Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 158473 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hubert Josua Paruhum P
"Perkembangan teknologi informasi yang kian pesat secara global termasuk di Indonesia membawa dampak kemudahan terhadap kegiatan yang semula merupakan aktifitas konvensional yang dilakukan oleh masyarakat, seperti praktik perjudian online. Munculnya kejahatan-kejahatan dengan dimensi baru termasuk perjudian online merupakan dampak negatif dari perkembangan masyarakat dan perkembangan IPTEK masa kini yang perlu ditanggulangi dengan upaya penanggulangan kejahatan yang lebih efektif. Semakin komplek permasalahan yang dihadapi masyarakat dan aparat penegak hukum dalam menghadapi kejahatan modern perlu diiringi dengan pembedahan pembangunan sistem hukum pidana secara menyeluruh yang meliputi pembangunan kultur, struktur dan substansi hukum pidana dengan demikian jelas bahwa kebijakan hukum pidana memainkan peran yang strategis dalam menangani permasalahan kejahatan demi kepentingan pembangunan hukum modern Namun kebijakan hukum pidana dalam memberantas perjudian online menghadapi sejumlah tantangan. Tantangan tersebut diantaranya memastikan penegakan hukum yang efektif dan konsisten terhadap agen dan pemain perjudian online di Indonesia. Penelitian yang penulis lakukan ini memfokuskan pada pembahasan menelaah kebijakan penegakan hukum pidana dalam memberantas tindak pidana perjudian online di Indonesia serta implementasi kebijakan penegakan hukum dalam upaya memberantas dalam tindak pidana perjudian online di Indonesia berdasarkan analisis studi putusan. Penelitian ini juga melakukan perbandingan kebijakan hukum pidana terhadap perjudian online di negara Australia dan Inggris sebagai contoh negara yang memiliki peraturan yang mengizinkan dan mengatur perjudian secara legal. Berbeda dengan di Indonesia, Perjudian di Australia dan Inggris dianggap sebagai industri yang sah dan diatur oleh lembaga pengawas yang berwenang. Dengan memahami realita kebijakan hukum pidana yang dihadapi, penelitian ini diharapkan akan memberikan rekomendasi kebijakan yang dapat memperkuat penegakan hukum dan menekan perjudian online di Indonesia. Upaya ini diharapkan dapat melindungi masyarakat, meminimalisir kerugian ekonomi dan menjaga integritas hukum di negara Indonesia.

The rapid development of information technology globally, including in Indonesia, has brought about the ease of activities that were previously conducted conventionally by society, such as online gambling practices. The emergence of new dimension crimes, including online gambling, is a negative impact of societal and technological advancements that need to be addressed with more effective crime prevention efforts. The increasingly complex problems faced by society and law enforcement agencies in dealing with modern crimes need to be accompanied by a comprehensive examination of the development of the criminal law system, which includes the development of the culture, structure, and substance of criminal law. Thus, it is clear that criminal law policies play a strategic role in addressing crime issues for the sake of modern law development. However, the criminal law policy in eradicating online gambling faces several challenges, including ensuring effective and consistent law enforcement against online gambling agents and players in Indonesia. This research focuses on discussing the policy of criminal law enforcement in combating online gambling offenses in Indonesia and the implementation of law enforcement policies in efforts to combat online gambling offenses in Indonesia based on the analysis of court decision studies. This research also compares the criminal law policies on online gambling in Australia and the UK as examples of countries that have regulations allowing and regulating gambling legally. Unlike in Indonesia, gambling in Australia and the UK is considered a legitimate industry and is regulated by authorized regulatory bodies. By understanding the reality of the criminal law policies faced, this research is expected to provide policy recommendations that can strengthen law enforcement and suppress online gambling in Indonesia. These efforts are expected to protect society, minimize economic losses, and maintain legal integrity in the country of Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gholib Yudha Mawaridi
