Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 59616 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lintang Mutiara Savana
"Prinsip non-punishment merupakan prinsip yang mengandung ketentuan bahwa korban perdagangan orang tidak dipidana ketika mereka melakukan tindak pidana karena dipaksa oleh pelaku perdagangan orang. Di Indonesia, terdapat masalah dalam penerapan prinsip tersebut, terutama dalam tindak pidana yang berkaitan dengan kejahatan narkotika. Dengan metode penelitian yuridis normatif, penelitian ini membahas 2 (dua) pokok permasalahan, antara lain: 1) pengaturan prinsip non-punishment dalam perlindungan korban perdagangan orang, dan 2) implementasi prinsip tersebut berdasarkan Pasal 18 Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Prinsip non-punishment diatur dalam Pasal 18 UU PTPPO, di mana keberlakuannya memiliki keterkaitan dengan bentuk penyertaan doen plegen, daya paksa (overmacht), dan dasar penghapus pidana. Pengaturan dan penerapan prinsip non-punishment dalam hukum pidana di Indonesia masih memiliki berbagai ketidakpastian. Mulai dari kaitannya dengan dasar penghapus pidana, kriteria paksaan yang perlu dipenuhi, hingga tidak adanya preseden dikabulkannya prinsip non-punishment sebagai dasar penghapus pidana. Oleh karena itu, diperlukan pedoman tentang keberlakuan yang disertai penjelasan komprehensif mengenai prinsip tersebut dalam kerangka hukum tindak pidana perdagangan orang. Pedoman tersebut diharapkan dapat meningkatkan dan mengebangkan peran aktif APH, terutama hakim, untuk menggali fakta-fakta hukum dan nilai-nilai yang ada, serta menindaklanjuti pembuktian terhadap pembelaan dengan dasar prinsip non-punishment.

The principle of non-punishment is a principle that stipulates that victims of trafficking are not punished when they commit criminal offenses because they are forced by traffickers. In Indonesia, there are problems in the application of this principle, especially in criminal offenses related to narcotics crimes. Using normative juridical research method, this research discusses 2 (two) main issues, among others: 1) the regulation of the principle of non-punishment in the protection of victims of human trafficking, and 2) the implementation of the principle based on Article 18 of Law No. 21/2007. The principle of non-punishment is regulated in Article 18 of Law No. 21/2007, where its applicability is related to doen plegen, overmacht, and the basis for criminal expungement. The regulation and application of the principle of non-punishment in criminal law in Indonesia still has various uncertainties. Therefore, there is a need for guidelines on the applicability and comprehensive explanation of the principle in the legal framework of human trafficking crimes. These guidelines are expected to increase and develop the active role of law enforcement officers, especially judges, to explore legal facts and values, as well as to ensure that the principle of non-punishment is applied."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Petra Fernando
"ABSTRACT
Skripsi ini membahas mengenai orang yang diperdaya menjadi kurir narkotika. Tolok ukur dalam menentukan orang tersebut merupakan korban atau pelaku tindak pidana adalah UU No. 21 Tahun 2007, dan UU No. 35 Tahun 2009. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif, dengan pendekatan kualitatif, yang didasarkan pada data sekunder. Data sekunder berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Tulisan ini memaparkan dan mengkritik peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan Indonesia yang kerap menyamakan pertanggungjawaban pidana terhadap orang yang diperdaya dan orang yang sengaja mengedarkan narkotika. Padahal orang yang diperdaya tersebut, berdasarkan rentetan prosesnya dapat digolongkan sebagai korban perdaganganan orang. Tulisan ini menyarankan dibedakannya pelaku pengedaran gelap narkotika yang merupakan kurir dengan yang merupakan pelaku utama, yang mana kurir dapat berupa orang yang diperdaya, dan juga orang yang sengaja.

