pada bidang usaha jasa konstruksi, grandfather clause dapat diberlakukan walaupun pada Perpres DNI 2016 terdapat perubahan ketentuan mengenai bidang usaha jasa konstruksi yang dicadangkan untuk usaha mikro, kecil, dan menengah, serta koperasi UMKMK . Permasalahan muncul ketika Rancangan Undang-Undang Jasa Konstruksi yang akan segera diberlakukan menjadi Undang-Undang, mengatur secara spesifik mengenai kualifikasi usaha yang harus dilaksanakan oleh Perusahaan PMA yang bergerak dalam bidang usaha jasa konstruski. Dalam keadaan yang demikian, grandfather clause menjadi tidak dapat diberlakukan untuk melindungi Perusahaan PMA dari kewajiban untuk mengikuti ketentuan tersebut.

This thesis analyzes the application of grandfather clause as regulated in Article 13 of Presidential Decree 44 2016 corncerning Negative Investment List NIL 2016 . The main issue researched is how the concept of grandfather clause applies to existing investments, specifically in construction services sector. The main purpose of this research is to explain and analyze the enforceability of the grandfather clause as a protection toward foreign investors and the impacts of the enforceability itself on business sectors which are being required to meet certain conditions and criterias. The research method used in this thesis is normative legal research. This research found that grandfather clause is a means of protection that could ensure legal certainty for investment. In construction services sector, grandfather clause could be applied toward existing investments, even though there is a change of provision in the NIL 2016 regarding the areas of business which are required to be in a form of micro, small, and medium enterprises, or union. The problem arrises when the draft of the Construction Services Law that shortly would be enacted as a Law, specifically regulates the qualification which should be conducted by Foreign Direct Investment Company in construction services sector. In that case, grandfather clause could not be applied to protect the existing investments from the responsibility to follow the new requirements.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S66636
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Subani
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1984
S25834
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Monintja, Sammy Manuel
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1990
S25794
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Satria Afif Muhammad
"ABSTRACT
Saat ini telah lahir sistem alternatif penyelesaian sengketa investasi yaitu Investment Court System yang unggul dalam beberapa aspek seperti kepastian hukum, konsistensi, transparansi dan lain sebagainya. Skripsi ini mengambil tiga rumusan masalah yaitu untuk mengetahui apa itu Investment Court System, apa keunggulan dan kelemahan dari gagasan Investment Court System, dan untuk mengkaji penerapan gagasan Investment Court System ini pada hukum Indonesia.Metode penelitian skripsi ini adalah yuridis-normatif mengacu kepada norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan norma-norma lain yang berlaku dan mengikat di masyarakat. Perolehan data dilakukan melalui penelitian kepustakaan yakni melalui pengumpulan data sekunder. Kesimpulan dari skripsi ini adalah bahwa Investment Court System memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan sistem arbitrase dan mampu melengkapi mekanisme arbitrase. Kesiapan hukum Indonesia dalam penerapan gagasanini dapat dikatakan belum siap karena belum memiliki infrastruktur hukum untuk menerapkannya secara paripurna. Diperlukan penyesuaian UU Penanaman Modal, khususnya dalam ketentuan penyelesaian sengketa penanaman modal. Saran Penulis untuk Pemerintah Indonesia adalah perlu kembali mengkaji mengenai sistem penyelesaian sengketa investasi asing yang selama ini diterapkan dalam UU Penanaman Modal dan mempertimbangkan alternatif baru, yaitu Investment Court System. Saran Penulis bagi kalangan akademisi Indonesia adalah untuk mengkaji lebih lanjut mengenai gagasan Investment Court System ini dan bagaimana penerapannya.

