Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 172507 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Vania Melati
"Rencana Umum Tata Ruang merupakan suatu pedoman yang diciptakan guna memberikan arahan tentang wilayah-wilayah pembangunan yang dapat dilakukan oleh masyarakat. Pedoman ini sangat penting untuk membagi suatu wilayah, dengan tujuan pemerataan pembangunan dengan tetap memperhatikan dampak sosial serta lingkungan yang terjadi di masyarakat. Rencana Umum Tata Ruang ini diperbaharui secara berkala oleh pemerintah guna mengikuti perkembangan, sehingga dapat terus menyesuaikan kebutuhan yang ada di masyarakat. Rencana Umum Tata Ruang, selain harus sesuai dengan hak atas tanah yang dimiliki, juga perlu penyesuaian dengan peruntukkan pemanfaatan tanah oleh subjek hukum pemilik tanah tersebut. Perubahan ini dapat dilakukan dengan tetap mempertimbangkan kondisi nyata di lapangan agar tidak menimbulkan suatu ketidaksesuaian antara peraturan dengan fakta di masyarakat, dengan tujuan agar tetap mengedepankan kepastian hukum. Dalam proses pra-peralihan hak atas tanah, perlu kesesuian antara peruntukkan dalam Rencana Umum Tata Ruang dengan tujuan pemanfaatan lahan yang akan dilakukan. Perubahan peruntukkan ini tanpa memperhatikan kondisi lapangan dengan cermat dapat menimbulkan suatu inkonsistensi dalam melakukan suatu perbuatan hukum. Inkonsistensi ini juga menimbulkan suatu ketidakpastian dalam hukum, sehingga tidak memberikan suatu pedoman yang dapat dijadikan acuan yang baik di masyarakat. Pentingnya penyesuaian ini untuk menentukan apakah suatu tanah dapat digunakan bagi tujuan yang dimaksudkan oleh subjek hukum yang bersangkutan.

The General Spatial Plan is a guideline created by the government to provide direction regarding development areas that can be carried out by the community. These guidelines are very important for dividing an area, with the aim of equitable development while taking into account the social and environmental impacts that occur in the community. This General Spatial Plan is updated periodically by the government to keep abreast of developments, so that it can continue to adjust to the needs of the community. The General Spatial Plan, apart from having to be in accordance with the rights to the land owned, also needs to be adjusted to the allotment of land use by the legal subject of the land owner. This change can be made while taking into account the real conditions in the field so as not to cause a discrepancy between regulations and facts in society, with the aim of continuing to prioritize legal certainty. In the pre-transfer process of land rights, it is necessary to match the designations in the General Spatial Plan with the intended use of the land. Changes to this designation without careful attention to field conditions can lead to an inconsistency in carrying out a legal action. This inconsistency also creates an uncertainty in the law, so that it does not provide a guideline that can be used as a good reference in society. This needs to be given special attention to solve it, in order to provide the best solution for the interests of various parties by providing legal certainty as a basis for carrying out legal actions that will be carried out. The importance of this adjustment is to determine whether a land can be used for the purpose intended by the legal subject related. "
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Untung Kusyono
"Seiring dengan makin pesatnya pembangunan di berbagai sektor, perubahan penatagunaan tanah pun menjadi lebih sering dilakukan, terutama dengan mengikuti perkembangan dan kepentingan usaha. Hal ini bisa dilihat dari semakin banyaknya tanah-tanah pertanian, baik itu di perkotaan, pinggiran kota bahkan di pedesaan yang pada umumnya pertanian merupakan mata pencarian pokok penduduknya, yang beralih fungsi menjadi kawasan perindustrian, tempat rekreasi, pertokoan, real estate atau penggunaan selain pertanian lainnya.
Gencarnya pengalihfungsian ini bukan hanya karena peraturan perundangundangan yang tidak efektif, baik itu dari segi substansi ketentuannya yang tidak jelas dan tegas, maupun penegakannya yang tidak didukung oleh pemerintah sendiri sebagai pejabat yang berwenang memberikan izin pemfungsian suatu lahan, tetapi juga tidak didukung oleh "tidak menarik"nya sektor pertanian itu sendiri.

Along with the rapid development in various sectors, changes in land Stewardship became more frequent, especially by following the developments and business interests. This can be seen from the increasing number of agricultural lands, whether in urban, suburban and even rural agriculture in general is the principal livelihood of its inhabitants, who converted to industrial areas, recreational areas, shopping malls, real estate or use other than agriculture other.