"Penyidikan ialah tindakan penyidik guna mencari beserta menghimpun bukti, menerangkan terkait tindak.pidana yang terjadi serta untuk.menemukan tersangkanya. Seperti.yang diterangkan pada pasal 1 butir (1) serta pasal 6 ayat (1) KUHAP, yang mampu dianggap sebagai.penyidik yakni pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang menerima kewenangan khusus dari Undang-Undang. Permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini ialah bagaimana mekanisme.penyidikan tindak pidana.judi online yang penyidik.unit cyber crime Subdit.Ditreskrimsus Polda Metro Jaya lakukan, hambatan apa yang penyidik unit cyber crime Ditreskrimsus Polda Metro Jaya hadapi pada pelaksanaan.penyelidikan tindak pidana mengenai tindak pidana.judi online di wilayah.hukum Polda Metro Jaya, serta bagaimana strategi.penyidik cyber crime Polda Metro Jaya mengatasi hambatan ketika.menangani tindak pidana.perjudian online di Wilayah.Hukum Polda Metro Jaya. Penelitian ini menerapkan jenis penelitian kualitatif. Tipe penelitian ini ialah penelitian deskriptif eksploratif melalui pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Informan pada penelitian ini ialah Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Humas Polda Metro Jaya, serta anggota Ditreskrimum Polda Metro. Data sekunder yang dipergunakan pada penelitian ini meliputi perundang-undangan, hasil penelitian, dokumen-dokumen perkara tindak pidana perjudian online yang telah ditangani oleh Polda Metro Jaya. Hasil penelitian dan pembahasan menjelaskan mekanisme penyidikan.tindak pidana judi.online yang Penyidik Unit. Cyber crime Subdit DitreskrimsusaPolda Metro Jaya lakukan. Mekanisme ini melibatkan aparat kepolisian dalam menerima laporan, melakukan penyelidikan, dan melaporkan hasil penyidikan kepada jaksa. Penyidik menghadapi beberapa hambatan, termasuk kurangnya ketegasan aturan hukum terkait perjudian online, perbedaan pandangan hukum antara Indonesia dan negara penyedia server judi online, serta keterbatasan peraturan dan koordinasi dalam penyidikan tindak pidana siber. Polda Metro Jaya telah mengadopsi serangkaian strategi efektif dalam menangani tindak pidana perjudian online. Strategi tersebut meliputi pendekatan yang terstruktur dalam perencanaan penyidikan, penggunaan bukti permulaan yang cukup, dan fokus pada penggunaan alat bukti elektronik. Dengan menerapkan pendekatan ini, Polda Metro Jaya berharap dapat mengatasi tantangan kompleks yang terkait dengan kegiatan perjudian ilegal dan melindungi masyarakat.

The act of searching for and gathering evidence, shedding light on illegal activity, and locating the suspect is known as investigation. According to KUHAP's article 1 point (1) and article 6 paragraph (1), an official of the Indonesian National Police with specific legal authority is what can be considered an investigator. The problems raised in this study are how the mechanism of investigation of online gambling crimes carried out by investigators of the cyber crime unit of the Subdit Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, what obstacles are faced by investigators of the Ditreskrimsus Polda Metro Jaya cyber crime unit in the implementation of criminal investigations related to online gambling crimes in the Polda Metro Jaya jurisdiction, and how the strategy of cyber crime investigators of Polda Metro Jaya overcomes obstacles in handling online gambling crimes in the Polda Metro Jaya jurisdiction. This research uses qualitative research. This type of research is exploratory