ABSTRACT
This essay discussed the matter about human trafficking victims that being deceived to act as a drug trafficker. Act 21 of 2007 and Act 35 of 2009 being used as the measurement whether someone is the criminal or the victim of a crime. This essay uses descriptive method, with qualitative approach, which based on secondary data. The secondary data take form in primary, secondary, and tertiary legal material. This essay explained and criticize the regulation and court verdict that often equate the liability between deceived persons and deliberated persons who become drug trafficker. By the sequence, the deceive persons could be classified as human trafficking victims. This essay suggests that there should be a different regulation between deceived person and deliberated persons in drug trafficking."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendrawan Saputra
"Dalam tindak pidana perdagangan anak, anak sebagai korban sangatlah dirugikan baik secara kejiwaan, fisik, dan mental. Seharusnya mereka mendapatkan perlindungan, pengawasan dan kasih sayang dari kedua orang tuanya dan orang-orang disekelilingnya. Sebelum ditetapkannya UUPA dan UUTPPO,sanksi pidana terhadap pelaku/traffickerperdagangan anak dengan menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dengan ditetapkannya Undang-Undang tersebut telah memunculkan aspek-aspek hukum terhadap anak, khususnya bagi perlindungan hukum bagi korban perdagangan anak diantaranya bentuk perawatan medis, psikologis dan konseling termaksut penampungan dan pemulangan ke daerah asal korban, sanksi pidana yang lebih berat bagi pelaku/trafficker, serta mendapatkan ganti rugi/restitusi terhadap korban. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis-empiris berupa studi kepustakaan yaitu meneliti dokumen berupa literatur buku-buku, peraturan-peraturan dan pedoman-pedoman, dan juga melakukan wawancara dengan narasumber. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab permasalahan: perlindungan hukum dan penanggulangan terhadap tindak pidana perdagangan anak dalam peraturan perundang-undangan, praktek dalam penegakan hukum terhadap tindak pidana perdagangan anak, upaya dalam mengoptimalkan perlindungan hukum dan penanggulangan terhadap tindak pidana perdagangan anak. Terdapat sejumlah pasal didalam KUHP terhadap tindak pidana perdagangan anak, serta dalam UUPA dan UUTPPO kemudian memberikan Rehabilitasi, konseling, psikologis, dan pemberian retitusi/kompesansi terhadap korban, Praktek perlindungan hukum tindak pidana perdagangan anak Kepolisianmengeluarkan Peraturan Kapolri Nomor 10 Tahun 2007 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelayanan Perempuan dan Anak MABES POLRI membentuk Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) di Kepolisian Daerah (Propinsi), KPAI melakukan pengawasan terhadap kinerja penegak hukum, individu masyarakat, maupun institusi pemerintahan dalam penyelenggaraan perlindungan hukum terhadap anak dalam kasus tindak pidana perdagangan anak serta bekerjasama dengan instansi lembaga penegak hukum dan lembaga setingkat dengan KPAI. LPSK memberikan perlindungan hukum kepada saksi dan/atau korban(Perdagangan anak) seperti perlindungan fisik/non fisik dan penjagaan kepada saksi dan/atau korban (Perdagangan anak) sampai ke pengadilan, sedangkan gugus tugas TPPO Menko menetapkan Peraturan Menteri Koordinasi Bidang Kesejahteraan Nomor 25/KEP/MENKO/KESRA/VIII/2009 Tentang Pemberantasan Perdagangan Orang (PTPPO) dan Eksploitasi Seksual Anak (ESA) 2009-2014, dengan disusunnya RUU KUHP 2013 diharapkan memberikan perlindungan yang lebih baik terhadap korban perdagangan anak, baik secara konkret dimasa yang akan datang.