Incessant the transfer of function this not only because the legislation ineffective, both in terms of substance of its provisions are not clear and unequivocal, as well as their enforcement is not supported by the government itself as the official authorized to permit functioning of a land, but also not supported by "do not pull its" agricultural sector itself.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T29789
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Antashari Vanny Azhar
"Permasalahan sengketa pertanahan masih marak terjadi, terlebih dengan kasus sengketa pertanahan yang diakibatkan oleh kesalahan administrasi pemetaan, sengketa mengenai tumpang tindihnya suatu hak atas tanah atau biasa dikenal dengan overlapping. Penelitian ini menganalisis mengenai perlindungan hukum para pemegang hak atas tanah yang secara nyata terkait dengan kasus tumpang tindihnya bukti kepemilikan yang mereka miliki serta menelaah tata cara penyelesaian sengketa atas suatu kasus yang terjadi di Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang, tentunya sengketa pertanahan ini sangat menjadi perhatian dalam Tesis ini, kepemilikan Sertipikat Hak Milik atas tanah harus bisa menjamin perlindungan hukum dan juga kepastian hukum bagi pemiliknya, Kantor Pertanahan merupakan kepanjangan tangan dari Badan Pertanahan Nasional yang berada di setia Kabupaten atau Kota, Kantor Pertanahan diharapkan bisa menjadi Lembaga yang dapat menyelesaikan sengketa tanah Tumpang Tindih atau Overlapping. Pendaftaran tanah yang sudah semakin tersistematis dengan baik ini diharapkan akan dapat menjadi pijakan para pihak yang memiliki suatu kepastian hukum atas Sertipikat Hak Atas Tanah.

Land dispute problems are still rampant, especially with cases of land disputes caused by mapping administrative errors, disputes regarding the overlap of land rights or commonly known as overlapping. This study analyzes the legal protection of land rights holders which is actually related to the case of overlapping evidence of ownership they have and examines the procedures for resolving disputes over a case that occurs at the Tangerang Regency Land Office, of course this land dispute is very concerned in this thesis, ownership of the Certificate of Ownership of land must be able to guarantee legal protection and also legal certainty for the owner, The Land Office is an extension of the National Land Agency which is located in the Regency or City, the Land Office is expected to be an institution that can resolve land disputes with Dual Certificates. Land registration, which has become more and more systematic, is expected to be a foothold for the parties who have legal certainty over the Land Rights Certificate."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Linda Permatasari
"PPJB adalah perjanjian antara pihak penjual dengan pihak pembeli sebelum dilakukan jual beli karena terdapat syarat-syarat yang belum terpenuhi untuk dilakukan jual beli. Namun dalam perkembangannya, terdapat beberapa kasus utang piutang yang dibuatkan akta PPJB oleh Notaris sebagai jaminan hutang. Seperti dalam kasus gugatan Pengadilan Negeri Nomor 621/Pdt.G/2019/ PN. Sgr. Atas dasar akta PPJB dengan Kuasa Menjual tersebut kreditur melakukan proses balik nama di BPN. Sedangkan dalam proses pengalihan hak atas tanah tersebut terdapat aspek-aspek pajak yang harus dipenuhi oleh para pihak sebelum melakukan proses balik nama di BPN. Mulai dari PPh, PBB, dan BPHTB. Tesis ini menganalisis mengenai prosedur pengalihan hak atas tanah atas dasar perbuatan hukum utang piutang dalam kasus Putusan Pengadilan Negeri Singaraja Nomor 621/Pdt.G/PN.Sgr dan peran Notaris dalam proses pengalihan hak atas tanah atas dasar perbuatan hukum utang piutang. Metode penelitian tesis ini adalah hukum yuridis normatif dengan tipologi penelitian eksplanatoris. Simpulan penelitian dalam tesis ini adalah 1. PPJB dan Kuasa Menjual atas dasar utang piutang tidak bisa dijadikan dasar pengalihan hak atas tanah di BPN. 2. Peran Notaris yaitu sebelum membuat akta harus memberikan penyuluhan hukum mengenai akta yang akan dibuat oleh para pihak, sehingga akta yang dibuat tidak bertentangan dengan hukum. Adapun saran dalam tesis ini adalah Notaris dalam notaris dalam menjalankan jabatannya wajib mematuhi ketentuan didalam peraturan perundang-undangan dan Notaris yang tidak melakukan peranannya baik berkaitan dengan pembuatan akta PPJB dengan kuasa menjual atas dasar perbuatan hukum utang-piutang diberi sanksi diberhentiakn sementara dari jabatannya.