descriptive research with quantitative and qualitative approaches. The informants in this research are the Directorate of Special Criminal Investigation of Polda Metro Jaya, Public Relations of Polda Metro Jaya, and members of Ditreskrimum Polda Metro. Secondary data used in this research includes legislation, research results, case documents of online gambling crimes that have been handled by Polda Metro Jaya. The results of the research and discussion elaborate the mechanism of investigation of online gambling crimes carried out by Investigators of the Cyber crime Unit of the Subdit Ditreskrimsus Polda Metro Jaya. This mechanism involves police officers in receiving reports, conducting investigations, and reporting the results of investigations to prosecutors. Investigators faced several obstacles, including the lack of firmness of legal rules related to online gambling, differences in legal views between Indonesia and the countries providing online gambling servers, as well as limited regulations and coordination in cyber crime investigations. Polda Metro Jaya has adopted a series of effective strategies in dealing with online gambling offenses. These include a structured approach to investigation planning, the use of sufficient preliminary evidence, and a focus on the use of electronic evidence. By applying this approach, Polda Metro Jaya hopes to address the complex challenges associated with illegal gambling activities and protect the public."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dila Romi Aprilia
"Banyak pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat sehingga menimbulkan kerusakan hutan yang salah satunya adalah illegal logging. Tindak pidana illegal logging sangat marak di Indonesia dan melibatkan banyak pelaku dan merupakan tindak pidana yang rapi dan terorganisasi. Hal mendasar yang menyebabkan sulitnyamemberantas illegal logging adalah karena illegal logging adalah termasuk kategori 'kejahatan terorganisasi'. Oleh karena itu adanya kebijakan hukum pidana yang tegas mengatur dan penegakan hukum terhadap tindak pidana illegal logging perlu diwujudkan. Kebijakan hukum pidana yang diterapkan dalam rangka penanggulangan dan penegakan hukum tindak pidana illegal logging diatur dan dirumuskan dalam ketentuan perundang-undangan pasal 50 dan pasal 78 Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999, namun mengenai definisi yang dimaksudkan dengan illegal logging tidak dirumuskan secara limitatif sehingga banyak para praktisi hukum yang menafsirkan illegal logging sendiri-sendiri. Mengenai ancaman pidana yang dikenakan adalah pidana pokok yakni penjara dan denda, pidana tambahan berupa perampasan hasil kejahatan dan atau alat-alat untuk melakukan kejahatan, ganti rugi serta sanksi tata tertib. Kebijakan hukum tindak pidana illegal logging dan penerapan sanksinya dirasakan tidak memenuhi aspek kepastian dan keadilan. Hal ini terlihat dalam kasus illegal logging yang terjadi di wilayah hukum Pengadilan Negeri Blora dan Bojonegoro. Oleh karenanya selain kebijakan hukum pidana dibutuhkan pula penegakan hukum terhadap tindak pidana illegal logging yang dilakukan melalui sistem peradilan pidana. Sistem Peradilan Pidana terdiri dari komponen antara lain kepolisian, PPNS kehutanan, Kejaksaan, Kehakiman dan Lembaga Pemasyarakatan. Dalam prakteknya proses penegakan hukum terhadap tindak pidana illegal logging sangat lemah. Salah satu faktor lemahnya penegakan hukum terhadap tindak pidana illegal logging ditandai dengan penanganannya yang tidak integral (menyeluruh) karena pelaku intelektual yang berkaitan langsung seperti pemodal, pemesan, pengirim, pemalsu dokumen, sawmill yang berperan sebagai penghubung jarang sekali dipidana dan hanya orang-orang lapangan saja yang dipidana. Selain itu banyak faktor yang menyebabkan lemahnya penegakan hukum terhadap tindak pidana illegal logging sehingga hal tersebut menjadi kendala dalam dalam penegakan hukum.

