Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 161295 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Maria Diyan Monica
"Obesitas dan diabetes tipe 2 adalah masalah global dengan angka kejadian yang meningkat pesat. Hubungan antara obesitas dan diabetes melibatkan resistensi insulin dan mikrobiota usus. Namun, belum ada studi di Jakarta yang menganalisis profil mikrobiota usus pada obesitas dengan atau tanpa diabetes tipe 2. Penelitian ini bertujuan menganalisis profil mikrobiota usus dengan metode sekuensing 16S rRNA pada subjek dengan dan tanpa diabetes tipe 2. Hasil analisis menunjukkan perbedaan komposisi mikrobiota usus antara obesitas dengan dan tanpa diabetes tipe 2. Beberapa kelompok bakteri berkaitan dengan kondisi tersebut. Filum Firmicutes dan Bacteroidota, famili Oscillospiraceae, genus Faecalibacterium dan Clostridia UCG-014 berkaitan dengan non-obesitas dan berkorelasi negatif dengan kadar lemak tubuh. Sementara filum Proteobacteria dan Bacteroidota, famili Enterobacteriaceae dan Erysipelotrichaceae, genus Eschericia Sighella dan unspecified Lachnospiraceae berkaitan dengan obesitas dan berkorelasi positif dengan kadar lemak tubuh dan IMT. Beberapa kelompok bakteri juga berkaitan dengan diabetes tipe 2, seperti filum Bacteroidota, famili Oscillospiraceae, dan genus Oscillospiraceae UCG-002 yang berkorelasi negatif dengan kadar GDP, GDS, dan HOMA-IR, serta filum Actinobacteriota, famili Veillonellaceae, genus Dialister dan Bifidobacterium berkorelasi positif dengan kadar GDP, GDS, dan HOMA-IR. Perbedaan pola distribusi mikrobiota usus juga terlihat pada analisis alpha dan beta diversity. Hasil penelitian ini memberikan wawasan baru tentang peran mikrobiota usus dalam obesitas dan diabetes tipe 2.

Obesity and type 2 diabetes are global health issues with rapidly increasing prevalence. The relationship between obesity and diabetes involves insulin resistance and gut microbiota. However, there has been no study in Jakarta analyzing the gut microbiota profile in obesity with or without type 2 diabetes. This research aims to analyze the gut microbiota profile using 16S rRNA sequencing on subjects with and without type 2 diabetes. The analysis results show differences in gut microbiota composition between obesity with and without type 2 diabetes. Several bacterial groups are associated with these conditions. Phylum Firmicutes and Bacteroidota, family Oscillospiraceae, genus Faecalibacterium, and Clostridia UCG-014 are associated with non-obesity and negatively correlated with body fat levels. On the other hand, phylum Proteobacteria and Bacteroidota, families Enterobacteriaceae and Erysipelotrichaceae, genus Eschericia Sighella, and unspecified Lachnospiraceae are associated with obesity and positively correlated with body fat levels and BMI. Some bacterial groups are also associated with type 2 diabetes, such as phylum Bacteroidota, family Oscillospiraceae, and genus Oscillospiraceae UCG-002, which are negatively correlated with GDP, GDS, and HOMA-IR levels, as well as phylum Actinobacteriota, family Veillonellaceae, genus Dialister, and Bifidobacterium, which are positively correlated with GDP, GDS, and HOMA-IR levels. Differences in gut microbiota distribution patterns are also evident in the alpha diversity analysis. The results of this study provide new insights into the role of gut microbiota in obesity and type 2 diabetes."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatima Safira Alatas
"Latar belakang. Translokasi bakteri dari saluran cerna merupakan masalah yang penting dalam terjadinya infeksi pada pasien dengan kolestasis obstruktif serta sirosis hepatis. Pada studi ini kami bermaksud untuk mempelajari komposisi mikrobiota usus dihubungkan dengan malabsorpsi lemak dan gangguan integritas usus pada anak dengan kolestasis kronis. Metode. Sampel feses dari bayi/anak dengan kolestasis dan anak sehat dikumpulkan untuk dilakukan evaluasi terhadap jumlah sel lemak, komposisi mikrobiota usus serta integritas ususnya.