In the crime of child trafficking, child as a victim is harmed either psychological, physical, and mental. They should have get the protection, control and affection from both parents and the people around them.Prior to the enactment of the BAL and UUTPPO, criminal sanctions against perpetrators / traffickers Of Child Trafficking was using the Criminal Code (Criminal Code). With the enactment of the Act has led to the legal aspects of the child, particularly the legal protection for victims of trafficking Such Asmedical treatment, psychological counseling and referred to the shelter and repatriation of victims to their hometown, more severe criminal sanctions for perpetrators / traffickers, as well as the redress/ restitution to the victim. By using the method of a juridical-empirical study of literature that examined the documents in the form of literature books, regulations and guidelines, as well as conducting interviews with sources. This study aims to answer the problems: legal protections and countermeasures against child trafficking crime in legislation, practice in law enforcement against child trafficking crime, in an effort to optimize the legal protection and countermeasures against the crime of trafficking in children. There are a number of articlesin the Criminal Code against the crime of trafficking in children, as well as articles of criminal sanctions for perpetrators /traffickers in BAL and UUTPPOSuch Asmedical treatment, psychological counseling and referred to the shelter and repatriation of victims to their hometown, more severe criminal sanctions for perpetrators / traffickers, as well as the redress/ restitution to the victim, Police Chief issued Regulation No. 10 Year 2007 on the Organization and Work of Women and Children's Services Unit. Police Headquarter established Women and Children Services(PPA) at the Regional Police (province), KPAI to supervise the performance of law enforcement, individual communities, and government agencies in the implementation of the legal protection of children in cases Of Child Trafficking and cooperate with law enforcement agencies and with institutionsin the same level withWitness and Victim Protection Agencies (LPSK) protectionof physical/non-physicalandsafeguardstowitnessand/orvictim(Trafficking) goes to courtwhile the task force of TPPO sets by Coordinating Minister for People’s Welfare with RegulationNo.25/KEP/MENKO/KESRA/VIII/2009 ByOn Combating Trafficking in Persons (PTPPO) and Exploitation Child Sexual (ESA) from 2009 to 2014, with the formulation of the Criminal Code Bill 2013 is expected to provide better protection to victims of child trafficking,both in concrete terms in the future.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35429
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Try Kuntarto
"Pemerintah Republik Indonesia memiliki yurisdiksi ekstrateritorial untuk memberikan perlindungan terhadap warga negaranya yang menjadi korban perdagangan orang transnasional yang berada di wilayah teritorial negara lain melalui perwakilannya di luar negeri. Vienna Convention on Diplomatic Relations 1961 dan Vienna Convention on Consular Relations 1963 memberikan batasan terhadap yurisdiksi ekstrateritorial yang dimiliki oleh Republik Indonesia dalam memberikan perlindungan terhadap warga negaranya yang berada di luar negeri. Pemberian perlindungan terhadap warga negara yang menjadi korban perdagangan orang transnasional secara khusus diatur di dalam United Nations Convention Against Transnational Organized Crime mutatis mutandis Protocol to Suppress, Prevent, and Punish Trafficking in Persons, especially Women and Children. Peran Pemerintah RI memberikan perlindungan terhadap WNI melalui perwakilannya di wilayah territorial negara lain diwujudkan dengan membentuk Direktorat Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia sebagai badan koordinasi dan pembentuk kebijakan utama dalam memberikan perlindungan oleh Para Pejabat Perwakilan RI.

The Government of the Republic of Indonesia have extraterritorial jurisdiction to give protection to its national who are victims of transnational trafficking in persons residing in the territory of another country through its representatives abroad. Vienna Convention on Diplomatic Relations 1961 and the Vienna Convention on Consular Relations in 1963 provide limits on extraterritorial jurisdiction that is owned by the Republic of Indonesia in providing protection to its national residing abroad. Giving protection to national who are victims of transnational trafficking in persons specifically regulated in the United Nations Convention Against Transnational Organized Crime Protocol mutatis mutandis to Suppress, Prevent, and Punish Trafficking in Persons, especially Women and Children. Role of the Government of Indonesia to provide protection to its national through their representatives on the territory of another state is realized by establishing a Direktorat Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia (Directorate of Protection of Indonesian Citizens and Legal Entities) as a coordinating body and forming the main policy provides protection by The Member of The Mission of Republic of Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S26284
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Etika Prabandari
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas tentang proses konseling yang dilakukan oleh Rumah
Perlindungan Trauma Center (RPTC) dalam rehabilitasi psikososial. Penelitian ini
menggunakan kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus deskriptif. Hasil
penelitian mengungkapkan pelaksanaan konseling pada rehabilitasi psikososial
bagi klien wanita korban trafficking cukup berpengaruh terhadap terjadinya
perubahan perilaku secara positif pada diri klien, yang mencakup baik sikap
terhadap dirinya sendiri maupun sikapnya terhadap lingkungan.

Abstract
Thesis discusses about the process of counseling conducted by Home Protection
Trauma Center (RPTC) in psychosocial rehabilitation. This research uses
qualitative with the kind case studies types. Research results reveal the
implementation of psychosocial rehabilitation counseling on women victims of
trafficking for clients quite influential on the occurrence of a change behavior
positively on the self client, which includes good attitude towards himself and his
attitude towards the environment."