The wealth of forests is a gift and trust from God Almighty that is priceless. Therefore, forests must be managed and be best utilized by noble character as the embodiment of worship and gratitude to God Almighty. Forests are many benefits to the sustainability of human life and other living creatures. One benefit is the direct result of forest wood that has high economic value. Timber is harvested and then used by the community. Utilization of wood should be based on permission from the Ministry of Forestry. But in reality there are many violations committed by the community, causing damage to the forest, one of which is illegal logging. Crime is rampant illegal logging in Indonesia and involves many actors and a crime is neat and organized. The basic thing that it is difficult to eradicate illegal logging is due to illegal logging is categorized as "organized crime". Therefore the policy of strict criminal laws regulating and enforcing criminal laws against illegal logging needs to be realized. Criminal law policy adopted in the framework of prevention and criminal law enforcement of illegal logging is regulated and defined in the statutory provisions of article 50 and article 78 of Law No. 41 of 1999, but the definition is meant by illegal logging limitatif formulated not so much legal practitioners who interpret their own illegal logging. Regarding the penalty imposed is the principal criminal imprisonment and fines, an additional penalty of deprivation of proceeds of crime and the or tools to do the crime, compensation and discipline sanctions. Criminal law policy of illegal logging and the application of sanctions does not meet the perceived certainty and fairness aspects. This is seen in cases of illegal logging that occurred in the District Court jurisdiction Blora and Bojonegoro. Therefore in addition to criminal law policy also required law enforcement against illegal logging crimes committed through the criminal justice system. The Criminal Justice System consists of components such as police, investigators forestry, Attorney, Justice and Correctional Institutions. In practice the process of criminal law enforcement against illegal logging is very weak. One of the weak enforcement of laws against illegal logging crimes marked with handling that is not integral (holistic) as intellectual actors who are directly related to such investors, buyers, shippers, document forgers, which acts as a liaison sawmill rarely convicted, and only those field are convicted. In addition, many factors that led to weak law enforcement against illegal logging crimes so they are a constraint in law enforcement."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T29475
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Burhanudin
"Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki sumber daya hayati yang sangat beragam dan Bering dinyatakan sebagai negara yang memiliki "mega-biodiversity". Dengan tingginya keanekaragaman hayati, maka terbuka peluang yang besar bagi upaya memanfaatkan sumber-sumber gen penting yang ada untuk program pemuliaan, untuk merakit varietas unggul masa depan, namun tanpa kita sadari terbuka peluang mudah untuk dicuri, dipindahkan, dan diperbaiki oleh pihak asing serta diakui sebagai milik meraka. Dengan berlakunya Undang-Undang No. 29 tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman, memberikan hak kepada pemulia sehubungan dengan varietas tanaman yang dihasilkan yang mempunyai ciri baru, unik, stabil, seragam, dan diberi nama; untuk memproduksi atau memperbanyak benih, menyiapkan untuk tujuan propagasi, mengiklankan, menawarkan, menjual atau memperdagangkan, mengekspor, mengimpor. Hak ini diberikan untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun untuk tanaman semusim atau 25 (dua puluh lima) tahun untuk tanaman tahunan setelah diberikan Sertifikat hak PVT. Undang-undang ini, diharapkan akan mendorong keterlibatan sektor swasta dalam mengembangkan industri benih, dan dengan Sistem Dokumentasi dan Jaringan Informasi PVT, maka apabila ada pihak lain yang menggunakan varietas hasil pemuliaan atau varietas loka1 sebagai benih sumber untuk mendapatkan turunannya tanpa ijin dari pihak yang berhak, maka dapat diketahui oleh pemegang hak atau kantor PVT bahwa telah terjadi pencurian varietas tanaman. Di lapangan masih banyak ditemukan pelanggaran terhadap perlindungan varietas tanaman seperti sertifikasi benih tanpa ijin. Sebagian besar diberi pembinaan dan hanya sedikit yang diajukan ke pengadilan. Penegakan hukum terhadap perlindungan varietas tanaman tidak semata-mata menjadi tanggungjawab criminal justice system yang dalam hal ini aparat kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan. Penegakan hukum belum berhasil maka perlu dukungan dari Kantor Pusat PVT, Departemen Pertanian dan masyarakat.