Hasil. Lima puluh tujuh bayi/anak (27 kolestasis dan 30 anak sehat) dilakukan evaluasi. Terdapat perbedaan bermakna pada berat badan, P=0.001; status nutrisi, P=<0.0001; serta konsumsi susu formula dengan bahan dasar middle chain triglyceride, P=<0.0001. Selain itu juga ditemukan bahwa komposisi lemak pada feses serta kadar fecal calprotectin lebih tinggi pada kelompok kolestasis dibandingkan dengan anak sehat, P=<0.0001 dan P=0.021. Sesuai dengan hasil tersebut ditemukan pula perbedaan yang bermakna di antara kedua grup tersebut pada komposisi Bifidobacteria sp. and E. Coli sp., P=0.005.
Kesimpulan. Ditemukan perbedaan yang bermakna pada berat badan, status nutrisi, komposisi lemak feses, kadar fecal calprotectin serta profil mikrobiota usus antara kelompok bayi dengan kolestasis dengan bayi sehat. Diperlukan studi lanjutan untuk mempelajari interaksi antara saluran cerna dan hati pada kolestasis.

Background. Bacterial translocation from the gastrointestinal tract is central to current concepts of endogenous sepsis in obstructif cholestasis and cirrhosis. In this study we evaluate gut microbiota profile and their correlation with fat malabsorption and gut integrity. Methods. We evaluate feces sampels from chronic cholestasis and healthy infants to know their fat malabsorption, gut microbiota composition, and gut integrity, then compare between the 2 groups.
Results. Fifty-seven infants (27 cholestasis and 30 healthy) were evaluated. There were significant difference in mean body weight 7932.39 (SD: 3416.2) VS 11453.3 (SD: 4012.3) grams, P=0.001; nutritional status, P=<0.0001, and middle chain triglyceride dominant infant formula, P=<0.0001. Feces evaluation showed a significant hinger fat composition (+2 and +3), P=<0.0001 and fecal calprotection level in cholestatic groups (81.32 (SD:61.6) VS 47.37 (SD:47.3) microgram/g faeces), P=0.021. In accordance with fecal calprotectin level, there were a significant difference between the 2 groups in composition of Bifidobacteria sp. and E. Coli sp., P = 0.005.
Conclusions. Significant differences were found in body weight, nutritional status, feces fat composition, fecal calprotection level and gut microbiota profile between chronic cholestasis and healthy infants. Further studies needed to evaluate the interaction between gut and liver axis in infants with cholestasis.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devi Oktaviyani
"Mikrobiota saluran pencernaan neonatus merupakan modulator respon imun yang berpengaruh terhadap kesehatan dan penyakit bagi neonatus. Perkembangan mikrobiota saluran pencernaan neonatus dipengaruhi oleh beberapa faktor baik faktor maternal maupun faktor neonatal yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kolonisasi mikrobiota usus neonatus pada masa awal kehidupannya. Masa awal kehidupan neonatus (≤ 1 bulan setelah lahir) merupakan periode kritis dalam menentukan kesehatan neonatus jangka panjang maupun jangka pendek. Kolonisasi mikrobiota saluran pencernaan yang menyimpang atau disbiosis pada awal kehidupannya dapat meningkatkan risiko terhadap penyakit yang berkaitan dengan perkembangan sistem imunitasnya seperti alergi, obesitas, diabetes, dan lain-lain. Dengan demikian, ulasan ini membahas tentang peranan mikrobiota saluran pencernaan neonatus pada masa awal kehidupan dalam mendukung kesehatan neonatus dengan mengetahui kolonisasi mikrobiota saluran pencernaan yang simbiosis. Sekuensing amplikon gen target 16S rRNA menggunakan metode NGS merupakan metode yang paling banyak digunakan untuk mengkarakterisasi keragaman mikroba. Sampel mekonium atau feses sebagai representatif lingkungan saluran pencernaan neonatus dikumpulkan dan dilakukan ekstraksi DNA kemudian gen target diamplifikasi dengan PCR. Amplikon yang diperoleh disekuensing dan dikarakterisasi secara bioinformatik untuk menentukan mikroba yang ada dalam sampel serta kelimpahan relatifnya. Selain itu, analisis berbasis teknologi molekuler seperti sekuensing gen target 16S rRNA menggunakan metode NGS dan analisis bioinformatik berperan penting dalam memperluas pengetahuan tentang ekosistem saluran cerna yang kompleks dari sampel mekonium dan feses neonatus. Dalam rangka menciptakan mikrobiota saluran pencernaan yang baik dan mendukung kesehatan neonatus pada masa awal kehidupannya dapat dilakukan dengan melakukan intervensi pada faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangannya. Intervensi seperti merencanakan kelahiran normal, menjaga asupan nutrisi yang seimbang selama masa kehamilan dan juga menyusui, menghindari paparan antibiotik selama kehamilan dan pada neonatus, dan memberikan ASI kepada neonatus terbukti dapat memodulasi perkembangan mikrobiota saluran pencernaan neonatus yang sehat.