PPJB is an agreement between the seller and the buyer before buying and selling because there are conditions thathave not been met for buying and selling. But in its development, there are several cases of receivable debt made by the NOTARY as a debt guarantee. As in the case of District Court lawsuit Number 621/Pdt.G/2019/ PN. Sgr. On the basis of the DEED OF PPJB with the Power of Sale, creditors conduct a process behind the name in BPN. While in the process of transferring land rights there are aspects of taxes that must be met by the parties before carrying out the process behind the name in bpn. Starting from PPh, UN, and BPHTB. This thesis analyzes the procedure for transferring land rights on the basis of the legal actions of receivable debts in the case of Singaraja District Court Decision No. 621 / Pdt.G / PN.Sgr and the role of Notaries in the process of transferring land rights on the basis of the legal actions of receivable debts. This thesis research method is normative juridical law with a typology of explanatory research. The conclusion of the research in this thesis is 1. PPJB and The Power of Sale on the basis of receivable debt cannot be used as a basis for the transfer of land rights in BPN. 2. The role of the Notary is before making a deed must provide legal counseling regarding the deeds to be made by the parties, so that the deed made is not contrary to the law. The advice in this thesis is that the Notary in the notary in carrying out his position must comply with the provisions in the laws and notaries who do not perform their role well with regard to the making of ppjb deeds with the power to sell on the basis of legal actions of debts receivables are sanctioned temporarily from office"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasiholan, Ferdinand Martin Kurniady
"Pajak merupakan salah satu komponen penting dalam suatu bangsa karena menjadi salah satu pemasukan yang besar bagi suatu bangsa. Pemungutan pajak dilakukan baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah menjadi Pendapatan Asli Daerah (PAD) daerah tersebut. Salah satu jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah adalah pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan bangunan. Perolehan hak tersebut telah diatur dalam peraturan perundang-undangan baik pusat maupun daerah. Dalam praktiknya di Indonesia, pemungutan pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dilakukan dengan self assessment system yang berarti pemerintah memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. Maka tidak jarang terjadi salah perhitungan terkait pemungut pajak dengan wajib pajak, padahal telah diatur dalam peraturan daerah yang lebih khusus terkait pemungutan pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Khususnya dalam wilayah Kabupaten Musi Banyuasin terdapat kekeliruan terhadap penerapan pemungutan pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) terhadap peralihan hak atas bangunan yang dibangun setelah terjadinya perolehan hak atas tanah tersebut. Pada kenyataannya telah diatur dalam peraturan daerah bahwa yang menjadi objek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan yang diperoleh melalui adanya peralihan hak.

Tax is one of the most important sources of revenue receipts for a nation. Taxation is collected by both the central government and local government. The tax imposed by the local government becomes the Original Regional Revenues (PAD) of the area. One of the types of tax levied by local governments is called Bea Acquisition Rights to Land and Buildings (BPHTB). Bea Acquisition Rights to Land and Buildings (BPHTB) is the tax imposed on the acquisition of land and or buildings. The acquisition of these rights has been regulated in both central and regional laws and regulations. In Indonesia, Bea Acquisition Rights to Land and Buildings (BPHTB) is collected using a self-assessment system, which means that the government gives authority, trust, and responsibility to the taxpayers to calculate, pay, and report the amount of tax to be paid themselves. Thus, it is not uncommon for miscalculations related to tax collectors and taxpayers to occur, whereas it has been regulated in a more specific regional regulation related to the duty on Bea Acquisition Rights to Land and Buildings (BPHTB). Specifically, in the area of Musi Banyuasin Regency, there is an error in the application of tax collection of Bea Acquisition Rights to Land and Buildings (BPHTB) to the transitional of land or building rights built after the acquisition of land rights. In fact, it has been regulated in regional regulations that the object of the tax is the acquisition of land or building rights obtained through the transitional of rights. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rengky Irawan Putra Wahyuni