2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Parinding, Devina Kara
"Perdagangan orang merupakan masalah yang telah menjadi perhatian internasional sejak dahulu kala. Tindakan perdagangan orang kerap memakan korban yang identik dengan keadaan rentan karena lebih memudahkan dalam prakteknya. Salah satu keadaan rentan yang dimanfaatkan oleh pelaku perdagangan orang adalah kondisi rentan dari seorang pengungsi. Skripsi ini menganalisis kasus-kasus mengenai pengungsi yang menjadi korban perdagangan orang, dan dikaitkan dengan dua instrumen hukum internasional. Seseorang dapat dikatakan tergolong dalam kategori serorang pengungsi jika sudah memenuhi unsur-unsur yang terkandung di dalam Convention Relating to the Status of Refugees 1951. Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, Especially Women and Children adalah instrumen hukum internasional yang mengatur mengenai tindakan perdagangan orang, yang merupakan protokol tambahan dari Convention on Transnational Organized Crime 2000. Penulisan skripsi ini menggunakan penelitian hukum normatif dengan analisis pendekatan yuridis normatif. Analisis ini mengungkapkan bahwa terdapat berbagai alasan yang mendasari para pengungsi untuk meninggalkan negaranya, dan bahwa keadaan rentan mereka sebagai pengungsi kerap dimanfaatkan oleh para pelaku perdagangan orang melalui berbagai cara yang merupakan unsur-unsur dari perbuatan perdagangan orang yang melanggar TOC Convention 2000 Protocol.

Human trafficking has been a concerning international problem since a long time ago. Traffickers are often targeting vulnerable group of people because it is easier to commit human trafficking towards vulnerable group of people, such as refugees. Vulnerable condition of a refugee is an advantage to traffickers. This thesis analyzes cases about refugees who are victims of human trafficking, and being related to two international law instruments. A person can be categorized as a refugees if the elements of a refugee based on Convention Relating to the Status of Refugees 1951 has been fulfilled. Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, Especially Women and Children is an international law instrument that regulates the act of human trafficking, which also an additional protocol of Convention on Transnational Organized Crime 2000. This thesis uses normative legal method of research as well as juridical normative analysis in addressing the issue. This analysis concludes that there are several reasons for refugees to leave their country, and that their vulnerable condition as a refugee are often being misused by traffickers through ways which are the elements of human trafficking action against TOC Convention 2000 Protocol."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S56488
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nugraheni Ardiyani
"Tulisan ini bertujuan untuk membahas pola demografi yang dimiliki anak pelaku kenakalan sebagai kurir narkotika dalam perspektif perlindungan anak dan hubungannya dengan teori struktur sosial dan anomie. Tulisan ini menggunakan metode kualitatif-deskriptif dengan studi kasus 13 kasus Putusan Pengadilan Negeri tahun 2017-2023. Penulis menemukan bahwa pola demografi, termasuk jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, dan kondisi ekonomi anak berperan menjadi penyebab keterlibatan anak menjadi kurir narkotika. Hasil menunjukkan bahwa anak pelaku kenakalan sebagai kurir merupakan korban karena adanya kerentanan dan keterbatasan akses terhadap sarana yang sah, sehingga mendorong anak terlibat dalam kegiatan ilegal sebagai cara inovatif untuk mencapai tujuan mereka. Kesimpulan penulisan ini memperlihatkan adanya hubungan yang erat antara pola demografi anak dalam konteks perlindungan anak dengan menggunakan teori struktur sosial dan anomie.