Neonatal gut microbiota is a modulator of the immune response that influences health and disease for neonates. The development of the neonatal gut microbiota is influenced by several factors, both maternal and neonatal factors that directly or indirectly affect the colonization of neonatal gut microbiota in early life. The early-life period of neonatal life (≤ 1 month after birth) is a critical period in determining the long-term and short-term health of neonates. Aberrant colonization of gut microbiota or dysbiosis in early life can increase the risk of diseases related to the development of the immune system such as allergies, obesity, diabetes, and others. Thus, this review discusses the role of the neonatal gut microbiota in early life in supporting neonatal health by knowing the symbiosis colonization of the gut microbiota. The sequencing of 16S rRNA target gene amplicons using the NGS method is the most widely used method to characterize microbial diversity. Meconium or faecal samples as a representative environment of the neonatal digestive tract are collected and DNA extracted then the target gene is amplified by PCR. The obtained amplicons are sequenced and bioinformaticly characterized to determine the microbes present in the sample and their relative abundance. In addition, analysis based on molecular technologies such as 16S rRNA target gene sequencing using the NGS method and bioinformatic analysis play an important role in expanding our knowledge about complex gastrointestinal ecosystems from meconium and neonatal faecal samples. In sum, creating a good gut microbiota and supporting neonatal health in their early-life period can be done by intervening on factors that influence its development. Interventions such as planning a normal birth, maintaining a balanced nutritional intake during pregnancy and lactating, avoiding antibiotic exposure during pregnancy and in neonates, and breastfeeding for neonates are proven to modulate the development of healthy neonatal gut microbiota."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atikah Isna Fatya
"Latar Belakang: Terdapat dua jenis obesitas berdasarkan risiko kardiometaboliknya, yaitu metabolically healthy obese (MHO) dan metabolically unhealthy obese (MUO). Kelompok MUO lebih berisiko mengalami DM tipe 2 karena terdapat resistensi insulin yang dicetuskan endotoksemia metabolik akibat disbiosis usus, melalui peningkatan permeabilitas usus. Belum ada data mengenai perbedaan permeabilitas usus, yang diwakili oleh kadar intestinal fatty acid binding protein (I-FABP), pada penyandang obesitas dengan dan tanpa DM tipe 2 di Indonesia.
Tujuan: Mengetahui perbedaan rerata kadar I-FABP pada penyandang obesitas dengan dan tanpa DM tipe 2 di Indonesia.
Metode: Studi potong lintang menggunakan data sekunder dari penelitian Divisi Endokrin, Metabolik, Diabetes FKUI-RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta yang berjudul “Profil Mikrobiota Usus, Mikrobiota Rongga Mulut, Inflamasi, dan Resistensi Insulin pada Berbagai Spektrum Disglikemia” periode Juli 2018-Agustus 2019. Sebanyak 63 subjek obesitas berdasarkan kriteria WHO untuk Asia (IMT ≥25 kg/m2) dibagi menjadi 2 kelompok berdasarkan kriteria ADA: dengan dan tanpa DM tipe 2. Kadar I-FABP diperiksa dengan metode Enzyme-linked immunosorbent assay. Analisis data dengan uji T tidak berpasangan untuk perbedaan rerata I-FABP. Uji regresi logistik dilakukan untuk faktor perancu.
Hasil: Mayoritas subjek ialah perempuan (82,53%), usia >45 tahun (63,50%), obesitas grade I (54,00%), obesitas sentral (93,70%). Rerata I-FABP pada kelompok dengan DM tipe 2 lebih tinggi, yaitu 2,82 (1,23) ng/mL vs. 1,78 (0,81) ng/mL (p<0,001; IK95% 0,51-1,55).
Simpulan: Rerata kadar I-FABP lebih tinggi pada kelompok obesitas dengan DM tipe 2 dan independen terhadap faktor usia.

Background: There are two types of obesity based on its cardiometabolic risk, which are metabolically healthy obese (MHO) and metabolically unhealthy obese (MUO). The MUO exerts higher risk to develop type 2 DM because of higher state of insulin resistance due to metabolic endotoxemia through gut dysbiosis and increased intestinal permeability. There is no study regarding the difference of intestinal permeability, using intestinal fatty acid binding protein (I-FABP), in obese people with and without type 2 DM in Indonesia.