ABSTRACT
An alternative system of investment dispute resolution has been born, namely Investment Court System that excels in several aspects such as legal-certainty, consistency, transparency and so on. This thesis takes three problems, namely to find out what Investment Court System is, what are the advantages and disadvantages of the Investment Court System, and the application of Investment Court System to Indonesian law. This thesis research method is juridical-normative refers to legal norms and other norms that bind in the community. Data acquisition is done through library research which is through secondary data collection. The thesis conclusion is that the Investment Court System has several advantages and able to complete the arbitration mechanism. It can be said that Indonesia is not ready to implement the idea because it does not yet have a legal infrastructure for it. Adjustments of law are needed, especially in terms of investment dispute resolution provisions. The authors suggestion for the Indonesian Government is to review the system of investment disputes that have been implemented in the Investment Law and consider an alternative, Investment Court System. The authors suggestion for Indonesian academics is to study more about this Investment Court System idea and how it is implemented."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Gridanya Mega Laidha
"Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) merupakan salah satu bentuk perjanjian internasional dibidang ekonomi yang mana didalamnya memuat pengaturan penanaman modal (investment chapter) yang digunakan oleh berbagai negara di dunia dalam mengatur penanaman modal asing, termasuk Indonesia. Adapun masalah yang akan dibahas antara lain bagaimana pengaturan penanaman modal dalam investment chapter CEPA Indonesia-Australia dan CEPA Indonesia-EU dengan menggunakan FTA EU-Singapura dan Model BIT India sebagai pembanding, dan kemudian berdasarkan perbandingan tersebut manakah pengaturan yang sebaiknya dimuat dalam CEPA Indonesia-EU. Untuk menjawab masalah tersebut digunakan pendekatan komparatif dan konseptual. Pendekatan komparatif digunakan untuk melihat bagaimana pengaturan penanaman modal yang ada dalam investment chapter CEPA Indonesia-Australia, FTA EU-Singapura, dan Model BIT India untuk memberikan gambaran mengenai pengaturan yang sebaiknya diatur dalam CEPA Indonesia-EU. Pendekatan konseptual digunakan untuk melihat substantial obligations yang terdapat dalam perjanjian investasi internasional tersebut sebagai faktor pembanding yang meliputi standard of treatment (yang terdiri dari national treatment, most favoured nation treatment, fair and equitable treatment, serta full protection and security, performance requirements, expropriation, dan penyelesaian sengketa. Kesimpulan dari penelitian yang dilakukan adalah terdapat persamaan dan perbedaan dari masing-masing perjanjian investasi internasional yang ada, dan berdasarkan persamaan dan perbedaan yang ada Model BIT India merupakan perjanjian yang paling ideal untuk diadopsi Indonesia dalam CEPA Indonesia-EU.

Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) is a form of international agreement in the field of economics which contained investment chapter used by various countries in the world in regulating foreign investment, including Indonesia. The problems that will be discussed within this paper include how foreign investments are regulated in the investment chapter on CEPA Indonesia-Australia and the CEPA Indonesia-EU using the FTA EU-Singapore and Model BIT India as a comparison, and then based on these comparisons which provision should be included in the CEPA Indonesian-EU. To answer this problem, a comparative and conceptual approach is used. A comparative approach is used to see how the investment provision exist in the investment chapter of the CEPA Indonesia-Australia, the EU-Singapore FTA, and the Indian BIT Model to provide an overview of the provisions that should be regulated in the Indonesia-EU CEPA. The conceptual approach is used to view the substantial obligations contained in the international investment agreement as a comparison factor in which includes the standard of treatment (which consists of national treatment, most favorite nation treatment, fair and equitable treatment, and full protection and security), performance requirements, expropriation, and dispute resolution. The conclusion of the research conducted is that there are similarities and differences from each of the existing international investment agreements, and based on the similarities and differences that exist, the Model BIT India is the most ideal agreement to be adopted by Indonesia in the CEPA Indonesia-EU."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sihombing, Bernike
"Bidang usaha PT.X (100% saham asing) adalah "Perdagangan Besar dan Distributor Utama" barang/jasa telekomunikasi, merupakan Bidang Usaha Terbuka bagi PMA. Perjanjian jual-belinya memakai sistem turnkey dimana PT.X diminta melaksanakan pekerjaan konstruksi yang merupakan Bidang Usaha Terbuka Dengan Persyaratan Kepemilikan Modal Asing maksimal 55%. Bagaimana tanggungjawab PT.X terhadap Pembeli karena menggunakan jasa subkontraktor untuk melaksanakan pekerjaan konstruksi? Bagaimana kecakapan PT.X menandatangani satu kontrak turnkey dan apa implikasi penandatangan ini? Studi menunjukkan: PT.X bertanggungjawab penuh atas perjanjian. Ditinjau dari perizinan, maksud dan tujuan serta kegiatan usahanya, PT.X tidak diizinkan menandatangani perjanjian pekerjaan konstruksi. Penandatanganan perjanjian menimbulkan implikasi terhadap PT.X dalam kaitannya dengan pekerjaan konstruksi.