This writing aims to discuss the demographic patterns exhibited by juvenile delinquent acting as drug couriers from the perspective of child protection and its relation to the theory of social structure and anomie. The writing employs a qualitative-descriptive methodology with a case study of 13 verdict cases from the District Court spanning the years 2017-2023. The author found that demographic patterns, including gender, age, education level, and the economic condition of the children, play a significant role in causing their involvement as drug couriers. The results indicate that juvenile delinquents acting as couriers can be seen as victims due to their vulnerability and limited access to legitimate means, compelling them to engage in illegal activities as an innovative way to achieve their goals. The conclusion of this writing highlights a close relationship between the demographic patterns of children in the context of child protection, analyzed through the lens of the theory of social structure and anomie"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Aida Fitriani
"ABSTRAK
Studi ini mendeskripsikan Implementasi Program Rehabilitasi Sosial bagi anak dan wanita korban trafiking di Rumah Perlindungan Sosial Wanita RPSW Jakarta Penelitian ini merupakan penelitian evaluasi menggunakan metode penelitian pendekatan kualitatif dengan teknik analisa berdasarkan SOP RPSW 2011 dan Pedoman Penanganan Korban Trafiking Kemensos 2010 yang merupakan standar pelayanan terbaik Dari hasil penelitian diketahui bahwa implementasi program belum sepenuhnya sesuai dengan SOP dan standar pelayanan terbaik SOP yang ada saat ini juga dirasakan masih belum sempurna karena belum spesifik memuat teknis pelaksanaan program Peneliti menyarankan agar dibuat sejumlah perbaikan agar program lebih baik lagi ke depannya

ABSTRACT
The focus of this study is to describe the Implementation Social Rehabilitation Program for children and womens at Social Protection Home for Womens Jakarta This research is evaluation using research methods kualitatif approach with analyze technique based on standard operating procedures RPSW 2011 and Best Practice Standards 2010 Result of research finding is that some activity of implementation program at RPSW has not follow SOP and best practice standards The researcher suggests that organization must improve their program for a better later
"
2013
T33611
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ulfa Anggia Pratami
"ABSTRAK
Tesis ini membahas analisis penerapan kebijakan restitusi bagi anak yang menjadi korban tindak pidana yang mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Restitusi Bagi Anak Yang Menjadi Korban Tindak Pidana. Sebelumnya pelaksanaan restitusi sangat sulit dilakukan karena tidak ada mekanisme/prosedur yang jelas. Permasalahan dalam PP ini adalah syarat administratif yang cukup membebani korban dan keluarganya, tidak adanya ketegasan siapa yang berhak menghitung restitusi, tidak ada tolak ukur menentukan besaran jumlah restitusi dan tidak ada upaya paksa jika pelaku menolak membayar restitusi. Penelitian ini bersifat yuridis normatif dengan mekanisme wawancara, dimana penulis menganalisa Peraturan Perundang-Undangan yang dikaitkan sejauh mana peraturan tersebut diterapkan dan berlaku di masyarakat. Hasil penelitian mengungkap Peraturan Perundang-Undangan tidak memiliki pedoman yang sama terkait mekanisme restitusi. KUHAP menggunakan mekanisme penggabungan perkara yang hanya terbatas pada kerugian materiil, PP No.3/2002 tidak memuat mekanisme permohonan restitusi yang diajukan korban, dalam UU LPSK ditemukan adanya ketentuan yang membatasi hak restitusi korban yang berpengaruh pada pelaksanaan PP No.44/2008, UU No.21/2007 memuat upaya paksa jika pelaku menolak membayar restitusi dan PP No.43/2017 memuat mekanisme permohonan dan pemberian restitusi, serta restitusi dapat diajukan mulai tahap penyidikan. Dari segi peraturannya, PP No.43/2017 kurang memberikan jaminan terkait restitusi bagi anak yang menjadi korban. Faktor yang menjadi kendala dalam penerapan restitusi bagi anak sebagai korban diantaranya adalah faktor perundang-undangan, faktor kapasitas dan koordinasi antar aparat penegak hukum, faktor ketidakaktifan korban, selama tidak ada permohonan maka restitusi tidak dapat diproses. Kemudian faktor ketidakaktifan lembaga yang mewakili dan melakukan pendampingan bagi korban.

ABSTRACT
The thesis discusses the analysis of the implementation of restitution policy for children who become victims of criminal acts that refers to Government Regulation Number 43 of 2017 about Implementation of Restitution for Child Victims of Crime. Previously the implementation of restitution is very difficult because there is no clear mechanism procedure. The problem in this regulation is the existence of administrative conditions that sufficiently burden the victim and his family, no firmness of who is entitled to calculate restitution, there is no benchmark determine the amount of restitution and no forced effort if the offender refused to pay restitution. This study is normative juridical, in which the authors analyze the legislation which is related to the extent to which the rules are applied and exist in the community. The results of this study reveal the Laws and Regulations do not have the same guidance related to the mechanism of restitution. The Criminal Procedure Code KUHAP uses mechanisms for the merger of cases that are limited to material losses, PP No.3 2002 does not contain the mechanism of the application for restitution submitted by victims. In the LPSK Law, there are provisions that restrict the right of victim restitution which affect the implementation of PP No.44 2008, UU No.21 2007 contains a forced effort if the perpetrator refuses to pay restitution and PP No.43 2017 contains the mechanism of application and restitution, and restitution can be submitted from the investigation stage. In terms of regulations, PP No.43 2017 provide less restitution related guarantees for children who become victims. Factors that become obstacles in the application of restitution for children as victims include the factors of legislation, factor capacity and coordination between law enforcement officers, the factor of inactivity of victims, as long as there is no request then restitution can not be processed. Then the factor of inactivity of the institution that represents and cares for the victim."