Objective: To know the mean difference of I-FABP in obese people with and without T2DM in Indonesia.
Method: A cross-sectional study using secondary data from the study of Division of Endocrine, Metabolism and Diabetes FMUI-RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta entitled "Profile of the Intestinal Microbiota, Oral Cavity Microbiota, Inflammation, and Insulin Resistance in Various Spectrums of Dysglycemia" for the period July 2018-August 2019. A total of 63 obese subjects based on WHO criteria for Asia (BMI ≥25 kg/m2) were divided into 2 groups based on ADA criteria for diabetes: with and without T2DM. The I-FABP levels were checked using enzyme-linked immunosorbent assay method. Data was analyzed using unpaired T test for mean difference of I-FABP while logistic regression test was performed for confounding factors.
Results: The majority of the subjects were women (82.53%), age >45 years (63.50%), obesity grade I (54.00%) and central obesity (93.70%). The I-FABP level of T2DM group was higher compared to without T2DM group, namely 2.82 (1.23) ng/mL vs. 1.78 (0.81) ng/mL (p<0.001; 95% CI 0.51-1.55).
Conclusion: The mean level of I-FABP was higher in the obese group with T2DM which is independent of age.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kwan Francesca Gunawan
"ABSTRAK
Diabetes melitus DM merupakan suatu epidemik global. Obesitas merupakan faktor risiko tersering pada terjadinya DM tipe 2. Salah satu komplikasi yang sering dialami oleh penderita DM ialah kaki diabetik. Pada pasien DM dengan obesitas dan kaki diabetik, terapi medik gizi penting untuk mencapai target berat badan, menjaga kadar glikemik, serta mencegah komplikasi DM. Selain itu pemberian nutrisi yang adekuat juga penting untuk mendukung penyembuhan luka. Pasien pada serial kasus ini berusia antara 41 ndash;59 tahun dengan dengan proporsi yang sama antara laki-laki dan perempuan. Keempat pasien memiliki status gizi obes dengan IMT sebesar 26-54,4 kg/m2. Awitan DM pada keempat pasien diketahui bervariasi antara 1-13 tahun. Terapi medik gizi diberikan sesuai dengan klinis, hasil laboratorium, dan asupan terakhir masing-masing pasien. Dari hasil pemantauan didapatkan bahwa dengan terapi nutrisi yang diberikan terjadi penurunan berat badan sebesar 3,2-4,8 kg 3,2-5,8 dan penurunan nilai HbA1c sebanyak 0,3-0,7. Selain itu juga didapatkan ukuran luka yang mengecil dan gejala neuropati berkurang. Pada pasien DM tipe 2 dengan obesitas dan kaki diabetik, terapi medik gizi yang adekuat berkaitan dengan penurunan berat badan, perbaikan kontrol glikemik, dan penyembuhan luka yang baik.

ABSTRACT<>br>
Diabetes mellitus is now a global epidemic. Obesity is a common risk factor in the occurrence of type 2 diabetes. One of the complications that are often experienced by people with diabetes is diabetic foot. In diabetic patients with obesity and diabetic foot, medical nutrition therapy is important to achieve targeted body weight, maintain glycemic levels, and prevent diabetes complications. Good nutrition is also essential for wound healing. This case series consists of four patients who are between 41-59 years old and obese with BMI of 26-54.4 kg/m2. The onset of DM in all four patients is known to vary between 1-13 years. Nutritional therapy is given in accordance with the clinical, laboratory outcomes, and patients' daily intake. It was found that medical nutrition therapy can lead to weight loss of 3.2-4.8 kg (3.2-5.8%) and decreased HbA1c by 0.3-0.7%. It was also observed that the wound size and neuropathy symptoms are reduced. Adequate medical nutrition therapy in type 2 DM patients with obesity and diabetic foot is associated with weight loss, improved glycemic control, and good wound healing."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Erwin Lukas Hendrata
"ABSTRAK
Penelitian mengenai asupan karbohidrat dan serat pangan dengan proporsi mikrobiota usus pada anak masih belum banyak di Indonesia. Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan profil jumlah asupan karbohidrat dan serat pangan pada anak serta hubungannya dengan mikrobiota usus. Mikrobiota usus yang diperiksa adalah Bifidobacterium spp dan Lactobacillus spp mewakili mikrobiota usus baik serta Eschericia dan Clostridium spp mewakili mikrobiota patogen usus.Studi potong lintang dilakukan pada 68 siswa TK usia 4-6 tahun dilakukan selama Januari-Februari 2017 di Jakarta. Data jumlah asupan energi, karbohidrat, serta serat pangan dikumpulkan dengan menggunakan food recall form selama 2x24 jam. Subjek terdiri dari 33 anak perempuan 48 dan 35 anak lelaki 52 , sebagian besar dengan gizi baik dan perawakan normal. Median asupan energi, karbohidrat, dan serat pangan berturut-turut sebanyak 1230 kalori, 158 gram dan 2,4 gram. Tidak didapatkan hubungan bermakna antara asupan karbohidrat dan serat pangan terhadap proporsi mikrobiota ususAsupan karbohidrat dan serat pangan subjek penelitian ini di bawah angka kecukupan gizi AKG yang dianjurkan untuk usia 4-6 tahun. Perbedaan kandungan prebiotik pada asupan karbohidrat maupun serat pangan subjek penelitian ini, mungkin merupakan penyebab perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitian diluar negeri. Data yang didapat diharapkan dapat dipergunakan sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya.