The business field of PT.X (100% shares owned by foreign investment) is "Wholesaler and Main Distributor" of telecommunication equipments, a business open to foreign investment. PT.X sales contract uses turnkey type requiring PT.X to perform civil works, a business open to foreign investment with certain condition in share ownership (55%). How is the responsibility of PT.X towards the Buyer since the civil works is subcontracted? How is the capacity of PT.X to sign a turnkey contract and what is the impact of the signature of such contract? The study shows: PT.X is fully responsible for the whole works. Based on business license, aim and purpose, PT.X is not allowed to sign contract containi."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S24921
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Alya Batrisiya
"Dalam rangka memenuhi kebutuhan pengembangan teknologi, Indonesia bergantung kepada alih teknologi. Alih teknologi tersebut dapat dilakukan melalui berbagai cara. Salah satunya adalah melalui penanaman modal. Penelitian ini menganalisis bagaimana pengaturan alih teknologi dalam kerangka penanaman modal asing di Indonesia, dan bagaimana alih teknologi pada PT Samudera JWD Logistics sebagai Perusahaan Penanaman Modal Asing. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pengumpulan data melalui studi pustaka dan wawancara dengan narasumber yang kemudian dianalisis dengan metode kualitatif. Pengaturan mengenai alih teknologi melalui penanaman modal diatur dalam Pasal 10 ayat (4) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Pasal 81 angka 7 huruf a dan huruf b Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Pasal 5 huruf c Peraturan Menteri Nomor 10 Tahun 2018 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing. Namun, belum terdapat ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur alih teknologi melalui penanaman modal. Badan Koordinasi Penanaman Modal selaku lembaga yang mengawasi kegiatan penanaman modal belum melakukan pengawasan yang baik terhadap pelaksanaan alih teknologi dalam penanaman modal. Kemudian, salah satu perusahaan penanaman modal di Indonesia adalah PT Samudera JWD Logistics. Sebagai perusahaan penanaman modal asing, PT Samudera JWD Logistics diwajibkan untuk melakukan alih teknologi. Namun, PT Samudera Sarana Logistic belum berhasil melaksanakan alih teknologi sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, seharusnya segera dirumuskan peraturan perundang-undangan yang mengatur secara terpirinci mengenai alih teknologi di Indonesia dan bagi PT Samudera JWD Logistics serta perusahaan penanaman modal lainnya yang menggunakan tenaga kerja asing, diharapkan untuk melaksanakan alih teknologi.

In order to meet the needs of technology development, Indonesia depends on technology transfer. This technology transfer can be done in various ways. One of them is through investment. This study analyzes how technology transfer arrangements in the framework of foreign investment in Indonesia, and how technology transfer at PT Samudera JWD Logistics as Foreign Investment Company. This study used a normative juridical method with data collection through literature study and interviews with informants which were then analyzed using qualitative methods. Regulations regarding technology transfer through investment are regulated in Article 10 paragraph (4) of Law Number 25 of 2007 concerning Investment, Article 81 number 7 letter a and letter b Law Number 11 of 2020 concerning Job Creation and Article 5 letter c Ministerial Regulation Number 10 of 2018 concerning Procedures for the Use of Foreign Workers. However, there are no further provisions regarding the procedure for technology transfer through investment. The Investment Coordinating Board as the institution that oversees investment activities has not properly supervised the implementation of technology transfer in investment. Then, one of the investment companies in Indonesia is PT Samudera JWD Logistics. As a foreign investment company, PT Samudera JWD Logistics is required to transfer technology. However, PT Samudera Sarana Logistic has not succeeded in implementing technology transfer as stipulated in statutory regulations. Thus, laws and regulations should be formulated in detail regarding technology transfer in Indonesia and for PT Samudera JWD Logistics and other investment companies that use foreign workers, it is hoped that they will carry out technology transfer."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endah Kartika Lestari
"Counter measure merupakan salah satu dari enam keadaan yang dapat mengecualikan internationally wrongful act negara. Dalam praktik penyelesaian sengketa, tidak selamanya dasar pembelaan dengan countermeasure diterima oleh Majelis sebagai suatu countermeasure yang sah. Countermeasure dapat dikatakan sah apabila pelaksanaannya telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan. Meksiko sebagai Tergugat dalam kasus Archer Daniels Midland Company, Tate &Lyle Ingredients Americas, Inc. melawan Meksiko dan Corn Products International, Inc. melawan Meksiko telah menjadikan countermeasure sebagai dasar pembelaan atas internationally wrongful act yakni pelanggaran terhadap ketentuan investasi Bab XI NAFTA. Majelis dalam dua kasus tersebut ternyata memutuskan countermeasure yang dilakukan oleh Meksiko tidak sah melalui pendekatan yang berbeda terhadap pengujian keabsahan countermeasure.

Countermeasure is one of six circumstances precluding state internationally wrongful act. In the practice of dispute settlement, countermeasure as a ground defense is not always accepted by Tribunal as a legitimate countermeasure. Countermeasure can be considered as legitimate when its implementation has complied with the conditions specified. Mexico as a respondent in the case of Archer Daniels Midland Company, Tate & Lyle Ingredients Americas, Inc. v. the United Mexican States and Corn Products International, Inc. v. the United Mexican States, has made countermeasure as a ground defense of its internationally wrongful act that was a breach of investment provisions of Chapter XI NAFTA. Tribunal in both cases apparently concluded that countermeasure undertaken by Mexico was not a valid countermeasure through different approaches on testing the validity of countermeasure."
2015
S60836
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>