Indonesia is one of the countries in the world which has various biological resources, and is frequently called a "mega-biodiversity" country. Then, by height such biodiversity, it had opened opportunity to get benefit from important gene resources being available for superiority program such as assembling of leading variety for the future, nevertheless, unintentionally, also it had opened opportunity to be stolen, removed and repaired by foreigners and acknowledges as their property. By enactment of Laws No. 29 year 2000 on Plant Variety Protection, it had given right to breed improver pertaining to resulted plantation variety having new characteristic, unique, stable, uniform, and named; to produce or proliferate seeds, prepare for propagation objective, advertises offer, sell or trade, export, and import. It is given twenty {20) years for one season plantation or twenty five (25) years for annual plantation upon obtaining certificate of PVT right. This legislation is wished will motivate the involvement of private sector to develop seed industry and then, by Documentation System and PVT Information Network, other party who use variety derived from breed improvement or local variety as source seeds to get its generation without permission from authorized party then, it will be known by right holder or office of PMT upon stalling of plantation variety. In the field, so many violation is still found against protected plantation variety as certification without permission. Largely, those had been given building and some of them had been brought to the court. Solely, the enactment of protected plantation variety is not responsible of criminal justice system in this case is police apparatus, attorney's office, court and correctional facility. Law enforcement had not been realized succesfully, but, it requires support from head Office of PVT, Department of Agriculture and society."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T19283
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gabriela Nauli Christyanti
"Layanan kencan online memberikan kesempatan bagi pengguna untuk bertemu calon pasangan pada aplikasinya. Namun, dengan meningkatnya aktivitas kencan online dalam beberapa tahun terakhir, hal tersebut juga membuka pintu bagi terjadinya berbagai tindak pidana siber yang menargetkan pengguna aplikasi kencan online. Oleh karena itu, layanan kencan online dapat dimintakan pertanggungjawaban secara hukum atas tindak pidana siber yang terjadi pada layanannya. Dengan fokus penelitian pada aplikasi kencan online Tinder dan Bumble, penelitian ini akan menguraikan lebih lanjut mengenai (i) bagaimana layanan kencan online sebagai penyelenggara sistem elektronik diatur dalam peraturan perundang-undangan Indonesia; (ii) tanggung jawab hukum yang ditanggung oleh layanan kencan online jika terjadinya tindak pidana siber; dan (iii) kepatuhan layanan kencan online terhadap ketentuan yang mengatur penyelenggara sistem elektronik di Indonesia. Dengan metode penelitian yuridis normatif dan pendekatan kualitatif, ditemukan bahwa layanan kencan online di Indonesia diatur antara lain oleh UU ITE dan Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2019. Ketentuan tersebut mengatur bahwa layanan kencan online dapat dimintakan pertanggungjawaban hukum atas terjadinya tindak pidana siber dalam hal tidak terpenuhinya kewajiban hukumnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Tinder dan Bumble, sebagai penyelenggara sistem elektronik asing yang beroperasi di Indonesia, juga ditemukan belum sepenuhnya mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

Online dating services provide an opportunity for users to meet potential romantic partners on their platforms. However, with the rise in activity on many online dating applications in recent years, it has also opened the doors to various cybercrimes targeting users on these platforms. Hence, online dating services could be held liable for the occurrence of cybercrimes on their platforms. With a focus on the online dating applications Tinder and Bumble, this research will further elaborate on (i) how online dating services as an electronic system provider are regulated within Indonesian laws and regulations; (ii) the legal liabilities online dating services bear in the occurrence of cybercrimes; and (iii) online dating services’ compliance to provisions governing electronic system providers in Indonesia. With a juridical-normative research method and a qualitative approach, it is found that online dating services in Indonesia are governed among others by the ITE Law and Government Regulation No. 71 of 2019. Such provisions stipulate that online dating services may be held liable for the occurrence of cybercrimes if they have not performed all of their legal obligations provided within the regulations. Tinder and Bumble, as foreign electronic system providers conducting operations in Indonesia, are also found to have not fully complied with Indonesian laws and regulations subjected to them."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joshua Joseph Eliazer Sumanti
"ABSTRAK
Upaya pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi sebagai bagian integral dari pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi telah menjadi suatu keharusan disamping menjatuhkan pidana terhadap pelakunya. Pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi yang saat ini diterapkan melalui pemidanaan pengadilan tidak efektif dan efisien ketika aparat penegak hukum dihadapkan pada situasi-situasi sulit akibat pelaku tindak pidana korupsi yang melarikan diri dari proses hukum dengan membawa serta aset hasil tindak pidana korupsinya ke luar yurisdiksi Indonesia. Diperlukan suatu mekanisme alternatif dalam rangka melaksanakan perampasan aset hasil tindak pidana korupsi yang tidak bergantung pada putusan pemidanaan. Mekanisme ini perlu diimplementasikan sebagai bagian dari kebijakan hukum pidana di Indonesia dibarengi penguatan dan sinergitas pelaksanaan kerja sama internasional, mengingat begitu banyak jumlah nilai aset hasil tindak pidana korupsi yang dialihkan dan disimpan di negara-negara luar.