"Tesis ini membahas mengenai Karebosi Link, dimana terjadi pelekatan hak atas tanah yang sama pada ruang bawah tanah dengan hak atas tanah yang berada di atasnya. Dalam kasus tersebut, dikarenakan tanah diatasnya merupakan tanah Hak Pengelolaan milik pemerintah Daerah Makassar yang di atasnya diberikan Hak Guna Bangunan, maka hak atas tanah di bawah nya pun mengikuti hak atas tanah di atas nya yaitu Hak Guna Bangunan, dengan hak lain yaitu Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun ? Non Hunian pada satuan-satuan kios-kios yang di bangun di bawah tanah tersebut dan diperjualbelikan secara umum. Keputusan untuk melekatkan hak atas tanah yang sama pada ruang bawah tanah dengan hak atas tanah yang berada di atasnya, memiliki banyak kelemahan dibandingkan dengan memisahkan hak atas tanah yang berada di bawah tanah dengan hak atas tanah yang berada di atasnya. Pemisahan tersebut diantaranya dapat dengan melekatkan hak baru yaitu Hak Guna Ruang Bawah Tanah pada tanah yang berada di bawah tanah, Hak Milik Atas Satuan Ruang Bawah Tanah untuk satuan-satuan ruang bawah tanah pada Ruang Susun Bawah Tanah, ataupun hak-hak atas tanah lainnya. Kelemahan yang timbul antara lain terlihat dalam hal Eksistensi, Penguasaan, Jangka Waktu, Peruntukan, Penjaminan dan Pemisahan Horizontal. Hasil penelitian ini menyarankan Agar segera disusun peraturan perundang-undangan mengenai ruang bawah tanah dan hak atas ruang bawah tanah untuk mengakomodir berbagai keperluan mengenai hak atas ruang bawah tanah yang saat ini mulai muncul di beberapa daerah dan diperkirakan akan terus muncul seiring dengan perkembangan jaman, teknologi, dan keterbatasan lahan untuk berbagai keperluan.

This Thesis discusses about Karebosi Link, where there has occurred the inherent of same land right between basement and land right aboved. In that case, because of land above the aforesaid basement is land with right to manage that is owned by Local Government of Makassar which is in the top of it has been titled by Right to building, therefore the title of land right belowed is follow the title of land right aboved, namely right to building with given other rights that is right of strata title ownership ? non residential on kiosk units which built in the aforesaid basement and traded generally. The decision to inherent the same land right between basement and land right aboved, have a lot of weakness if compared with decision to separate it. The aforesaid separation can be conducted among others by inherent it with new right namely right to use basement toward land which located in the basement, ownership right of basement for basement units in the stacking space of basement, or others land right. The weakness which occurred based on that mentioned ideas among others is in the matter of existence, control, duration, allocation, guarantee and horizontal separation. Result of this research is suggest to immediately draft the regulation concerning basement as well as right to use basement, in the purpose to accommodate various necessity about basement usage which currently appears in several area and estimated will continue appear in accordance to the development of era, technology and the limitation of land for various necessity."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T31845
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lieke Lianadevi Tukgali
"Disertasi ini membahas mengenai fungsi sosial dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Asas fungsi sosial yang terdapat pada Pasal 6 Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1960 (UUPA), yakni semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial, yang berarti bahwa hak atas tanah apapun yang ada pada seseorang tidaklah dapat dibenarkan, bahwa tanah tersebut dipergunakan semata-mata untuk kepentingan pribadi. Tetapi tidak berarti bahwa kepentingan perseorangan akan terdesak sama sekali oleh kepentingan umum/kepentingan masyarakat.
Kepentingan masyarakat dan kepentingan perseorangan harus saling mengimbangi. Asas fungsi sosial ini tidak akan berubah, akan tetap saja. Namun penafsiran menjadi berubah-ubah tergantung pada kebijaksaan pemerintah. Dalam perlindungan hukumnya, pengadaan tanah untuk kepentingan umum secara wajib telah ada yaitu dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 1961, namun secara sukarela hanya dalam bentuk Peraturan Presiden saja, yaitu terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 20005 juncto Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006, yang tidak mempunyai kekuatan hukum. Namun Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 digunakan hanya sekali saja, sedang selain ini tetap digunakan pengadaan tanah secara sukarela, walaupun pelaksanannya secara wajib, yakni dengan musyawarah semu, dengan cara intimidasi.
Dengan teori Utilitarianisme Jeremy Bentham untuk kepastian hukum dengan memandang nilai kemanfaatan serta teori Utilitarianisme Jhering, penulis mencoba mencari jawaban fungsi sosial dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum, yakni keseimbangan antara kepentingan individu, kepentingan masyarakat dan kepentingan umum yang diselaraskan dalam fungsi sosial hak atas tanah.

The following dissertation is outlining about the social functions in respect to land procurement for public interest purposes. The fundamental of social function in the Article 6 of Law no 5 of 1960 (UUPA), defines that all land rights have its social function, meaning that the rights of any lands which attached to individual shall be used for public interest, and shall not be used for individual interest. Such definition does not mean that the individual interest will be urged by the public interest. Each public and individual interest shall be well-balanced.