ABSTRACT
There are not many studies in Indonesia related to gut microbiota, especially in relation with carbohydrate and dietary fiber intake. The objectives of this study are to gain profiles on the amount of carbohydrate and dietary fiber intake in children, and its relations with gut microbiota. The gut microbiota being studied are Bifidobacterium spp and Lactobacillus spp, representing the good microbiota, and Eschericia and Clostridium spp as the pathogen gut microbiota.Cross sectional study was conducted on 68 kindergarten students aged 4 6 years old during the period of January ndash February 2017. The data on energy, carbohydrate and dietary fiber intakes were compiled using food recall form for 48 hours. Subjects consisted of 33 girls 48 and 35 boys 52 majority of them are well nourished and normal stature. Median of the energy, carbohydrate and fiber intake were 1,230 calories, 158 gram and 2.4 gram, consecutively. There was no significant relation between carbohydrate and dietary fiber intakes on the composition of gut microbiota.The intake of carbohydrate and dietary fiber for the subjects of this study was below the Daily Dietary Requirement for children aged 4 6 years old. The discrepancy of prebiotic amount on the carbohydrate and fiber intake might impact the results of this study compared with similar studies abroad. However, the acquired data can be used for basis of future studies in this field."
2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Cut Hafiah Halidha Nilanda
"ABSTRAK
Latar Belakang: Stroke hemoragik merupakan penyakit serebrovaskular yang ditandai dengan pecahnya pembuluh darah sehingga terjadi perdarahan pada otak. Penyebab tersering stroke hemoragik adalah hipertensi. Selain itu penyebab lainnya seperti diabetes melitus dan obesitas dapat menjadi penyulit keadaan klinis pasien. Stroke hemoragik dan beberapa penyulit akan menyebabkan disfungsi neurologis dan disfungsi motorik, yang keduanya akan menyebabkan penurunan asupan nutrisi. Penurunan asupan nutrisi dapat disebabkan penurunan kapasitas fungsional dan gangguan proses menelan atau disfagia. Nutrisi yang tidak adekuat dapat menyebabkan kualitas hidup menurun serta risiko serangan stroke berulang. Terapi medik gizi klinis berperan memberi nutrisi optimal, membatasai natrium, mengontrol glukosa darah dan mengatasi defisiensi mikronutrien. Metode:Serial kasus ini terdiri dari empat kasus stroke hemoragik pada pasien perempuan dan laki-laki dengan rentang usia 50 ndash;65 tahun, dengan penyulit seperti disfagia, penurunan kesadaran, dan perdarahan GIT, disertai penyakit penyerta yaitu Hipertensi dan DM tipe 2. Kasus pertama dan kedua mengalami gejala disfagia dan membutuhkan dukungan nutrisi melalui jalur enteral. Kasus ketiga terdapat penurunan asupan makanan karena penurunan kapasitas fungsional yang terjadi. Kasus keempat mengalami penurunan kesadaran dan perdarahan saluran cerna serta membutuhkan dukungan nutrisi secara enteral dan parenteral. Keempat pasien memiliki indeks massa tubuh obes 1. Masalah nutrisi yang dihadapi keempat pasien ini adalah asupan makro dan mikronutrien yang tidak optimal, jalur pemberian nutrisi, kebutuhan nutrisi yang tidak terpenuhi selama sakit. Terapi medik gizi klinik diberikan sesuai rekomendasi stroke hemoragik ddengan hipertensi dan DM tipe 2. Hasil :Kasus pertama hingga kasus ketiga mengalami perbaikan keadaan klinis, antara lain peningkatan kemampuan menelan, perbaikan tekanan darah, kadar glukosa, dan kapasitas fungsional. Kasus keempat meninggal dunia pada hari perawatan ke-8 akibat edema paru dan gagal jantung. Kesimpulan: Terapi medik gizi klinik yang diberikan dapat membantu keadaan klinis dan kapasitas fungsional pada pasien stroke hemoragik dengan Hipertensi dan DM tipe 2.