ABSTRACT
The effort to return the proceeds of corruption crime as an integral part of the prevention and eradication corruption crime has been an obligation beside to punish the offender itself. The return of the proceeds of crime nowadays through the conviction based asset forfeiture has not been effective and efficient because the law enforcement officers face a difficult circumstances when the offender fled the jurisdictions taking with him the proceeds of corruption crime. It needed an alternative mechanism to confiscate the proceeds of corruption crime which is not dependent on the sentencing conviction as known as the non-conviction based asset forfeiture mechanism. This mechanism should be implemented as an comprehensive part of the criminal law policy in Indonesia side by side with the strengthen effort of international cooperation with foreign jurisdiction as a consequences which should be consider that there too many the value of proceeds of corruption crime removed to foreign jurisdictions."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T38763
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rompas, Kevin Bryan Simon
"Penelitian ini membedah tentang sewa pacar, dengan memulai dari sejarah dan perkembangan konsep dari pacaran sebagai objek yang disewakan dalam sewa pacar, lalu melanjutkan pada praktik sewa pacar itu sendiri dengan menggunakan ilmu kriminologi sebagai pisau bedahnya, kemudian melihat hasil dari pembedahan tersebut dengan menggunakan lensa politik hukum pidana dan lensa hukum pidana, juga menyarankan metode yang tepat untuk menanggulangi sewa pacar. Penelitian ini menggunakan gabungan dari metode penelitian non-doktrinal dan metode penelitian doktrinal. Sewa pacar dalam pembedahan secara kriminologis menghasilkan bahwa sewa pacar adalah kriminogen atau sesuatu yang menciptakan adanya tindak-tindak pidana dan menempatkan pemberi jasa sewa pacar sebagai pihak yang rentan terhadap kejahatan. Dalam pandangan lensa politik hukum pidana, sewa pacar telah bertentangan dengan tujuan dari politik hukum pidana yang selaras dengan tujuan dari keseluruhan politik kriminal Indonesia. Keseluruhan politik kriminal Indonesia atau disebut juga social defence planning merupakan bagian yang terintegrasi dengan politik sosial negara Indonesia. Politik sosial negara Indonesia diatur dalam Rencana Pembangunan Nasional (UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional), sehingga tujuan dari politik kriminal ini juga selaras dengan tujuan pembangunan nasional yang memperhatikan semua bidang kehidupan bangsa Indonesia. Sewa pacar menjadi bertentangan dengan politik hukum pidana karena keberadaan dari sewa pacar mengancam bidang kehidupan bangsa Indonesia. Dalam pandangan lensa hukum pidana, sewa pacar secara kualifikasi bukan merupakan tindak pidana, oleh sebab tidak adanya delik yang secara khusus mengatur tentang sewa pacar. Akan tetapi secara konseptual, unsur-unsur yang terkandung dalam sewa pacar seperti: menawarkan, menyepakati dan memberikan jasa seksual, itu ada diatur oleh Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) lama dan baru maupun peraturan perundang-undangan lain di luar KUHP, khususnya delik yang berhubungan dengan bidang kesusilaan masyarakat. Proses untuk menghubungkan antara sewa pacar dan tindak pidana dalam ilmu hukum pidana dilakukan dengan menggunakan metode penemuan hukum, yaitu penafsiran hukum.