Nevertheless, such fundamental will never be changed, and must be fixed no matter what, but the definition can be varied depending on the Government Policy. In legal protection context, the principle of procurement land for public interest purposes has already been formed and governed in the Law No. 20 of 1961, and lastly governed in the Presidential Regulation no.36 of 2005 juncto Presidential Regulation No.65 of 2006, which had no juridiction. However, The law no.20 of 1961 was only implemented once, apart from that, the common procedure of procurement land still accomplished voluntarily by holding apparent conferences and discussions, and by conducting intimidation.
By considering the benefit value and applying Jeremy Bentham Utilitarianism theory to seek legal certainty, as well as applying Jhering Utilitarianism theory, the writer trying to find the answer of social functions in respect to land procurement for public interest purposes, that is to harmonize between individual and public interest in accordance to social functions itself.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
D1133
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Silvia Syarafina
"Kemajuan pembangunan dalam berbagai bidang di Indonesia, khususnya di sektor infrastruktur ditandai dengan banyaknya pembangunan termasuk pembangunan jalur kereta api cepat. Sedangkan disisi lain pertumbuhan penduduk setiap waktunya juga sangat tinggi seringkali menimbulkan kelangkaan tanah. Pengadaan tanah juga merupakan salah satu kegiatan yang dapat dilakukan bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang pengerjaannya dilakukan oleh Pemerintah atau instansi yang memerlukan tanah. Dalam pengadaan tanah dikenal konsep konsinyasi, yaitu suatu mekanisme penitipan ganti rugi yang dilakukan dengan permohonan penitipan kepada Ketua Pengadilan Negeri. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini mengenai konsep ganti rugi dalam pengadaan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan umum serta perlindungan dan kepastian hukum dari lembaga konsinyasi terhadap ganti rugi dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian yuridis normatif dengan tipologi eksplanatoris. Dari hasil analisa diketahui bahwa permasalahan utama dalam kasus yang diangkat yaitu konsep ganti rugi dalam pembangunan bagi pengadaan tanah untuk kepentingan umum adalah ganti rugi harus mempertimbangkan kerugian fisik maupun non fisik. Hal ini didasarkan bahwa ganti rugi ini dilakukan untuk memberikan suatu kompensasi atas kerugian pemegang hak atas tanah yang kehilangan hak atas tanahnya karena dibebaskan untuk kepentingan umum. Lembaga konsinyasi dapat memberikan perlindungan sepanjang sudah tercapai kesepakatan antara pemegang hak atas tanah dengan panitia pengadaan tanah. Dalam proses pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum, yang diperlukan yaitu hubungan hukum yang dihasilkan atas dasar musyawarah atas penetapan bentuk dan besaran ganti kerugian untuk kemudian dirumuskan dalam berita acara yang menjadikan sebagai bukti perlindungan dan kepastian hukum yang di dapat oleh warga terdampak

Development progress in various fields in Indonesia, especially in the infrastructure sector, is marked by a large number of developments including the construction of high-speed railways. On the other hand, population growth is also very high at any time, which often results in scarcity of land. Land acquisition is also one of the activities that can be carried out for the implementation of development for the public interest, the work of which is carried out by the Government or agencies requiring land. In land acquisition, the concept of consignment is known, which is a mechanism for custody of compensation carried out by requesting custody of the Head of the District Court. The issues raised in this study are regarding the concept of compensation in land acquisition for development for the public interest and protection and legal certainty from consignment agencies for compensation in land acquisition for public interests. The research method used is normative juridical research with explanatory typology. From the analysis, it is known that the main problem in the case raised, namely the concept of compensation in the development of land acquisition for the public interest, is that compensation must consider physical and non-physical losses. This is based on the fact that this compensation is made to provide compensation for the loss of land rights holders who have lost their rights to their land because they are released for public purposes. The consignment agency can provide protection as long as an agreement has been reached between the land rights holder and the land acquisition committee. In the process of implementing land acquisition for the public interest, what is needed is a legal relationship generated on the basis of deliberation on the determination of the form and amount of compensation to be formulated in an official report that serves as proof of protection and legal certainty obtained by affected residents"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wendy Prayuda