ABSTRACT<>br>
Background Hemorrhagic stroke is a cerebrovascular disease characterized by rupture of blood vessels resulting in bleeding in the brain. The most common cause of hemorrhagic stroke is hypertension. In addition, other causes such as diabetes mellitus and obesity could worsening the patient's clinical situation. Hemorrhagic strokes and some complications will cause neurologic dysfunction and motoric dysfunction, both of which will lead to a decrease in nutrient intake. Decreased nutritional intake could caused due to decreased functional capacity and impaired ingestion or dysphagia. Inadequate nutrition can lead to decreased quality of life as well as the risk of recurrent stroke. Medical clinical nutrition therapy plays an optimal role in nutrition, restricting sodium, controlling blood glucose and overcoming micronutrient deficiencies. Methods This case series consists of four cases of hemorrhagic stroke in female and male patients with age range 50-65 years, with complications such as dysphagia, consciousness derivation, and gastrointestinal bleeding, accompanied by comorbidities susch as Hypertension and type 2 DM. The first and second cases have symptoms of dysphagia and require nutritional support through the enteral route. The third case there is a decrease in food intake due to decreased functional capacity that occurs. The fourth case has consciousness derivation and gastrointestinal bleeding that requires support of enteral and parenteral nutritions. All of patients had obesity 1 body mass index. Nutritional problems faced by these four patients were unoptimal macro and micronutrient intake, nutritional pathways, unfulfilled nutritional needs during illness. Medical clinical nutrition therapy is given as recommended by hemorrhagic stroke with hypertension and type 2 diabetes mellitus Result The first case to the third case has improved clinical conditions, including increased ability to swallow, improvement of blood pressure, glucose levels, and functional capacity. The fourth case died on the 8th day of treatment due to pulmonary edema and heart failure. Conclusion Clinical nutrition therapy provided could improved clinical and functional capacity in hemorrhagic stroke patients with hypertension and type 2 DM."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Retia Rismawati
"Latar belakang: Diabetes melitus tipe 2 merupakan penyakit yang menjadi masalah kesehatan masyarakat tidak hanya di Indonesia, namun juga di dunia karena prevalensinya yang terus meningkat. Hipertensi yang juga merupakan faktor risiko diabetes melitus tipe 2 memiliki prevalensi yang sangat tinggi di Indonesia. Tidak hanya itu, prevalensi kedua penyakit tersebut meningkat seiring bertambahnya usia, dimulai dari usia ≥40 tahun. Tujuan: Untuk mengetahui hubungan hipertensi dengan kejadian diabetes melitus tipe 2 pada populasi berusia ≥40 tahun di Indonesia. Metode: Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan desain studi cross sectional. Sumber data yang digunakan berasal dari hasil Riskesdas 2018. Terdapat sebanyak 15.026 partisipan berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi penelitian. Hasil: Prevalensi diabetes melitus tipe 2 dan hipertensi pada populasi berusia ≥40 tahun di Indonesia masing-masing sebesar 21,3% dan 51,8%. Terdapat hubungan yang signifikan secara statistik antara hipertensi dengan diabetes melitus tipe 2 pada populasi berusia ≥40 tahun di Indonesia (PR = 1,64; 95%CI: 1,526 – 1,763). Efek gabungan antara hipertensi dengan obesitas sentral memiliki risiko sebesar 2,07 kali lebih besar terhadap kejadian diabetes melitus tipe 2 setelah dikontrol oleh jenis kelamin dan obesitas. Kesimpulan: Terdapat hubungan antara hipertensi dengan kejadian diabetes melitus tipe 2 pada populasi berusia ≥40 tahun di Indonesia. Risiko diabetes melitus tipe 2 yang lebih tinggi terjadi pada orang yang mengalami hipertensi dan obesitas sentral. Saran: Perlu dilakukan deteksi dini diabetes melitus tipe 2 dan hipertensi sedini mungkin, terutama bagi penduduk yang berusia ≥40 tahun dan mengalami obesitas sentral.