This research dissects the phenomenon of renting a boyfriend/girlfriend starting from the history and development of the concept of dating as an object that is being rented out in said phenomenon, then continuing to the practice of renting a boyfriend/girlfriend itself using criminology as a scalpel to further looking at the results through the lenses of criminal law and political criminal law while also suggest appropriate methods for dealing with boyfriend/girlfriend rent. This research uses a combination of doctrinal and non-doctrinal research methods. Renting a boyfriend/girlfriend  analysed through criminological perspective resulting in it being a criminogen, something that concoct criminal acts and subjecting the perpetrator of renting a boyfriend/girlfriend  as a party vulnerable to crime. From the perspective of political criminal law, renting a boyfriend/girlfriend is contrary to the objectives of criminal legal politics which are in line with the objectives of the entire Indonesian criminal politics. The entire Indonesian criminal politics or also known as “social defence planning” is an integrated part of the social politics of the Indonesian state. The social politics of the Indonesian state are regulated in the National Development Plan (Law Number 25 of 2004 concerning the National Development Planning System), so that the goals of criminal politics are also in line with national development goals which pay attention to all areas of the life of the Indonesian nation. Renting a girlfriend is in conflict with criminal law politics because the existence of renting a boyfriend/girlfriend threatens the areas of life of the Indonesian. From a criminal law perspective, renting a boyfriend/girlfriend is not a criminal offence because there are no offences specifically regulating renting a boyfriend/girlfriend. However, conceptually, the elements contained in renting a boyfriend/girlfriend, such as: offering, agreeing to and providing sexual services, are regulated by the old and new Criminal Code (KUHP) as well as other laws and regulations outside the Criminal Code, in particular offences related to the field of public morality. The process of connecting between renting a girlfriend and criminal acts in criminal law is carried out using the legal discovery method, namely legal interpretation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dita Narvitasari
"This thesis focuses on Indonesian Criminal Law in facing maritime terrorism cases that may happen in the future. The aims of this thesis are to get to know about the differences between piracy and maritime terrorism, Indonesian Regulation in maritime terrorism, and legal problems in maritime terrorism regulation in Indonesia. Indonesia has national and international law instrument as basic regulations for terrorism offences, but it has not covered the provisions of maritime terrorism offences. Although there has never been any case of maritime terrorism in Indonesia, yet Indonesia has great potential in being the target of this offence.

Skripsi ini membahas mengenai ketentuan pidana Indonesia dalam menghadapi kasus-kasus terorisme maritim yang mungkin terjadi di masa depan. Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui tentang perbedaan antara tindak pidana pembajakan di laut dan tindak pidana terorisme maritim, pengaturan tindak pidana terorisme maritim di Indonesia, dan permasalahan hukum dalam pengaturan mengenai tindak pidana terorisme maritim. Indonesia memiliki instrumen hukum nasional dan internasional yang menjadi ketentuan umum mengenai tindak pidana terorisme di Indonesia. Hanya saja di dalamnya belum diatur secara khusus mengenai tindak pidana terorisme maritim. Walaupun dalam kenyataannya beum pernah terjadi terorisme maritim di Indonesia, namun Indonesia berpotensi besar menjadi target tindak pidana ini."
Universitas Indonesia, 2015
S60288
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panji Purnama
"Perkembangan teknologi informasi memberikan pengaruh yang sangat besar bagi upaya pembaharuan di bidang hukum. Pembaharuan hukum terhadap perkembangan teknologi informasi ini merupakan salah satu bentuk dari pembaharuan hukum yang futuristis. Dengan demikian, pembaharuan hukum ini tidak saja dilakukan dengan pembentukan peraturan perundang-undangan baru (legal substance). Akan tetapi, pembaruan terhadap penegakan hukum atas berbagai peraturan perundang-undangan yang melingkupinya harus didukung juga dengan instrumentasi dalam penegakan hukum atau infrastruktur penegakan hukum, yang mana dalam hal ini adalah teknologi informasi. Penerapan teknologi informasi sebagai pendukung penegakan hukum pada sistem peradilan pidana ini, yaitu: Peradilan Elektronik (e-Court). Namun, penerapan e-Court sebagai salah satu cara mewujudkan integrated judiciary (peradilan terintegrasi) pada sistem peradilan pidana Indonesia tidak dikenal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), seperti: Pertama, petugas yang melaksanakan panggilan harus bertemu sendiri (inperson) dengan orang yang dipanggil. Sedangkan di dalam praktik persidangan secara elektronik, pemanggilan dilakukan melalui domisili elektronik; dan Kedua, keharusan sidang pengadilan dilakukan di gedung pengadilan dalam ruang persidangan. Akan tetapi dalam persidangan elektronik, para pihak di ruang sidang yang berbeda-beda. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan konseptual (conceptual approach), pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan perbandingan (comparative approach). Hasil penelitian menunjukan bahwa penerapan e-Court sebagai peradilan terintegrasi pada sistem peradilan pidana Indonesia merupakan bentuk peradilan sederhana, cepat, dan biaya ringan. Maka, e-Court perlu diatur dalam Rancangan Undang-Undang KUHAP, Undang-Undang tentang Peradilan Umum, dan Undang-Undang Peradilan lainnya yang memerlukan mekanisme persidangan secara elektronik.