"Kawasan Muara Baru sebagai salah satu Kawasan yang memiliki kerentanan terhadap bencana, harus mampu dan tetap bertahan serta berkelanjutan untuk menunjang sebagai salah satu wilayah pesisir Jakarta perlu membangun infrastruktur yang berkualitas, andal, berkelanjutan. Pada kawasan ini juga terdapat permukiman kumuh atau daerah slum area yang perlu ditingkatkan agar menjadi pemukiman yang inklusif. Kawasan Muara Baru mengalami banjir ROB yang merupakan adanya perubahan iklim global. Dengan demikian perlu dilakukan analisis mitigasi bencana kawasan Muara Baru dengan konsep resilien city (berketahanan). tujuan dari kegiatan penelitian ini menganalisis risiko bencana dari aspek fisik., sosial, dan ekonomi, mengevaluasi penanganan risiko bencana berdasarkan RDTR Provinsi DKI Jakarta dan mengevaluasi terkait konsep mitigasi dan tindakan mitigasi pada RW 17 menuju kawasan berketahanan terhadap bencana. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan analisis spasial dan aspasial. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah hasil analisis risiko bencana dari aspek fisik, ekonomi, dan sosial diketahui bahwa wilayah penelitian berada pada katagori sedang sebesar 59,97 % dan tinggi sebesar 33,53 % dari luas wilayah penelitian. Kebijakan kebencanaan dengan mempertimbangkan aspek fisik, ekonomi, dan sosial, dan sejalan dengan baik dari RTRW dan RDTR berdasarkan struktur ruang dan pola ruang, perlunya usulan zona baru berupa zona mangrove dan RTH untuk menciptakan lingkungan berketahanan. Mitigasi bencana dalam rangka ketahanan di RW 017 berupa jalur evakuasi dan tempat evakuasi dan penyediaan sarana prasarana seperti marka jalan, usulan bentuk rumah adaptif terhadap banjir.

Kawasan Muara Baru as one of the areas that has a vulnerability to disasters, must be able to survive and be sustainable to support as one of the coastal areas of Jakarta, it needs to build quality, reliable, sustainable infrastructure. In this area there are also slum areas or slum areas that need to be improved so that they become inclusive settlements. The Muara Baru area is experiencing ROB flooding which is a result of global climate change. Thus it is necessary to carry out an analysis of disaster mitigation in the Muara Baru area with the concept of a resilient city.the purpose of this research activity is to analyze disaster risk from the physical, social, and economic aspects, evaluate disaster risk management based on the DKI Jakarta Provincial RDTR and mevaluating the concept of mitigation and mitigation actions in RW 17 towards a disaster-resilient area. This study uses a quantitative method with spatial and aspatial analysis. The results obtained from this study are the results of disaster risk analysis from the physical, economic and social aspects, it is known that the research area is in the medium category at 59.97% and high at 33.53% of the total area of ​​the study. Disaster policies taking into account physical, economic and social aspects, and in line with both the RTRW and RDTR based on spatial structure and spatial patterns, it is necessary to propose new zones in the form of mangrove and green open space zones to create a resilient environment. Disaster mitigation in the framework of resilience in RW 017 in the form of evacuation routes and evacuation sites and provision of infrastructure such as road markings."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Giffari Yahya Muhammad
"Semenjak diundangkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, muncul ketentuan-ketentuan baru yang belum diatur sebelumnya. Salah satu ketentuan baru tersebut adalah mengenai hak atas tanah pada ruang atas dan ruang bawah tanah. Tesis ini akan membahas mengenai bagaimana implementasi dari ketentuan baru tersebut dan bagaimana peran dan tanggung jawab notaris dan pejabat pembuat akta tanah terhadap ketentuan baru tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan metode yuridis normatif. Berdasarkan hasil penelitian, ketentuan baru ini masih belum dapat diimplementasikan secara sempurna karena masih diperlukan penyesuaian peraturan perundang-undangan yang sudah ada dan juga Notaris dan PPAT memiliki peran yang penting berkaitan dengan hak atas tanah pada ruang atas tanah dan ruang bawah tanah namun beberapa peraturan saat ini masih belum memadai sehingga diperlukan perubahan peraturan.

Ever since the promulgation of the Law Number 11 of 2020 regarding Job Creation, there are new provisions that have never regulated before. One of the new provisions regarding land rights on underground space and overground space. This thesis is about how those new regulations can be implemented and how the notary and the official certifier of title deeds involved and what is their responsibilities. This research conducted using the normative method. Based on the result of this research, the new provisions regarding land rights on underground space and overground space for the time being can’t be properly implemented. If the new provisions about to be implemented, there are a few regulations that needed to be amended. The regulations concerning Notary and Official certifier of title deeds also needed to be amended to accommodate the new provisions regarding underground space and overground space"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>