Background: Type 2 diabetes mellitus is a disease that is still a public health problem not only in Indonesia, but also in the world because of its increasing prevalence. Hypertension, which is also a risk factor for type 2 diabetes mellitus, has a very high prevalence in Indonesia. Not only that, the prevalence of both diseases also increases with age, starting from 40 years of age. Objective: To determine the relationship between hypertension and type 2 diabetes mellitus in a population aged ≥40 years in Indonesia. Methods: This study used a quantitative method with a cross sectional study design. The source of the data used comes from the results of Riskesdas 2018. There are 15.026 participants based on the inclusion and exclusion criteria of the study. Results: The prevalence of type 2 diabetes mellitus and hypertension in the population aged ≥40 years in Indonesia are 21,3% and 51,8%, respectively. There is a statistically significant relationship between hypertension and type 2 diabetes mellitus in the population aged ≥40 years in Indonesia (PR = 1,64; 95%CI: 1,526 – 1,763). The combined effect of hypertension and central obesity has a risk of 2,07 times greater for the type 2 diabetes mellitus after being controlled by gender and obesity. Conclusion: There is a relationship between hypertension and type 2 diabetes mellitus in the population aged ≥40 years in Indonesia. The risk of type 2 diabetes mellitus is higher in people with hypertension and central obesity. Suggestion: It is necessary to detect type 2 diabetes mellitus and hypertension as early as possible, especially for people aged ≥40 years and experiencing central obesity."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusmayanti
"Angka prevalensi diabetes melitus dari tahun ke tahun cendenmg meningkat. Data Departemen Kesehatan menyebutkan jumlah pasien dan kematian diabetes melitus rawat inap maupun rawat jalan di rumah sakit menempati urutan pertama dad selumh penyakit endokrin. Tahun 2004 pasien rawat inap diabetes melitus 42.000 kasus CFR 7,9%; dan tahun 2006 meningkat menjadi 49.364 kasms CFR 8,42%. Dari 4 (cmpat) tipc diabetes melitus, maka diabetes melitus tipe 2 yang paling banyak. Prevalensi diabetes melitus tipc 2, tahun 1992 sebesar 5,69%, tahun 1993 meningkat menjadi 5,'7% dan tahun 2005 mcnjadi l4,7%. Penyakit tersebut merupakan masalah kesehatan yang sangat serius, dimana komplikasinya menimbulkan angka kematian yang cukup tinggi, dan beban biaya kesehatan yang cukup mahal. Untuk itu diperlukan usaha untuk mencegahnya.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara obesitas sentral dengan kejadian diabetes melitus tipe 2 setelah dikontrol variabel kovariat. Beberapa faktor kovariat yang diduga meningkatkan jumlah penderita diabetes melitus tipe 2 antara Iain umur, jenis kelamin, pekerjaan, riwayat menderita DM, aktivitas fisik, konsumsi serat, konsumsi lemak, pola makan, konsumsi alkohol, dan merokok. Desain penelitian ini menggunakan rancangan kasus kontrol dengan jumlah responden 300 orang dimana masing-masing kasus dan kontrol sebanyak 150 responden. Analisis dilakukan secara bertahap mulai dan analisis univariat, bivariat, dan multivariat. Analisis multivariat menggunakan analisis regresi Iogistik ganda.
Hasil pcnclitian menunjukkan hubungan yang signiiikan antara obesitas sentral dengan kejadian diabetes melitus tipe 2 dimana obesitas sentral memiliki resiko untuk tcrkcna diabetes melitus tipe 2 sebesar 3,16 kali dibanding tanpa obesitas sentral, setelah dikcndalikan faktor riwayat DM dalam keluarga, aktiiitas fisik, dan kcbiasaan mcrokok.
Disarankan perlunya informasi mengenai faktor resiko diabetes melitus tipc 2 secara luas kepada masyarakat. Jika risiko DM dapat diketahui sedini mungkin, maka upaya pencegahan akan segera dapat dilakukan schingga prevalcnsi DM dapat ditekan.

Diabetes mellitus prevalence number of year goes to tend to increase. Health Depanmen data describes that the total of patient and diabetes melitus death, inpatient care and also outpatient care at hospital stays in the first range of all endocrine’s disease. On 2004 the diabetes melitus patient of inpatient care are 42,000 cases with CFR 7.9% and on 2006 become increase to 49,364 cases with CFR 8.42%. From 4 (four) diabetes melitus type, therefore diabetes melitus type 2 becomes most transmitted on patients. Diabetes melitus type 2 prevalence on 1992 as 5.69%, on 1993 increase becomes 5.7% and on 2005 becomes l4.7%. That disease was really serious health problem, where its complication caused high mortality and health charge which adequately expensive. For those reason required all effort to prevent it.