2018
T51441
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutapea, Ucok Samuel B.
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai kondisi hukum pidana Indonesia saat ini, dimana baik hukum materiil maupun hukum formil belum cukup mampu melindungi warga negara Indonesia, khususnya awak kapal, yang menjadi korban tindak pidana di lintas negara. Dalam dunia maritim, terjadi tindak-tindak pidana dimana awak kapal menjadi korban tindak ndash; tindak pidana antara lain, penipuan, penganiayaan, pemalsuan dokumen kepelautan yang secara keseluruhan memenuhi unsur tindak pidana perdagangan orang sebagai ketentuan khusus atau lex specialist dalam serangkaian tindak-tindak pidana tersebut. Tindak pidana terhadap awak kapal memiliki karakteristik antara lain, locus delicti berada di luar negeri baik secara geografis berada di wilayah teritorial negara lain atau diatas kapal berbendera asing yang sedang melakukan lintas dama atau berada di laut lepas dan/atau pelaku tindak pidana yang merupakan warga negara asing. Sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengetahui a bagaimanakah perlindungan hukum terhadap korban dalam tindak pidana di lintas negara b bagaimanakah bentuk tindak pidana perdagangan orang terhadap awak kapal; dan c bagaimanakah bentuk perlindungan hukum terhadap awak kapal yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang. Tesis ini menggunakan penelitian yuridis normatif karena menitikberatkan pada penelitian kepustakaan yang intinya meneliti asas- asas hukum, sistematis hukum, dan sinkronisasi hukum dengan cara menganalisanya. Secara normatif sesuai peraturan perundang-undangan di Indonesia, terdapat ketentuan tentang tindak pidana perdagangan orang di lintas negara yang lebih memfokuskan kepada wanita dan anak-anak dan kurang memberi perhatian kepada korban yang merupakan awak kapal. Terkait dengan tindak pidana perdagangan orang di lintas negara terhadap awak kapal, dengan karakteristiknya tersendiri, negara perlu untuk meningkatkan perlindungan hukum bagi awak kapal Indonesia untuk mencegah jatuhnya korban dan menegakkan hukum bagi awak kapal yang telah menjadi korban.

ABSTRACT
This thesis discussed on the current legal condition of the Indonesian criminal law whereas both material and formal law are not sufficient to protect Indonesian citizens, especially seafarers, who are victims of transnational criminal acts. In the maritime world, there are criminal acts in which the seafarers become victims of the acts, among others, fraud, maltreatment, falsification of documents that entirely meet the element of human trafficking as a special provision or lex specialist in a series of such crimes. The criminal offenses against the Indonesian seafarers have their own characteristics of such cases, among others, the crime scene locus delicti is located abroad whether geographically inside of the territory of another country or on board of foreign flagged vessel under innocent passage or located on the high seas and or the perpetrators are foreign nationals. As such this research is aim to know a how is the legal protection of victims in transnational crime b how is the form of criminal acts of human trafficking against the seafarers and c what are the legal protections for the seafarers who are victims of human trafficking. This thesis uses normative legal research because it focuses on the research literature that examines the core principles of law, the law systematically, and the synchronization of the law in a way it analyzed. Normatively in accordance with Indonesian legislation, there are provisions on the criminal act of human trafficking trans nationally that focus more on women and children and pay less attention to the victims who are seafarers. With regard to the criminal acts human trafficking across the country on seafarer, with their own characteristics, the state needs to improve the legal protection of Indonesian seafarers to prevent casualties and enforce the law for seafareres who have been victimized."
2017
T47627
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>