The development of information technology has had a huge impact on reform efforts in the legal field. Legal reform on the development of information technology is one form of futuristic legal reforms. Therefore, this legal reform is not only carried out by forming new laws and regulations (legal substance). However, the reform of law enforcement on various laws and regulations that cover it must also be supported by instrumentation in law enforcement or law enforcement infrastructure, which in this case is information technology. The application of information technology as a subsidiary for law enforcement in this criminal court system, is called Electronic Court (e-Court). However, the application of e-Court as a means of realizing an integrated judiciary in the Indonesia criminal court system is not known in the Criminal Procedure Code (KUHAP), such as: First, officers who carry out summons must meet in person (inperson) with the person on call. Meanwhile, in the practice of an electronic trial, summons are made through an electronic domicile; and Second, the requirement to carry out court proceedings at the court building in the courtroom. Nevertheless, in an electronic trial, the parties in the courtroom are different. The method used in this research is normative legal research with a conceptual approach, a statute approach and a comparative approach. The results showed that the application of e-Court as an integrated judiciary in the Indonesian criminal court system is a form of court that is simple, fast, and low cost. Thus, e-Court needs to be regulated in the Draft Criminal Procedure Code, the Law on General Courts, and other Judicial Laws that require an electronic trial mechanism."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simbolon, Marthin James
"Mengirim uang, membicarakan hal-hal pribadi, berkomunikasi secara langsung maupun virtual seperti melalui telepon atau video call, dan unsur-unsur emosional lainnya merupakan hal-hal umum yang terjadi dalam sebuah hubungan. Namun, dimungkinkan ada keadaan di mana unsur emosional ini digunakan sebagai sarana manipulasi untuk mendapatkan keuntungan atau dikenal sebagai Love Scam. Bila hal tersebut terjadi sulit memastikan apakah pemberian korban sepenuhnya bersifat sukarela atau merupakan hasil upaya manipulasi yang dipergunakan pelaku. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pemenuhan unsur tindakan love scam terhadap aturan perbuatan manipulasi, perbuatan curang, dan/atau penipuan di Indonesia menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Bentuk dari penelitian ini adalah yuridis normatif, dimana sumber data diperoleh dari data sekunder yang dilengkapi dengan pandangan Aparat Penegak Hukum dalam menangani dan menyelesaikan setiap kasus berkenaan dengan love scam, yang kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil yaitu love scam tidak diatur secara khusus dalam peraturan perundang-undangan Indonesia, tetapi upaya penegakan hukum terhadap tindakan love scam ini tetap dapat dilakukan dengan mendasarkan pada ketentuan Pasal 378 KUHP dan Pasal 35 UU ITE.

Sending money, talking about personal things, communicating in person or virtual such as via telephone or video calls, and other emotional elements are common things that happen in a relationship. However, there may be circumstances in which this emotional element is used as a means of manipulation for profit otherwise known as the Love Scam. When this happens, it is difficult to ascertain whether the victim's gift is completely voluntary or is the result of manipulation by the perpetrator. Based on this, this study aims to find out how to fulfill the elements of love scam action against the rules of manipulation, fraud, and/or fraud in Indonesia according to the Criminal Code and the Information and Electronic Transaction Law. The form of this research is normative juridical, where the data source is obtained from secondary data which is equipped with the views of Law Enforcement Officials in handling and resolving each case regarding a love scam, which is then analyzed descriptively qualitatively. Based on the research, the results obtained are that love scams are not specifically regulated in Indonesian laws and regulations. However, law enforcement efforts against love scams can still be carried out based on the provisions of Article 378 of the Criminal Code and Article 35 of the ITE Law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>