The purposed of this research to describes relationship among central obesity with diabetes melitus type 2 after controlled by covariate variable. Several preconceived covariate factor increases diabetes melitus type 2 patient for example age, gender, occupation, diabetes mellitus history, physical activity, Ebcr consumption, fat consumption, food habit, alcohol and smoking. This observational design utilize case control design with 300 person respondent where every cases and controls as 150 respondents. Analysis is performing in several phased from univariate analysis, bivariate, and multivariate analysis. Multivariate analysis using a multiple logistics regression.
The observational result indicated the significant relationship among central obesity and occurrence of diabetes melitus type 2 where central obesity has a risk and tend to strikes by diabetes mellitus type 2 as 3.16 times compared without central obesity, after controlled by diabetes mellitus history in family, physical activity and Smoking habitual.
Sugggested to publicized the sufficient and properly infomation conceming diabetes melitus type 2 to community. If diabetes melitus type 2 risk can be detected and known early, therefore prevention effort will be performed so diabetes melitus type 2 prevalence can be controlled.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T34407
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Masitah Sari Dewi
"Diabetes melitus merupakan penyakit tidak menular yang cendrung mengalami peningkatan. Data IDF Atlas 2015 menyebutkan, Prevalensi DM di Indonesia menduduki urutan ke 7 didunia. Di Indonesia data Riskesdas menunjukkan peningkatan prevalensi diabetes melitus dari 5,7 2007 meningkat menjadi 6,9 2013. Obesitas sentral adalah prediktor yang kuat untuk terjadinya diabetes melitus tipe 2. Prevalensi obesitas sentral berdasarkan data Riskesdas 2007 sebesar 18,8 meningkat menjadi 26,6 Riskesdas, 2013 Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan obesitas sentral terhadap diabetes melitus tipe 2 pada penduduk usia ge; 18 tahun di wilayah peluncuran GERMAS tahun 2016. Desain penelitian studi cross sectional, Analisis menggunakan uji Regresi Logistic. Hasil analisis diperoleh proporsi diabetes melitus tipe 2 sebesar 6,1 dan obesitas sentral sebesar 68,9. Selain itu hasil multivariat menunjukkan hubungan obesitas sentral dengan diabetes melitus tipe 2 didapatkan nilai POR 3,296 95 CI 2,344-4,636 artinya penduduk dengan obesitas sentral memiliki peluang sebesar 3,296 kali 95 CI 2,344-4,636 mengalami diabetes melitus tipe 2 dibandingkan dengan penduduk yang tidak obesitas sentral setelah dikendalikan oleh aktifitas fisik dan hipertensi. Kesimpulan dan saran agar masyarakat rutin tiap bulan melakukan pemeriksaan kesehatan di POSBINDU PTM, untuk melakukan deteksi dini obesitas sentral dan pemeriksaan kadar glukosa darah guna menjaring kasus diabetes melitus tipe 2 sedini mungkin.

Diabetes mellitus is a non communicable disease that tends to increase. IDF Atlas 2015 data says, DM prevalence in Indonesia ranked 7th in the world. In Indonesia, Riskesdas data showed an increased prevalence of diabetes mellitus from 5.7 2007 increased to 6.9 2013. Central obesity is a strong predictor for the occurrence of type 2 diabetes mellitus. The prevalence of central obesity based on Riskesdas 2007 data of 18.8 increased to 26.6 Riskesdas, 2013 The objective of the study was to investigate the relationship of central obesity to type 2 diabetes mellitus in the population age ge 18 years in GERMAS launching area in 2016. Study design cross sectional study, Analysis using logistic regression test. The analysis results obtained proportion of type 2 diabetes mellitus by 6.1 and central obesity of 68.9. In addition, multivariate results showed that the association of central obesity with diabetes mellitus type 2 was found to be POR 3,296 95 CI 2,344 4,636 meaning that people with central obesity had a chance of 3,296 times 95 CI 2,344 4,636 had diabetes mellitus type 2 compared with non obese residents after being controlled by physical activity and hipertension. Conclusions and suggestions for routine public health checks in POSBINDU PTM, to perform early detection of central obesity and blood glucose examination to capture cases of type 2 diabetes mellitus as early as possible.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T50279
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>